PENDAHULUAN TEORI DASAR PENGUMPULAN DATA ANALISA DATA PENUTUP ANALISIS HASIL PENGUKURAN

Listrik, asisten Laboratorium Sistem Tenaga, dan teman-teman sesama mahasiswa.

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan.

BAB II TEORI DASAR

Bab ini berisi mengenai teori tentang jaringan distribusi, trafo distribusi, dan ketidakseimbangan beban.

BAB III PENGUMPULAN DATA

Pada bab ini berisi mengenai data teknis alat ukur yang digunakan, data teknis trafo distribusi, data pengukuran pembebanan trafo distribusi pada siang dan malam hari.

BAB IVANALISA DATA

Bab ini berisi tentang analisa pembebanan pada trafo distribusi, analisa ketidakseimbangan beban pada trafo distribusi dan analisa losses sebagai akibat dari arus netral pada penghantar netral trafo dan juga losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penyusunan Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara

BAB II TEORI DASAR

2.1 Jaringan Distribusi

Secara garis besar, suatu sistem tenaga listrik yang lengkap mengandung empat unsur. Pertama, adanya suatu unsur pembangkit tenaga listrik. Tegangan yang dihasilkan oleh pusat tenaga listrik ini biasanya merupakan tegangan menengah. Kedua, suatu sistem transmisi, lengkap dengan gardu induk. Karena jaraknya yang biasanya jauh, maka diperlukan penggunaan Tegangan Tinggi TT danatau Tegangan Ekstra Tinggi TET. Ketiga, adanya saluran distribusi, yang biasanya terdiri atas saluran distribusi primer dengan Tegangan Menengah TM dan saluran distribusi sekunder dengan Tegangan Rendah TR. Keempat, adanya unsur pemakaian atau utilisasi, yang terdiri atas instalasi pemakaian tenaga listrik. Instalasi rumah tangga biasanya memakai tegangan rendah, sedangkan pemakai besar seperti industri menggunakan tegangan menengah atau tegangan tinggi. Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik. Perlu dikemukakan bahwa suatu sistem dapat terdiri atas beberapa subsistem yang saling berhubungan, atau yang biasa disebut sebagai sistem terinterkoneksi. Sebagaimana diketahui, pada sistem distribusi terdapat dua bagian, yaitu distribusi primer, yang menggunakan tegangan menengah, dan distribusi sekunder, yang menggunakan tegangan rendah.

2.1.1 Distribusi Primer

Pada distribusi primer terdapat tiga jenis sistem, yaitu i sistem radial, ii sistem lup loop, dan iii sistem jaringan primer.

2.1.1.1 Sistem Radial

Sistem radial adalah sistem yang paling sederhana dan paling banyak dipakai, terdiri atas saluran feeders atau rangkaian tersendiri yang seolah-olah keluar dari suatu sumber atau wilayah tertentu secara radial. Fider itu terdiri atas suatu bagian utama dari saluran samping atau literal lain bersumber dan dihubungkan dengan transformator distribusi sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2. Saluran samping sering disambung pada fider dengan sekring fuse. Dengan demikian maka gangguan pada saluran samping tidak akan mengganggu seluruh Universitas Sumatera Utara fider. Pemasok pada rumah sakit atau pemakai vital lain tidak boleh mengalami gangguan yang berlangsung lama. Dalam hal demikian, satu fider tambahan disediakan, yang menyediakan suatu sumber penyedia energi alternatif. Hal ini dilakukan dengan suatu saklar pindah, seperti terlihat pada Gambar 2.3 Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik Catatan : PTL : Pembangkit Tenaga Listrik GI : Gardu Induk TT : Tegangan Tinggi TET : Tegangan Ekstra Tinggi TM : Tegangan Menengah GD : Gardu Distribusi TR : Tegangan Rendah Gambar 2.2 Skema Saluran Sistem Radial Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Penggunaan Saluran Alternatif dengan Saklar Pindah

2.1.1.2 Sistem Lup

Suatu cara lain guna mengurangi lama interupsi daya yang disebabkan gangguan adalah dengan mendesain fider sebagai lup loop dengan menyambung kedua ujung saluran. Hal ini mengakibatkan suatu pemakai dapat memperoleh pasokan energi dari dua arah. Jika pasokan dari salah satu arah terganggu, pemakai tu akan disambung pada pasokan arah lainnya. Kapasitas cadangan yang cukup besar harus tersedia pada tiap fider. Sistem lup dapat dioperasikan secara terbuka ataupun tertutup. Pada sistem lup terbuka, bagian-bagian fider tersambung melalui alat pemisah disconnectors, dan kedua ujung fider, alat pemisah sengaja dibiarkan dalam keadaan terbuka. Pada dasarnya sistem ini terdiri dari dua fider yang dipisahkan oleh suatu pemisah yang dapat berupa sekring Gambar 2.4. Bila terjadi gangguang, bagian saluran dari fider yang terganggu dapat dilepas dan menyambungnya pada fider yang tidak terganggu. Sistem demikian biasanya dioperasikan secara manual dan dipakai pada jaringan-jaringan yang relatif kecil. Pada sistem lup tertutup Gambar2.5 diperoleh suatu tingkat keandalan yang lebih tinggi. Pada sistem ini alat-alat pemisah biasanya berupa saklar daya yang lebih mahal. Saklar-saklar daya itu digerakkan oleh relay yang membuka saklar daya pada tiap ujung dari bagian saluran yang terganggu, sehingga bagian fider yang tersisa tetap berada dalam keadaan berenergi. Penggoperasian relay yang baik diperoleh dengan menggunakan kawat pilot yang Universitas Sumatera Utara menghubungkan semua saklar daya. Kawat pilot ini cukup mahal untuk dipasang dan dioperasikan. Kadang-kadang rangkaian telepon yang disewa dapat dipakai sebagai pengganti kawat pilot. Catatan : SD1 : Saklar Daya, normaly closed SD2 : Saklar Daya, normaly open Gambar 2.4 Skema Rangkaian Lup Terbuka Gambar 2.5 Skema Rangkaian Lup Tertutup 2.1.1.3 Sistem Jaringan Primer Walaupun beberapa studi memberi indikasi bahwa pada kondisi- kondisi tertentu sistem jaringan primer lebih murah dan lebih andal daripada sistem radial, namun secara relatif tidak banyak sistem jaringan primer yang kini dioperasikan. Sistem ini terbentuk dengan menyambung saluran-saluran utama atau fider yang terdapat pada sistem radial sehingga menjadi suatu kisi-kisi atau jaringan Gambar 2.6. Kisi-kisi ini diisi dari beberapa sumber atau gardu induk. Sebuah saklar daya antara transformator dan jaringan yang dikendalikan oleh relay-relay arus balik reverse current relay dan relay-relay penutupan kembali otomatis automatic reclosing relay, melindungi jaringan terhadap terjadinya arus- Universitas Sumatera Utara arus gangguan bila hal ini terjadi pada sisi pengisian dari gardu induk. Bagian- bagian jaringan yang terganggu akan dipisahkan oleh saklar daya dan sekring.

