dicermati kesaksian mereka saling bersesuaian lalu dihubungkan dengan alat bukti tertulis yang diajukan di persidangan dari penggugat dan
tergugat, sehingga majelis hakim telah menemukan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa antara penggugat dengan tergugat telah terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan oleh faktor kecemburuan tergugat kepada penggugat. Dari bentuk perselisihan dan pertengkaran
yang dilatarbelakangi oleh sebab-sebabnya tersebut menurut pertimbangan majelis hakim telah mengandung unsur dharar yang dinilai benar-benar
prinsipil dan berpengaruh bagi keutuhan kehidupan suami isteri, sehingga tidak ada harapan antara mereka hidup rukun kembali.
Dengan demikian, majelis hakim memandang gugatan penggugat sudah berdasar hukum memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal
19 f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo 116 f Kompilasi Hukum Islam.
D. Putusan Hakim Pengadilan Agama Sumber
Setelah dilakukan musyawarah majelis hakim berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana disebutkan sebelumnya, maka majelis
hakim Pengadilan Agama Sumber menjatuhkan putusan yang isinya memutuskan ikatan perkawinan antara penggugat dengan tergugat dengan
alasan telah terbukti terjadi syiqaq.
E. Analisis Penulis
Pertama, dari segi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Agama Sumber sebagaimana disebutkan di atas, ada hal
yang menarik untuk dianalisis yaitu perihal pengangkatan hakam sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, ternyata majelis hakim Pengadilan Agama Sumber khusus
pada perkara yang diteliti ini tidak menggunakan lembaga hakam dalam pemeriksaan perkara syiqaq ini. Perlu diketahui sebagaimana pendapat Sugiri
Permana,
23
antara mediasi dengan hakam di sini berbeda bila ditinjau dari sudut hukum acara peradilan agama di mana mediasi sebelum pemeriksaan
perkara, sedangkan hakam dalam proses perkara. Salah satu alasan mengapa majelis hakim Pengadilan Agama Sumber
tidak mengangkat hakam adalah setelah ditempuh proses mediasi, namun hasilnya gagal, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan perceraian sampai
proses pembuktian ternyata tidak ada indikasi perdamaian antara penggugat dengan tergugat,
24
sehingga menurut hemat penulis dirasakan percuma membuang waktu lebih lama lagi jika diangkat hakam padahal dapat
diprediksikan hasilnyapun akan gagal. Di samping itu, bisa dipahami dari
23
Sugiri Permana, “Mediasi dan Hakam dalam Tinjauan Hukum Acara Peradilan Agama”, artikel diakses pada 21 Mei 2010 dari
http:www.badilag.net
24
Wawancara pribadi dengan hakim Pengadilan Agama Sumber, Bahruddin. Cirebon, 16 Februari 2010.
perintah Pasal 76 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama menurut pendapat
M.Yahya Harahap, ketentuan tersebut perihal pengangkatan hakam hanya bersifat fakultatif artinya tidak diwajibkan.
Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa pemeriksaan majelis hakim Pengadilan Agama Sumber khususnya pada perkara ini yang
menjatuhkan putusan setelah ditemukan fakta adanya perselisihan antara suami isteri sudah terbukti dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dengan tanpa adanya tindakan pengangkatan hakam terlebih dahulu, maka hal tersebut tidak bisa dinilai sebagai pelanggaran terhadap tata tertib
pemeriksaan. Dengan kata lain putusan majelis hakim Pengadilan Agama Sumber sah secara hukum dan mengikat kedua belah pihak.
Kedua, sebagaimana disebutkan sebelumnya mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya syiqaq di Pengadilan Agama Sumber, maka di
bawah ini akan dianalisis dengan kacamata teori strukturalis fungsional. Keluarga merupakan unit terkecil dalam struktur masyarakat yang
dibangun di atas perkawinan yang sah antara laki-laki dengan perempuan. Dalam struktur keluarga terdiri dari ayahsuami, ibuisteri, dan anak.
Pernikahan merupakan suatu ikatan yang sakral dalam agama Islam di mana seorang suami mengambil janji yang kuat dari isteri pada saat prosesi akad
nikah. Dengan adanya akad tersebut, maka secara otomatis hubungan antara
keduanya menjadi halal dan masing-masing baik suami maupun isteri mempunyai hak dan kewajiban yang melekat pada diri mereka.
