2.4.1 Bahan Pengisi
Menurut Lachman 1994, bahan pengisi ditambahkan untuk mendapatkan berat yang di inginkan, terutama apabila bahan obat dalam jumlah yang kecil.
Bahan-bahan yang di gunakan sebagai bahan pengisi antar lain laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, avicel, bolus alba, dan kalsium sulfat.
Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
a. tidak toksik
b. harus tersedia dalam jumlah yang cukup disemua negara tempat produk itu di
buat. c.
harganya relatif murah. d.
tidak boleh saling berkontra indikasi misalnya, sukrosa, atau karena komponen misalnya, natrium dalam tiap segmen atau bagian dari populasi.
e. secara fisiologi harus inert dan netral.
f. stabil secara fisika dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai obat atau
komponen tablet lain. g.
bebas dari segala jenis mikroba. h.
tidak boleh mengganggu warna. i.
Tidak boleh mengganggu bioavabilitas obat.
2.4.2 Bahan Pengikat
Bahan pengikat ditambahkan untuk mengikat komponen-komponen tablet agar bersatu membentuk granul sehingga lebih baik sifat alirnya dan lebih mudah
dicetak menjadi tablet. Bahan pengikat yang digunakan tergantung pada sifat
fisika dan kimia bahan obat, daya ikat yang diperlukan, dan tujuan pemakaian tablet Lachman, 1994.
2.4.3 Bahan Pengembang
Bahan pengembang digunakan untuk memecahkan tablet menjadi partikel- partikel kecil sehingga kerja bahan berkhasiat dipercepat. Beberapa bahan
pengembang mempunya afinitas yang besar terhadap air, dan akan mengembang sehingga pengembangnya akan memecahkan tablet. Bahan pengembang lain
memecahkan tablet dengan cara mengembang dan mengeluarkan tenaga seperti pada tablet effervescent Lachman, 1994.
2.4.4 Bahan Pelicin
Menurut Voigt 1987, bahan pelicin ditambahkan untuk memudahkan pendorongan tablet ke atas dan keluar ruang cetak melalui pengurangan
penggesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dengan permukaan sisi tablet. Talkum dan kalsium atau magnesium stearat merupakan bahan pelicin
yang paling banyak digunakan dalam tablet. Bahan pelicin ditambahkan dengan tujuan untuk:
a. meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi;
b. mencegah melekatnya masa pada punch dan die;
c. mengurangi pergesekan antara butir-butir granul;
d. mempermudah pengeluaran tablet dari die;
Magnesium atau kalsium stearat adalah pelicin yang umum dipergunakan, sering dipakai pada konsentrasi 1 serta talkum yang dipakai pada konsentrasi
1-5 Soekemi, 1987.
Menurut Lachman et al 1994, tablet mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
a. tablet memiliki kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk
ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah; b.
tablet memiliki biaya pembuatannya lebih rendah; c.
tablet sediaan yang ringan dan kompak; d.
tablet mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim; e.
pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah, tidak memerlukan langkah pengerjaan tanbahan bila menggunakan permukaan
cetak yang bermonogram atau berhiasan timbul; f.
mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecahnya atau hancurnya tablet
tidak segera terjadi; g.
tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti pelepasan di usus atau produk lepas lambat;
Selain mempunyai keuntungan atau keunggulan, tablet juga mempunyai kerugian, antara lain:
a. beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung
pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis. b.
obat sukar dibasahkan. lambat melarut, absorbsi optimimnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat diatas akan sukar atau tidak
mungkin diformulasi dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavabilitas obat cukup.
c. obat yang rasanya pahit dan bau tidak dapat dihilangkan, atau obat yang peka
terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa bila mungkin atau memerlukan
penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat merupakan jalan keluar yang tebaik serta lebih murah.
2.5 Evaluasi Tablet
Untuk mendesain tablet serta selanjutnya memantau kualitas produk obat, evaluasi secara kuantitatif serta penetapan sifat kimia, fisika dan bioavabilitas
tablet harus dilakukan. Menurut Farmakope Indonesia Edisi V 2014, pengujian yang dilakukan untuk memastikan mutu tablet adalah sebagai berikut:
a. Uji Kekerasan
Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan, dan pengangkutan. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut hardness testert, pengujian dilakukan dengan meletakkan tablet diantara alat penekan dan puch dan dijepit
dengan memutar sekrup pengatur sampai tanda lampu menyala, lalu ditekan tombol sehingga tablet pecah. Tekanan ditunjukkan pada skala yang tertera.
Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 – 8 kg. b.
Uji Keseragaman Sediaan Tablet harus memenuhi uji keseragaman sediaan. Keseragaman bobot ini
ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet-
tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi yang sama.
c. Uji Waktu Hancur
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan
bahwa tablet dirancang untuk pelepasan obat terkendali dan diperlambat. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut
sempurna. Interval waktu hancur yaitu 5 – 30 menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila tidak ada sisa sediaan yang tidak larut tertinngal pada kasa.
d. Uji Kerenyahan
Uji kerenyahan dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet. Tablet yang rapuh dan akan mengurangi kandungan zat berkhasiatnya sehingga akan
mempengaruhi efek terapi. Kerenyahan ditandai sebagai massa seluruh partikel yang berjatuhan dari tablet. Uji ini dilakukan alat yang disebut roche friabilitor
yang terdiri dari sebuah tabung yang berputar ke arah radial disambungkan sebuah bilang lengkung. Tablet dimasukkan kedalam wadah tersebut, saat wadah berputar
tablet akan bergulir jatuh sampai pada putaran berikutnya di pegang kendali oleh bilah. Pengujian mengamati kerusakan dari tablet tersebut. Pemutaran dilakukan
100 kali dengan persyaratan tablet tidak boleh kehilangan berat lebih dari 0,8. e.
Disolusi Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke
dalam larutan suatu medium. Uji disolusi digunakan untuk mengetahui persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet, kecuali
pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi. Uji ini juga bertujuan untuk jumlah zat aktif yang terlarut dan memberi
efek terapi didalam tubuh. Pengujian dilakukan untuk, menjamin keseragaman satu bets, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan,
dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru. f.
Penetepan Kadar Zat Berkhasiat Penetapan kadar ini dilakukn untuk mengetahui apakah tablet memenuhui
persyaratan kadar sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi persyaratan, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak
layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai tertera pada monografi antara lain Farmakope Indonesia.
2.6 Disolusi
Disolusi adalah proses dimana suatu zat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Saat ini disolusi dipandang sebagai salah satu uji pengawasan mutu yang
paling penting dilakukan pada sediaan farmasi. Uji disolusi dikembangkan untuk menunjukkan pelepasan obat dari tablet dan memastikan keseragaman laju
pelepasan dari tiap batch sehingga menjamin bioavaibilitas dan efektivitas secara klinis. Pada uji disolusi dapat diketahui partikel-partikel obat akan melepas bahan
obat dalam larutan dengan kecepatan tertentu. Cepatnya melarut obat atau tablet menentukan berapa kadar bahan berkhasiat yang terlepas kedalam darah, oleh
karena itu laju disolusi berhubungan langsung dengan efikasi kemanjuran dari tablet dan perbedaan bioavabilitas dari berbagai formula Lachman, 1994.
Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, kekerasan, keseragaman bobot dan penetapan kadar, belum dapat menjamin
bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap pembatas
kecepatan sebelum obat berada dalam darah Syukri, 2002.
2.6.1 Alat Uji Disolusi