2.1.1.4 Sistem Spindel

Terutama di kota yang besar, terdapat suatu jenis gardu tertentu yang tidak terdapat transformator daya. Gardu demikian diinamakan Gardu Hubung GH. GH pada umumnya menghubungkan dua atau lebih bagian jaringan primer kota itu. Dapat pula terjadi bahwa pada suatu GH terdapat sebuah transformator pengatur tegangan. Karena besar kota itu, kabel-kabel Tegangan Menengah TM mengalami turun tegangan. Tegangan yang agak rendah ini dinaikkan kembali dengan bantuan transformator pengatur tegangan. Dapat juga terjadi bahwa pada GH ditumpangi sebuah Gardu Distribusi GD. Gambar 2.7 merupakan skema prinsip dari sistem spindel. Catatan : GI : Gardu Induk GD : Gardu Distribusi SD : Saklar Daya Gambar 2.6 Skema Sistem Jaringan Primer Universitas Sumatera Utara Catatan : GI : Gardu Induk GH : Gardu Hubung GD : Gardu Distribusi S : Saklar A : Pengisi khusus tanpa beban GD B : Pengisi biasa dengan beban GD Gambar 2.7 Skema Prinsip Sistem Spindel 2.1.2 Distribusi Sekunder Distribusi sekunder menggunakan tegangan rendah. Seperti halnya distribusi primer, terdapat pula pertimbangan-pertimbangan perihal keandalan pelayanan dan regulasi tegangan. Sistem sekunder dapat terdiri atas empat jenis umum, yaitu : a. Sebuah transformator tersendiri untuk tiap pemakai b. Penggunaan satu transformator dengan saluran tegangan rendah untuk sejumlah pemakai c. Penggunaan satu saluran tegangan rendah yang tersambung pada beberapa transformator secara paralel. Sejumlah pemakai dilayani dari saluran tegangan rendah ini. Transformator-transformator diisi dari satu sumber energi. Hal ini disebut banking sekunder transformator d. Suatu jaringan tegangan rendah yang agak besar diisi oleh beberapa transformator, yang pada akhirnya diisi oleh dua sumber energi atau lebih. Jaringan tegangan rendah ini melayani suatu jumlah pemakai yang cukup Universitas Sumatera Utara besar. Hal ini dikenal sebagai jaringan sekunder atau jaringan tegangan rendah.

2.2 Transformator

Transformator trafo merupakan suatu alat magnetoelektrik yang sederhana, handal, dan efisien untuk mengubah tegangan arus bolak-balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain. Pada umumnya terdiri atas sebuah inti yang terbuat dari besi berlapis dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan skunder. Rasio perubahan tegangan akan tergantung dari rasio jumlah lilitan pada kedua kumparan itu. Biasanya kumparan terbuat dari kawat tembaga yang dibelit seputar ‘kaki’ inti transformator. Secara umum dapat dibedakan dua jenis transformator menurut konstruksinya, yaitu tipe inti dan tipe cangkang. Pada tipe inti terdapat dua kaki, dan masing-masing kaki dibelit oleh satu kumparan. Sedangkan tipe cangkang mempunyai tiga buah kaki, dan hanya kaki yang tengah-tengah dibelit oleh kedua kumparan. Kedua kumparan dalam tipe cangkang ini tidak tergabung secara elektrik, melainkan saling tergabung secara magnetik melalui inti. Bagian datar dari inti dinamakan ‘pemikul’. Gambar 2.8 Jenis Transformator Menurut Konstruksinya 2.2.1 Prinsip Kerja Transformator Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hukum Ampere dan hukum Faraday, yaitu : arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Jika salah satu kumparan pada trafo diberi arus bolak-balik, maka jumlah garis gaya magnet berubah-ubah. Akibatnya pada kumparan primer akan Universitas Sumatera Utara terjadi induksi. Kumparan sekunder menerima garis gaya magnet dari kumparan primer yang jumlahnya juga berubah-ubah. Maka pada kumparan sekunder akan timbul induksi juga, akibatnya antara dua ujung terdapat beda tegangan. Jumlah garis gaya φ yang masuk kumparan sekunder akan sama dengan jumlah aris gaya φ yang keluar dari kumparan primer. dt d N e φ 1 1 − = dan dt d N e φ 2 2 − = dt d N dt d N e e φ φ 2 1 2 1 − − = atau 2 1 2 1 N N E E = Dimana : e 1 : GGL induksi sesaat pada sisi primer e 2 : GGL induksi sesaat pada sisi skunder E 1 : GGL induksi pada sisi primer Volt efektif E 2 : GGL induksi pada sisi skunder Volt efektif N 1 : Jumlah lilitan kumparan primer N 2 : Jumlah lilitan kumparan skunder Berdasarkan hukum kekekalan energi, maka bila dianggap tidak ada kerugian daya yang hilang, daya yang dilepas oleh primer sama dengan daya yang diterima oleh sekunder. 2 2 1 1 I E I E ⋅ = ⋅ 1 2 2 1 E E I I = karena 2 1 2 1 N N E E = maka : 1 2 2 1 N N I I = atau 2 2 1 1 I N I N ⋅ = ⋅ Jadi GGL induksi di masing-masing kumparan berbanding lurus dengan jumlah lilitan. Kuat arus di masing-masing kumparan berbanding dengan jumlah lilitan.

2.2.2 Jenis Transformator

Menurut pasangan lilitanya, trafo dibedakan atas : a. Trafo 1 belitan Universitas Sumatera Utara Pada trafo 1 belitan, lilitan primer merupakan bagian dari lilitan sekunder atau sebaliknya, trafo 1 belitan ini lebih dikenal sebagai autotrafo b. Trafo 2 belitan Trafo 2 belitan mempunyai 2 belitan, yaitu sisi tegangan tinggi dan sisi tegangan rendah, dimana primer dan sekunder berdiri sendiri c. Trafo 3 belitan Padatrafo 3 belitan mempunyai belitan primer, sekunder, dan tertier, masing- masing berdiri sendiri pada tegangan yang berbeda. Menurut fungsinya, transformator dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : a. Transformator Daya b. Transformator Distribusi c. Transformator Pengukuran Sedangkan menurut jumlah fasanya dibedakan menjadi trafo 1 fasa dan trafo 3 fasa.

2.2.3 Hubungan Lilitan Transformator

Secara umum dikenal tiga macam hubungan lilitan untuk sebuah transformator tiga fasa, yaitu: hubungan bintang, hubungan delta, dan hubungan zig-zag.

