BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN
OLEH BIDAN DAN UPAYA-UPAYA PENCEGAHANNYA
A. Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan
1. Kelalaian negligence, culpa Kelalaian adalah suatu kesalahan yang dilakukan dengan tidak sengaja,
atau kurang hati-hati, atau kurang penduga-duga. Akibat yang terjadi karena kelalaian sebenarnya tidak dikehendaki oleh si pembuat.
Didalam KUHP, tindak pidana yang sebabkan oleh kelalaian diatur dalam pasal 359,360 dan 361 KUHP.
Pasal 359: Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara
selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. Pasal 360:
1 Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun.
2 Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa
sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara
Universitas Sumatera Utara
selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya Rp.4500,-
Pasal 361: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam melakukan
sesuatujabatan atau pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah sepertiganya dan sitersalah dapat dipecat dari pekerjaannya, dalam mana waktu kejahatan itu
dilakukan dan hakim dapat memerintahkansupaya keputusannya itu diumumkan. Mengenai penyebutan kelalaian dengan “karena kesalahannya”, menurut
penulis hal ini kurang tepat, karena dalam hukum pidana, kesalahan schuld lebih luas pengertiannya yaitu menyangkut kelalaian culpa dan kesengajaan dolus
Kelalaian negligence,culpa adalah salah satu faktor yang sering dijadikan sebagai penyebab terjadinya malpraktek. Bahkan ada juga yang menyebutkan
bahwa kelalaian dan malpraktek adalah istilah yang memiliki maksud yang sama. Hal ini dapat dilihat dari pengertian-pengertian malpraktek yang diberikan oleh
beberapa sarjana. Misalnya pengertian yang diberikan oleh Jusuf Hanafiah yang menyebutkan bahwa malpraktek medik adalah kelalaian seorang tenaga kesehatan
untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.
31
Guwandi menyatakan bahwa malpraktek tidak sama dengan kelalaian.
32
31
Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, op.cit , hal 87
32
Amir, Amri, op.cit , hal 62
Kelalaian termasuk dalam arti malpraktek, tetapi dalam malpraktek tidak selalu terdapat unsur kelalaian. Artinya malpraktek mempunyai pengertian yang lebih
Universitas Sumatera Utara
luas daripada kelalaian negligence. Malpraktek, selain mencakup arti kelalaian, ia juga mencakup tindakan- tindakan yang dilakukan dengan sengaja intentional,
dolus dan melanggar Undang-Undang. Didalam hukum kedokteran, terdapat rumusan tentang kelalaian yang
sudah berlaku universal yang dapat dipakai sebagai pedoman, yaitu “kelalaian adalah kekurangan ketelitian yang wajar, tidak melakukan apa yang oleh seorang
lain dengan ketelitian serta hati-hati akan melakukannya dengan wajar, atau melakukan apa yang seorang lain dengan ketelitian yang wajar justru tidak akan
melakukannya. Secara sederhana kelalaian dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk
kesalahan yang timbul karena pelakunya tidak memenuhi standar perilaku yang telah ditentukan. Kelalaian itu timbul karena faktor orangnya atau pelakunya.
Kelalaian menurut hukum pidana terbagi menjadi dua macam. Pertama, “kealpaan perbuatan”. Maksudnya ialah apabila hanya melakukan perbuatannya
itu sudah merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan tersebut. Kedua, “kealpaan akibat. Kealpaan akibat ini baru
merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau
matinya orang lain seperti yang diatur dalam Pasal 359,360 dan 361 KUHP.
33
Kealpaan yang disadari terjadi apabila seseorang tidak berbuat sesuatu, padahal dia sadar bahwa akibat perbuatan termasuk tidak berbuat yang dilarang
oleh hukum pidana itu pasti timbul. Sedangkan kealpaan yang tidak disadari ada
33
Nasution, Bahder Johan, Hukum Kesehatan Pertanggung Jawaban Dokter, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, hal 56
Universitas Sumatera Utara
kalau pelaku tidak memikirkan kemungkinan akan adanya suatu akibat atau keadaan tertentu, sedangkan ia sepatutnya telah memikirkan hal itu dan kalau ia
memang memikirkan hal itu maka ia tidak akan melakukannya. Dalam pelayanan kesehatan, kelalaian yang timbul dari tindakan seorang
bidan adalah “kelalaian akibat”, misalnya tindakan seorang bidan yang menyebabkan cacat atau matinya orang berada dalam perawatannya, sehingga
perbuatan tersebut dapat dicelakan padanya. Sedangkan menurut ukurannya, kelalaian culpa dapat dibagi menjadi:
34
1. culpa lata gross faultneglect, yang berarti kesalahan besar atau sangat
tidak hati-hati. 2.
culpa levisordinary faultneglect, yakni kesalahan biasa. 3.
culpa levissima slight faultneglect, yang berarti kesalahan sangat ringan atau kecil.
Ukuran kesalahan dalam pelaksanaan tugas profesi bidan berupa kelalaian dalam hukum pidana adalah kelalaian besar culpa lata, bukan kelalaian kecil
culpa levis. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan,jika kelalaian
itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “De minimis noncurat lex”,
yang berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele.
35
34
Achadiat, Chrisdiono M, Melindungi Pasien dan Dokter, Jakarta; Widya Medika,1996, hal 28
35
Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, op.cit , hal 87
Universitas Sumatera Utara
Jika kelalaian sampai menimbulkan kerugian materi, mencelakakan dan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka kelalaian ini merupakan kelalaian
serius dan dapat dikatakan sudah mengarah ke tindak pidana.
36
Menurut Yusuf Hanafiah tolak ukur “culpa lata” adalah:
37
1. bertentangan dengan hukum
2. akibatnya dapat dibayangkan
3. akibatnya dapat dihindarkan
4. perbuatannya dapat dipersalahkan.
Sedangkan menurut Jonkers kelalaian memiliki tiga unsur, yaitu:
38
1. peristiwa itu sebenarnya dapat dibayangkan kemungkinan terjadinya
foreseeabilit, voorzienbaarheid. 2.
terjadinya peristiwa itu sebenarnya bisa dicegah vermijdbaarheid. 3.
maka sipelaku dapat dipersalahkan karenanya verwijtbaarheid. Salah satu contoh perbuatan malpraktek bidan yang dilakukan karena
kelalaian,misalnya pada saat seorang bidan akan memotong tali pusat bayi ternyata perut pasien atau bayinya ikut terluka.
2. Kurangnya Pengetahuan dan Pengalaman Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan tentu
saja mengharapkan dengan kemampuan dan pengetahuannya di bidang kesehatan , bidan tersebut dapat membantunya untuk memperbaiki kesehatannya. Bagi ibu
atau wanita hamil yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan
36
Isfandyarie,Anny, op.cit., hal 110
37
Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, op.cit , hal 88
38
Guwandi,J, Tindakan Medik dan Tanggung Jawab Produk Medik,Jakarta; FK-UI, 1993, hal 22
Universitas Sumatera Utara
tentu saja mengharapkan agar bidan tersebut dapat membantunya melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan untuk terjadi yang dapat
membahayakan kesehatan dari sang ibu atau bayinya. Akan tetapi sering terjadi, bahwa dalam perawatan yang diberikan oleh
bidan kepada pasiennya, terjadi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh bidan yang membahayakan kesehatan pasien atau mungkin mengakibatkan sang pasien
menjadi cacat atau bahkan meninggal dunia. Hal tersebut kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan dari bidan
tersebut. Kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan bidan tersebut dapat terjadi ketika melakukan diagnosa ataupun mengenai perawatan yang harus
diberikan kepada pasien. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesatnya
semakin memberikan kemudahan bagi tenaga kesehatan termasuk bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh karena itu seorang
bidan diharapkan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Didalam Kode Etik Bidan, juga dicantumkan bahwa salah satu kewajiban bidan adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kurangnya pengalaman juga dapat menjadi penyebab terjadinya
malpraktek atau praktek yang dibawah standar. Karena dari pengalaman inilah seorang bidan semakin belajar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan prfesinya
Universitas Sumatera Utara
sebagai bidan. Melalui pengalaman inilah seorang bidan harus dapat menggunakan ilmu yang didapatnya ketika menjalani pendidikan.
3. Faktor Ekonomi Perkembangan yang terjadi didalam masyarakat yang sangat cepat sangat
berpengaruh terhadap pandangan masyarakat mengenai pelbagai segi kehidupan. Segi positif dari perkembangan ini misalnya masyarakat semakin menyadari hak-
haknya dan cara berpikir pun menjadi semakin kritis terhadap pelbagai segi kehidupan.
Sedangkan segi negatifnya adalah masyarakat menjadi semakin materialistik, hedonistik dan konsumtif, dimana materi menjadi tolok ukur utama
dalam menilai suatu masalah dan hidup menjadi seolah-olah “perlombaan” mencari materi.
39
39
Achadiat, Chrisdiono M, op.cit., hal 17
Seorang bidan selain dalam profesinya adalah juga merupakan manusia biasa. Didalam kehidupannya, seorang bidan tentu saja mempunyai kebutuhan-
kebutuhan yang harus dipenuhi. Terlebih lagi disaat ini ketika kehidupan ekonomi di Indonesia sedang mengalami masa sulit.
Dengan kondisi seperti itu tidak menutup kemungkinan, bahwa keinginan untuk memenuhi kebutuhan dengan mencari materi, telah menutupi peran yang
mulia dari profesi bidan. Yang menjadi fokus dalam pelaksanaan praktek bidan hanyalah imbalan yang akan didapat dari sang pasien. Sehingga pelayanan yang
diberikan kepada pasien menjadi tidak maksimal.
Universitas Sumatera Utara
Contoh malpraktek bidan yang disebabkan oleh faktor ekonomi, misalnya bidan dengan diberikan imbalan uang tertentu membuka rahasia dari pasiennya
kepada orang lain yang tidak berhak untuk mengetahui rahasia tersebut. Padahal seorang bidan dilarang untuk membuka rahasia dari pasiennya kepada orang lain,
kecuali jika diminta pengadilan untuk keperluan kesaksian. Hal ini diatur dalam Kode Etik Bidan maupun dalam hukum pidana. Di dalam kode etik bidan hal ini
diatur dalam Bab I tentang kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat, yaitu pada butir 1 yang berbunyi: “setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi,
menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya”. Dalam sumpah jabatannya bidan tersebut telah bersumpah
bahwa seorang bidan hanya boleh membuka rahasia pasiennyakliennya apabila diminta untuk keperluan kesaksian pengadilan. Sedangkan didalam KUHP
ketentuan ini diatur dalam pasal 322 KUHP. Pasal 322 KUHP:
1 Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia,yang menurut jabatannya
atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu iadiwajibkan menyimpannya, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.9000,-. 2
Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seorang yang ditentukan, maka perbuatan itu hanya dituntut atas pengaduan orang itu.
Contoh lain perbuatan malpraktek bidan yang dilakukan karena faktor ekonomi adalah bidan yang dengan diberikan uang atau imbalan tertentu
melakukan pengguguran kandungan abortus provocatus criminalis yang tidak
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan dilakukan pengguguran kandungan. Perbuatan ini diatur dan diancam pidana dalam pasal 349 KUHP yang
berbunyi: “jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan itu dilakukan”. Selain diatur dalam pasal 349 KUHP, tindakan pengguguran kandungan tanpa
indikasi medis ini juga diatur dan diancam pidana berdasarkan pasal 80 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berbunyi:”barangsiapa dengan sengaja
melakukan tindakan medis tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 1 dan 2 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,-“. 4. Faktor Rutinitas
Seorang bidan yang sehari-harinya selalu menangani klien atau pasien dapat juga terjebak dalam keadaan dimana pekerjaan atau profesinya tersebut
menjadi sebuah rutinitas belaka. Hal ini dapat dapat juga menjadi faktor penyebab terjadinya malpraktek atau pelayanan yang dibawah standar. Karena dengan
menjadikan praktek pelayanannya menjadi sebuah rutinitas, kemungkinan kehati- hatian atau ketelitian dalam melaksanakan tugasnya menjadi berkurang. Sehingga
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam melakukan perawatan menjadi semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
5. Perubahan Pola Hubungan Bidan-Pasien Hubungan tenaga kesehatan bidan- pasien, pada masa kini telah beralih
dari hubungan paternalistik ke hubungan otonom. Pasien semakin menyadari hak- hak dan kewajibannya dalam bidang pelayanan kesehatan.
40
40
Amir, Amri, op.cit, hal 52
Dahulu masyarakat dapat dikatakan selalu patuh kepada tenaga kesehatan tanpa dapat bertanya apapun karena ketidaktahuan atas hak-haknya. Tetapi pada
masa kini pandangan tersebut mulai ditinggalkan. Pandangan bahwa tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan selalu benar, kini telah ditinggalkan dan diganti
dengan pandangan-pandangan yang kritis. Dahulu dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada masyarakat posisi
tenaga kesehatan berada diatas pasien. Dengan kata lain antara tenaga kesehatan dengan pasien mamiliki hubungan yang bersifat vertikal paternal. Sedangkan
sekarang seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-hak kesehatannya maka hubungan tersebut berubah menjadi hubungan yang bersifat
horizontal otonom. Yaitu posisi antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah seimbang. Sehingga apabila ada tindakan tenaga kesehatan yang merugikan
pasien maka tenaga kesehatan tersebut dapat dituntut oleh pasien yang merasa dirugikan.
Universitas Sumatera Utara
B. Upaya-Upaya Pencegahan Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan
Mengenai upaya-upaya pencegahan tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan ini, penulis membagi menjadi dua bagian. Yaitu upaya
pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan itu sendiri dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan pelayanan kebidanan.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan itu sendiri: 1. Tidak Menjanjikan Atau Memberi Garansi Akan Keberhasilan Upayanya
Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan tentu saja mengharapkan dengan kemampuan dan pengetahuannya di bidang kesehatan
, bidan tersebut dapat membantunya untuk memperbaiki kesehatannya. Bagi ibu atau wanita hamil yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan
tentu saja mengharapkan agar bidan tersebut dapat membantunya melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan untuk terjadi yang dapat
membahayakan kesehatan dari sang ibu atau bayinya. Dalam hal ini, bidan sebaiknya tidak menjanjikan atau memberi garansi
bahwa upaya yang akan dilakukannya akan seratus persen berhasil. Hal ini karena upaya yang dilakukan bidan dalam perawatan pasiennya termasuk dalam
perjanjian upaya inspanningsverbintenis dan bukan perjanjian yang bersifat resultaatverbintenis.
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan inspanningsverbintenis atau perjanjian upaya adalah kedua belah pihak yang berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk
mewujudkan apa yang diperjanjikan.
41
Sedangkan yang dimaksud dengan Resultaatverbintenis adalah suatu perjanjian bahwa pihak yang berjanji kan memberikan suatu Resultaat,yaitu suatu
hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
42
Persetujuan Tindakan Medis Informed Consent adalah persetujuan sepenuhnya yang diberikan oleh klienpasien atau walinya bagi bayi,anak
dibawah umur dan kloienpasien yang tidak sadar kepada bidan untuk melakukan tindakan sesuai dengan kebutuhan.
Seorang bidan hanya berkewajiban untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan
perhatiannya sesuai dengan Standar Profesi Bidan. 2. Sebelum Melakukan Tindakan Medis Agar Selalu Dilakukan Persetujuan
Tindakan Medis Informed Consent.
43
Persetujuan Tindakan Medis Informed Consent adalah suatu dialog antara bidan dengan pasien atau walinya yang didasari akal dan pikiran yang sehat
dengan suatu acara birokratisasi yakni penandatanganan suatu formulir atau Persetujuan Tindakan Medis Informed Consent adalah suatu proses
bukan suatu formulir atau selembar kertas.
41
Ohoiwutun, Triana Y.A, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, Malang:Bayumedia 1997, hal 13
42
ibid,
43
Sofyan, Mustika,dkk, op.cit, hal 96
Universitas Sumatera Utara
selembar kertas yang merupakan jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak pasien atau walinya telah terjadi.
Hal-hal yang perlu disampaikan dalam informed consent adalah:
44
a. maksud dan tujuan tindakan medik tersebut
b. risiko yang melekat pada tindakan medik tersebut
c. kemungkinan timbulnya efek samping
d. alternatif lain tindakan medik tersebut
e. kemungkinan-kemungkinan sebagai konsekuensi yang terjadi bila
tindakan medik itu tidak dilakukan. Leenen menyatakan bahwa Standar Profesi Medis dan informed consent
merupakan dua hal pokok yang harus dipenuhi, untuk menhilangkan sifat bertentangan dengan hukum terhadap suatu tindakan atau perbuatan medik.
45
Pengaturan mengenai persetujuan tindakan medik informed consent ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.585MENKESPerIX1989. Akan tetapi, bukan berarti dengan adanya informed consent, seorang bidan
dapat memperlakukan pasien dengan seenaknya. Walaupun sudah ada informed consent dari pasien atau walinya, apabila terjadi kesalahan yang mengakibatkan
efek negatif kepada pasien, misalnya pasien menjadi cacat atau bahkan meninggal, sang bidan tetap dapat dituntut secara pidana. Yaitu apabila dalam
pelaksanaan tindakan medik tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan Standar Profesi Bidan.
44
Achadiat, Chrisdiono M, op.cit , hal 24
45
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
3. Mencatat Semua Tindakan Yang Dilakukan Dalam Rekam Medis Pengaturan mengenai Rekam Medis diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.749aMENKESPerXII1989 tentang Rekam MedisMedical Record selanjutnya disebut Permenkes Rekam Medis.
Pengertian Rekam Medis menurut Pasal 1 huruf a Permenkes Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan tentang identitas pasien,
pemeriksaan,pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain pada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
46
a. identitas pasien
Didalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.900MENKESSKVII2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan disebutkan
yang dibuat dalam rekam medis sekurang-kurangnya:
b. data kesehatan
c. data persalinan
d. data bayi yang dilahirkan panjang badan dan berat lahir
e. tindakan dan obat yang diberikan.
Petugas pembuat rekam medis ditentukan dalam Pasal 3 Permenkes Rekam Medis adalah dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang memberikan
pelayanan langsung kepada pasien.
47
46
Ohoiwutun, Triana Y.A, op.cit, hal 20
47
Ibid, hal 25
Rekam medis ini sangat berguna, terutama untuk menentukan apakah tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan Standar Profesi.
Universitas Sumatera Utara
Didalam bidang hukum Rekam Medis dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian perkara hukum.
48
Apabila seorang bidan mengalami keraguan dalam menangani pasiennya. Baik pada tahap diagnosis maupun terapi atau perawatan, sebaiknya bidan
tersebut mengkonsultasikan hal tersebut kepada senior atau dokter, atau dengan kata lain kepada orang yang menurut bidan tersebut memiliki pengetahuan yang
Hal ini ditentukan dalam Pasal 13 huruf b Permenkes Rekam Medis yang menyatakan bahwa Rekam Medis dapat digunakan
sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum. Dalam rangka pembuktian perkara pidana, kopi atau salinan rekam medis
yang digunakan sebagai alat bukti tanpa meminta keterangan dokter atau tenaga kesehatan pembuat rekam medis didepan persidangan dapat dikategorikan
sebagai alat bukti surat karena rekam medis dibuat sesuai dengan ketentuan kriteria Pasal 187 huruf a KUHAP dalam UU No.8 Tahun 1981. Ketentuan
tersebut menyatakan bahwa berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannnya harus
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat,atau dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan
itu. Rekam medis sebagai alat bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian karena memenuhi unsur-unsur yang diisyaratkan oleh Pasal 187 KUHAP, yaitu
apa yang ditulis sebagai isi rekam medis berdasarkan apa yang ia alami, dengar dan lihat.
4. Apabila Terjadi Keragu-raguan, Konsultasikan Kepada Senior Atau Dokter
48
Ibid, hal 34
Universitas Sumatera Utara
lebih mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh bidan dalam menangai pasiennya.
Hal ini perlu dilakukan, agar sang bidan jangan sampai melakukan kesalahan mengenai tindakan apa yang harus dilakukannya dalam menangani
pasiennya. 5. Menjalin Komunikasi Yang Baik Dengan Pasien, Keluarga Dan Masyarakat
Sekitarnya. Seorang bidan dalam kesehariannya, hidup didalam lingkungan
masyarakat. Biasanya masyarakat inilah yang akan menjadi pasien atau klien dari bidan tersebut.
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar bagi seorang bidan adalah sangat penting. Kedudukan bidan dalam sistem
pelayanan kesehatan tidak saja sebagai pemberi pelayanan kesehatan, akan tetapi sering pula bidan menjadi semacam tempat tumpahan permasalahan dari klien
maupun keluarganya. Seorang wanita dalam keadaan hamil, melahirkan ataupun pada masa nifas, seringkali mendapat gangguan pada emosinya atau pada keadaan
kesehatan mentalnya. Dalam keadaan seperti ini seringkali ia ingin mencurahkan segala isi hatinya atau permasalahan dirinya secara pribadi maupun keluarga pada
seseorang yang mau mendengarkannya. Biasanya orang tersebut adalah bidan, yang pada waktu-waktu tersebut sangat dekat dengan klien. Oleh karena itu sangat
penting untuk menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar agar ketika mendapat perawatan dari bidan sang klien atau
Universitas Sumatera Utara
pasien merasa nyaman sehingga dapat memberi kepercayaan kepada bidan untuk membantunya.
Amri Amir, mengatakan bahwa hubungan tenaga kesehatanbidan-pasien ini adalah pangkal dari timbulnya kasus malpraktek, maka kemungkinan
timbulnya kasus malpraktek dapat dikurangi dari semula bila terjalin komunikasi dan informasi yang baik antara tenaga kesehatan bidan - pasien.
49
IBI sebagai wadah organisasi profesi bagi bidan tentu saja diharapkan agar dapat mengawasi dan membina anggotanya agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang memuaskan kepada masyarakat. Didalam wadah IBI terdapat Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait
dengan pelayanan kebidanan: 1. Melakukan Pembinaan Kebidanan Yang Lebih Baik
Pada saat ini telah banyak bermunculan lembaga pendidikan kebidanan biasanya dengan nama Akademi Kebidanan atau disingkat Akbid, baik yang
dimiliki pemerintah, daerah, ataupun swasta. Hal ini mencerminkan besarnya minat masyarakat yang ingin mempelajari
ilmu kebidanan dan berkecimpung dalam profesi bidan.Oleh karena, menjadi tanggung jawab bagi lembaga pendidikan kebidanan tersebut untuk membina dan
melatih para peserta pendidikan kebidanan agar dapat menghasilkan bidan-bidan yang berkualitas. Para peserta pendidikan kebidanan inilah yang nantinya akan
menjadi calon-calon bidan yang akan melayani didalam masyarakat. 2. Memaksimalkan peran IBI
49
Amir, Amri, op.cit., hal 62
Universitas Sumatera Utara
lembaga MPEB dan MPA yang berwenang untuk mengawasi keinerja dari bidan- bidan yang adalah merupakan anggota dari organisasi IBI.
Diharapkan agar IBI melalui MPEB maupun MPA lebih dimaksimalkan fungsinya agar dapat mencegah terjadinya tindak pidana malpraktek yang
dilakukan oleh bidan. Karena hal ini juga dapat merusak citra bidan di mata masyarakat.
C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan
Begitu banyak kasus-kasus yang diajukan ke pengadilan dengan alasan malpraktek yang dilakukan oleh bidan. Akan tetapi banyak pula dari kasus-kasus
tersebut yang kandas dalam proses persidangan di pengadilan. Atau dengan kata lain tidak dapat dibuktikan secara hukum mengenai kesalahan yang dilakukan
oleh bidan sehingga para tersangka dapat terbebas dari hukuman. Hal ini disebabkan karena dalam proses pemeriksaan perkara di
pengadilan, khususnya untuk kasus yang berkaitan dengan malpraktek masih terdapat kendala-kendala yang muncul sehingga menyulitkan proses
pembuktiannya. Kendala-kendala tersebut antara lain: 1. Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum mengenai hukum kesehatan.
Hukum kesehatan adalah merupakan hal yang baru di Indonesia. Sehingga aparat penegak hukum masih sulit untuk dapat menyelesaiakan atau memproses
kasus-kasus yang berkaitan dengan malpaktek. Selain itu malpraktek atau kasus-kasus yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan tidaklah sama dengan tindak pidana pada umumnya. Sebagai bahan
Universitas Sumatera Utara
perbandingan, ,misalnya untuk dapat menentukan kesalahan dari pengemudi yang menyebabkan kecelakaan, sehingga mengakibatkan orang lain terluka atau bahkan
meninggal. Aparat penegak hukum dapat dengan mudah menentukan ukuran pengemudi yang memiliki kemampuan rata-rata. Sedangkan pada kasus
malpraktek hal ini tidak mudah untuk menentukan kemampuan rata-rata dari setiap tenaga kesehatan.
2. Sulitnya untuk membuktikan kesalahan bidan Untuk dapat membuktikan kesalahan bidan, terlebih lagi yang disebabkan
oleh kelalaian bukanlah hal yang mudah. Karena dalam kesalahan yang dilakukan oleh bidan banyak faktor yeng mempengaruhi dan menjadi latar belakang dari
timbulnya kesalahan tersebut. Faktor tersebut dapat berasal dari pihak bidan maupun pihak pasien itu sendiri.
Faktor yang berasal dari pihak bidan: a.
Penatalaksanaan tindakan medik b.
Cara pemeriksaan c.
Kecermatan dan ketelitian Faktor yang berasal dari pihak pasien:
a. Tingkat keseriusan penyakit
b. Daya tahan tubuh pasien
c. Usia
d. Kemauan dari pasien untuk sembuh
e. Komplikasi dari penyakitnya
Universitas Sumatera Utara
3. Sulit untuk menentukan kemampuan rata-rata seorang bidan Untuk mengukur atau menentukan kemampuankecakapan rata-rata
seorang tenaga kesehatan sangatlah sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhi penentun itu. Sebagai misalnya seorang tenaga kesehatan yang
baru lulus pendidikan tentunya tidak dapat disamakan kemampuannya dengan seorang tenaga kesehatan yang telah menjalankan pekerjan di bidang kesehatan
selama dua puluh tahun. Selain untuk kendala dalam menilai kemampuan rata-rata seorang tenaga
kesehatan, adalah tidak meratanya keadaan dari tiap daerah. Seorang tenaga kesehatan yang melaksanakan pekerjaan di Irian Jaya selama sepuluh tahun tentu
tidak dapat disamakan kemampuannya dengan seorang tenaga kesehatan yang melaksanakan pekerjaannya selama sepuluh tahun di rumah sakit dengan
peralatan super canggih di Jakarta. Selain itu kemampuan tenaga kesehatan di kota kecil dengan keterbatasan
informasi dan peralatan, tidak dapat disamakan dengan kemampuan tenaga kesehatan yang bekerja di kota besar yang tentunya sangat mudah memperoleh
informasi dan dikelilingi oleh peralatan canggih.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENYELESAIAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK YANG