Hukum Menuntut Ilmu dan Tata cara Mencari Ilmu

  4. Mengejar kehidupan dengan mengamalkan ilmunya dan menunaikan berbagai ibadah 5. Menjauhi godaan penguasa yang jahat 6. Tidak cepat mengeluarkan fatwa sebelum ia menemukan dalilnya dari al- Qur‟an dan al Sunnah. 7. Senang terhadap ilmu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah swt, cinta kepada musyahadah ilmu yang menyingkap kebesaran Allah, muraqabah ilmu yang mencintai perintah Alah dan menjauhi larangan-Nya, dan optimis terhadap rahmat-Nya. 8. Berusaha sekuat-kuatnya untuk mencapai derajat haqqul yaqin. 9. Senantiasa khasyyah kepada Allah, ta’dzim atas segala kebesaran- Nya, tawadhu’ hidup sederhana dan berakhlaq mulia terhadap Allah maupun sesamanya. 10. Menjauhi ilmu yang dapat membatalkan amal dan kesucian hati. 11. Memiliki ilmu yang berpangkal dalam hati, bukan di atas kitab, ia hanya taklid kepada hal-hal yang telah diajarkan Rasulullah Saw. 21

C. Hukum Menuntut Ilmu dan Tata cara Mencari Ilmu

a. Hukum Menuntut Ilmu Manusia adalah yang terbaik diciptakan oleh Allah Swt dimuka bumi ini mempunyai mulia dan berat yang dibebankan di atas pundaknya yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran untuk menjalankan tugas tersebut, seseorang harus mempunyai bekal. Dalam hal ini ilmu merupakan bekal terbaik   25 Imam Ghazali , Ihya ‘Ulumuddin, Sulaiman Mara‟I ttp: Singapura, tth, Juz I, h. 60- 68.   yang dapat membantu tugas tersebut. Oleh karena Allah Swt. menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya untuk pergi menuntut ilmu. Bahkan amanah kekhalifahan yang hanya diserahkan Allah kepada manusia Adam pun adalah karena faktor berfikir yang dimiliki oleh manusia itu. Sebab dengan kemampuan berfikir, manusia akan dapat menyerap ilmu pengetahuan dan mentransfernya. Peristiwa dialog antara Malaikat, Adam, dan Allah Swt. Memberikan gambaran yang jelas kepada kita betapa kemuliaan itu berpangkal pada kemampuan berfikir dan menyimpan ilmu. 22 Seperti firman Allah di bawah ini:         31 32 “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama benda-benda seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat”. al- Baqarah: 31-32. Adapun hadis yang berkenaan dengan anjuran menuntut ilmu yaitu: “Menuntut ilmu itu merupakan suatu kewajiban atas setiap muslim”. HR. Ibnu Majjah.   26 Rasyid, Daud. Islam Dalam Berbagai Dimensi, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, h. 88. 27 Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah , Kairo: Darul Ihya „al-Turats, 1995, Juz, I, h. 97.   Dari hadits di atas inilah al-Ghazali mengangkat suatu hukum bagi setiap muslim untuk menuntut ilmu. Kata farîdhatun diberinya makna yang lebih luas dan sangat sesuai dengan fitrah manusia yang beranenaka ragam tingkat kemampuannya itu sebagaimana al-Ghazali sendiri mengakui akan terbatasnya daya tangkap, panca indra dan daya serap akal manusia, bukan para filosof yang seolah-olah memaksakan manusia dengan banyak memberikan porsi dan peran terhadap akal manusia. Oleh karena itu para filosof muslim sanggup menerapkan kata farîdhatun dengan makna kewajiban yang mutlak dilakukan dari sikap itu akan muncul permasalahan yang pelik dan rumit sekali: “Akan berdosalah orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan yang bermacam- macam jumlahnya itu”. Ali Syari‟ati, seseorang Sosiolog Syi‟ah kenamaan, menulis tentang kewajiban menuntut ilmu antara lain sebagai berikut: Konsep-konsep seperti observasi, penyusunan teori penalaran, ilmu pengetahuan, penulisan pengajaran pemahaman kebenaran-kebenaran, kesadaran, dan pengetahuan yang cukup tentang agama, merupakan bagian dari konsep- konsep suci yang ditekankan oleh al- Qur‟an, lebih dari semua pemimpin moral dan sosial lainnya dalam sejarah manusia, telah mendorong para pengikutnya untuk mendapatkan pendidikan sepanjang kehidupan mereka. Ia menjadikan upaya untuk mendapatkan pendidikan itu sebagai kewajiban untuk pria dan wanita   serta memerintahkan para pengikutnya untuk mencari ilmu di sudut-sudut dunia yang paling jauh dan menggalinya dari setiap sumber, bahkan dari orang kafir. 24 Demikian pentingnya arti ilmu bagi kehidupan, sehingga setiap muslim wajib menuntut ilmu dan menguasainya, seebagaimana yang tercermin dari sabda Rasululllah Saw: 25 “Siapa yang menghendaki oleh Allah untuk mendapat banyak kebaikan, maka Allah akan memberinya pemahaman kemampuan untuk memahami segala sesuatu dan sesungguhnya ilmu hanya didapat deng an belajar”. b. Tata Cara Mencari Ilmu Salah satu etika mencari ilmu pengetahuan adalah mencari dan melacak dari sumber aslinya. Ia harus dicari sekalipun di tempat terpencil dan tersembunyi, segala jerih payah dalam pencari ilmu akan menjadi mudah dan jarak yang jauh akan menjadi dekat. Mengapa demikian? Karena apabila dalam mencari ilmu dilandasi dengan semangat ibadah dan semata-mata untuk mencari ridha Allah maka akan terbuka jalan dan semuanya akan menjadi mudah untuk digapainya.   28 Ali Syari‟ati, Membangun Masa Depan Islam , Bandung: Mizan, 1989, Cet. Ke-2, h. 145-146. 29 Imam Bukhari Shahih Bukhari bi Hasyiyah as-Sindiy, Beirut: Daar al-ikr, Jilid I, Kitab Ilmi, h. 30   26 Siapa yang melalui jalan untuk menuntut ilmu Allah. Maka Allah akan memudahkan jalan baginya untuk ke surga ”. H.R. Tirmidzi Dari hadis di atas dapat menjelaskan bahwa ketika seseorang mempunyai niat yang sungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan semata-mata karena mengharap ridha Allah, maka segala jalan untuk menggapai ilmu akan dimudahkan. Sekaligus memberikan motivasi kepada setiap orang yang giat mencari ilmu, maka ketika ia dengan tulus dan ikhlas bepergian untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka bersama dengan itu pula Allah melapangkan baginya jalan menuju kebahagian dan kemudahan. Suatu hal yang sangat penting untuk diyakini dengan sungguh-sungguh oleh setiap orang yang mencari ilmu maka Allah akan benar-benar membantu dan memudahkan persoalan setiap muslim yang dengan sungguh-sungguh mencari ilmu pengetahuan. Sejarah tidak pernah mencatat umat manapun selain umat Islam yang demikian aktif bepergian untuk mencari ilmu, terutama yang pernah dilakukan oleh para ulama hadis. Alamah Khatib al-Bagdadi telah mengarang kitab khusus tentang kisah perjalanan para pencari hadis yang diberi nama Rihlah fi Thalabil   26 Lihat al-Hafidz Abi Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qarwini, Sunan Ibn Majjah, ttp:Dar al fikr, tth, jilid 1, h81. Bab Kitab Muqaddimah, No. Hadis. 223. Lihat HR. al-Tirmidzi, Kitab al-Ilmi, NO. 2682, Abu Daud, 3317, Kitab al-Ilmi, No. 3641, al-Darimi, 1110 Dalam al- Muqaddimah, No. 342, dan dishahihkan oleh Albani dalam Shaih al-Jami NO.6397   Hadis. Di dalamnya disebutkan keutamaan-keutamaan mencari ilmu dan perjalanan para sahabat. Salah satu contoh kisah tentang perjalanan mencari ilmu ialah kisah Said bin Musayyab. Ia mengatakan, Saya menempuh perjalanan berhari-hari hanya untuk mencari sebuah hadis. Satu hal yang sangat luar biasa, perjalanan yang sangat menguras tenaga dilakukan hanya untuk mencari sebuah hadis. Andai saja setiap muslim mempunyai kesadaran untuk mencari ilmu sebagaimana yang dilakukan Said bin Musayyab, niscaya tidak ada lagi kebodohan dimana-mana. Konon dalam sebuah riwayat disebutkan, Ahmad bin Hambal ditanya oleh seorang, manakah yang lebih baik antara seorang alim yang mengajarkan ilmunya atau pergi mencari ilmu? Imam Ahmad menjawab, “pergi mencari ilmu ke penjuru negara itu lebih baik sehingga ia dapat bertemu langsung dengan ahlinya. Diantara tata cara mencari ilmu yang harus diperhatikan dan diterapkan oleh seorang pencari ilmu 27 antara lain adalah: 1 . Jangan berjalan di hadapan muka gurunya. 2 . Jangan menempati tempat duduk gurunya. 3 . Jangan mendahului bicara di hadapan gurunya kecuali dengan seizinnya. 4 . Jangan banyak bertanya di hadapan guru. 5 . Menjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan kemarahannya.   31 Ibrahim bin Ismail , Syarah Ta’limul Muta’lim Semarang, CV. Toha Putra, 1993, h. 31-32.   6 Melaksanakan semua perintah guru kecuali diperintahkan untuk berbuat maksiat.

D. Pengaruh Ilmu Pengetahuan bagi Kehidupan