2.2.3.1 Hubungan Bintang Y

Arus transformator 3 fasa dengan kumparan yang dihubungkan secara bintang yaitu I A , I B , danI C masing-masing berbeda fasa 120°. Gambar 2.9a Rangkaian hubungan bintang dan b Diagram fasor rangkaian hubungan bintang Universitas Sumatera Utara Untuk beban yang seimbang : = + + = C B A N I I I I CN AN BN AN AB V V V V V − = + = CN BN BC V V V − = AN CN CA V V V − = Dari vektordiagram pada Gambar 2.9 b diketahui bahwa untuk hubungan bintang berlaku : AN AB V V 3 = atau P L V V 3 = L P I I = Jadi besarnya daya pada hubungan bintang VA : = P P I V 3 = L L I V 3 3 = L L I V 3 ……………………………..2.1

2.2.3.2 Hubungan Delta ∆

Tegangan transformator 3 fasa dengan kumparan yang dihubungkan secara delta, yaitu V AB , V BC , dan V CA masing-masing berbeda 120° = + + CA BC AB V V V Gambar 2.10 a Rangkaian hubungan delta dan b Diagram fasor rangkaian hubungan delta Untuk beban yang seimbang : CA AB A I I I − = Universitas Sumatera Utara AB BC B I I I − = BC CA C I I I − = Dari vektor diagram pada Gambar 2.10 b diketahui arus I A arus jala-jala adalah AB I × 3 arus fasa. Tegangan jala-jala dalam hubungan delta sama dengan tegangan fasanya. Besarnya daya pada hubungan delta VA = P P I V 3 = L L I V 3 3 = L L I V 3 ……………………..2.2

2.2.3.3 Hubungan Zig-zag

Pada hubungan zig-zag, di mana masing-masing lilitan 3 fasa pada sisi tegangan rendah, dibagi menjadi 2 bagian dan masing-masing dihubungkan pada kaki yang berlainan. Hubungan zig-zag dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 2.11. Hubungan silang atau zig-zag digunakan untuk keperluan khusus seperti pada transformator distribusi dan transformator converter. Gambar 2.11aRangkaian Hubungan Zig-zag dan b Diagram vektor hubungan zig-zag

2.2.4 Kelompok Hubungan

Vektor tegangan primer dan sekunder suatu transformator dapat dibuat searah atau berlawanan dengan mengubah cara melilit kumparan. Untuk transformator 3 fasa, arah tegangan akan menimbulkan perbedaan fasa. Arah dan besar fasa tersebut mengakibatkan adanya berbagai kelompok hubungan pada transformator. Universitas Sumatera Utara Dalam menentukan kelompok hubungan diambil beberapa pedoman sebagai berikut : a. Notasi untuk hubungan delta, bintang, dan hubungan zig-zag, masing-masing adalah D, Y, dan Z untuk sisi tegangan tinggi, sedangkan d, y, dan z untuk sisi tegangan rendah b. Untuk urutan fasa dipakai notasi U, V, dan W untuk tegangan tinggi, dan u, v, dan w sebagai tegangan rendah c. Angka jam menyatakan bagaimana letak sisi kumparan tegangan tinggi terhadap sisi tegangan rendah d. Jarum jam panjang selalu dibuat menunjuk angka 12 dan dibuat berhimpit dicocokkan dengan vektor fasa V L tegangan tinggi line to line e. Bergantung dari perbedaan fasanya, vektor fasa tegangan rendah u, v, w dapat dilukiskan ; letak vektor fasa v 1 tegangan rendah line to line menunjukkan arah jarum jam pendek f. Sudut antara jarumjam panjang dan pendek adalah pergeseran antara vektor fasa V dan v. Sedangkan kelompok hubungan tansformator yang lazim digunakan sesuai dengan normalisasi pabrik seperti yang terlihat pada Gambar 2.13 VDE 0532 adalah : • Angka jam 0 atau grup A, kelompok hubungan Dd0, Yy0, Dz0 • Angka jam 6 atau grup B, kelompok hubungan Dd6, Yy6, Dz6 • Angka jam 5 atau grup C, kelompok hubungan Dy5, Yd5, Yz5 • Angka jam 11 atau grup D, kelompok hubungan Dy11, Yd11, Yz11 Dengan melihat contoh pada Gambar 2.12 dan memperhatikan pedoman yang telah diberikan di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan fasa pada transformator mempunyai kelompok hubungan Dy11. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.12 Kelompok Hubungan Dy11 Gambar 2.13 Kelompok Hubungan Menurut VDE 0532 2.2.5 Rugi-rugi dan Efisiensi Transformator Rugi-rugi pada transformator ada 2 macam, yaitu rugi tembaga P Cu . Di mana rugi besi sendiri terdiri atas rugi histeresis dan rugi arus eddy. Universitas Sumatera Utara

2.2.5.1 Rugi Tembaga P

Cu Rugi tembaga adalah rugi yang disebabkan oleh arus beban yang mengalir pada kawat tembaga. Besarnya adalah : R I P Cu ⋅ = 2 ……………………………..2.3 Dimana : P Cu : rugi tembaga Watt I : arus beban yang mengalir pada kawat tembaga Ampere R : tahanan kawat tembaga Ω Karena arus beban berubah-ubah, rugi tembaga juga tidak tetap tergantung pada beban.

2.2.5.2 Rugi Besi P

i Rugi besi terdiri atas : a. Rugi histeresis P h , yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak-balik pada inti besi. Besarnya rugi histeresis berbanding dengan luas histeresis loop, atau dinyatakan sebagai berikut : n m h h B f K P ⋅ ⋅ = ……………………..2.4 Dimana : P h : rugi histeresis Watt B m : fluks density maksimum Tesla K h : konstanta histeresis f : frekuensi Hz n : koefisien Steinmetz, di dapat dari data eksperimen b. Rugi arus eddy P e , yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti besi. m e e B f K P ⋅ ⋅ = 2 2 ……………………..2.5 Dimana : P e : rugi arus eddy Watt K e : konstanta arus eddy Jadi, rugi besi rugi inti P i = P h + P e

2.2.6 Efisiensi η

Efisiensi dihitung dari perbandingan daya keluar output : rugi keluar daya keluar daya masuk daya keluar daya efisiensi Σ + = = η Universitas Sumatera Utara masuk daya rugi 1 Σ − = Dengan i Cu P P + = Σrugi ……………………..2.6 Sumber Kumparan primer Fluks bersama Kumparan sekunder Rugi besi: Histeris dan arus eddy Rugi fluks bocor Rugi tembaga Rugi tembaga Keluaran Gambar 2.14 Diagram Rugi-rugi pada Transformator

