Alasan-alasan Perceraian KETENTUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN

Menurut pendapat Hanafiah, talak itu mengakhiri pernikahan dan menetapkan hak-hak yang terdahulu dari mahar dan semisalnya, dan dikurangi tiga kali kesempatan talak yang dimiliki oleh suami atas isterinya, serta talak tidak terjadi, kecuali dalam akad yang benar. Sedangkan fasakh itu membatalkan akad dari asalnya atau dilarang meneruskan pernikahan itu, dan tidak mengurangi bilangan talak, serta pada umumnya terjadi pada akad yang fasid rusak. 44 Imam Malik menambahkan perbedaan tersebut jika dilihat dari sebab yang menyebabkan perceraian, maka apabila dari kehendak Syara’ bukan dari suami itu disebut fasakh contohnya nikah yang diharamkan karena sepersusuan atau nikah dalam masa iddah. 45

C. Alasan-alasan Perceraian

Setelah diuraikan pada sebelumnya mengenai bentuk-bentuk perceraian baik berupa talak, khulu’, dan fasakh dalam perspektif fikih, maka kini penulis perlu mengkaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia khususnya yang diatur dalam UU Perkawinan, PP Nomor 9 Tahun 1975 sebagai aturan pelaksanaan dari UUP, dan diperinci dengan Kompilasi Hukum Islam KHI. Bentuk putusnya perkawinan diatur dalam Pasal 38 UUP jo 113 KHI dengan rumusan: 44 Wahbah Zuhailiy, Al Fiqh Al Islamiy Wa Adillatuhu, Juz IX, h.7041. 45 Ibid., h.7042. “Perkawinan dapat putus karena: a.Kematian, b. perceraian, dan c. Atas keputusan Pengadilan.” Selain sebab kematian yang dapat memutuskan ikatan pernikahan antara suami isteri dikenal pula istilah talak, khulu’, dan fasakh sebagaimana dijelaskan dalam kitab fiqh. Talak dan khulu’ termasuk dalam kelompok perceraian, sedangkan fasakh sama maksudnya dengan perceraian atas putusan Pengadilan. Disamping itu juga gugatan perceraian dimasukkan dalam kelompok perceraian Pasal 114 KHI. 46 Ada yang menarik jika dikomparasikan antara aturan fiqh dengan UU Perkawinan diantaranya dalam fiqh mazhab manapun tidak diatur tentang keharusan perceraian di Pengadilan. Misalnya: dalam khulu’ tidak perlu diajukan kepada hakim qodhi menurut pendapat Hanabilah 47 begitu pula dengan talak yang menjadi hak mutlak seorang suami bebas digunakannya dimana dan kapan saja semaunya dia. Namun demikian, aturan dalam fiqh tersebut diperbaharui oleh para Ulama Indonesia dengan berani berijtihad bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan dengan pertimbangan kemaslahatan, sehingga pihak isteri tidak mengalami penderitaan akibat ditalak oleh suaminya kapan saja dan diamana saja semaunya sendiri. Ini adalah sebuah prestasi besar yang patut diapresiasi oleh umat Islam sebagai penghargaan atas gagasan yang dihasilkan oleh pakar hukum Islam di Indonesia, sehingga hal itu terlihat dalam pasal 39 UU Perkawinan yang berbunyi: 46 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, h.227. 47 Wahbah Zuhailiy, Al Fiqh Al Islamiy Wa Adillatuhu, Juz IX, h.7012. 1 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2 Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. 3 Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan sendiri. Adapun alasan-alasan perceraian yang dimaksud dalam ayat 2 Pasal 39 UUP di atas diperinci lebih lanjut dalam Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975, yaitu ada enam alasan sebagai syarat diajukannya perceraian, yaitu sebagai berikut: 48 a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiisteri. f. Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Pasal 19 PP ini diulangi dalam KHI pada Pasal 116 dengan rumusan yang sama, dengan ditambahkan dua anak ayatnya, yaitu: 49 a. Suami melanggar taklik talak. 48 Abdurahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Cet. Ke-2. h.249. Lihat juga Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Cet ke-.6 Jakarta: PT Raja Garafindo Persada, 2003, h.275. 49 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, h.228. b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Dengan adanya aturan di atas mengharuskan bagi setiap perkara perceraian baik berupa cerai talak, khulu’, maupun cerai gugat didasarkan atas salah satu dari alasan-alasan yang disebutkan di atas kepada Pengadilan Agama yang tata cara mengajukan, memeriksa, dan menyelesaikan gugatan perceraian oleh Pengadilan, diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 20 sampai dengan 36.

D. Perbedaan Cerai Gugat dengan Cerai Talak