Dengan kata lain pernikahan mempunyai konsekuensi moral, sosial, dan ekonomi yang kemudian melahirkan sebuah peran dan tanggung jawab
sebagai suami atau isteri. Peran yang diemban pasca pernikahan terasa berat jika tidak didahului dengan persiapan mental dan finansial yang cukup.
Salah satu kewajiban suami terhadap isteri dan anak-anaknya yang berkaitan dengan ekonomi adalah memberikan nafkah terutama berupa
sandang, pangan, dan papan. Oleh karena itu, salah satu modal dasar seseorang berumah tangga adalah tersedianya sumber penghasilan yang jelas
untuk memenuhi kebutuhan hidup secara finansial. Kelangsungan hidup keluarga antara lain ditentukan oleh kelancaran ekonomi, sebaliknya
kekacauan dalam keluarga dipicu oleh ekonomi yang kurang lancar. Jika dihubungkan dengan kasus perceraian dalam kategori syiqaq
yang terjadi di Pengadilan Agama Sumber sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa faktor yang paling dominan adalah masalah ekonomi.
Perlu disimak keterangan yang diberikan oleh Drs. Bahruddin selaku hakim Pengadilan Agama Sumber, di antara yang menjadi penyebab dari masalah
ekonomi ialah suami yang menikahi seorang isteri belum mempunyai pekerjaan yang tetap, sehingga wajar di tengah perjalanan bahtera rumah
tangga mereka terlebih pada saat menghadapi kebutuhan hidup sehari-hari yang memerlukan finansial yang tidak sedikit sementara suami tidak
mempunyai penghasilan yang tetap, maka akhirnya isteri merasa kebutuhan hidupnya kurang terpenuhi dan ini yang mendorong isteri menuntut haknya
ke Pengadilan.
25
Dengan demikian tak dapat dipungkiri dalam sebuah keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak menjadikan stabilitas ekonomi
sebagai sesuatu yang fundamental demi terwujudnya keluarga sakinah. Karena itu, jika terjadi penyimpangan dengan kata lain tidak berfungsi salah
satu dalam struktur keluarga tersebut akan berakibat pada ketidakseimbangan yang pada akhirnya bisa berujung pada perceraian.
Di samping kebutuhan finansial yang harus tersedia dalam sebuah keluarga, maka sudah menjadi kebutuhan yang paling mendasar dan harus
ada pada setiap pasangan, yakni rasa saling mencintai antara suami isteri dengan harapan agar selalu harmonis dalam perjalanan kehidupan bahtera
rumah tangga. Karena kalau rasa cinta sudah menghilang antara suami isteri tersebut dan mulai mencintai orang lain yang seharusnya dihindari, maka
akibatnya menimbulkan benih-benih rasa cemburu yang beralasan dirasakan, sehingga kalau tidak diantisipasi dengan mencari solusi yang bijak dapat
menyebabkan perselisihan dan pertengkaran yang tak terelakkan. Dalam hal kepribadian yang seharusnya dimiliki oleh suami maupun
isteri adalah menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji seperti amanah, jujur,
25
Wawancara pribadi dengan hakim Pengadilan Agama Sumber, Bahruddin. Cirebon, 16 Februari 2010.