2.3 Transformator Distribusi

Transformator distribusi merupakan salah satu alat yang memegang peran penting dalam sistem distribusi. Trafo distribusi digunakan untuk membagimenyalurkan arus atau energi listrik dengan tegangan distribusi agar jumlah energi yang tercecer dan hilang di perjalanan tidak terlalu banyak Trafo distribusi dapat berfasa tunggal atau fasa tiga, dan ukurannya berkisar dari kira-kira 5 – 500 kVA. Impedansi trafo distribusi ini pada umumnya sangat rendah, berkisar dari 2 untuk unit-unit yang kurang dari 50 kVA sampai dengan 4 untuk unit-unit yang lebih besar dari 100 kVA. Gambar 2.15 memperlihatkan beberapa macam trafo distribusi tipe kutub yang banyak digunakan. 2.3.1Perhitungan Arus Beban Penuh dan Arus Hubung Singkat Telah diketahui bahwa daya transformator distribusi ditinjau dari sisi tegangan tinggi primer dapat dirumuskan sebagai berikut : I V S 3 = …………………………………….2.7 Dimana : S : daya transformator kVA V : tegangan sisi primer transformator kV I : arus jala-jala A Dengan demikian, untuk menghitung arus beban penuh full load dapat menggunakan rumus : Universitas Sumatera Utara V S I FL ⋅ = 3 ……………………………………..2.8 Dimana : I FL : arus beban penuh A S : daya transformator kVA V : tegangan sisi sekunder transformator kV Sedangkan untuk menghitung arus hubung singkat pada transformator digunakan rumus : V Z S I SC ⋅ ⋅ ⋅ = 3 100 ……………………………..2.9 Dimana : I SC : arus hubung singkat A S : daya transformator kVA V : tegangan sisi sekunder transformator kV Z : persen impedansi transformator Gambar 2.15 Beberapa Macam Trafo Distribusi Tipe Kutub 2.3.2 Losses rugi-rugi Akibat Adanya arus Netral pada Penghantar Netral Transformator Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada sisi sekunder trafo fasa R, S, dan T mengalirlah arus di netral trafo. Arus yang mengalir pada penghantar netral trafo ini menyebabkan losses rugi-rugi. Losses pada penghantar netral trafo ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara N N N R I P ⋅ = 2 ……………………………………2.10 Dimana : P N : losses pada penghantar netral trafo Watt I N : arus yang mengalir pada netral trafo A R N : tahanan penghantar netral trafo Ω Sedangkan losses yang diakibatkan karena arus netral yang mengalir ke tanah ground dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : G G G R I P ⋅ = 2 ……………………………………2.11 Dimana : P G : losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah Watt I G : arus netral yang mengalir ke tanah A R G : tahanan pembumian netral trafo Ω 2.4 Ketidakseimbangan Beban 2.4.1 Pengertian tentang Beban Tidak Seimbang Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan dimana : • Ketiga vektortegangan sama besar • Ketiga vektor saling membentuk sudut 120° satu sama lain. Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan tidak seimbang tidak terpenuhi. Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada 3 macam, yaitu : 1. Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120° satu sama lain 2. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120° satu sama lain 3. Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120° satu sama lain. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dengan vektor diagram arus pada gambar 2.16. Universitas Sumatera Utara 120 o 120 o 120 o I T I S I R a I R I R + I T I T I S b I N 135 o 105 o 120 o Gambar 2.16a Vektor Diagram Arus dalam keadaan seimbang dan b Vektor diagram arus yang tidak seimbang Gambar 2.16 a menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya I R ,I S ,dan I T adalah sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral I N . Sedangkan pada Gambar 2.16 b menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya I R ,I S ,dan I T tidak sama dengan nol, sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral I N yang besarnya tergantung dari berapa besar faktor ketidakseimbangannya.

2.4.2 Penyaluran dan Susut Daya Pada Keadaan Arus Seimbang

Misalkan daya sebesar P disalurkan melalui suatu saluran dengan penghantar netral. Apabila pada penyaluran daya ini arus-arus fasa dalam keadaan seimbang, maka besarnya daya dapat dinyatakan sebagai berikut : [ ] [ ] ϕ cos 3 ⋅ ⋅ ⋅ = I V P ……………………………2.12 Dengan : P : daya pada ujung kirim V : tegangan pada ujung kirim cos φ : faktor daya Daya yang sampai pada ujung terima akan lebih kecil dari P karena terjadi penyusutan dalam saluran. Penyusutan daya ini dapat diterangkan dengan menggunakan diagram fasor tegangan saluran model fasa tunggal seperti terlihat pada Gambar 2.17 di bawah ini : Universitas Sumatera Utara V V’cos φ’ V cos φ φ φ’ I IR jIX V’ Gambar 2.17 Diagram Fasor Tegangan Saluran Daya Model Fasa Tunggal Model ini dibuat dengan asumsi bahwa arus pemuatan kapasitif pada saluran cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Dengan demikian besarnya arus di ujung kirim sama dengan arus di ujung terima. Apabila tegangan dan faktor daya pada ujung terima berturut-turut adalah V’ dan cos φ’, daya pada ujung terima adalah : [ ] [ ] cos 3 ϕ ⋅ ⋅ ⋅ = I V P ……………………………2.13 Selisish antara P pada persamaan 2.12 dan P’ pada persamaan 2.13 memberikan susut daya saluran, yaitu : P P P l − = [ ] [ ] [ ] [ ] cos cos 3 ϕ ϕ V V I − ⋅ ⋅ = ……………………2.14 Sementara itu gambar 2.17 memperlihatkan bahwa : [ ] [ ] [ ] [ ] R I V V ⋅ = − cos cos ϕ ϕ denganR adalah tahanan kawat penghantar tiap fasa. Oleh karena itu persamaan 2.14 berubah menjadi : R I P l ⋅ ⋅ = 2 ] [ 3 ……………………………………2.15

2.4.3 Penyaluran dan Susut Daya pada Keadaan Arus Tak Seimbang

Jika [I] adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar P pada keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetapi dengan keadaan tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b, dan c sebagai berikut : ] [ ] [ I a I R = ] [ ] [ I b I S = ……………………………………2.16 Universitas Sumatera Utara ] [ ] [ I c I T = denganI R , I S , danI T berturut-turut adalah arus di fasa R, S, dan T. Telah disebutkan di atas bahwa faktor daya di ketiga fasa dianggap sama walaupun besarnya arus berbeda. Dengan anggapan seperti itu besarnya daya yang disalurkan dapat dinyatakan sebagai : ϕ cos ] [ ] [ ⋅ ⋅ ⋅ + + = I V c b a P ……………………2.17 Apabila persamaan 2.17 dan persamaan 2.12 menyatakan daya yang besarnya sama, maka dari kedua persamaan itu dapat diperoleh persyaratan untuk koefisien a, b, dan c yaitu : a + b + c = 3 ……………………………………2.18 Dengan anggapan yang sama, arus yang mengalir di penghantar netral dapat dinyatakan sebagai berikut : T S R N I I I I + + = ……………………………………2.19 [ ] 120 sin 120 cos 120 sin 120 cos ] [ ° + ° + ° − + ° − + = jc c jb b a I [ ] 2 3 2 ] [ b c j c b a I − + + − = Susut daya saluran adalah jumlah susut daya pada penghantar fasa dan penghantar netral, adalah : N N T S R l R I R I I I P ⋅ + ⋅ + + = 2 2 2 2 ] [ ] [ ] [ ] [ N N R I bc ac ab c b a R I c b a 2 2 2 2 2 2 2 2 ] [ ] [ − − − + + + + + = 2.20 denganR N adalah tahanan penghantar netral. Apabila persamaan 2.18 disubstitusikan ke persamaan 2.20 maka diperoleh : N N l R I bc ac ab R I bc ac ab P 2 2 ] [ 3 9 ] [ 2 9 + + − + + + − = 2.21 Persamaan 2.21 ini adalah susut daya saluran untuk saluran dengan penghantar netral. Apabila tidak ada penghantar netral maka persamaannya menjadi : R I bc ac ab P

l 2

] [ 2 9 + + − = ……………………2.22

2.5 Faktor Daya

Pengertian faktor daya cos φ adalah perbandingan antara daya aktif P dan daya semu S. Dari pengertian tersebut, faktor daya cos φ dapat dirumuskan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Faktor Daya = daya aktif daya semu = P S = V.I.cos φ V.I = cos φ Untuk penjelasan tentang daya-daya dapat dilihat pada segitiga daya berikut ini : Gambar 2.18 Segitiga Daya Daya Semu S = V.I VA …………………....2.23 Daya Aktif P = V.I.cos φ Watt ……………………2.24 Daya Reaktif Q = V.I.sin φ VAR ……………………2.25 Universitas Sumatera Utara 2.6 Listrik Arus Bolak Balik 3 Fasa 2.6.1 Pengertian Yang dimaksud dengan listrik arus bolak – balik 3 fasa adalah arus bolak-balik yang terdiri dari 3 tiga keluaran yang disebut dengan fasa, dengan bentuk sinusiode dimanan besarnilai tegangannya sama, frekuensi sama tetapi masing – masing berbeda 13 periode 120 o

2.6.2 Listrik Arus Bolak Balik 3 Fasa

Tiga buah belitan serupa berbeda tempat 120 o pada ruangan bulat timbul ggl gerak gaya listrik sebagai akibat dari Induksi medan magnit penguat . Besar ggl dan frekwensi yang timbul sama, tetapi berbeda 120 o satu dengan yang lain.

