PEMILU PADA MASA ORDE BARU

PEMILU PADA MASA ORDE BARU

Disusun Oleh:
Kelompok VI
Indah Sulistiowati
M. Feraldi Nugraha
M. Karisma Akbar
Rindang Adhitya
Guru Pembimbing:
Yuke Santi Hanifah, S.Pd

SEJARAH WAJIB
XII MIA 4
SMA NEGERI 10 PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2016/2017

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan pemilu di masa Orde Baru di atur dalam Undang-undang No.15 tahun
1969 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu di masa orde baru ini merupakan
rezimnya Soeharto. Pada masa orde baru Soeharto berhasil mengontrol dan melakukan

sentralisasi kekuasaan. Soeharto berhasil melebur (fusi) banyak partai pada masa orde
lama menjadi dua partai politik (Partai Demokrasi Indonesia/PDI dan Partai Persatuan
Pembangunan/PPP dan Golongan Karya/Golkar pada saat itu tidak mau dianggap partai
politik), pasal 1. dengan mengeluarkan UU No 3 tahun 1975 tentang partai politik dan
Golkar. Dan pada pemilu 1971 para pejabat negara di haruskan bersikap netral. Dengan
asas yang dipakai, jujur dan adil (Jurdil) artinya dalam penyelenggaraan pemilu,
penyelenggara atau pelaksana, pemerintah dan partai politik serta semua pihak yang
terlibat secara tidak langsung bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud adil ialah pemilih dan parpol
perserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak
manapun.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pemilu pada masa orde baru?

II. PEMBAHASAN
A. PEMILU PADA MASA ORDE BARU
Pada masa orde baru penyelenggara pemilu oleh pemerintah dilakukan lewat komisi
pemilihan umum (KPU). Dan pengawasan, pemerintah melalui panwaslu dan perserta
pemilu diikuti oleh tiga partai (PDI,PPP dan Golkar). Hasil pemilu selama orde baru di
menangkan oleh Golkar.

Adapun sistem pemilihan, untuk pemilihan anggota D.P.R. dan D.P.R.D memakai
sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar. Dengan demikian maka
besarnya/kekuatan perwakilan organisasi dalam D.P.R. dan D.P.R.D. adalah sejauh
mungkin berimbang dengan besarnya dukungan dalam masyarakat pemilih. Untuk
mencapai tujuan ini suatu organisasi yang nama-nama calonnya disusun dalam sesuatu
daftar calon mendapat jumlah kursi berdasarkan suatu bilangan Pembagi Pemilihan,
ialah suatu bilangan yang diperoleh dengan membagi jumlah seluruh suara yang masuk
dengan jumlah kursi yang tersedia. Sistim daftar begitu pula sistim pemilihan umum
menggambarkan adanya pengakuan terhadap stelsel organisasi yang ikut serta dalam
kehidupan ketatanegaraan. Tiap-tiap Daerah tingkat II mendapat sekurang-kurangnya
seorang wakil, yang ditetapkan berdasarkan sistim perwakilan berimbang yang akan
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Penetapan jumlah anggota dalam pemilihan umum, Dari jumlah anggota D.P.R.
sebanyak 460, maka yang dipilih berdasarkan pemilihan umum adalah 360 dan yang
diangkat adalah 100. Untuk menentukan besarnya wakil dalam tiap-tiap daerah
pemilihan di wilayah Republik Indonesia, maka untuk pemilihan anggota D.P.R. daerah
pemilihan adalah Daerah tingkat I. Untuk menentukan banyaknya wakil dalam tiap
daerah pemilihan dipakai dasar perhitungan tiap-tiap sekurang-kurangnya 400.000
penduduk memperoleh seorang wakil, dengan ketentuan bahwa tiap-tiap daerah
pemilihan mempunyai wakil sekurang-kurangnya sebanyak Daerah tingkat II yang

terdapat dalam Daerah tingkat I tersebut, dan tiap-tiap Daerah tingkat II mempunyai
sekurang-kurangnya seorang wakil. Ketentuan-ketentuan selanjutnya tentang cara
pembagian jumlah 360 kursi kepada Daerah tingkat II - Daerah tingkat II diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Adapun Keseimbangan antara jumlah anggota D.P.R. yang dipilih di Jawa dan di
luar Jawa. Undang-undang(15/1969) ini menentukan bahwa jumlah anggota D.P.R.
yang dipilih dalam pemilihan umum di Jawa ditentukan seimbang dengan jumlah
anggota yang dipilih di luar Jawa (Pasal 6). Untuk menentukan banyaknya wakil yang
dipilih ditiap-tiap Daerah tingkat I dipakai dasar perhitungan tiap-tiap sekurangkurangnya 400.000 penduduk dalam Daerah tingkat I memperoleh seorang wakil.
(penjelasan uu 15 tahun 1969).

B. PELAKSANAAN PEMILU PADA MASA ORDE BARU
Pemilihan umum merupakan sarana untuk menegakkan demokrasi. Dengan melalui pemilu
rakyat dapat menggunakan hak politiknya untuk memilih calon-calon wakilnya yang akan
duduk dalam lembaga perwakilan rakyat. Pemilu pada masa Orde Baru dilaksanakan

sebanyak enam kali sebagai berikut.
1. Pemilu 1971
Pada pemilu tahun 1971 sangat berbeda dengan pemilu pada tahun 1955 karena
para pejabat negara pada pemilu tahun 1971 diharuskan bersikap netral, sedangkan pada

pemilu 1955 para pejabat negara yang berasal dari partai peserta pemilu dapat ikut
menjadi calon partai secara formal.
Pada pemilu ini diikuti oleh sepuluh peserta yang terdiri atas Partai Serikat Islam
Indonesia (PSII), Nahdatul Ulama (NU), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Murba,
Partai Islam Persatuan Tarbiyah Indonesia (PI. Perti), Partai Katolik, Partai Muslimin
Indonesia (Parmusi), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai
Kristen Indonesia (Parkindo), dan Golongan Karya (Golkar).
Pada pemilu ini dimenangkan oleh Golkar dan sejak pemilu ini pula ABRI mulai
memainkan 2 peranan yang penting dalam pemerintahan Orde Baru, seperti menjadi
anggota dewan melalui jalur pengangkatan. Oleh karena itu, ABRI tidak menggunakan
hak pilihnya lagi seperti pada pemilu pertama tahun 1955.
Pemerintahan Orde Baru setelah pemilu 1971 melakukan penyederhanaan jumlah
partai dengan tidak menghapus partai tertentu, tetapi melakukan penggabungan (fusi).
Dalam penggabungan tersebut, sistem kepartaian tidak lagi didasarkan ideologi, tetapi
atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial
politik sebagai berikut.
1. PPP, merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan PI. Perti.
2. PDI, merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo.
3. Golkar.
a. Sistem Pemilu

Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa Indonesia. Pemilu
1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru, tepatnya 5 tahun setelah
pemerintahan ini berkuasa. Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini
diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR.
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan

DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia (LUBER).
Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati nuraninya, tanpa perantara, dan tanpa tingkatan.
Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal dalam
usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.
Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut hati nuraninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun.
Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan diketahui
oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya.
c. Dasar Hukum
TAP MPRS No. XI/MPRS/1966
TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966
UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat

UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3
Tahun 1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang keanggotaannya terdiri atas
Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan, Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan
dan Perhubungan.
Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia Pemilihan Indonesia (PPI),
di provinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I (PPD I), di
kabupaten/kotamadya disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II, di kecamatan
disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan di desa/kelurahan disebut Panitia
Pendaftaran Pemilih (Pantarlih). Untuk melaksanakan pemungutan dan penghitungan
suara dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Bagi warga
negara RI di luar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Panitia

Pemungutan Suara Luar Negeri (PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat sementara (ad hoc).
e. Peserta Pemilu
Peserta Pemilu 1971 terdiri atas :
a. Partai Nahdlatul Ulama
b. Partai Muslim Indonesia

c. Partai Serikat Islam Indonesia
d. Persatuan Tarbiyah Islamiiah
e. Partai Nasionalis Indonesia
f. Partai Kristen Indonesia
g. Partai Katholik
h. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
i. Partai Murba
j. Sekber Golongan Karya
2. PEMILU 1977
Pada pemilu tahun 1977 hanya diikuti oleh tiga peserta yaitu PP, Golkar dan PDI.
Pemilu ini dimenangkan Golkar dengan memperoleh 232 kursi, PPP memperoleh 99
kursi, dan PDI memperoleh 29 kursi.
a. Sistem Pemilu
Pemilu kedua pada pemerintahan orde baru ini diselenggarakan pada tanggal 2
Mei 1977. Sama halnya dengan Pemilu 1971, pada Pemilu 1977 juga menggunakan
sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1977 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara

BiĀ¬dang Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri.
Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.
Undang-undang Nomor 3/1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
Undang-undang Nomor 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah.
Undang-undang Nomor 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

Undang-undang Nomor 5/1979 tentang Pemerintahan Desa.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Pemilu 1977 diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Pemilu yang memiliki struktur
yang sama dengan penyelenggaraan pada tahun 1971, yaitu PPI ditingkat pusat, PPD I
di provinsi, PPD II di kabupaten/kotamadya, PPS di kecamatan, Pantarlih di
desa/kelurahan, dan KPPS. Bagi warga negara Indonesia di luar negeri dibentuk PPLN,
PPSLN, dan KPPSLN yang bersifat sementara (adhoc).
e. Peserta Pemilu
Pada Pemilu 1977, ada fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971 se-hingga
Pemilu 1977 diikuti 3 (tiga) peserta Pemilu, yaitu :
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi/penggabungan dari: NU,
Parmusi, Perti, dan PSII.
Golongan Karya (GOLKAR).
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan fusi/penggabungan dari: PNI, Parkindo,

Partai Katolik, Partai IPKI, dan Partai Murba.
3. PEMILU 1982
Pada pemilu ini perolehan suara dan kursi dari Golkar secara nasional meningkat,
tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Secara nasional, Golkar berhasil
memperoleh tambahan 10 kursi, sedangkan PPP dan PDI kehilangan masing-masing 5
kursi.
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1982 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada pemerintahan
Orde Baru. Pemilu ini diselenggarakan pada tanggal 4 Mei 1982. Sistem Pemilu 1982
tidak berbeda dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1971 dan Pemilu 1977,
yaitu masih menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional).
b. Asas Pemilu
Pemilu 1982 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia.
c. Dasar Hukum
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara dan
Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1978 Tentang Pemilu.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1980 tentang Pemilihan Umum.
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu1982 sama dengan struktur organisasi

penyelenggara Pemilu 1977, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih, dan
KPPS serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu
Peserta Pemilu 1982 terdiri atas :
Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Golongan Karya (Golkar).
Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
4. PEMILU 1987
Pada pemilu ini ditandai dengan merosotnya suara PPP (kehilangan 33 kursi),
sedangkan Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
a. Sistem Pemilu
Pemilu keempat pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 23
April 1987. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1987 masih sama dengan sistem
yang digunakan dalam Pemilu 1982, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/
MPR/1983 tentang Pemilihan Umum.

UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Tahun
1980.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 1976.

d. Badan Penyelenggara Pemilu.
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1982, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan
KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu 1987
Peserta Pemilu 1987 terdiri atas :
Partai Persatuan Pembangunan.
Golongan Karya
Partai Demokrasi Indonesia.
5. PEMILU 1992
Pada pemilu ini perolehan suara Golkar menurun, yaitu dari 299 kursi menjadi 282
kursi, sedangkan PPP naik 1 kursi (menjadi 62 kursi) dan PDI meningkat menjadi 56
kursi.
a. Sistem Pemilu
Pemilu kelima pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni
1992. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1992 masih sama dengan sistim yang
digunakan dalam Pemilu 1987, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum.
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/
MPR/1988 tentang Pemilu.
UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1969
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Tahun
1980.
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1985

Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1990
d. Badan Penyelenggara Pemilu.
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1987, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan
KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu.
Peserta Pemilu 1992 terdiri atas :
Partai Persatuan Pembangunan.
Golongan Karya.
Partai Demokrasi Indonesia.
6. PEMILU 1997
Hasil pemilu ini Golkar kembali merebut suara mayoritas. Kursinya bertambah
menjadi 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya. Suara PPP juga mengalami peningkatan
27 kursi, dan PDI yang mengalami konflik internal perolehan suaranya merosot.
a. Sistem Pemilu.
Pemilu keenam pada pemerintahan Orde Baru ini dilaksanakan pada tanggal 29
Mei 1997. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1997 masih sama dengan sistem
yang digunakan dalam Pemilu 1992, yaitu menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
b. Asas Pemilu.
Pemilu 1997 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
c. Dasar Hukum.
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dan Ketetapan MPR Nomor III/
MPR/1993 tentang Pemilu.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pemilihan Umum.
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 dan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1985.
d. Badan Penyelenggara Pemilu.
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1997 sama dengan struktur organisasi
penyelenggara Pemilu 1992, yaitu terdiri dari PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan
KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
e. Peserta Pemilu.
Peserta Pemilu 1997 terdiri atas :
Partai Persatuan Pembangunan.
Golongan Karya.
Partai Demokrasi Indonesia.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyelenggaraan pemilu yang teratur pada masa Orde Baru menimnulkan kesan
bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara
tertib dan dijiwai oleh asas luber (langsung, umum, bebas dan rahasia). Namun, yang
sebenarnya terjadi, pemilu agaknya sudah diarahkan untuk kemenangan peserta tertentu,
yaitu Golkar.
Dengan kemenangan Golkar yang selalu mencolok itu menguntungkan pemerintah.
Golkar menguasai suara di MPR dan DPR dan itulah yang memungkinkan Soeharto
menjadi presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Hal itu pula yang
menyebabkan pertanggungjawaban, rancangan undang-undang, dan usulan lainnya dari
pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan. Politik
kekerasan menjadi isu utama.
B. Saran

DAFTAR RUJUKAN
http://sahabatrhysayku.blogspot.co.id/2011/12/pemilu-pada-masa-ordebaru.html
https://kpukotakendari.wordpress.com/2013/10/01/pemilu-1971-1997/

http://www.rumahpemilu.org/in/read/194/Penyelenggara-Pemilu-Orde-BaruMenjaga-Kemenangan-Golkar
http://www.duniapendidikan.net/2015/10/pemilu-pertama-pada-masa-ordebaru.html

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124