2.7 Faktor Kotoran
Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran
pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan
penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran R
f
yang menjadi ukuran dalam tahanan termal.
Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel
pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.
Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.
Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan
sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki
sirip, persamaan sebelumnya menjadi :
1 UA
s
=
1 U
i
A
i
=
1 U
o
A
o
=
R =
1 h
i
A
i
+
R
f,i
A
i
+
ln D
o
D
i
2 kL
+
R
f,o
A
o
+
1 h
o
A
o
2.18 A
i
= D
i
L dan A
o
= D
o
L adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.
R
f,i
dan R
f,o
adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor. Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida
Fluid R
r
, m
2
,
o
CW Distiled water, sea
water, river water, boiler feedwater:
Below 50
o
C Above 50
o
C 0,0001
0,0002
Fuel oil 0,0009
Steam oil free 0,0001
Refrigerants 0,0002
liquid Refrigerants
vapor 0,0004
Alcohol vapors 0,0001
air 0,0004
Sumber : Cengel
2.7 Metode LMTD Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan
tunak
steady
a Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk.
Jika T
h
dan T
c
adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen da dari permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui
elemen ds dituliskan dengan rumus dq = U dA T
h
- T
c
2.19
Gambar 2.17 distribusi suhu APK aliran sejajar Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh anatara kedua fluida Wm
2 o
C
2.7.1 Metode LMTD Aliran pararel sejajar
Laju perpindahan panas pada fluida panas sama dengan laju perpindahan panas pada fluida dingin. Artinya perpindahan panas antara
kedua fluida di dalam APK sama besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau
pun dari fluida dingin. Pernyataan tersebut secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut
dq = ṁ
h
Cp
h
-dT
h
= ṁ
c
Cp
c
dt
c
2.20 dimana :
ṁ
h
= laju aliran massa fluida panas kgs ṁ
c
= laju aliran massa fluida dingin kgs Cp
h
= panas jenis fluida panas Jkg K Cp
c
= panas jenis fluida dingin Jkg K Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dT
h
0 dan dT
c
dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : dT
h
= -
�q ṁ
ℎ�� ℎ
; dTc =
�q ṁ
�
��
�
2.21 persamaan diatas diturunkan sebagai berikut :
dT
h
– dTc = d T
h
– T
c
= -
�q ṁ
ℎ�� ℎ
-
�q ṁ
�
��
�
2.22 dimana :
�q ṁ
ℎ
��
ℎ
=
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
dan
�q ṁ
�
��
�
=
1 ṁ
�
��
�
2.23 Maka setelah disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan
didapatkan: d T
h
– T
c
= -dq �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
+
1 ṁ
�
��
�
� 2.24
dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat: d T
h
– T
c
= -U dA T
h
- T
c
�
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
+
1 ṁ
�
��
�
� 2.25
selanjutnya persamaan 2.19 disederhanakan menjadi berikut:
d Th – Tc Th
− Tc
= - U dA �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
+
1 ṁ
�
��
�
� 2.26
Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U dan
�
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
+
1 ṁ
�
��
�
� adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada gambar distribusi suhu maka didapatkan:
∫ �
d Th – Tc Th
− Tc
�
�
ℎ�
�
��
�
ℎ�
�
��
= −� �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
+
1 ṁ
�
��
�
� ∫ ��
�
2.27 Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat:
ln T
ho
– T
co
– ln T
hi
– T
ci
= - U A �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
+
1 ṁ
�
��
�
� 2.28
ln �
Tho – Tco Thi – Tci
� = - U A �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
+
1 ṁ
�
��
�
� 2.29
Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q : q =
ṁ
h
Cp
h
T
hi
– T
ho
= ṁ
c
Cp
c
T
co
– T
ci
2.30 ṁ
h
Cp
h
=
Q �
ℎ�
− �
ℎ�
; ṁ
c
Cp
c
=
Q �
��
−�
��
2.31 dengan mensubstitusikan persamaan 2.25 ke 2.23 maka didapatkan
ln �
Tho – Tco Thi – Tci
� = - U A �
�
ℎ�
−�
ℎ�
Q
+
�
��
−�
��
Q
� 2.32
q = U A �
�
ℎ�
−�
��
−�
ℎ�
−�
��
��
�ℎ�−��� �ℎ�−���
� 2.33
Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu : ∆Ta = �
ℎ�
− �
��
2.34 ∆Tb=�
ℎ�
− �
��
2.35
Jadi : q = U A
∆T
�
−∆T
�
��
∆Tb ∆T�
atau q = U A
∆T
�
−∆T
�
��
∆Ta ∆T�
2.36
2.7.2 Metode LMTD untuk aliran berlawanan
Variasi dari temperatur fluida dingin dan fluida panas pada APK dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada
kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan. Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida
panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini
tidak sesuai dengan pernyataan hukum kedua temodinamika.
Gambar 2.18 distribusi suhu APK aliran berlawanan Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga dari LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK
aliran sejajar dan untuk luasan pun APK aliran berlawanan lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan terlebih dahulu kita menentukan persamaan LMTD untuk aliran berlawanan berikut.
dq = ṁ
h
Cp
h
-dT
h
= ṁ
c
Cp
c
-dt
c
2.37
pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dT
h
dan dt
c
adalah negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan
tersebut dapat kita lihat bahwa: dT
h
= -
�� ṁ
ℎ�� ℎ
; dTc =-
�� ṁ
�
��
�
2.38 persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi:
dT
h
– dTc = d T
h
– T
c
= -
�� ṁ
ℎ�� ℎ
-
�� ṁ
�
��
�
2.39 dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke
persamaan 2.33, maka didapat: d T
h
– T
c
= -d q �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
−
1 ṁ
�
��
�
� 2.40
dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat: dT
h
– T
c
=- U dA T
h
- T
c
�
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
−
1 ṁ
�
��
�
� 2.41
d Th – Tc Th
− Tc
= - U dA �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
−
1 ṁ
�
��
�
� 2.42
Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan
�
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
−
1 ṁ
�
��
�
� adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat:
∫ �
d Th – Tc Th
− Tc
�
�
ℎ�
�
��
�
ℎ�
�
�0
= −� �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
+
1 ṁ
�
��
�
� ∫ ��
�
2.43 Maka hasil integral dari persamaan 2.37 didapat:
ln T
ho
– T
ci
– ln T
hi
– T
co
= - U A �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
−
1 ṁ
�
��
�
� 2.44
ln �
Tho – Tci Thi – Tco
� = - U A �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
−
1 ṁ
�
��
�
� 2.45
kemudian persamaan 2.39 diturunkan sehingga didapat:
ln �
Tho – Tci Thi – Tco
� = -U A �
�
ℎ�
−�
ℎ�
Q
−
�
��
−�
��
Q
� 2.46
dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat:
q = U A �
�
ℎ�
−�
��
−�
ℎ�
−�
��
��
�ℎ�−��� �ℎ�−���
� 2.47
Berdasarkan gambar distribusi suhu: ∆Ta = �
ℎ�
− �
��
2.48 ∆Tb = �
ℎ�
− �
��
2.49 Jadi : q = U A
∆T
�
−∆T
�
��
∆Tb ∆T�
atau q =U A
∆T
�
−∆T
�
��
∆Ta ∆T�
2.50
Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka didapat:
LMTD = =
∆T
�
−∆T
�
��
∆Tb ∆T�
=
∆T
�
−∆T
�
��
∆Ta ∆T�
2.51
Untuk aliran sejajar : ∆Ta = �
ℎ�
− �
��
; ∆Tb = �
ℎ�
− �
��
2.52 Untuk aliran berlawanan :
∆Ta = �
ℎ�
− �
��
; ∆Tb = �
ℎ�
− �
��
2.53 Catatan:
Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut : 1.
Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata
didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya. 2.
Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan untuk sepanjang permukaan APK.
3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50 dari ∆Tb, maka LMTD
dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya
hanya dibawah 1. 4.
∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan grafik sebagai fungsi
∆Ta dan ∆Tb 5.
APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran sejajar.