2.7 Tegangan Dan Arus

Tegangan dan arus keluaran dari generator atau trafo dapat dibedakan berdasakan hubungan antar belitannya

2.7.1. Hubungan Bintang

– Tegangan setiap belitan disebut dengan tegangan fasa = Ef – Tegangan antar fasa disebut dengan tegangan line = El – El = Ef . √3 – Arus yang keluar dari belitan disebut arus fasa If dan arus yang keluar dari terminal disebut arus line Il . Arus line besarnya sama dengan arus fasa : Il = If E L E L E L E F E F E F R N S I f I f I f I l I l I l Gambar 2. 19 Diagram hubungan bintang Universitas Sumatera Utara – Tegangan line besarnya sama degan tegangan fasa : El= Ef – Arus line besarnya sama dengan arus fasa dikalikan √ 3 – Il = If . √ 3

2.8 Daya Listrik 3 Fasa Hubungan Bintang

Daya 3 fasa = daya fasa 1 + daya fasa 2 + daya fasa 3 P 3Φ = P 1 + P 2 + P 3 = I f1 × V f1 × Cos ϕ 1 + I f2 × V f2 × Cos ϕ 2 +I f3 × V f3 × Cos ϕ 3 Bila tegangan dan beban seimbang,maka: P 3Φ = 3 × I f × V f × Cos ϕ Diketahui bahwa : E L E L E L E F E F E F R N S T I

l.1

I

l.3

I

l.2

I

f.3

I

f.3

2.7.2 Hubungan Delta

E F E F E F E L E L E L R S T I l I l I l I f I f I f Gambar 2. 20 Diagram hubungan delta Gambar 2. 21 Diagram daya listrik 3 fasa hubungan bintang Universitas Sumatera Utara dan I f = I I Maka : Atau : P 3Φ = × I I × V I × Cos ϕ

2.9 Daya Listrik 3 Fasa Hubungan Segitiga

Daya 3 fasa = daya fasa 1 + daya fasa 2 + daya fasa 3 P 3Φ = P 1 + P 2 + P 3 = I f1 × V f1 × Cos ϕ 1 + I f2 × V f2 × Cos ϕ 2 +I f3 × V f3 × Cos ϕ 3 Bila tegangan dan beban seimbang,maka: P 3Φ = 3 × I f × V f × Cos ϕ Diketahui bahwa : dan V f = V I Maka : Atau : P 3Φ = × I I × V I × Cos ϕ I l1 EF EF EF EL EL EL I l2 I l3 I f3 I f2 Gambar 2. 22 Diagram daya listrik 3 fasa hubungan segitiga Universitas Sumatera Utara

BAB III SISTEM PENGUKURAN DAN PENGAMBILAN DATA

Data-data yang diperlukan untuk mendukung Tugas Akhir ini adalah : 1. Data teknis alat ukur yang digunakan 2. Data teknis trafo distribusi 3. Data pembebanan trafo distribusi 4. Data tahanan penghantar netral trafo

3.1 Data Teknis Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data pengukuran pembebanan trafo distribusi tegangan rendah adalah 266 DT 266 1000A AC Clamp-on Amper Volt meter atau sering disebut Tang-amper yang dapat digunakan untuk mengukur besaran-besaran arus, tegangan dan terkadang tahanan, Clamp-on Power meter atau sering disebut dengan Tang-kW meter yang dapat mengukur besaran-besaran tegangan, arus, faktor daya, daya dan urutan fasa. Adapun data teknis dari alat ini adalah sebagai berikut :  SizeWeight : 23cm x 7cm x 3,7cm 310 g  Minimum Input Levels : 5 Vrms or 1 Arms  Input Range V measurement : 750 Vac to 1000V  Input Range A measurement : 200A to 1000V  Input Range W measurement : 0 W VA to 600 KVA average and 0 W to 2000 KVA peak  Overload Protection : 250 Vrms ac  Resistance Full Scale : 20K ohms  Operation Temperature : 0-40 degrees Celcius  Fuse : 250Ma 250V Sedangkan alat ukur yang digunakan untuk memperoleh nilai tahanan pembumian netral trafo adalah Tang Ground Tester Digital.Rangkaian pengukuran tahanan pembumian trafo dapat dilihat pada Gambar 3.1 Universitas Sumatera Utara Gambar 3. 1 Rangkaian pengukuran tahanan pembumian netral trafo

3. 1. 1 Pengukuran Beban di Gardu Distribusi

1. Menggunakan 3 tiga buah Tang-kW meter untuk mengukur setiap fasanya dan 1 satu buah Tang-amper meter untuk mengukur arus pada penghantar netral. Untuk mengambil angka hasil ukur secara bersamaan, maka semua alat-ukur tersebut di ”hold” secara bersamaan. Pengambilan hasil ukur dimulai dari saluran- masuk sumber kabel trafo dilanjutkan ke saluran-keluar atau disebut dengan kabel-jurusan SUTR 2. Hasil ukur dicatat sebagai hasil ukur awal atau data pengukuran Gambar 3.2 Diagram Pengawatan Pengukuran Beban dan Tegangan Gardu Distribusi

3. 2 Data Teknis Trafo Distribusi R S

Tang-amper meter pengukuran aruspenghantar Netral Tang-kW meter pengukuran beban dan tegangan penghantar Fasa R Tang-kW meter pengukuran beban dan tegangan penghantar Fasa S Tang-kW meter pengukuran beban dan tegangan penghantar Fasa S Universitas Sumatera Utara Transformator yang menjadi penelitian pada tugas akhir ini hanya 4 buah transformator distribusi, yaitu : Trafo distribusi 250 kVA di Jln. Medan – L. Pakam SP. DLLAJ, trafo distribusi 250 kVA di Jln. Batang Kuis DP Pabrik Sahabat, trafo distribusi 100 kVA di Jln. Pendidikan , dan trafo distribusi 200 kVA di Jln. Bakaran Batu, adapun spesifikasi tiap-tiap trafo adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Data Spesifikasi Transformator Data Transformator Jln. Medan – L. pakam Jln. Batang Kuis Jln. Pendidikan Jln. Bakaran Batu Daya kVA 250 250 100 200 Tegangan kVV 20 400 20400 20400 20380 Arus A 7,2361,3 7,2360,8 2,19144 5,8303,9 Impedansi Z 4 4 4 5 Hubungan Dyn5 Dyn5 Yzn5 Yyn6 3. 3 Data Pembebanan Trafo Distribusi 3. 3. 1 Trafo distribusi 250 KVA di Jln. Medan – L. Pakam SP DLLAJ Gambar 3.3 Single line trafo distribusi 250 KVA di Jln. Medan – L. Pakam SP. DLLAJ Universitas Sumatera Utara 3. 3. 1. 1 Pengukuran pada siang dan malam hari Tabel 3. 2 Hasil pengukuran arus pada siang hari dan malam hari Pengukuran LWBP Jurusan Outgoing Incoming Timur Barat Amp R Amp 133 14 149 41 S Amp 141 22 167 46 T Amp 130 8 130 36 N Amp 40 13 54 - Beban 36 4 - - WBP R Amp 232 34 262 73 S Amp 294 54 348 96 T Amp 259 85 344 95 N Amp 134 38 156 Beban 86 215 kVA Beban 71 16 Teg. Ujung L-N Volt 218 213 Penghantar JTR NTFUSE 200 A TIC 70 mm 350 mm NTFUSE 200 A TIC 70 mm 250 mm 3. 3. 2 Trafo Distribusi 250 kVA di Jln. Batang Kuis DP Pabrik Sahabat Gambar 3.4 Single line trafo distribusi 250 kVA di Jln. Batang Kuis DP Pabrik Sahabat Universitas Sumatera Utara 3. 3. 2. 1. Pengukuran pada siang dan malam hari Tabel 3.3 Hasil pengukuran arus pada siang dan malam hari Pengukuran LWBP Jurusan Outgoing Incoming Timur Barat Amp R Amp 63 126 189 52 S Amp 57 97 154 43 T Amp 88 100 188 52 N Amp 34 4 44 - Beban 19 29 - - WBP R Amp 90 288 378 105 S Amp 93 288 381 106 T Amp 90 288 378 105 N Amp 29 15 40 Beban 102 255 kVA Beban 25 78 Teg. Ujung L-N Volt 210 210 Penghantar JTR NTFUSE 316 A TIC 70 mm 360 mm NTFUSE 315 A TIC 70 mm 405 mm 3. 3. 3 Trafo distribusi 100 kVA di Jln. Pendidikan Gambar 3.5 Single line trafo distribusi 100 kVA di Jln. Pendidikan Universitas Sumatera Utara 3. 3. 3. 1 Pengukuran pada siang dan malam hari Tabel 3.4 Hasil pengukuran arus pada siang dan malam hari Pengukuran LWBP Jurusan Outgoing Incoming Timur Barat Amp R Amp 60 17 77 53 S Amp 38 10 48 33 T Amp 50 14 64 44 N Amp 33 10 44 - Beban 33 9 - - WBP R Amp 74 31 105 73 S Amp 73 21 94 65 T Amp 105 32 137 95 N Amp 61 24 83 Beban 102 255 kVA Beban 57 19 Teg. Ujung L-N Volt 216 217 Penghantar JTR NTFUSE 100 A TIC 50 mm 550 mm NTFUSE 100 A TIC 50 mm 500 mm

3.3.4 Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu

Gambar 3.6Single Line Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu Universitas Sumatera Utara 3.3.4.1 Pengukuran Pada Siang Hari dan Malam Hari Tabel 3.5 Hasil Pengukuran Pada siang hari dan Malam hari Pengukuran LWBP Jurusan Outgoing Incoming R Amp 58 28 86 28 S Amp 48 33 81 27 T Amp 69 12 81 27 N Amp 35 21 40 - Beban 19 8 - - WBP R Amp 90 57 147 48 S Amp 131 60 191 63 T Amp 87 17 104 34 N Amp 75 45 95 Beban 48 96 kVA Beban 34 15 Teg. Ujung L-N Volt 170 165 Penghantar JTR TIC 50 mm 950 mm TIC 70 mm 1200 m Universitas Sumatera Utara FOTO-FOTO PENGUKURAN Gambar 3.7 Trafo Distribusi 250 kVA Gambar 3.8 Panel Trafo Distribusi 250 kVA Universitas Sumatera Utara Gambar 3.9 Pengukuran di Panel Trafo Distribusi 250 kVA Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN

Setelah memperoleh data-data yang diperlukan, penulis memerlukan beberapa analisis, yaitu: 1. Analisa pada tiap-tiap Trafo Distribusi 2. Analisa ketidakseimbangan beban pada tiap-tiap Trafo Distribusi 3. Analisa Losses akibat adanya arus netral pada pengantar netral pada pengantar netral trafo dan Losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah Analisa Pembebanan Trafo Distribusi Menentukan Fuse Cut Out, dan Arus hubung singkat • Untuk menetukan besarnya fuse cut out maka harus dihitung besarnya arus jalan- jalan dengan menggunakan persamaan 2.7 . . 200 . 20 KV. Besarnya arus hubung singkatnya Short circuit dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.9 Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Single Line Trafo Distribusi 250 beserta rating pengamannya