bertanggung jawab, dan menghindari sifat-sifat tercela yang dapat menyebabkan perasaan tidak menyenangkan antara salah satu pihak dari
pasangan tersebut. Berdasarkan peristiwa yang terjadi di masyarakat, salah satu contoh
perceraian terjadi karena suami suka mabuk, sehingga bisa dikatakan dia memiliki sifat-sifat tercela amoral, maka menimbulkan kebencian pada
isteri yang merasa dirugikan dan tersiksa atas perbuatan suaminya. Begitu juga dengan kewajiban masing-masing baik sebagai suami
maupun isteri harus dilaksanakan dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh sebab apabila salah satu saja ada yang dilalaikan, maka dalam struktur
keluarga tersebut ada yang tidak berjalan, yakni tidak terlaksana kewajiban suami isteri, sehingga konsekensinya dapat menimbulkan gugatan perceraian
oleh pihak yang merasa haknya tidak dipenuhi. Ketiga, dalam menganalisis putusan perkara nomor:
0118Pdt.G2009PA.SBR, penulis menggunakan kacamata teori konkretisasi hukum yang digagas oleh Hans Kelsen yang kemudian dikembangkan oleh
Hans Nawiasky sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Membaca putusan majelis hakim Pengadilan Agama Sumber tersebut
dalam pertimbangan hukumnya yang digunakan sebagaimana disebutkan pada pembahasan sebelumnya apabila dikaitkan dengan teori positivisasi
hukum Islam, maka sebenarnya majelis hakim telah mempositifkan hukum Islam melalui norma antara, yakni melalui kaidah hukum yang dimuat dalam
Kompilasi Hukum Islam dan kaidah fikih. Setelah terbukti dalil-dalil gugatan penggugat yang mendasarkan alasan perceraian pada pasal 19 f PP Nomor 9
Tahun 1975 jo 116 f KHI, maka majelis hakim dalam putusannya mengabulkan gugatan penggugat dengan menjatuhkan talak satu bain sughra
tergugat kepada penggugat. Hal ini didasarkan pada Pasal 119 KHI sebab ikatan perkawinan antara penggugat dengan tergugat putus oleh adanya
putusan Pengadilan Agama Sumber berdasarkan gugatan cerai penggugat. Konsekuensi setelah dijatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap
tersebut pihak suami tidak dibolehkan rujuk kepada mantan isterinya, kecuali dengan akad nikah baru meskipun dalam iddah.
Dari sudut fiqih majelis hakim Pengadilan Agama Sumber telah menggunakan kaidah hukum Islam yakni
ﻀﻟا ﺮ
ر ﻳ
ﺰ لا
yang artinya “kemudharatan itu harus dihilangkan”
. Dalam pertimbangan hukum disebutkan bahwa apabila perkawinan terus dilanjutkan sebagaimana yang
diinginkan oleh tergugat menurut pendapat majelis hakim hanya menimbulkan kemudharatan dan ketidakpastian, serta demi kemaslahatan
kedua pihak menurut pendapat majelis hakim solusi terbaik adalah dengan perceraian.
Dalam kasus perceraian dengan alasan syiqaq ini terlihat nilai hukum Islam yang dipositifkan melalui putusan Pengadilan Agama Sumber perkara
nomor : 0118Pdt.G2009PA.SBR adalah kaidah ishlah perdamaian yang termaktub dalam Al Qur’an surat Al Nisa’ ayat 35. Dalam konteks Indonesia
khususnya di semua lingkungan Peradilan termasuk Pengadilan Agama kaidah ishlah tersebut telah diimplementasikan dengan model mediasi
berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung selanjutnya disingkat Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan dengan
diwajibkan mediasi pada sidang pertama antara para pihak yang bersengketa termasuk perceraian dengan alasan syiqaq pada perkara ini. Menurut hemat
penulis meskipun majelis hakim Pengadilan Agama Sumber tidak menggunakan lembaga hakam dalam perkara perceraian dengan alasan
syiqaq, akan tetapi sebenarnya substansi mendamaikan ishlah telah
diupayakan melalui proses mediasi dan pada setiap persidangan juga majelis hakim sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat 4 UU Nomor 3 Tahun 2006 jo
Pasal 31 ayat 2 dan Pasal 21 PP Nomor 9 tahun 1975 telah berupaya mendamaikan para pihak.
Adapun dalam pemeriksaan perkara syiqaq ini majelis hakim Pengadilan Agama Sumber wajib mendengarkan kesaksian saksi-saksi
keluarga dan orang dekat suami isteri tersebut sesuai dengan perintah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Peradilan Agama Pasal 76 ayat 1.
26
Dari pemeriksaan saksi- saksi tersebut dapat diketahui faktor paling dominan yang menyebabkan
terjadinya syiqaq yaitu kecemburuan suami terhadap isteri, sehingga
26
Wawancara pribadi dengan hakim Pengadilan Agama Sumber, Bahruddin. Cirebon, 16 Februari 2010.
menimbulkan terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara penggugat dengan tergugat.
Selanjutnya unsur-unsur dari alasan perceraian yang tertera dalam Pasal 116 f KHI sudah terpenuhi semuanya, sehingga menurut hemat penulis
Pengadilan Agama Sumber telah tepat dalam memutuskan perkara syiqaq karena setelah dicermati dalam putusan tersebut terdapat kesesuaian antara
dali-dalil gugatan dengan keterangan penggugat dan tergugat serta dihubungkan dengan alat-alat bukti yang diajukan oleh penggugat maupun
tergugat di persidangan. Dari sudut teori stufenbau Kelsen, putusan perkara Nomor:
0118Pdt.G2009PA.SBR sebenarnya telah mengambil norma abstrak untuk dijadikan norma konkret secara langsung dengan menggunakan norma antara.
Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Sebagaimana disebutkan sebelumnya norma abstrak di sini
maksudnya nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al Qur’an, sehingga dalam perkara ini majelis hakim Pengadilan Agama Sumber dalam pertimbangan
hukumnya disebutkan bahwa pada dasarnya tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal, sakinah, mawaddah, dan rahmah
seperti yang termaktub dalam Al Qur’an surat Al Rum ayat 21. Seiring berjalannya waktu dengan berbagai masalah yang muncul dalam perjalanan
bahtera rumah tangga antara suami isteri yang pada mulanya hidup rukun, harmonis ternyata yang terjadi justeru sebaliknya dari yang diharapkan, yakni
Di samping norma antara yang berbentuk hasil ijtihad Ulama termasuk juga Kompilasi Hukum Islam KHI yang disebut sebagai fiqih
Indonesia yang terlihat berikut ini. Dengan adanya unsur dharar tersebut apabila perkawinan mereka
diteruskan, berdasarkan pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Sumber sesuai dengan kemaslahatan yang akan dirasakan oleh kedua belah
pihak di masa depan, maka jalan terbaik yang harus ditempuh adalah perceraian. Kemudian majelis hakim menimbang gugatan penggugat sudah
memenuhi alasan perceraian dalam Pasal 116 f KHI. Dengan begitu hakim Pengadilan Agama Sumber jika dilihat dari objek kajian dalam lapangan
ijtihad bisa dikategorikan pada bentuk ijtihad tathbiqi karena hakim melihat objek untuk kemudian ditentukan hukumnya. Artinya hakim menerapkan
hukum berdasarkan objek yang diperiksanya. Setelah peristiwa hukumnya jelas sebagaimana terbukti dalam fakta
yang ditemukan majelis hakim bahwa antara keduanya benar-benar terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dan tidak bisa dirukunkan
kembali, maka menurut hemat penulis amar putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim sudah benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku Pasal 119 KHI, yakni mengabulkan gugatan penggugat dengan menjatuhkan talak satu Bain Sughra tergugat N b Z terhadap
penggugat EWK bnt SS dan sebagaimana ketentuan pada pasal 89 ayat 1 UU Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka dalam amar majelis
hakim membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 606.000,00.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian terhadap penyelesaian perkara perceraian dengan alasan syiqaq di Pengadilan Agama Sumber khususnya pada putusan perkara
Nomor: 0118Pdt.G2009PA.SBR, maka diperoleh beberapa kesimpulan di antaranya:
1. Di antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya syiqaq yang terjadi di
Pengadilan Agama Sumber selama tahun 2009 secara berurutan dari angka yang tertinggi sampai terendah adalah karena: a. Masalah ekonomi sebanyak 1.253
kasus, b. Masalah cemburu yang mencapai 175 kasus, c. Masalah moral yang mencapai 80 kasus, d. Masalah melalaikan kewajiban yang mencapai 25 kasus,
dan e. Lain-lain, yakni selain empat faktor di atas sebanyak 15 kasus. Dari faktor- faktor di atas apabila ditelisik dengan kacamata teori strukturalis fungsional dapat
disimpulkan bahwa jika terjadi penyimpangan dalam arti tidak berfungsi salah satu dalam struktur keluarga, maka akan berakibat pada ketidakseimbangan yang pada
akhirnya bisa berujung pada perceraian. 2.
Tata cara pemeriksaan kasus syiqaq yang diselesaikan oleh majelis hakim Pengadilan Agama Sumber berpedoman pada Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, sehingga secara garis besar apabila dilihat sebenarnya tidak banyak berbeda dengan pemeriksaan perceraian
pada umumnya, tetapi ada satu yang membedakan yaitu pada saat tahap
86