BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK
YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN
Peraturan tertulis maupun tidak tertulis, dilihat dari bidang pengaturannya, dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
25
1. Peraturan Non Hukum kumpulan kaidah atau norma non hukum
2. Peraturan Hukum kumpulam kaidah atau norma hukum
Oleh karena itu penulis juga akan membahas pengaturan mengenai malpraktek yang dilakukan oleh bidan ini dalam dua bagian, yaitu peraturan non
hukum dan peraturan hukum. Norma hukum merupakan peraturan yang dibuat secara resmi oleh negara
yang mengikat semua orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara sehingga kaidah hukum dapat selalu dipertahankan berlakunya.
26
Setiap profesi selalu mempunyai kode etik yang bertujuan sebagai pedoman didalam menjalankan hak dan kewajibannya. Di dunia profesi
A. Peraturan Non Hukum Peraturan non hukum yang mengatur hubungan antara manusia yang satu
dengan yang lainnya, antara lain adalah peraturan tentang sopan santun yang isinya kaidah-kaidah sopan santun, peraturan tentang moral yang berisi kaidah-
kaidah moral. Yang salah satunya adalah peraturan tentang tingkah laku, yaitu yang dikenal dengan peraturan etika yang berisi kaidah-kaidah etika.
25
Isfandyarie,Anny, op.cit., hal 5
26
Ibid, hal 3
Universitas Sumatera Utara
kebidanan, peraturan non hukum yang mengatur etika profesi bidan adalah kode etik bidan.
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan
tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus
menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi,
tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari didalam masyarakat.
Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan
baik yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
27
Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988,
sedangkan petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional Rakernas IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada Kongres
Nasional IBI ke XII tahun 1998. Secara umum kode etik bidan berisi 7 bab. Ketujuh bab ini dapat
dibedakan atas tujuh bagian yaitu :
27
Sofyan, Mustika,dkk,Bidan Menyongsong Masa Depan,Jakarta: PP IBI,2007, hal 76
Universitas Sumatera Utara
a. Kewajiban Bidan terhadap klien dan masyarakat 6 butir
b. Kewajiban Bidan terhadap tugasnya 3 butir
c. Kewajiban Bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya 2 butir
d. Kewajiban Bidan terhadap profesinya 3 butir
e. Kewajiban Bidan terhadap diri sendiri 2 butir
f. Kewajiban Bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air 2 butir
g. Penutup 1 butir
Pelanggaran terhadap kode etik bidan inilah yang disebut sebagai malpraktek etik. Misalnya dalam melakukan prakteknya bidan membeda-bedakan
setiap pasien berdasarkan pangkat, kedudukan,golongan, bangsa atau agama. Hal ini melanggar salah satu kode etik bidan pada Bab I tentang kewajiban bidan
terhadap klien dan masyarakat, yaitu pada butir 1 yang berbunyi: “setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya
dalam melaksanakan tugas pengabdiannya”. Sedangkan dalam sumpah jabatannya bidan tersebut telah bersumpah bahwa dalam melaksanakan tugas atas dasar
kemanusiaan tidak akan membedakan pangkat, kedudukan, keturunan, golongan, bangsa dan agama.
Salah satu keputusan Kongres Nasional IBI ke XII di Propinsi Bali pada tanggal 24 September 1998 adalah kesepakatan agar dalam lingkungan
kepengurusan organisasi IBI perlu dibentuk:
28
1. Majelis Pertimbangan Etik Bidan MPEB
2. Majelis Pembelaan Anggota MPA
28
Ibid, hal 109
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan MPEB bertujuan untuk:
29
1. Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu pelayangan yang
diberikan bidan. 2.
Terbentuknya lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap Kode Etik Bidan Indonesia.
3. Meningkatkan kepercayaan diri anggota IBI.
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan dalam memberikan
pelayangan. Peran MPEB ini sangat penting karena lembaga inilah yang menentukan
atau menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap Kode Etik Bidan Indonesia. Peran MPEB hampir sama dengan peran Majelis Kehormatan Etika Kedokteran
MKEK bagi profesi dokter. Pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik bidan ini dilakukan oleh
wadah organisasi profesi bidan di Indonesia yaitu IBI. Pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik dapat berupa teguran baik secara lisan maupun tulisan
ataupun dengan tidak memberikan rekomendasi yang diperlukan oleh bidan untuk mendapatkan izin praktek.
B. Peraturan Hukum Tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
secara langsung menggunakan istilah malpraktek. Begitu juga dalam hukum kesehatan Indonesia yang berupa UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan tidak
29
Ibid, hal 110
Universitas Sumatera Utara
menyebutkan secara resmi istilah malpraktek. Tetapi hanya menyebutkan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi yaitu yang tercantum dalam
Pasal 54 dan 55 UU Kesehatan. Pasal 54:
1 Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian
dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. 2
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
3 Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi dan tata kerja Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan keputusan Presiden. Pasal 55:
1 Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan. 2
Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengenai ketentuan pidana yang diatur dalam UU Kesehatan tercantum didalam Bab X yang intinya terdiri dari tindak pidana kejahatan dan pelanggaran.