4. 1 Analisa Pembebanan Trafo Distribusi

4. 1. 1 Menentukan Persentase Pembebanan Trafo 4. 1. 1. 1 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Medan-Lubuk Pakam Sp. DLLAJ Data yang diperoleh dari hasil pengukuran trafo distribusi 250 KVA pada siang dan malam hari sebagai berikut : • Siang hari : I R = 149 A I S = 167 A I T = 130 A • Malam hari : I R = 262 A I S = 348 A I T = 344 A Untuk menentukan besarnya persentase pembebanan trafo maka harus dihitung besarnya arus beban penuh full load dengan menggunakan persamaan 2.8. I FL = V . 3 S dimana : S = 250 KVA V = 0,4 KV phasa – phasa I FL = 00 4 . 3 250.000 = 360,84 A Universitas Sumatera Utara I rata siang = A 6 , 148 3 A 130 167 149 3 I I I T S R = + + = + + I rata malam = A 318 3 A 344 348 262 3 I I I T S R = + + = + + Persentase Pembebanan Trafo adalah : − Pada siang hari : 18 , 41 100 A 360,84 A 6 , 148 IFL I siang rata = × = − Pada malam hari : 12 , 88 100 A 360,84 A 318 IFL I malam rata = × = 4. 1. 1. 2 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat Data hasil pengukuran trafo distribusi 250 KVA pada siang dan malam hari adalah sebagai berikut : • Siang hari : I R = 189 A I S = 154 A I T = 188 A • Malam hari : I R = 378 A I S = 381 A I T = 378 A Untuk menentukan besarnya persentase pembebanan trafo maka harus dihitung besarnya arus beban penuh full load : I FL = V . 3 S = 00 4 . 3 250.000 = 360,84 A I rata siang = A 177 3 A 188 154 189 3 I I I T S R = + + = + + I rata malam = A 379 3 A 378 381 378 3 I I I T S R = + + = + + Persentase Pembebanan Trafo adalah : − Pada siang hari : 05 , 49 100 A 360,84 A 177 IFL I siang rata = × = − Pada malam hari : 03 , 105 100 A 360,84 A 379 IFL I malam rata = × = Universitas Sumatera Utara 4. 1. 1. 3 Trafo Distribusi 100 KVA di Jl. Pendidikan Data hasil pengukuran trafo distribusi 250 KVA pada siang dan malam hari adalah sebagai berikut : • Siang hari : I R = 77 A I S = 48 A I T = 64 A • Malam hari : I R = 105 A I S = 94 A I T = 137 A Untuk menentukan besarnya persentase pembebanan trafo maka harus dihitung besarnya arus beban penuh full load : I FL = V . 3 S = 00 4 . 3 100.000 = 144,33 A I rata siang = A 63 3 A 64 48 77 3 I I I T S R = + + = + + I rata malam = A 112 3 A 137 94 105 3 I I I T S R = + + = + + Persentase Pembebanan Trafo adalah : − Pada siang hari : 64 , 43 100 A 33 , 44 1 A 63 IFL I siang rata = × = − Pada malam hari : 59 , 77 100 A 33 , 44 1 A 112 IFL I malam rata = × = 4. 1. 1. 4 Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu Data hasil pengukuran trafo distribusi 250 KVA pada siang dan malam hari adalah sebagai berikut : • Siang hari : I R = 86 A I S = 81 A Universitas Sumatera Utara I T = 81 A • Malam hari : I R = 147 A I S = 191 A I T = 104 A Untuk menentukan besarnya persentase pembebanan trafo maka harus dihitung besarnya arus beban penuh full load : I FL = V . 3 S = 00 4 . 3 200.000 = 303,86A I rata siang = A 66 , 82 3 A 81 81 86 3 I I I T S R = + + = + + I rata malam = A 33 , 147 3 A 104 191 147 3 I I I T S R = + + = + + Persentase Pembebanan Trafo adalah : − Pada siang hari : 2 , 27 100 A 86 , 03 3 A 66 , 82 IFL I siang rata = × = − Pada malam hari : 48 , 48 100 A 86 , 03 3 A 33 , 147 IFL I malam rata = × = Tabel 4.1 Persentase Pembebanan Trafo Distribusi Lokasi Trafo Jenis Pelanggan Pembebanan Siang hari Malam hari Jl. Medan- Lubuk Pakam SP. DLLAJ Perumahan 41,18 88,12 Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat Perumahan dan bisnis 49,05 105,03 Jl. Pendidikan Perumahan dan bisnis 43,64 77,59 Jl. Bakaran Batu Perumahan 27,2 48,48 Pada tabel 4.1 terlihat bahwa persentase pembebanan paling tinggi pada siang dan malam hari ialah di Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat. Hal ini disebabkan Jalan BatangKuis adalah kawasan perumahan dan bisnis. Universitas Sumatera Utara

4. 2 Analisa Ketidakseimbangan Beban pada Trafo Distribusi

4. 2. 1 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Medan – Lubuk Pakam SP. DLLAJ • Pada siang hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI rata I R = a.I maka : a = A 002 , 1 A 6 , 148 A 149 I I R = = I S = b.I maka : b = A 12 , 1 A 6 , 148 A 167 I I S = = I T = c.I maka : c = A 87 , A 6 , 148 A 130 I I T = = Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah : = { } 100 3 1 - c 1 - b 1 - a × + + = { } 100 3 1 - 87 , 1 - 12 , 1 1 - 002 , 1 × + + = 8,33 • Pada malam hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI rata . I R = a.I maka : a = A 82 , A 318 A 262 I I R = = I S = b.I maka : b = A 09 , 1 A 318 A 348 I I S = = I T = c.I maka : c = A 08 , 1 A 318 A 344 I I T = = Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah : = { } 100 3 1 - c 1 - b 1 - a × + + Universitas Sumatera Utara = { } 100 3 1 - 08 , 1 1 - 09 , 1 1 - 82 , × + + = 11,66 4. 2. 2 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat • Pada siang hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI rata I R = a.I maka : a = A 06 , 1 A 177 A 189 I I R = = I S = b.I maka : b = A 87 , A 177 A 154 I I S = = I T = c.I maka : c = A 06 , 1 A 177 A 188 I I T = = Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah : = { } 100 3 1 - c 1 - b 1 - a × + + = { } 100 3 1 - 06 , 1 1 - 87 , 1 - 06 , 1 × + + = 8,33 • Pada malam hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI rata I R = a.I maka : a = A 99 , A 379 78A 3 I I R = = I S = b.I maka : b = A 00 , 1 A 379 A 381 I I S = = I T = c.I maka : c = A 99 , A 379 A 378 I I T = = Universitas Sumatera Utara Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah : = { } 100 3 1 - c 1 - b 1 - a × + + = { } 100 3 1 - 99 , 1 - 00 , 1 1 - 99 , × + + = 0,66 4. 2. 3 Trafo Distribusi 100 KVA di Jl. Pendidikan • Pada siang hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI rata I R = a.I maka : a = A 22 , 1 A 63 A 77 I I R = = I S = b.I maka : b = A 76 , A 63 A 48 I I S = = I T = c.I maka : c = A 02 , 1 3A 6 A 64 I I T = = Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah : = { } 100 3 1 - c 1 - b 1 - a × + + = { } 100 3 1 - 02 , 1 1 - 76 , 1 - 22 , 1 × + + = 16 • Pada malam hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI rata I R = a.I maka : a = A 9375 , A 112 05A 1 I I R = = I S = b.I maka : b = A 83 , A 112 A 94 I I S = = I T = c.I maka : c = A 22 , 1 A 112 A 137 I I T = = Universitas Sumatera Utara Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah : = { } 100 3 1 - c 1 - b 1 - a × + + = { } 100 3 1 - 22 , 1 1 - 83 , 1 1 - 9375 , × + + = 15 4. 2. 4 Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu • Pada siang hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI rata I R = a.I maka : a = A 04 , 1 A 66 , 82 A 86 I I R = = I S = b.I maka : b = A 97 , A 66 , 82 A 81 I I S = = I T = c.I maka : c = A 97 , 1 2,66A 8 1A 8 I I T = = Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah : = { } 100 3 1 - c 1 - b 1 - a × + + = { } 100 3 1 - 97 , 1 1 - 97 , 1 - 04 , 1 × + + = 3,33 • Pada malam hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI rata I R = a.I maka : a = A 99 , A 33 , 147 47A 1 I I R = = I S = b.I maka : b = A 29 , 1 A 33 , 147 A 191 I I S = = Universitas Sumatera Utara I T = c.I maka : c = A 70 , A 33 , 147 A 104 I I T = = Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah : = { } 100 3 1 - c 1 - b 1 - a × + + = { } 100 3 1 - 70 , 1 - 29 , 1 1 - 99 , × + + = 20 Tabel 4.2 Ketidakseimbangan Beban Trafo Distribusi Lokasi trafo Waktu Ketidakseimbangan beban Jl. Medan Lubuk Pakam SP. DLLAJ Siang Malam 8,33 11,66 Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat Siang Malam 8,33 0,66 Jl. Pendidikan Siang Malam 16 15 Jl. Bakaran Batu Siang Malam 3,33 20 Pada tabel 4.2 terlihat bahwa dari keempat trafo distribusi pada hari ketidakseimbangan bebannya paling besar adalah pada pelanggan perumahan dan bisnis Jl. Batangkuis dan Jl. Pendidikan, sedangkan pada malam hari, jenis pelanggan perumahan Jl. Bakaran Batu bebannya adalah yang paling besar. 4. 3 Analisa Losses Akibat Adanya Arus Netral Pada Penghantar Netral Trafo dan Losses Akibat Arus Netral yang Mengalir Ke Tanah 4. 3. 1 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Medan – Lubuk Pakam SP. DLLAJ • Siang hari : I N = 54 A R N = 0,55 Ω I G = 32,8 A Universitas Sumatera Utara R G = 3,7 Ω Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu : P N = I N 2 . R N = 54 2 A . 0,55 Ω = 1603,8 Watt = 1,6038 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P = S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,55 P = 250 KVA. 0,55 = 137,5 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah : P N = 100 P P N × = 100 kW 5 , 137 kW 1,6038 × = 1,16 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P G = I G 2 . R G = 32,8 2 A . 3,7 Ω = 3980,608 watt = 3,9806 kW Dengan demikian, persentase losses adalah : P G = 100 P P G × = 100 KW 5 , 137 kW 9806 , 3 × = 2,89 • Malam hari : I N = 156 A R N = 10 Ω I G = 81,5 A R G = 3,7 Ω Dengan menggunakan persamaan 2.10, losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu : P N = I N 2 . R N Universitas Sumatera Utara = 156 2 A . 0,55 Ω = 13384,8 Watt = 13,3848 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P = S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,62 P = 250 KVA. 0,62 = 155 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah : P N = 100 P P N × = 100 KW 155 kW 13,3848 × = 8,63 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P G = I G 2 . R G = 81,5 2 A . 3,7 Ω = 24576 Watt = 24,576 kW Dengan demikian, persentase losses adalah : P G = 100 P P G × = 100 kW 155 kW 576 , 24 × = 15,86 4. 3. 2 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat • Siang hari : I N = 44 A R N = 0,55 Ω I G = 20,5 A R G = 4,3 Ω Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu : P N = I N 2 . R N = 44 2 A . 0,55 Ω Universitas Sumatera Utara = 1064,8 Watt = 1,0648 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P = S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,89 P = 250 KVA. 0,89 = 222,5 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah : P N = 100 P P N × = 100 kW 5 , 222 kW 1,0648 × = 0,47 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P G = I G 2 . R G = 20,5 2 A . 4,3 Ω = 1807,1 Watt = 1,8071 kW Dengan demikian, persentase losses adalah : P G = 100 P P G × = 100 kW 5 , 222 kW 1,8071 × = 0,812 • Malam hari : I N = 40 A R N = 0,55 Ω I G = 21,6A R G = 4,3 Ω Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu : P N = I N 2 . R N = 40 2 A . 0,55 Ω =880 Watt = 0,88 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : Universitas Sumatera Utara P = S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,91 P = 250 KVA. 0,91 = 227,5 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah : P N = 100 P P N × = 100 KW 5 , 227 kW 0,88 × = 0,003 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P G = I G 2 . R G = 21,6 2 A . 4,3 Ω = 2006,2 Watt = 2,0062 kW Dengan demikian, persentase losses adalah : P G = 100 P P G × = 100 kW 5 , 227 kW 2,0062 × = 0,882 4. 3. 3 Trafo Distribusi 100 KVA di Jl. Pendidikan • Siang hari : I N = 44 A R N = 0,796 Ω I G = 23,2 A R G = 3,5 Ω Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu : P N = I N 2 . R N = 44 2 A .0,796 Ω = 1541,056 Watt = 1,541056 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P = S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,87 Universitas Sumatera Utara P = 100 KVA. 0,87 = 87 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah : P N = 100 P P N × = 100 KW 87 kW 1,541056 × = 1,77 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P G = I G 2 . R G = 23,2 2 A . 3,5 Ω = 1883,8 Watt = 1,8838 kW Dengan demikian, persentase losses adalah : P G = 100 P P G × = 100 kW 87 kW 1,8838 × = 2,165 • Malam hari : I N = 83 A R N = 0,796 Ω I G = 45,4 A R G = 3,5 Ω Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu : P N = I N 2 . R N = 83 2 A .0,796 Ω = 5483,644 Watt = 5,483644 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P = S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,69 P = 100 KVA. 0,69 = 69 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah : Universitas Sumatera Utara P N = 100 P P N × = 100 kW 69 kW 5,483644 × = 7,95 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P G = I G 2 . R G = 45,4 2 A . 3,5 Ω = 7214 Watt = 7,214 kW Dengan demikian, persentase losses adalah : P G = 100 P P G × = 100 kW 69 kW 7,214 × = 10,45 4. 3. 4 Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu • Siang hari : I N = 40 A R N = 0,55 Ω I G = 18,5 A R G = 3,8 Ω Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu : P N = I N 2 . R N = 40 2 A . 0,55 Ω = 880 Watt = 0,88 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P = S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,63 P = 200 KVA. 0,63 = 126 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah : P N = 100 P P N × Universitas Sumatera Utara = 100 kW 126 kW 0,88 × = 0,69 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P G = I G 2 . R G = 18,5 2 A . 3,8 Ω = 1300 Watt = 1,3 kW Dengan demikian, persentase losses adalah : P G = 100 P P G × = 100 kW 126 kW 1,3 × = 1,03 • Malam hari : I N = 95 A R N = 0,55 Ω I G = 41,7 A R G = 3,8 Ω Dengan menggunakan persamaan 2.10, losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu : P N = I N 2 . R N = 95 2 A . 0,55 Ω = 4963,75 Watt = 4,96375 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P = S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,57 P = 200 KVA. 0,57 = 114 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah : P N = 100 P P N × = 100 KW 114 kW 4,96375 × = 4,35 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : Universitas Sumatera Utara P G = I G 2 . R G = 41,7 2 A . 3,8 Ω = 6607 Watt = 6,607 kW Dengan demikian, persentase losses adalah : P G = 100 P P G × = 100 kW 114 kW 6,607 × = 5,79 Tabel 4. 3 Losses pada trafo distribusi Lokasi Trafo Waktu Ketidak- seimbangan Beban I N A I G A P N kW P N P G kW P G Jl. Medan- L.Pakam Siang 8,33 54 33,8 1,6038 1,16 3,98 2,89 Malam 11,66 156 81,5 13,38 8,63 24,58 15,86 Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat Siang 8,33 44 20,5 1,07 0,47 1,81 0,81 Malam 0,66 40 21,6 0,88 0,003 2,01 0,88 Jl. Pendidikan Siang 16 44 23,2 1,54 1,77 1,88 2,17 Malam 15 83 45,4 5,48 7,95 7,22 10,45 Jl. Bakaran Batu Siang 3,33 40 18,5 0,88 0,69 1,3 1,03 Malam 20 95 41,7 4,96 4,35 6,61 5,79 Pada Tabel 4. 3 terlihat bahwa semakin besar arus netral yang mengalir di penghantar netral trafo I N dan arus netral yang mengalir ke tanah I G , semakin besar pula losses pada penghantar netral rafo P N dan juga losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah P G . Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN