Pengertian Ilmu dan Ulama

13  

BAB II PANDANGAN UMUM TENTANG KEUTAMAAN ILMU DAN ULAMA

A. Pengertian Ilmu dan Ulama

1. Pengertian ilmu Ilmu dalam terminologi bahasa Arab adalah pengetahuan yang mendalam atau pengetahuan hakikat sesuatu, sedangkan akar katanya - Yang artinya pengetahuan. Dalam kamus al-Munjid fi al-lughoh wa al- ’ulûm didefinisikan Ilmu juga dapat diartikan sebagai suatu cabang studi yang berkenaan dengan pengamatan, pengklasifikasian fakta-fakta, dan khususnya dengan penetapan kaidah-kaidah umum yang bisa diuji. 2 Sedangkan dalam ensiklopedi Islam dinyatakan bahwa ilmu bersal dari bahasa Arab ‘ilm yang berarti pengetahuan, merupakan lawan kata dari jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. Kata “ilmu” bisa disepadankan dengan kata Arab lainnya, yaitu ma’rifat pengetahuan, fiqh pemahaman, hikmah kebijaksanaan, dan syu’ur perasaan. Ma’rifah kata yang sering digunakan. 3   1 Louis Mahlouf al-Yasui, al-Munjid fi al-Lughoti wa al-Adabi wa al- ‘Ulum, Beirut, al- Matba’ah al-Katquliyah, 973, h. 527. 2 Amien Rais, Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta, Bandung, Mizan, 1991, h. 108. 3 Van Hoeve. Ensiklopedi, Jakarta. PT. Ikhtiar Baru, 1994, cet. Ke-2, h. 201.   Pengertian lain menyebutkan bahwa ilmu itu dalam bahasa Inggris adalah sience, dan bahasa latin sciemia pengetahuan, scire mengetahui. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah episteme. 1 Adapun pengertian ilmu yang termuat dalam ta’lim al-muta’alim adalah sebagai berikut; Artinya: ilmu itu ditafsiri dengan sifat yang kalau dimiliki seseorang, maka menjadi jelas apa yang terlintas di dalam pengertiannya. 2 Kamus besar bahasa Indonesia juga mengartikan ilmu secara definitif sebagai “pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat ditentukan untuk menerangkan gejala- gejala tertentu di bidang pengetahuan itu”. 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan ilmu sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal akhirat, dunia, lahir, batin, dan sebagainya. Sehingga kata ilmu selalu dirangkaikan dengan sesuatu seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak dan lain-lain. Makna definitif di atas pun selalu dirangkaikan dengan kata lain yang menghasilkan suatu yang bersangkutan dengan kata yang dirangkaikan dengan   4 Loren Bagus, Kamus filsafat, Jakarta. PT, Gramedia Pustaka, 1996, Edisi I, h. 307. 5 Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh ta’limul muta’alim, Indonesia: Darul Ihya‟alKutub al- Arabiyah, h. 9.  6 Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta 1989, Cet. Ke-2, h. 325.   kata ilmu tersebut. Seperti kata ilmu agama berarti “pengetahuan tentang ajaran sejarah, dan lain sebagainya agama ”. Dengan pengertian tersebut berarti ilmu dibedakan dari pengetahuan, dimana ilmu lebih spesifik dari pengetahuan, karena banyak pengetahuan yang belum disusun secara sistematis sebagai salah satu syarat untuk disebut ilmu. Sementara menurut Fazlur Rahman, al- Qur‟an sering mengemukakan perkataan ‘ilm , kata-kata jadiannya yang umum, dan pengertiannya sebagai “pengetahuan” melalui belajar, berfikir, pengalaman dan lain sebagainya. Dengan pengertian seperti inilah perkataan ilmu dipergunakan pada zaman nabi Muhammad SAW. Tetapi pada generasi para sahaabat, Islam mulai berkembang sebagai sebuah “tradisi”. Ada bukti-bukti bahwa perkataan ‘ilm mulai dipergunakan dengan pengertian pengetahuan yang diperoleh melalui belajar terutama sekali dari generasi generasi yang lampau Nabi, para sahabat dan lain- lain. 4 Quraish Shihab ketika menerangkan „ilm mengartikannya sebagai “menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya” atau “sesuatu pengenalan yang sangat jelas terhadap suatu objek”, karena itu seseorang yang menjangkau sesuatu dengan benaknya tetapi jangkauannya itu masih dibarengi dengan sedikit keraguan, maka ia tidak dapat dinamai “mengetahui apa yang   7 Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, Bandung: Pustaka, 1984, Cet. Ke-2, h. 198- 199.   dijangkaunya itu”. 5 Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan bahwa bahasa mengunakan semua kata yang tersusun dari hurf-huruf dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan sesuatu yang demikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Perhatikan misalnya kata ‘alâmat yang berarti tanda yang jelas bagi sesuatu atau nama jalan yang mengantar seseorang menuju tujuan yang pasti. „alam yang berarti “bendera” menjadi tanda yang jelas bagi suatu bangsa atau kelompok. Kata yang sama juga berarti “gunung” yang karena ketinggiannya menjadi sedemikian jelas dibandingkan dengan dataran di sekelilingnya. Atas dasar itu Allah Swt, dinamai „Âlim atau „Alîm adalah karena pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap bagi-Nya hal-hal yang paling kecil sekalipun. Dalam pandangan al-Ghazali, hakikat ilmu yang terdapat pada al- Qur‟an tidaklah terpilah-pilah, artinya al-Ghazali meletakan satu pemahamannya tentang hakekat ilmu dalam bentuk kesatuan teoritik yakni menjurus kepada pemahaman ilmu sebagai ilmu Allah yang harus dituntut dan dikaji oleh setiap pribadi dalam membawa dunia dan seisinya ke gerbang kemaslahatan.   8 Quraish Shihab, Tasir alQur‟an al-Karim Tasir atas surat-surat pendek Baedasarkan urutan turunnya wahyu, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, Cet. Ke-I, h. 594-595.   1. Pengertian Ulama Kata ulama berasal dari kata Arab „ulama yang merupakan bentuk jamak taksir dari kata „âlim artinya orang yang memiliki ilmu yang luas dan mendalam. Kata „âlim ilmu berasal dari huruf „ain, lam, mim yang menunjukan bekas sesuatu dan membedakan yang lainnya atau sesuatu yang menjelaskan seperti bendeera, gunung dan alam. 6 Menurut al Ashifani ilmu adalah mendapat hakikat sesuatu baik zat maupun penamaannya. 7 Ulama adalah bentuk jamak dari kata „âlim yang terambil dari kata yang berarti mengetahui secara jelas, karena itu semua kata yang terbentuk oleh huruf- huruf ‟ain, lam, dan mim, selalu menunjuk kepada kejelasan seperti „alam bendera, âlam alam raya atau makhluk yang mempunyai rasa dan atau kecerdasan, „alamah alamat. 8 Bentuk kata yang hampir sama dengan kata ulama dalam al- Qur‟an, di antaranya i sta‘lama minta keterangan 9 ‘alima bersinonim dengan kata ‘arafa yang sama-sama memiliki arti mengetahui atau mengenal. 10 Kata ilmu dalam berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam al- Qur‟an. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapain pengetahuan dan obyek   9 Ibn Faris., Al-Maqayis fi al Lughat, Beirut: Dar Al Fikr, 1979, h. 689. 10 Abi Qosim al Husaini Ibn Muhammad Raghib al ashfihami. Al Mufradat fi Gharib al- Qur‟an, Mesir: Musthaa al-Bab al Halabi, tth, h. 343. 11 M. Quraish Shihab., Tafsir al Misbah pesan, kesan dan keserasian al- Qur‟an, Jakarta: Lentera Hati 2003, Cet. Ke-I, h. 466. 12 Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdhor., Kamus al Ashri Arab-Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum PP. Krapyak, 1996, 105. 13 Ibid,. 1283   pengetahua. „alam yang berkata kerja “ya’lamu” berarti Dia yang mengetahui dan biasanya al- Qur‟an menggunakan kata ini untuk Allah dalam hal-hal yang diketahui-Nya, baik yang gaib tersembunyi, seperti Ya‘lamu mâ Yusirru Allah mengetahui yang mereka sembunyikan, demikian juga ilmu-ilmu yang disandarkan kepada manusia semuanya mengandung makna kejelasan. Ulama merupakan bentuk jamak dari kata mufrad „âlim yang merupakan bentuk isim fail dari kata ‘alima yang berarti yang terpelajar, sarjana, yang berpengetahuan atau ahli ilmu. L awan kata „âlim adalah jahil yang berarti orang yang bodoh. 11 Kata ulama juga merupakan bentuk jamak dari kata mufrad sehingga mempunyai arti orang yang banyak ilmunya, yang sangat mengetahui dan yang paling mengetahui adalah Allah, tetapi dalam al- Qur‟an, manusia dapat pula mendapat peredikat sangat tahu, atau banyak ilmu. Mereka disebut dengan “ahli” dalam Bahasa Indonesia, ‘ilm, ‘alam atau ma’lum, yang memang sudah dikenal dengan Bahasa Indonesia, yaitu ilmu, alam dan maklum. Ilmu adalah pengetahuan yang teratur, alam adalah segala benda yang dapat ditangkap dengan panca indra sebagai ciptaan Tuhan, dan maklum artinya mengetahui. Tetapi meski manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui secara teratur atau sistematis, hanya Allah yang Maha Tahu dan Maha Mengetahui.   14 Ibid., h. 966.   Menurut al- Thaba‟thaba‟i, ulama adalah mereka yang mengenal Allah Swt dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-Nya, pengenalannya yang bersifat sempurna sehingga mereka menjadi tenang, keraguan serta kegelisahan menjadi sirna dan nampak pula dampaknya dalam kegiatan mereka membenarkan ucapan mereka. 12 Ibn Katsir mendefinisikan ulama adalah yang benar-benar makrifat kepada Allah Swt. sehingga mereka takut kepada-Nya, jika makrifatnya sudah dalam maka sempurnalah takutnya kepada Allah. Syekh Nawawi al-Bantani berpendapat untuk mengetahui sahnya agama, baik menetapkan sah i ‟tikad maupun amal syari‟at lainnya. Dr. wahbah Zuhaili berkata “secara naluri” ulama adalah orang yang mampu menganalisa fenomena alam untuk kepentingan hidup di dunia dan akhirat serta takut ancaman Allah Swt jika terjerumus dalam kenistaan. Orang yang maksiat pada hakikatnya adalah bukan ulama”. Pada mulanya kedua kata alim dan ‘ulama berlaku bagi semua komunitas dan orang yang berkecimpung dalam lapangan ilmu pengetahuan, mulai pada abad ke-2 H 8 M, muncul aneka ragam ilmu serta benih-benih dikotomi di antara ilmu-ilmu baru sesuai dengan disiplin ilmu yang digeluti, seperti fuqaha, mutakllimin, filsuf dan lain-lain. Sebagian ulama berpendapat bahwa yan g disebut orang „alim adalah orang yang dengan ilmu pengetahuannya menimbulkan sifat khasyyah, karena keberagaman itu inheren dengan ilmu, sehingga dapat dikatakan bahwa hanya orang-orang berilmulah yang dapat mencapai puncak khasyyah takut kepada   15 Quraish Shihab., Tafsir al Misbah pesan, kesan dan keserasian al- Qur‟an, Jakarta: Lentera Hati 2003, Cet. Ke-I, h. 466.   Allah. Dengan demikian jika ada orang yang berilmu dan tidak memiliki sifat keberagamaan yang kokoh berarti ilmunya tidak bermanfaat. 13 Bahkan orang yang berilmu dan lepas dari tanggung jawabnya karena memperturuti hawa nafsunya maka diibaratkan seperti seekor anjing yang menjulurkan lidahnya baik dihalangi maupun dibiarkan. QS. Al A‟raf 7: 175-176.

B. Perbedaan Ulama Dunia dengan Ulama Akhirat