ditemukan ektoparasit. Selain itu, pada daerah punggung merupakan daerah yang nyaman bagi kehidupan ektoparasit karena pada lokasi ini memiliki kelenturan
kulit yang cukup baik sehingga memudahkan ektoparasit tersebut mengambil makanan.
Tabel 2 Sebaran ektoparasit pada tikus putih R. norvegicus berdasarkan regio
No Tikus Jumlah Ektoparasit pada beberapa Regio ekor
Total Kepala
punggung Pangkal Ekor
1 4
4 2
4 3
7 3
2 3
5 4
4 1
5 5
2 1
3 6
2 1
3 7
3 2
5 8
1 2
3 9
1 1
2 10
3 3
11 1
1 2
12 1
2 3
13 2
2 14
2 1
3 Total
12 22
16 50
24 44
32 100
4.4 Gambaran Umum Tikus yang Terinfestasi Ektoparasit
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, gigitan ektoparasit dapat mempengaruhi kondisi fisiologis dari tikus putih R. norvegicus yaitu tikus
mengalami kegelisahan, seringnya menggigit bagian dari tubuhnya, kerontokan rambut, dan lebih sering bergerak. Banyaknya jumlah ektoparasit yang
menginfestasi tikus mengakibatkan terganggunya kondisi fisiologis tikus dan dermatitis. Zhao 2002 menyatakan bahwa infestasi ektoparasit dapat
menyebabkan urtikaria, kerusakan pada kulit, dan anaphylaxis. Perubahan fisologis tersebut dapat mengakibatkan tikus mengalami penurunan nafsu makan,
stamina, dan tingkat kesehatan tikus sehingga penggunaan tikus yang terinfestasi ektoparasit akan mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu, ektoparasit dapat
sebagai reservoir beberapa parasit lain, seperti Coxiella burnetii, O.
tsutsugamushi, dan leptospira interrogans Wei et al. 2010.
4.5 Gambaran Sel Darah Putih
Leucocyte Tikus Putih R. norvegicus
Gambaran sel darah putih memberikan informasi mengenai reaksi sel darah putih terhadap infestasi ektoparasit pada tubuh tikus. Tabel 3 menunjukkan
perbandingan persentase diferensiasi sel darah putih pada jumlah normal dengan jumlah yang didapatkan pada penelitian.
Tabel 3 Persentase gambaran sel darah putih tikus putih R. norvegicus Sel leukosit
Normal Hasil penelitian
Limfosit 68-84
74-95 Monosit
0-4 0-13
Neutrofil 12-37
0-8 Eosinofil
0-7 0-7
Basofil 0-3
0-5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah limfosit yang didapatkan adalah 74-95. Jumlah limfosit yang terdapat pada tikus ini lebih besar
dibandingkan dengan nilai normal, yaitu berkisar antara 68-84. Hal ini kemungkinan akibat infestasi ektoparasit pada tikus putih R. norvegicus terjadi
dalam waktu yang cukup lama sehingga tubuh tikus membentuk suatu sistem pertahanan yang spesifik. Zat asing yang berada pada tubuh tikus putih R.
norvegicus dikenal oleh tubuh sebagai suatu antigen. Antigen yang terdapat pada tubuh tikus putih ini akan menginduksi sel T helper yang kemudian
mensekresikan limfokin untuk mengaktifkan limfosit B spesifik. Limfosit B akan berdiferensiasi membentuk plasmablas yang merupakan prekusor dari sel plasma.
Sel plasma tersebut nantinya akan berproliferasi dan menghasilkan antibodi. Pada penelitian ini, jumlah monosit yang terkandung di dalam darah tikus
putih R. norvegicus lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah normal, yaitu berada dalam kisaran 0-13. Hal ini berkaitan dengan monosit yang memiliki
peranan dalam pertahanan lokal spesifik. Monosit merupakan sel darah yang secara bebas dapat bermigrasi ke dalam jaringan yang meradang, terutama jika
terjadi inflamasi kronik. Samuelson 2007 menyatakan bahwa di dalam jaringan, monosit makrofag bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting
dalam pengenalan dan interaksi sel-sel dengan antigen. Kisaran eosinofil yang didapatkan dari hasil pengamatan preparat darah
tikus putih R. norvegicus menunjukkan kisaran yang sama dengan angka normal eosinofil dalam darah tikus, yaitu sebesar 0-7. Eosinofil merupakan sel yang
sering diproduksi dalam jumlah besar pada tubuh yang terinfeksi parasit, dan akan melakukan migrasi besar-besaran ke lokasi yang terinfeksi parasit. Namun, dalam
hal ini eosinofil bekerja hanya beberapa saat setelah paparan atau gigitan ektoparasit sehingga jumlah eosinofil dalam darah tidak begitu besar sedangkan
basofil merupakan sel darah putih granuler yang hanya berjumlah sedikit pada tubuh mamalia, termasuk tikus putih R. norvegicus.
Neutrofil yang didapatkan di dalam darah tikus berkisar di antara 0-8. Jumlah ini cukup rendah dibandingkan dengan kisaran normal neutrofil dalam
darah, yaitu 9-34. Hal ini terjadi akibat infestasi ektoparasit pada tikus putih R. norvegicus sudah berlangsung cukup lama sedangkan neutrofil merupakan sel
pertahanan pertama pada respon primer dan pembentukan antibodi pada beberapa jam setelah terjadi paparan pertama oleh suatu antigen.
4.6 Pengendalian Ektoparasit pada Tikus Putih