Pasal yang berhubungan dengan wewenang dan tugas bidan adalah Pasal 80 yaitu melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 15 ayat 1 dan 2. Didalam hukum pidana, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
KUHP Pasal yang sering digunakan dalam mengajukan tuntutan pidana bagi bidan dan tenaga kesehatan lainnya adalah Pasal 359, Pasal 360 ayat 1 dan 2,
Universitas Sumatera Utara
serta Pasal 361. Pasal-Pasal tersebut dipakai apabila dalam menjalankan praktek profesinya, perawatan atau tindakan yang dilakukan oleh bidan terhadap
pasiennya mengakibatkan pasien menjadi cacat ataupun meninggal dunia. Selain itu masih beberapa Pasal yang dapat dikaitkan atau yang mungkin dilakukan bidan
dalam menjalankan profesinya yaitu menipu pasien Pasal 378, pengguguran kandungan tanpa indikasi medis Pasal 349, sengaja membiarkan pasien tak
tertolong Pasal 304, membocorkan rahasia medis pasal 322 dan lain-lain. Didalam hukum perdata khususnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata KUHPerdata Pasal yang sering digunakan sebagai dasar hukum dari gugatan terhadap bidan ataupun tenaga kesehatan lainnya adalah Pasal 1365
KUHPerdata, yang berbunyi:”tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian itu”. Konstruksi hukum dari Pasal 1365 KUHPerdata ini dihubungkan dengan
hubungan bidan dengan pasien, menetapkan unsur-umsur dari perbuatan melanggar hukum dengan adanya kelalaian atau kesalahan dari bidan. Perbuatan
itu menimbulkan kerugian bagi pasien dan ada hubungan sebab akibat antara kelalaian atau kesalahan dengan kerugian yang diderita pasien.
30
Sedangkan didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pengaturan mengenai malpraktek terdapat
dalam Pasal 23 ayat 1 yang berbunyi: “pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayangan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana
30
Supriadi, Wila Chandrawila, Hukum Kedokteran,Bandung:Mandar Maju,2001, hal 45
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dalam Pasal 22 yang mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian”. Selain itu dalam
Pasal 33 PP No.32 Tahun 1996 juga disebutkan bahwa menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan. Dan dalam ayat 2 disebutkan tindakan disiplin dapat berupa teguran atau pencabutan izin untuk
melakukan upaya kesehatan. Mengenai ketentuan pidana dalam Peraturan Pemerintah ini tercantum dalam Pasal 34 dan Pasal 35.
Didalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.900MENKESSKVII2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan, malpraktek
yang dilakukan oleh bidan diatur dalam Pasal 42 dan Pasal 44. Pasal 42:
Bidan yang dengan sengaja: a.
melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan atau adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 danatau;
b. melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9; c.
melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 dan ayat 2; dipidana sesuai ketentuan
Pasal 35 Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Pasal 44:
1 Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42,
bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam
Universitas Sumatera Utara
Keputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
2 Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Malpraktek juga sering disebut sebagai praktek yang tidak sesuai dengan
standar profesi. Untuk profesi bidan, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.369MENKESSKIII2007 tentang Standar
Profesi Bidan yang dapat digunakan sebagai acuan apakah tindakan seorang bidan dalam menangani pasiennya sudah sesuai dengan standar profesi.
Hal ini sangat penting, karena dalam PP No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pada Pasal 21 juga disebutkan bahwa:”setiap tenaga kesehatan
dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan”.
Kumpulan peraturan-peraturan hukum inilah yang disebut sebagai hukum kesehatan. Di Indonesia hukum kesehatan adalah bidang hukum yang masih baru.
Dengan dikeluarkannya berbagai peraturan yang secara khusus mengatur mengenai kesehatan ini, maka para tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat harus lebih berhati-hati dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. Karena dengan
dikeluarkannya berbagai peraturan yang khusus mengatur mengenai kesehatan tersebut, maka tindakan tenaga kesehatan tidak hanya berkaitan dengan etika yang
berasal dari profesi saja. Akan tetapi saat ini tindakan tenaga kesehatan memiliki aspek hukum. Hal ini berarti apabila dalam memberikan pelayanan kesehatan atau
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka menjalankan profesinya sebagai tenaga kesehatan, seorang tenaga kesehatan dapat dijatuhi sanksi oleh pemerintah apabila perbuatannya tersebut
melanggar hal-hal yang diatur oleh hukum.
Universitas Sumatera Utara
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN