Pengertian dan Landasan Hukum

BAB III SYIQAQ DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Landasan Hukum

Syiqaq secara bahasa merupakan bentuk mashdar gerund dari kata kerja verb ﻖﺷ yang berarti perselisihan عاﺰ ﻟا kebalikan dari kata دﺎ ﺗﻹا 1 Sedangkan secara terminologis menurut Dr. Wahbah Zuhaily ﺔ اﺮﻜْﻟا ْﻌﻄﻟا ﺴ ﺪْﻳﺪ ﻟا عاﺰ ﻟا ﻮه قﺎﻘ ﻟا . 2 “Syiqaq adalah perselisihan yang tajam dengan sebab mencemarkan kehormatan.” Beliau juga mengemukakan syiqaq sebagai perceraian karena dharar bahaya. Bentuk-bentuk dharar yang dilakukan oleh suami kepada isterinya bisa berbentuk perkataan maupun perbuatan, seperti mencaci dengan kata-kata kotor, mencela kehormatan, memukul dengan melukai, menganjurkan atas perbuatan yang diharamkan Allah Swt, suami berpaling, berpisah ranjang tanpa ada sebab yang membolehkannya. 3 1 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Krapyak, 1984, h.785. 2 Wahbah Zuhailiy, Al Fiqh al Islamiy Wa adillatuhu, Juz IX, h.7060. 3 Ibid. Menurut Imam Malik dan Ahmad kalau isteri mendapat perlakuan kasar dari suaminya, maka ia dapat mengajukan gugatan perceraian ke hadapan hakim agar perkawinannya diputus karena perceraian. 4 Dari penjelasan Ulama di atas syiqaq dapat dipahami sebagai peristiwa cekcok suami isteri yang sudah mencapai batas klimaks, sehingga perkawinan mereka diambang kehancuran tak ada harapan untuk dipersatukan kembali setelah melalui usaha perdamaian yang dilakukan oleh Pengadilan ternyata tidak berhasil, maka jalan terakhir untuk menghilangkan mudharat adalah dengan perceraian. Allah SWT dengan tegas memberikan solusi yang bijak untuk mengatasi masalah syiqaq tersebut seperti yang tertera dalam surat Annisa’ ayat 35 yang menyatakan: ☺ ☺ ☯ ☺ ⌧ ☺ ءﺂﺴﻨﻟا 4 : 35 Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” An Nisa’4:35. 4 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz 2, h. 248. Selain dasar hukum dari ayat Al Qur’an, syiqaq juga diatur dalam tiga peraturan perundang-undangan, yaitu dalam Pasal 19 f PP Nomor 9 Tahun 1975, Pasal 76 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 1989 yang diamandemen dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, dan dalam Pasal 116 f Kompilasi Hukum Islam KHI. 5 Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, makna syiqaq dirumuskan dalam penjelasan Pasal 76 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang definisinya adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami isteri. Menurut M.Yahya Harahap definisi tersebut sudah memenuhi pengertian yang terkandung dalam surat Annisa’ ayat 35 di atas dan sekaligus sama maknanya serta hakekatnya dengan rumusan Pasal 19 f PP No.9 Tahun 1975 dan Pasal 116 KHI yang berbunyi: ”antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 6 Gugatan perceraian dapat diajukan oleh pihak suami atau pihak isteri dengan alasan yang telah ditentukan oleh peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Secara lengkap alasan yang dijadikan dasar gugat perceraian dapat dijumpai dalam Pasal 116 KHI dimana sifatnya boleh alternatif artinya salah satu alasan saja yang 5 Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama, Ba nd ung : CV. Mandar Maju, 2008, h.349. 6 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.265. dimasukkan dalam gugatan perceraian dibolehkan, tentunya disesuaikan dengan fakta yang mengiringinya dalam konkreto. 7 Misalnya: isteri menggugat cerai suaminya dengan mencantumkan salah satu alasan saja dalam surat gugatan yaitu: di antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.Point f Pasal 116 KHI.

B. Perbedaan Syiqaq dengan Nusyuz