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini
dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu
masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran
berturut-turut adalah 180
o
C dan 100
o
C sedangkan temperatur fluida dingin masuk dan keluar berturut-turut adalah 40
o
C dan 80
o
C, maka dapat dilihat bahwa:
������ ������� ������ ����������
=
� �
=
� � ∆��� �� � � ∆��� ��
Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing � � ∆��� pada setiap
aliran maka didapat:
�
��
∆��� �� �
��
∆��� ��
= 1
�
��
�
��
=
∆��� �� ∆��� ��
�
��
�
��
=
78,31 61,67
�
��
�
��
= 1,27 Maka didapat perbandingannya yaitu:
A
as
= 1,27 A
ab
dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka
harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran
sejajar. Untuk beberapa aliran, LMTD atau
∆��� perlu dikoreksi dengan mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang
perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan panas yang terjadi di dalam APK menjadi:
q = U A F ∆���
2.54 Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R:
P =
��−�� ��−��
; R =
��−�� ��−��
=
ṁ��� ṁ�� �
2.55 Dimana:
Ti = suhu fluida masuk cangkang To= suhu fluida keluar cangkang
ti = suhu fluida masuk tabung to= suhu fluida keluar tabung
2.8 Metode NTU
Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2 fluida diketahui, yaitu fluida masuk fluida panas dan dingin, suhu fluida keluar
fluida panas dan dingin. Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU
yang diperkenalkan oleh Nusselt. Dalam hal ini diperkenalkan notasi dari keefektifan APK yang didefinisikan
sebagai berikut:
Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APL
fluida, kapasitas, suhu sama Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
E =
����� ���������
2.56
Gambar 2.19 distribusi suhu pada APK sejajar Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
Gambar 2.20 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi
Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
Gambar 2.21 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci
Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015 Dalam APK aliran sejajar,
∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar
C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C.
C = ṁ.C
p
2.57 Untuk kapasitas fluida panas dituliskan:
ṁ
h
. C
ph
= C
h
2.58 dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan:
ṁ
c
. C
pc
= C
c
2.59 perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan
menggunakan rumus q
max
= ṁ.C
p
min Thi-Tci 2.60
Maka berdasarkan persamaan yang telah kita tuliskan keefektifan APK menjadi:
E =
ṁ
ℎ
�
�ℎ
�
ℎ�
−�
ℎ�
�ṁ�
�
���� �
ℎ�
−�
��
dan E =
ṁ
�
�
��
�
��
−�
��
�ṁ�
�
���� �
ℎ�
−�
��
2.61 Bila
ṁ.C
p
min = ṁ
h
.C
ph
, maka keefektifan E menjadi,
E =
�
ℎ�
−�
ℎ�
�
��
−�
��
2.62 Bila
ṁ.C
p
min = ṁ
c
.C
pc
, maka keefektifan E menjadi, E =
�
��
−�
��
�
ℎ�
−�
ℎ�
2.63 Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka kita dapatkan laju
pindahan panas q, q = E C
min
T
hi
-T
ci
dimana C
min
= ṁ Cpmin
2.64
2.8.1 Keefektifan APK Aliran Sejajar
Pada saat kita membahas metode perhitungan APK dengan metode LMTD, kita mendapatkan persamaan yaitu:
ln �
Tho – Tco Thi – Tci
� = - U a �
1 ṁ
ℎ
��
ℎ
−
1 ṁ
�
��
�
� 2.65
dimana C
h
= ṁ
ℎ
��
ℎ
dan C
c
= ṁ
�
��
�
maka didapatkan
ln �
Tho – Tco Thi – Tci
� = - U a �
1 Ch
−
1 Cc
� 2.66
�
Tho – Tco Thi – Tci
� = �
− U a �
1 C h
−
1 C c
�
2.67 Sebelumnya telah diketahui bahwa,
dq = U dA T
h
- T
c
2.68 berdasarkan neraca entalpi bahwa dq adalah:
dT
h
= -
�Q ṁ
ℎ�� ℎ
; dTc =
�Q ṁ
�
��
�
2.69 q =
ṁ
h
Cp
h
T
hi
– T
ho
= ṁ
c
Cp
c
T
co
– T
ci
2.70 Dengan mensubstitusikan C
h
dan C
c
maka didapatkan, C
h
T
hi
– T
ho
= C
c
T
co
– T
ci
2.71 Tco = Tci +
Ch Cc
T
hi
– T
ho
2.72
Persamaan diatas diselesaikan dengan manipulasi matematika, dimana pada ruas kiri dan kanan masing-masing ditambahkan Tho-Tho dan Thi-Thi.
maka didapatkan, Tco + Tho - Tho = Tci + Thi –Thi +
Ch Cc
T
hi
– T
ho
2.73 Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka didapatkan,
-Tho – Tco + Tho = - Thi – Tci+ Thi +
Ch Cc
T
hi
– T
ho
2.74 -Tho – Tco = - Thi – Tci + Thi –Tho +
Ch Cc
T
hi
– T
ho
2.75 Dengan membagi persamaan diatas dengan -Thi – Tci maka
didapatkan,
Tho – Tco Thi – Tci
= 1 –
Thi –Tho Thi – Tci
−
Ch Cc
Thi – Tho Thi – Tci
2.76 Dimana E bila Ch = C
min
=
Thi –Tho Thi – Tci
Exp �−
�� �
ℎ
�1 +
�
ℎ
�
�
�� = 1 – E -
Ch Cc
E 2.77
Exp �−
�� �
ℎ
�1 +
�
ℎ
�
�
�� = 1 – E 1 +
Ch Cc
2.78 Maka nilai E didapatkan,
E =
1 −exp �−
�� �ℎ
�1+
�ℎ ��
�� 1+
C h C c
2.79 Sedangkan untuk Cc = Cmin, nilai dari E dengan cara yang sama
seperti penurunan sebelumnya maka didapatkan, E =
1 −exp �−
�� �ℎ
�1+
�� �ℎ
�� 1+
C c C h
2.80 Maka dapat disimpulkan untuk nilai E dari aliran sejajar yaitu :
E =
1 −exp �−
�� �ℎ
�1+
���� ����
�� 1+
���� ����
2.81 Keefektifan dari sebuah alat penukar kalor memiliki hubungan
dengan bilangan tanpa dimensi yaitu UaC
min
dimana bilangan tanpa dimensi itu disebut dengan NTU atau Number of Tranfer Unit, bilangan ini dituliskan
sebagai berikut, NTU =
�� �
���
=
�� ṁ��
���
2.82
Perbandingan dari kapasitas panas atau CminCmax juga memiliki hubungan dalam penentuan nilai efektifitas dari ebuah alat penukar kalor.
Perbandingan kapasitas panas dapat dituliskan sebagai berikut, c =
�
���
�
���
2.83 Dapat dituliskan juga bahwa efetifitas dari sebuah alat penukar kalor
merupakan fungsi dari NTU dan c dari sebuah alat penukar kalor atau dapat juga dituliskan sebagai berikut,
E = fungsi �
�� ṁ��
���
,
�
���
�
���
� = fungsi NTU,c 2.84
Adapun hubungan antara alat efektifitas alat penukar kalor dengan fungsi NTU dan c dapat kita lihat pada table dibawah ini.
Tabel 2.3 hubungan efektifitas dengan NTU dan c
Sumber : cengel Dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan
c, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan hubungan tersebut. Adapun beberapa grafik efektifitas dari beberapa alat
penukar kalor dpat dilihat dibawah ini.
Gambar 2.22 grafik efektifitas untuk aliran sejajar Sumber :cengel
Gambar 2.23 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan Sumber :cengel
2.9 Program Ansys 14.0
ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah
Tim Langlais, 1999. ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial
dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS Structural Analysis System, kemudian berganti
nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen
hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis baik
linear dan non-linear, distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik. Teknologi ANSYS mekanis
mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu
bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.
Didalam program ansys 14.0 terdapat program Fluent yang digunakan untuk melakukan perhitungan secara simulasi. simulasi dengan menggunakan Fluent
atau yang lebih dikenal yaitu CFD computal fluid dynamic. CFD adalah metode penghitungan, memprediksi, dan pendekatan aliran fluida
secara numerik dengan bantuan komputer. Aliran fluida dalam kehidupan nyata memiliki banyak sekali jenis dan karakteristik tertentu yang begitu kompleks,
CFD melakukan pendekatan dengan metode numerasi serta menggunakan persamaan-persamaan fluida. Berikut ini beberapa contoh aliran fluida yang sring
kita temui sehari-hari: 1.
Bernafas, minum, pencernaan, mencuci, berenang merokok. 2.
Laundry pakaian dan mengeringkannya. 3.
Pemanas ruangan, ventilasi ruangan, memadamkan api dengan air. 4.
Pembakaran bensin pada engine dan tentunya juga polusi. 5.
Membuat sup, campuran minyak pada pembuatan plastik 6.
Pesawat, parasut, berselancar, berlayar 7.
Menyolder, pembuatan besi atau baja, elektrolisis air dll. CFD merupakan metode penghitungan dengan sebuah kontrol dimensi,luas
dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang
yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan
meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol penghitungan yang akan dilakukan oleh aplikasi atau software. Kontrol-kontrol
penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan pembagian ruang yang disebutkan tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik
kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak
dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi komputer. Contoh lain penerapan prinsip ini adalah Finite Element Analysis
FEA yang digunakan untuk menghitung tegangan yang terjadi pada benda solid. Sejarah CFD berawal pada tahun 60-an dan mulai terkenal pada tahun 70-an,
awalnya pemakaian konsep CFD hanya digunakan untuk aliran fluida dan reaksi kimia, namun seiring dengan berkembangnya industri di tahun 90-an membuat
CFD makin dibutuhkan pada berbagai aplikasi lain. Contohnya sekarang ini banyak sekali paket-paket software CAD menyertakan konsep CFD yang dipakai
untuk menganalisa stress yang terjadi pada design yang dibuat. Pemakain CFD secara umum dipakai untuk memprediksi:
1. Aliran dan panas.
2. Transfer massa.
3. Perubahan fasa seperti pada proses melting, pengembunan dan
pendidihan. 4.
Reaksi kimia seperti pembakaran. 5.
Gerakan mekanis seperti piston dan fan. 6.
Tegangan dan tumpuan pada benda solid. 7.
Gelombang elektromagnet CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida, mulai dari aliran
fluida, heat transfer dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida. Atas prinsip-prinsip dasar mekanika fluida, konservasi energi, momentum, massa, serta species,
penghitungan dengan CFD dapat dilakukan. Secara sederhana proses penghitungan yang dilakukan oleh aplikasi CFD adalah dengan kontrol-kontrol
penghitungan yang telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan dilibatkan dengan memanfaatkan persamaan-persamaan yang terlibat. Persamaan-
persamaan ini adalah persamaan yang dibangkitkan dengan memasukkan parameter apa saja yang terlibat dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang
akan dianalisa melibatkan temperatur berarti model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari
persamaan adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi dimana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagi definisi awal yang akan
dilibatkan ke kontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui persamaan-persamaan yang terlibat. Berikut ini skema sederhana dari proses
penghitungan konsep CFD:
Gambar 2.24 Gambaran Umum Proses CFD Sumber : https:fauzanahmad.wordpress.com
Hasil yang didapat pada kontrol point terdekat dari penghitungan persamaan yang terlibat akan diteruskan ke kontrol point terdekat lainnya
secara terus menerus hingga seluruh domain terpenuhi. Akhirnya, hasil yang didapat akan disajikan dalam bentuk warna, vektor dan nilai yang mudah
untuk dilihat dengan konfigurasi jangkauan diambil dari nilai terbesar dan terkecil.
Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3 bagian utama: 1.Prepocessor
2.Processor 3.Post processor
Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian domain serta pendefinisan kondisi batas atau boundary condition. Ditahap itu
juga sebuah benda atau ruangan yang akan analisa dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau sering disebut juga dengan meshing. Tahap selanjutnya
adalah processor, pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan
dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume
kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit. Tahap akhir merupakan tahap postprocessor dimana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam
gambar, grafik bahkan animasi dengan pola-pola warna tertentu. Hal yang paling mendasar mengapa konsep CFD software CFD banyak
sekali digunakan dalam dunia industri adalah dengan CFD dapat dilakukan analisa terhadap suatu sistem dengan mengurangi biaya eksperimen dan
tentunya waktu yang panjang dalam melakukan eksperimen tersebut. Atau dalam proses design engineering tahap yang harus dilakukan menjadi lebih
pendek. Hal lain yang mendasari pemakaian konsep CFD adalah pemahaman lebih dalam akan suatu masalah yang akan diselesaikan atau dalam hal ini
pemahaman lebih dalam mengenai karakteristik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik, vektor, kontur dan bahkan animasi.
2.9.1 Persamaan-persamaan Konservasi
Dalam membuat model CFD diperlukan definisi dari model itu sendiri, apakah model tersebut memepertimbangkan faktor reaksi kimia,
mass transfer, heat transfer atau hanya berupa aliran fluida non compressible dan laminar. Definisi dari model sebenarnya adalah memilih persamaan mana
yang akan diaktifkan dalam suatu proses CFD. Banyak sekali persamaan
yang digunakan dalam konsep CFD secara umum karena semua persamaan tersebut merupakan pendekatan dari karakteristik fluida yang akan
mendekatkannya pada kondisi real. Kita kembali ke CFD, berikut ini salah satu contoh persamaan-persamaan dasar yang terlibat dalam suatu aliran
laminar tanpa melibatkan perpindahan kalor maupun spesies. 1. Persamaan Konservasi Massa
Persamaan konservasi massa atau persamaan kontinuiti yang digunakan dalam CFD adalah:
�� ��
+
��� ��
+
��� ��
+
��� ��
= 0
2.85 Dimana :
� = Densitas
x,y,z = koordinat kartesian u,v,w = komponen kecepatan vector pada sumbu x, y, z
Persamaan diatas merupakan persamaan umum dari konservasi massa dan valid untuk setiap aliran compressible dan incompressible.
2. Persamaan Konservasi Momentum Persamaan konservasi momentum adalah persamaan yang
mendefinisikan gerakan fluida ketika terjadi gaya-gaya pada partikel- partikelnya pada setiap elemen fluida yang didefiniskan di dalam model
CFD. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini:
Gambar 2.25 Persamaan Konservasi Momentum Sumber : https:fauzanahmad.wordpress.com
��
� ��
��
��
+
��
��
��
+
�
��
��
= � �
�� ��
+ �
�� ��
+ �
�� ��
+ �
�� ��
� 2.86
��
� ��
��
��
+
��
��
��
+
�
��
��
= � �
�� ��
+ �
�� ��
+ �
�� ��
+ �
�� ��
� 2.87
��
� ��
��
��
+
��
��
��
+
�
��
��
= � �
�� ��
+ �
�� ��
+ �
�� ��
+ �
�� ��
� 2.88
Dimana : g
x
,g
y
,g
z
= komponen dari percepatan gravitasi �
= densitas �
x
, �
y,
�
z
= loses kekentalan Persamaan diatas adalah persamaan diferensial umum dari gerakan
fluida. Kenyataannya persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk setiap continuum solid atau fluid ketika bergerak ataupun diam.
3. Persamaan Energi Persamaan energi adalah persamaan yang digunakan untuk
menganalisa setiap unsur energy yang terdapat pada suatu aliran. Dalam persamaan energi terdapat dua jenis compressible dan incompressible.
Persamaan compressible energy yaitu:
�� ��
���
�
�
�
� +
� ��
���
�
�
�
�
�
� +
� ��
���
�
�
�
�
�
� +
� ��
���
�
�
�
�
�
� =
� ��
��
��
�
��
� +
� ��
��
��
�
��
� +
� ��
��
��
�
��
� + �
�
+ �
�
+ �
�
+ � +
�� ��
2.89 Dimana :
C
p
= panas jenis T
o
= total temperatur K
= konduktivitas termal W
V
= kerja kekentalan Q
V
= sumber panas volumetrik
Φ = kekentalan panas yang terjadi
E
k
= energi kinetik Persamaan incompressible energy yaitu:
� ��
���
�
�� +
� ��
���
�
�
�
�� +
� ��
���
�
�
�
�� +
� ��
���
�
�
�
�� =
� ��
��
�� ��
� +
� ��
��
�� ��
� +
� ��
��
�� ��
� + �
�
2.90
4. Boundary Conditions Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang
dapat digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail x, y, z pada setiap titik atau yang kedua, mencari pola aliran pada
suatu daerah tertentu dengan keseimbangan antara aliran masuk dan keluar dan menentukan secara kasar efek-efek yang mempengaruhi
aliran tersebut seperti: gaya atau perubahan energi. Metode pertama adalah metode analisa diferensial sedangkan yang kedua adalah metode
integral atau control volume. Boundary conditions adalah kondisi dari batasan sebuah kontrol volume tersebut. Dalam analisa menggunakan
CFD seluruh titik dalam kontrol volume tersebut di cari nilainya secara detail, seperti yang telah di jelaskan di awal bab ini, dengan
memanfaatkan nilai-nilai yang telah diketahui pada boundary conditions. Secara umum boundary conditions terdiri dari dua macam,
inlet dan oulet. Inlet biasanya didefinisikan sebagai tempat dimana fluida memasuki domain control volume yang ditentukan. Berbagai
macam kondisi didefinisikan pada inlet ini mulai dari kecepatan, komposisi, temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet
biasanya didefinisikan sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar dari domain atau dalam suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang
didapat dari semua variabel yang didefinisikan dan diextrapolasi dari
titik atau sel sebelumnya. Di bawah ini salah satu contoh penerapan boundary conditions.
Gambar 2.26 Penerapan Boundary Condition Sumber : https:fauzanahmad.wordpress.com
5.Solusi dari persamaan Setelah semua terdefinisi maka seluruh variabel yang diketahui
dimasukkan kedalam persamaan dan diselesaikan menggunakan operasi numerik. Ketika iterasi dimulai maka seluruh persamaan
konservasi yang didefinisikan diselesaikan secara bersamaan secara paralel. Disinilah peran komputer yang sebenarnya. Berikut ini flow
charts dari salah satu aplikasi CFD Fluent dalam penyelesaian persamaan.
Gambar 2.27 Flowchart simulasi CFD Sumber : https:fauzanahmad.wordpress.com
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan lokasi pengerjaan penelitian dikerjakan guna membuktikan kebenaran dari penelitian. Penelititan mengenai analisis
pengaruh variasi kapasitas aliran fluida panas dan dingin dengan temperatur masuk fluida panas yang juga divariasikan dan dengan arah aliran yang
sejajar akan dilakukan di laboratorium operasi teknik kimia, Pendidikan Teknologi kimia Industri PTKI Medan.
3.1.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dikerjakan selama 2 hari yaitu pada tanggal 6 desember dan tanggal 13 desember 2014. Selang waktu yang terjadi
diakibatkan lab tersebut hanya dapat digunakan pada hari sabtu saja.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini dikerjakan dengan metode eksperimen dan merupakan penelitian kuantitatif yaitu memaparkan secara jelas hasil eksperimen di
laboratorium terhadap variabel yang sebelumnya telah ditentukan. Kemudian data yang diperoleh dari hasil eksperimen akan disajikan dalam bentuk grafik
hubungan antara variabel bebas dan terikat. Setelah didapatkan data eksperimen kemudian dilakukan perhitungan secara teori dan secara simulasi dengan
menggunakan software . Metode eksperimen menurut Suharsimi Arikunto 1996 adalah suatu cara
mencari hubungan sebab akibat hubungan kausial antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan menyisihkan faktor-faktor yang lain yang bisa
mengganggu penelitian. Penelitian ini dikerjakan untuk mengetahui perbandingan efektivitas antara hasil percobaan, perhitungan teori, dan simulasi dengan variasi
yang telah ditentukan yaitu kapasitas aliran fluida panas, fluida dingin serta suhu masukan fluida panas dengan konfigurasi aliran sejajar parallel.
3.3 Populasi dan Sampel