Listrik, asisten Laboratorium Sistem Tenaga, dan teman-teman sesama mahasiswa.
1.5 Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan,
metode dan sistematika penulisan.
BAB II TEORI DASAR
Bab ini berisi mengenai teori tentang jaringan distribusi, trafo distribusi, dan ketidakseimbangan beban.
BAB III PENGUMPULAN DATA
Pada bab ini berisi mengenai data teknis alat ukur yang digunakan, data teknis trafo distribusi, data pengukuran pembebanan trafo
distribusi pada siang dan malam hari.
BAB IVANALISA DATA
Bab ini berisi tentang analisa pembebanan pada trafo distribusi, analisa ketidakseimbangan beban pada trafo distribusi dan analisa
losses sebagai akibat dari arus netral pada penghantar netral trafo dan juga losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penyusunan Tugas Akhir.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TEORI DASAR
2.1 Jaringan Distribusi
Secara garis besar, suatu sistem tenaga listrik yang lengkap mengandung empat unsur. Pertama, adanya suatu unsur pembangkit tenaga
listrik. Tegangan yang dihasilkan oleh pusat tenaga listrik ini biasanya merupakan tegangan menengah. Kedua, suatu sistem transmisi, lengkap dengan gardu induk.
Karena jaraknya yang biasanya jauh, maka diperlukan penggunaan Tegangan Tinggi TT danatau Tegangan Ekstra Tinggi TET. Ketiga, adanya saluran
distribusi, yang biasanya terdiri atas saluran distribusi primer dengan Tegangan Menengah TM dan saluran distribusi sekunder dengan Tegangan Rendah TR.
Keempat, adanya unsur pemakaian atau utilisasi, yang terdiri atas instalasi pemakaian tenaga listrik. Instalasi rumah tangga biasanya memakai tegangan
rendah, sedangkan pemakai besar seperti industri menggunakan tegangan menengah atau tegangan tinggi. Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem
tenaga listrik. Perlu dikemukakan bahwa suatu sistem dapat terdiri atas beberapa subsistem yang saling berhubungan, atau yang biasa disebut sebagai sistem
terinterkoneksi. Sebagaimana diketahui, pada sistem distribusi terdapat dua bagian,
yaitu distribusi primer, yang menggunakan tegangan menengah, dan distribusi sekunder, yang menggunakan tegangan rendah.
2.1.1 Distribusi Primer
Pada distribusi primer terdapat tiga jenis sistem, yaitu i sistem radial, ii sistem lup loop, dan iii sistem jaringan primer.
2.1.1.1 Sistem Radial
Sistem radial adalah sistem yang paling sederhana dan paling banyak dipakai, terdiri atas saluran feeders atau rangkaian tersendiri yang seolah-olah
keluar dari suatu sumber atau wilayah tertentu secara radial. Fider itu terdiri atas suatu bagian utama dari saluran samping atau literal lain bersumber dan
dihubungkan dengan transformator distribusi sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2. Saluran samping sering disambung pada fider dengan sekring fuse. Dengan
demikian maka gangguan pada saluran samping tidak akan mengganggu seluruh
Universitas Sumatera Utara
fider. Pemasok pada rumah sakit atau pemakai vital lain tidak boleh mengalami gangguan yang berlangsung lama. Dalam hal demikian, satu fider tambahan
disediakan, yang menyediakan suatu sumber penyedia energi alternatif. Hal ini dilakukan dengan suatu saklar pindah, seperti terlihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik
Catatan : PTL
: Pembangkit Tenaga Listrik GI
: Gardu Induk TT
: Tegangan Tinggi TET
: Tegangan Ekstra Tinggi TM
: Tegangan Menengah GD
: Gardu Distribusi TR
: Tegangan Rendah
Gambar 2.2 Skema Saluran Sistem Radial
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Penggunaan Saluran Alternatif dengan
Saklar Pindah
2.1.1.2 Sistem Lup
Suatu cara lain guna mengurangi lama interupsi daya yang disebabkan gangguan adalah dengan mendesain fider sebagai lup loop dengan menyambung
kedua ujung saluran. Hal ini mengakibatkan suatu pemakai dapat memperoleh pasokan energi dari dua arah. Jika pasokan dari salah satu arah terganggu,
pemakai tu akan disambung pada pasokan arah lainnya. Kapasitas cadangan yang cukup besar harus tersedia pada tiap fider. Sistem lup dapat dioperasikan secara
terbuka ataupun tertutup. Pada sistem lup terbuka, bagian-bagian fider tersambung melalui alat
pemisah disconnectors, dan kedua ujung fider, alat pemisah sengaja dibiarkan dalam keadaan terbuka. Pada dasarnya sistem ini terdiri dari dua fider yang
dipisahkan oleh suatu pemisah yang dapat berupa sekring Gambar 2.4. Bila terjadi gangguang, bagian saluran dari fider yang terganggu dapat dilepas dan
menyambungnya pada fider yang tidak terganggu. Sistem demikian biasanya dioperasikan secara manual dan dipakai pada jaringan-jaringan yang relatif kecil.
Pada sistem lup tertutup Gambar2.5 diperoleh suatu tingkat keandalan yang lebih tinggi. Pada sistem ini alat-alat pemisah biasanya berupa
saklar daya yang lebih mahal. Saklar-saklar daya itu digerakkan oleh relay yang membuka saklar daya pada tiap ujung dari bagian saluran yang terganggu,
sehingga bagian fider yang tersisa tetap berada dalam keadaan berenergi. Penggoperasian relay yang baik diperoleh dengan menggunakan kawat pilot yang
Universitas Sumatera Utara
menghubungkan semua saklar daya. Kawat pilot ini cukup mahal untuk dipasang dan dioperasikan. Kadang-kadang rangkaian telepon yang disewa dapat dipakai
sebagai pengganti kawat pilot.
Catatan : SD1 : Saklar Daya, normaly closed
SD2 : Saklar Daya, normaly open
Gambar 2.4 Skema Rangkaian Lup Terbuka
Gambar 2.5 Skema Rangkaian Lup Tertutup 2.1.1.3 Sistem Jaringan Primer
Walaupun beberapa studi memberi indikasi bahwa pada kondisi- kondisi tertentu sistem jaringan primer lebih murah dan lebih andal daripada sistem
radial, namun secara relatif tidak banyak sistem jaringan primer yang kini dioperasikan. Sistem ini terbentuk dengan menyambung saluran-saluran utama
atau fider yang terdapat pada sistem radial sehingga menjadi suatu kisi-kisi atau jaringan Gambar 2.6. Kisi-kisi ini diisi dari beberapa sumber atau gardu induk.
Sebuah saklar daya antara transformator dan jaringan yang dikendalikan oleh relay-relay arus balik reverse current relay dan relay-relay penutupan kembali
otomatis automatic reclosing relay, melindungi jaringan terhadap terjadinya arus-
Universitas Sumatera Utara
arus gangguan bila hal ini terjadi pada sisi pengisian dari gardu induk. Bagian- bagian jaringan yang terganggu akan dipisahkan oleh saklar daya dan sekring.
2.1.1.4 Sistem Spindel
Terutama di kota yang besar, terdapat suatu jenis gardu tertentu yang tidak terdapat transformator daya. Gardu demikian diinamakan Gardu Hubung
GH. GH pada umumnya menghubungkan dua atau lebih bagian jaringan primer kota itu. Dapat pula terjadi bahwa pada suatu GH terdapat sebuah transformator
pengatur tegangan. Karena besar kota itu, kabel-kabel Tegangan Menengah TM mengalami turun tegangan. Tegangan yang agak rendah ini dinaikkan kembali
dengan bantuan transformator pengatur tegangan. Dapat juga terjadi bahwa pada GH ditumpangi sebuah Gardu Distribusi GD. Gambar 2.7 merupakan skema
prinsip dari sistem spindel.
Catatan : GI
: Gardu Induk GD
: Gardu Distribusi SD
: Saklar Daya
Gambar 2.6 Skema Sistem Jaringan Primer
Universitas Sumatera Utara
Catatan : GI
: Gardu Induk GH
: Gardu Hubung GD
: Gardu Distribusi S
: Saklar A
: Pengisi khusus tanpa beban GD B
: Pengisi biasa dengan beban GD
Gambar 2.7 Skema Prinsip Sistem Spindel 2.1.2 Distribusi Sekunder
Distribusi sekunder menggunakan tegangan rendah. Seperti halnya distribusi primer, terdapat pula pertimbangan-pertimbangan perihal keandalan
pelayanan dan regulasi tegangan. Sistem sekunder dapat terdiri atas empat jenis umum, yaitu :
a. Sebuah transformator tersendiri untuk tiap pemakai
b. Penggunaan satu transformator dengan saluran tegangan rendah untuk
sejumlah pemakai c.
Penggunaan satu saluran tegangan rendah yang tersambung pada beberapa transformator secara paralel. Sejumlah pemakai dilayani dari saluran
tegangan rendah ini. Transformator-transformator diisi dari satu sumber energi. Hal ini disebut banking sekunder transformator
d. Suatu jaringan tegangan rendah yang agak besar diisi oleh beberapa
transformator, yang pada akhirnya diisi oleh dua sumber energi atau lebih. Jaringan tegangan rendah ini melayani suatu jumlah pemakai yang cukup
Universitas Sumatera Utara
besar. Hal ini dikenal sebagai jaringan sekunder atau jaringan tegangan rendah.
2.2 Transformator
Transformator trafo merupakan suatu alat magnetoelektrik yang sederhana, handal, dan efisien untuk mengubah tegangan arus bolak-balik dari
satu tingkat ke tingkat yang lain. Pada umumnya terdiri atas sebuah inti yang terbuat dari besi berlapis dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan
kumparan skunder. Rasio perubahan tegangan akan tergantung dari rasio jumlah lilitan pada kedua kumparan itu. Biasanya kumparan terbuat dari kawat tembaga
yang dibelit seputar ‘kaki’ inti transformator. Secara umum dapat dibedakan dua jenis transformator menurut konstruksinya, yaitu tipe inti dan tipe cangkang. Pada
tipe inti terdapat dua kaki, dan masing-masing kaki dibelit oleh satu kumparan. Sedangkan tipe cangkang mempunyai tiga buah kaki, dan hanya kaki yang
tengah-tengah dibelit oleh kedua kumparan. Kedua kumparan dalam tipe cangkang ini tidak tergabung secara elektrik, melainkan saling tergabung secara
magnetik melalui inti. Bagian datar dari inti dinamakan ‘pemikul’.
Gambar 2.8 Jenis Transformator Menurut Konstruksinya 2.2.1 Prinsip Kerja Transformator
Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hukum Ampere dan hukum Faraday, yaitu : arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan
sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Jika salah satu kumparan pada trafo diberi arus bolak-balik, maka
jumlah garis gaya magnet berubah-ubah. Akibatnya pada kumparan primer akan
Universitas Sumatera Utara
terjadi induksi. Kumparan sekunder menerima garis gaya magnet dari kumparan primer yang jumlahnya juga berubah-ubah. Maka pada kumparan sekunder akan
timbul induksi juga, akibatnya antara dua ujung terdapat beda tegangan. Jumlah garis gaya
φ yang masuk kumparan sekunder akan sama dengan jumlah aris gaya
φ yang keluar dari kumparan primer.
dt d
N e
φ
1 1
− =
dan
dt d
N e
φ
2 2
− =
dt d
N dt
d N
e e
φ φ
2 1
2 1
− −
=
atau
2 1
2 1
N N
E E =
Dimana : e
1
: GGL induksi sesaat pada sisi primer e
2
: GGL induksi sesaat pada sisi skunder E
1
: GGL induksi pada sisi primer Volt efektif E
2
: GGL induksi pada sisi skunder Volt efektif N
1
: Jumlah lilitan kumparan primer N
2
: Jumlah lilitan kumparan skunder Berdasarkan hukum kekekalan energi, maka bila dianggap tidak ada kerugian
daya yang hilang, daya yang dilepas oleh primer sama dengan daya yang diterima oleh sekunder.
2 2
1 1
I E
I E
⋅ =
⋅
1 2
2 1
E E
I I =
karena
2 1
2 1
N N
E E = maka :
1 2
2 1
N N
I I =
atau
2 2
1 1
I N
I N
⋅ =
⋅ Jadi GGL induksi di masing-masing kumparan berbanding lurus dengan jumlah
lilitan. Kuat arus di masing-masing kumparan berbanding dengan jumlah lilitan.
2.2.2 Jenis Transformator
Menurut pasangan lilitanya, trafo dibedakan atas : a.
Trafo 1 belitan
Universitas Sumatera Utara
Pada trafo 1 belitan, lilitan primer merupakan bagian dari lilitan sekunder atau sebaliknya, trafo 1 belitan ini lebih dikenal sebagai autotrafo
b. Trafo 2 belitan
Trafo 2 belitan mempunyai 2 belitan, yaitu sisi tegangan tinggi dan sisi tegangan rendah, dimana primer dan sekunder berdiri sendiri
c. Trafo 3 belitan
Padatrafo 3 belitan mempunyai belitan primer, sekunder, dan tertier, masing- masing berdiri sendiri pada tegangan yang berbeda.
Menurut fungsinya, transformator dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : a.
Transformator Daya b.
Transformator Distribusi c.
Transformator Pengukuran Sedangkan menurut jumlah fasanya dibedakan menjadi trafo 1 fasa dan trafo 3
fasa.
2.2.3 Hubungan Lilitan Transformator
Secara umum dikenal tiga macam hubungan lilitan untuk sebuah transformator tiga fasa, yaitu: hubungan bintang, hubungan delta, dan hubungan
zig-zag.
2.2.3.1 Hubungan Bintang Y
Arus transformator 3 fasa dengan kumparan yang dihubungkan secara bintang yaitu I
A
, I
B
, danI
C
masing-masing berbeda fasa 120°.
Gambar 2.9a Rangkaian hubungan bintang dan b Diagram fasor rangkaian
hubungan bintang
Universitas Sumatera Utara
Untuk beban yang seimbang : =
+ +
=
C B
A N
I I
I I
CN AN
BN AN
AB
V V
V V
V −
= +
=
CN BN
BC
V V
V −
=
AN CN
CA
V V
V −
= Dari vektordiagram pada Gambar 2.9 b diketahui bahwa untuk hubungan
bintang berlaku :
AN AB
V V
3 =
atau
P L
V V
3 =
L P
I I
= Jadi besarnya daya pada hubungan bintang VA :
=
P P
I V
3 =
L L
I V
3 3
=
L L
I V
3 ……………………………..2.1
2.2.3.2 Hubungan Delta ∆
Tegangan transformator 3 fasa dengan kumparan yang dihubungkan secara delta, yaitu V
AB
, V
BC
, dan V
CA
masing-masing berbeda 120° =
+ +
CA BC
AB
V V
V
Gambar 2.10 a Rangkaian hubungan delta dan b Diagram fasor rangkaian
hubungan delta Untuk beban yang seimbang :
CA AB
A
I I
I −
=
Universitas Sumatera Utara
AB BC
B
I I
I −
=
BC CA
C
I I
I −
= Dari vektor diagram pada Gambar 2.10 b diketahui arus I
A
arus jala-jala adalah
AB
I ×
3 arus fasa. Tegangan jala-jala dalam hubungan delta sama dengan
tegangan fasanya. Besarnya daya pada hubungan delta VA =
P P
I V
3 =
L L
I V
3 3
=
L L
I V
3 ……………………..2.2
2.2.3.3 Hubungan Zig-zag
Pada hubungan zig-zag, di mana masing-masing lilitan 3 fasa pada sisi tegangan rendah, dibagi menjadi 2 bagian dan masing-masing dihubungkan pada
kaki yang berlainan. Hubungan zig-zag dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 2.11.
Hubungan silang atau zig-zag digunakan untuk keperluan khusus seperti pada transformator distribusi dan transformator converter.
Gambar 2.11aRangkaian Hubungan Zig-zag dan b Diagram vektor hubungan zig-zag
2.2.4 Kelompok Hubungan
Vektor tegangan primer dan sekunder suatu transformator dapat dibuat searah atau berlawanan dengan mengubah cara melilit kumparan. Untuk
transformator 3 fasa, arah tegangan akan menimbulkan perbedaan fasa. Arah dan besar fasa tersebut mengakibatkan adanya berbagai kelompok hubungan pada
transformator.
Universitas Sumatera Utara
Dalam menentukan kelompok hubungan diambil beberapa pedoman sebagai berikut :
a. Notasi untuk hubungan delta, bintang, dan hubungan zig-zag, masing-masing
adalah D, Y, dan Z untuk sisi tegangan tinggi, sedangkan d, y, dan z untuk sisi tegangan rendah
b. Untuk urutan fasa dipakai notasi U, V, dan W untuk tegangan tinggi, dan u, v,
dan w sebagai tegangan rendah c.
Angka jam menyatakan bagaimana letak sisi kumparan tegangan tinggi terhadap sisi tegangan rendah
d. Jarum jam panjang selalu dibuat menunjuk angka 12 dan dibuat berhimpit
dicocokkan dengan vektor fasa V
L
tegangan tinggi line to line e.
Bergantung dari perbedaan fasanya, vektor fasa tegangan rendah u, v, w dapat dilukiskan ; letak vektor fasa v
1
tegangan rendah line to line menunjukkan arah jarum jam pendek
f. Sudut antara jarumjam panjang dan pendek adalah pergeseran antara vektor
fasa V dan v. Sedangkan kelompok hubungan tansformator yang lazim digunakan sesuai
dengan normalisasi pabrik seperti yang terlihat pada Gambar 2.13 VDE 0532 adalah :
• Angka jam 0 atau grup A, kelompok hubungan Dd0, Yy0, Dz0
• Angka jam 6 atau grup B, kelompok hubungan Dd6, Yy6, Dz6
• Angka jam 5 atau grup C, kelompok hubungan Dy5, Yd5, Yz5
• Angka jam 11 atau grup D, kelompok hubungan Dy11, Yd11, Yz11
Dengan melihat contoh pada Gambar 2.12 dan memperhatikan pedoman yang telah diberikan di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan fasa pada transformator
mempunyai kelompok hubungan Dy11.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Kelompok Hubungan Dy11
Gambar 2.13 Kelompok Hubungan Menurut VDE 0532 2.2.5 Rugi-rugi dan Efisiensi Transformator
Rugi-rugi pada transformator ada 2 macam, yaitu rugi tembaga P
Cu
. Di mana rugi besi sendiri terdiri atas rugi histeresis dan rugi arus eddy.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5.1 Rugi Tembaga P
Cu
Rugi tembaga adalah rugi yang disebabkan oleh arus beban yang mengalir pada kawat tembaga. Besarnya adalah :
R I
P
Cu
⋅ =
2
……………………………..2.3 Dimana :
P
Cu
: rugi tembaga Watt I
: arus beban yang mengalir pada kawat tembaga Ampere R : tahanan kawat
tembaga Ω Karena arus beban berubah-ubah, rugi tembaga juga tidak tetap tergantung pada
beban.
2.2.5.2 Rugi Besi P
i
Rugi besi terdiri atas : a.
Rugi histeresis P
h
, yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak-balik pada inti besi. Besarnya rugi histeresis berbanding dengan luas histeresis loop, atau
dinyatakan sebagai berikut :
n m
h h
B f
K P
⋅ ⋅
= ……………………..2.4
Dimana : P
h
: rugi histeresis Watt B
m
: fluks density maksimum Tesla K
h
: konstanta histeresis f
: frekuensi Hz n
: koefisien Steinmetz, di dapat dari data eksperimen b.
Rugi arus eddy P
e
, yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti besi.
m e
e
B f
K P
⋅ ⋅
=
2 2
……………………..2.5 Dimana :
P
e
: rugi arus eddy Watt K
e
: konstanta arus eddy Jadi, rugi besi rugi inti P
i
= P
h
+ P
e
2.2.6 Efisiensi η
Efisiensi dihitung dari perbandingan daya keluar output : rugi
keluar daya
keluar daya
masuk daya
keluar daya
efisiensi Σ
+ =
= η
Universitas Sumatera Utara
masuk daya
rugi 1
Σ −
= Dengan
i Cu
P P
+ =
Σrugi ……………………..2.6
Sumber Kumparan
primer Fluks
bersama Kumparan
sekunder
Rugi besi: Histeris dan
arus eddy Rugi fluks bocor
Rugi tembaga Rugi tembaga
Keluaran
Gambar 2.14 Diagram Rugi-rugi pada Transformator
2.3 Transformator Distribusi
Transformator distribusi merupakan salah satu alat yang memegang peran penting dalam sistem distribusi. Trafo distribusi digunakan untuk
membagimenyalurkan arus atau energi listrik dengan tegangan distribusi agar jumlah energi yang tercecer dan hilang di perjalanan tidak terlalu banyak
Trafo distribusi dapat berfasa tunggal atau fasa tiga, dan ukurannya berkisar dari kira-kira 5 – 500 kVA. Impedansi trafo distribusi ini pada umumnya
sangat rendah, berkisar dari 2 untuk unit-unit yang kurang dari 50 kVA sampai dengan 4 untuk unit-unit yang lebih besar dari 100 kVA. Gambar 2.15
memperlihatkan beberapa macam trafo distribusi tipe kutub yang banyak digunakan.
2.3.1Perhitungan Arus Beban Penuh dan Arus Hubung Singkat
Telah diketahui bahwa daya transformator distribusi ditinjau dari sisi tegangan tinggi primer dapat dirumuskan sebagai berikut :
I V
S 3
= …………………………………….2.7
Dimana : S : daya transformator kVA
V : tegangan sisi primer transformator kV I
: arus jala-jala A Dengan demikian, untuk menghitung arus beban penuh full load dapat
menggunakan rumus :
Universitas Sumatera Utara
V S
I
FL
⋅ =
3 ……………………………………..2.8
Dimana : I
FL
: arus beban penuh A
S :
daya transformator kVA V
: tegangan sisi sekunder transformator kV
Sedangkan untuk menghitung arus hubung singkat pada transformator digunakan rumus :
V Z
S I
SC
⋅ ⋅
⋅ =
3 100
……………………………..2.9 Dimana :
I
SC
: arus hubung singkat A
S :
daya transformator kVA V
: tegangan sisi sekunder transformator kV
Z :
persen impedansi transformator
Gambar 2.15 Beberapa Macam Trafo Distribusi Tipe Kutub 2.3.2 Losses rugi-rugi Akibat Adanya arus Netral pada Penghantar Netral
Transformator
Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada sisi sekunder trafo fasa R, S, dan T mengalirlah arus di netral trafo. Arus yang
mengalir pada penghantar netral trafo ini menyebabkan losses rugi-rugi. Losses pada penghantar netral trafo ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
N N
N
R I
P ⋅
=
2
……………………………………2.10 Dimana :
P
N
: losses pada penghantar netral trafo Watt I
N
: arus yang mengalir pada netral trafo A R
N
: tahanan penghantar netral trafo Ω
Sedangkan losses yang diakibatkan karena arus netral yang mengalir ke tanah ground dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
G G
G
R I
P ⋅
=
2
……………………………………2.11 Dimana :
P
G
: losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah Watt I
G
: arus netral yang mengalir ke tanah A R
G
: tahanan pembumian netral trafo Ω
2.4 Ketidakseimbangan Beban 2.4.1 Pengertian tentang Beban Tidak Seimbang
Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan
dimana :
•
Ketiga vektortegangan sama besar
•
Ketiga vektor saling membentuk sudut 120° satu sama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan tidak seimbang tidak terpenuhi.
Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada 3 macam, yaitu : 1.
Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120° satu sama lain 2.
Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120° satu sama lain 3.
Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120° satu sama lain.
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dengan vektor diagram arus pada gambar 2.16.
Universitas Sumatera Utara
120
o
120
o
120
o
I
T
I
S
I
R
a
I
R
I
R
+ I
T
I
T
I
S
b
I
N
135
o
105
o
120
o
Gambar 2.16a Vektor Diagram Arus dalam keadaan seimbang dan b Vektor
diagram arus yang tidak seimbang
Gambar 2.16 a menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya I
R
,I
S
,dan I
T
adalah sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral I
N
. Sedangkan pada Gambar 2.16 b menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Di sini terlihat bahwa
penjumlahan ketiga vektor arusnya I
R
,I
S
,dan I
T
tidak sama dengan nol, sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral I
N
yang besarnya tergantung dari berapa besar faktor ketidakseimbangannya.
2.4.2 Penyaluran dan Susut Daya Pada Keadaan Arus Seimbang
Misalkan daya sebesar P disalurkan melalui suatu saluran dengan penghantar netral. Apabila pada penyaluran daya ini arus-arus fasa dalam
keadaan seimbang, maka besarnya daya dapat dinyatakan sebagai berikut :
[ ] [ ]
ϕ cos
3 ⋅
⋅ ⋅
= I
V P
……………………………2.12 Dengan :
P : daya pada ujung kirim
V : tegangan pada ujung kirim
cos φ : faktor daya
Daya yang sampai pada ujung terima akan lebih kecil dari P karena terjadi penyusutan dalam saluran. Penyusutan daya ini dapat diterangkan dengan
menggunakan diagram fasor tegangan saluran model fasa tunggal seperti terlihat pada Gambar 2.17 di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
V
V’cos φ’
V cos φ
φ φ’
I IR
jIX V’
Gambar 2.17 Diagram Fasor Tegangan Saluran Daya Model Fasa Tunggal
Model ini dibuat dengan asumsi bahwa arus pemuatan kapasitif pada saluran cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Dengan demikian besarnya arus di ujung
kirim sama dengan arus di ujung terima. Apabila tegangan dan faktor daya pada ujung terima berturut-turut adalah V’ dan cos
φ’, daya pada ujung terima adalah :
[ ] [ ]
cos 3
ϕ ⋅
⋅ ⋅
= I
V P
……………………………2.13 Selisish antara P pada persamaan 2.12 dan P’ pada persamaan 2.13
memberikan susut daya saluran, yaitu : P
P P
l
− =
[ ] [ ] [ ]
[ ]
cos cos
3 ϕ
ϕ V V
I −
⋅ ⋅
= ……………………2.14
Sementara itu gambar 2.17 memperlihatkan bahwa :
[ ] [ ]
[ ] [ ]
R I
V V
⋅ =
− cos
cos ϕ
ϕ denganR adalah tahanan kawat penghantar tiap fasa. Oleh karena itu persamaan
2.14 berubah menjadi : R
I P
l
⋅ ⋅
=
2
] [
3 ……………………………………2.15
2.4.3 Penyaluran dan Susut Daya pada Keadaan Arus Tak Seimbang
Jika [I] adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar P pada keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetapi dengan keadaan
tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b, dan c sebagai berikut :
] [
] [
I a
I
R
= ]
[ ]
[ I
b I
S
= ……………………………………2.16
Universitas Sumatera Utara
] [
] [
I c
I
T
= denganI
R
, I
S
, danI
T
berturut-turut adalah arus di fasa R, S, dan T. Telah disebutkan di atas bahwa faktor daya di ketiga fasa dianggap sama
walaupun besarnya arus berbeda. Dengan anggapan seperti itu besarnya daya yang disalurkan dapat dinyatakan sebagai :
ϕ
cos ]
[ ]
[ ⋅
⋅ ⋅
+ +
= I
V c
b a
P
……………………2.17 Apabila persamaan 2.17 dan persamaan 2.12 menyatakan daya yang besarnya
sama, maka dari kedua persamaan itu dapat diperoleh persyaratan untuk koefisien a, b, dan c yaitu :
a + b + c = 3 ……………………………………2.18 Dengan anggapan yang sama, arus yang mengalir di penghantar netral dapat
dinyatakan sebagai berikut :
T S
R N
I I
I I
+ +
= ……………………………………2.19
[ ]
120 sin
120 cos
120 sin
120 cos
] [
° +
° +
° −
+ °
− +
= jc
c jb
b a
I
[ ]
2 3
2 ]
[ b
c j
c b
a I
− +
+ −
= Susut daya saluran adalah jumlah susut daya pada penghantar fasa dan
penghantar netral, adalah :
N N
T S
R l
R I
R I
I I
P ⋅
+ ⋅
+ +
=
2 2
2 2
] [
] [
] [
] [
N N
R I
bc ac
ab c
b a
R I
c b
a
2 2
2 2
2 2
2 2
] [
] [
− −
− +
+ +
+ +
= 2.20
denganR
N
adalah tahanan penghantar netral. Apabila persamaan 2.18 disubstitusikan ke persamaan 2.20 maka
diperoleh :
N N
l
R I
bc ac
ab R
I bc
ac ab
P
2 2
] [
3 9
] [
2 9
+ +
− +
+ +
− =
2.21 Persamaan 2.21 ini adalah susut daya saluran untuk saluran dengan
penghantar netral. Apabila tidak ada penghantar netral maka persamaannya menjadi :
R I
bc ac
ab P
l 2
] [
2 9
+ +
− =
……………………2.22
2.5 Faktor Daya
Pengertian faktor daya cos φ adalah perbandingan antara daya aktif
P dan daya semu S. Dari pengertian tersebut, faktor daya cos φ dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Faktor Daya = daya aktif daya semu = P S
= V.I.cos φ V.I
= cos φ
Untuk penjelasan tentang daya-daya dapat dilihat pada segitiga daya berikut ini :
Gambar 2.18 Segitiga Daya
Daya Semu S = V.I
VA …………………....2.23
Daya Aktif P = V.I.cos
φ Watt ……………………2.24
Daya Reaktif Q = V.I.sin
φ VAR
……………………2.25
Universitas Sumatera Utara
2.6 Listrik Arus Bolak Balik 3 Fasa 2.6.1 Pengertian
Yang dimaksud dengan listrik arus bolak – balik 3 fasa adalah arus bolak-balik yang terdiri dari 3 tiga keluaran yang disebut dengan fasa, dengan bentuk sinusiode
dimanan besarnilai tegangannya sama, frekuensi sama tetapi masing – masing berbeda 13 periode 120
o
2.6.2 Listrik Arus Bolak Balik 3 Fasa
Tiga buah belitan serupa berbeda tempat 120
o
pada ruangan bulat timbul ggl gerak gaya listrik sebagai akibat dari Induksi medan magnit penguat . Besar ggl dan
frekwensi yang timbul sama, tetapi berbeda 120
o
satu dengan yang lain.
2.7 Tegangan Dan Arus
Tegangan dan arus keluaran dari generator atau trafo dapat dibedakan berdasakan hubungan antar belitannya
2.7.1. Hubungan Bintang
– Tegangan setiap belitan disebut
dengan tegangan fasa = Ef –
Tegangan antar fasa disebut dengan tegangan line = El
– El = Ef .
√3 –
Arus yang keluar dari belitan disebut arus fasa If dan arus yang
keluar dari terminal disebut arus line Il . Arus line besarnya sama
dengan arus fasa : Il = If E
L
E
L
E
L
E
F
E
F
E
F
R
N
S
I
f
I
f
I
f
I
l
I
l
I
l
Gambar 2. 19 Diagram hubungan bintang
Universitas Sumatera Utara
– Tegangan line besarnya sama
degan tegangan fasa : El= Ef
– Arus line besarnya sama dengan
arus fasa dikalikan √ 3
– Il = If .
√ 3
2.8 Daya Listrik 3 Fasa Hubungan Bintang
Daya 3 fasa = daya fasa 1 + daya fasa 2 + daya fasa 3 P
3Φ
= P
1
+ P
2
+ P
3
= I
f1
× V
f1
× Cos ϕ
1
+ I
f2
× V
f2
× Cos ϕ
2
+I
f3
× V
f3
× Cos ϕ
3
Bila tegangan dan beban seimbang,maka: P
3Φ
= 3 × I
f
× V
f
× Cos ϕ
Diketahui bahwa : E
L
E
L
E
L
E
F
E
F
E
F
R
N
S
T I
l.1
I
l.3
I
l.2
I
f.3
I
f.3
2.7.2 Hubungan Delta
E
F
E
F
E
F
E
L
E
L
E
L
R
S
T
I
l
I
l
I
l
I
f
I
f
I
f
Gambar 2. 20 Diagram hubungan delta
Gambar 2. 21 Diagram daya listrik 3 fasa hubungan bintang
Universitas Sumatera Utara
dan I
f
= I
I
Maka :
Atau : P
3Φ
= × I
I
× V
I
× Cos ϕ
2.9 Daya Listrik 3 Fasa Hubungan Segitiga
Daya 3 fasa = daya fasa 1 + daya fasa 2 + daya fasa 3 P
3Φ
= P
1
+ P
2
+ P
3
= I
f1
× V
f1
× Cos ϕ
1
+ I
f2
× V
f2
× Cos ϕ
2
+I
f3
× V
f3
× Cos ϕ
3
Bila tegangan dan beban seimbang,maka: P
3Φ
= 3 × I
f
× V
f
× Cos ϕ
Diketahui bahwa : dan V
f
= V
I
Maka :
Atau : P
3Φ
= × I
I
× V
I
× Cos ϕ
I
l1
EF
EF EF
EL
EL EL
I
l2
I
l3
I
f3
I
f2
Gambar 2. 22 Diagram daya listrik 3 fasa hubungan segitiga
Universitas Sumatera Utara
BAB III SISTEM PENGUKURAN DAN PENGAMBILAN DATA
Data-data yang diperlukan untuk mendukung Tugas Akhir ini adalah : 1.
Data teknis alat ukur yang digunakan 2.
Data teknis trafo distribusi 3.
Data pembebanan trafo distribusi 4.
Data tahanan penghantar netral trafo
3.1 Data Teknis Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data pengukuran pembebanan trafo distribusi tegangan rendah adalah 266 DT 266 1000A AC Clamp-on Amper
Volt meter atau sering disebut Tang-amper yang dapat digunakan untuk mengukur besaran-besaran arus, tegangan dan terkadang tahanan, Clamp-on Power meter atau
sering disebut dengan Tang-kW meter yang dapat mengukur besaran-besaran tegangan, arus, faktor daya, daya dan urutan fasa. Adapun data teknis dari alat ini
adalah sebagai berikut :
SizeWeight : 23cm x 7cm x 3,7cm 310 g
Minimum Input Levels
: 5 Vrms or 1 Arms
Input Range V measurement : 750 Vac to 1000V
Input Range A measurement : 200A to 1000V
Input Range W measurement : 0 W VA to 600 KVA average and 0
W to 2000 KVA peak
Overload Protection
: 250 Vrms ac
Resistance Full Scale
: 20K ohms
Operation Temperature
: 0-40 degrees Celcius
Fuse
: 250Ma 250V
Sedangkan alat ukur yang digunakan untuk memperoleh nilai tahanan pembumian netral trafo adalah Tang Ground Tester Digital.Rangkaian pengukuran tahanan
pembumian trafo dapat dilihat pada Gambar 3.1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. 1 Rangkaian pengukuran tahanan pembumian netral trafo
3. 1. 1 Pengukuran Beban di Gardu Distribusi
1. Menggunakan 3 tiga buah Tang-kW meter untuk mengukur setiap fasanya dan
1 satu buah Tang-amper meter untuk mengukur arus pada penghantar netral. Untuk mengambil angka hasil ukur secara bersamaan, maka semua alat-ukur
tersebut di ”hold” secara bersamaan. Pengambilan hasil ukur dimulai dari saluran- masuk sumber kabel trafo dilanjutkan ke saluran-keluar atau disebut dengan
kabel-jurusan SUTR 2.
Hasil ukur dicatat sebagai hasil ukur awal atau data pengukuran
Gambar 3.2 Diagram Pengawatan Pengukuran Beban dan Tegangan Gardu Distribusi
3. 2 Data Teknis Trafo Distribusi R S
Tang-amper meter pengukuran
aruspenghantar Netral
Tang-kW meter pengukuran beban
dan tegangan penghantar Fasa R
Tang-kW meter pengukuran beban
dan tegangan penghantar Fasa S
Tang-kW meter pengukuran beban dan
tegangan penghantar Fasa S
Universitas Sumatera Utara
Transformator yang menjadi penelitian pada tugas akhir ini hanya 4 buah transformator distribusi, yaitu :
Trafo distribusi 250 kVA di Jln. Medan – L. Pakam SP. DLLAJ, trafo distribusi 250 kVA di Jln. Batang Kuis DP Pabrik Sahabat, trafo distribusi 100 kVA di Jln.
Pendidikan , dan trafo distribusi 200 kVA di Jln. Bakaran Batu, adapun spesifikasi tiap-tiap trafo adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Data Spesifikasi Transformator
Data Transformator
Jln. Medan – L. pakam
Jln. Batang Kuis
Jln. Pendidikan
Jln. Bakaran Batu
Daya kVA 250
250 100
200 Tegangan kVV
20 400 20400
20400 20380
Arus A 7,2361,3
7,2360,8 2,19144
5,8303,9 Impedansi Z
4 4
4 5
Hubungan Dyn5
Dyn5 Yzn5
Yyn6
3. 3 Data Pembebanan Trafo Distribusi
3. 3. 1 Trafo distribusi 250 KVA di Jln. Medan – L. Pakam SP DLLAJ
Gambar 3.3 Single line trafo distribusi 250 KVA di Jln. Medan – L. Pakam SP. DLLAJ
Universitas Sumatera Utara
3. 3. 1. 1 Pengukuran pada siang dan malam hari Tabel 3. 2 Hasil pengukuran arus pada siang hari dan malam hari
Pengukuran LWBP
Jurusan Outgoing Incoming
Timur Barat
Amp R Amp
133 14
149 41
S Amp 141
22 167
46 T Amp
130 8
130 36
N Amp 40
13 54
- Beban
36 4
- -
WBP R Amp
232 34
262 73
S Amp 294
54 348
96
T Amp 259
85 344
95
N Amp 134
38 156
Beban 86 215 kVA
Beban 71
16 Teg. Ujung L-N
Volt 218
213 Penghantar JTR
NTFUSE 200 A TIC 70 mm 350
mm NTFUSE 200 A
TIC 70 mm 250 mm
3. 3. 2 Trafo Distribusi 250 kVA di Jln. Batang Kuis DP Pabrik Sahabat
Gambar 3.4 Single line trafo distribusi 250 kVA di Jln. Batang Kuis DP Pabrik Sahabat
Universitas Sumatera Utara
3. 3. 2. 1. Pengukuran pada siang dan malam hari Tabel 3.3 Hasil pengukuran arus pada siang dan malam hari
Pengukuran LWBP
Jurusan Outgoing Incoming
Timur Barat
Amp R Amp
63 126
189 52
S Amp 57
97 154
43 T Amp
88 100
188 52
N Amp 34
4 44
- Beban
19 29
- -
WBP R Amp
90 288
378 105
S Amp 93
288 381
106 T Amp
90 288
378 105
N Amp 29
15 40
Beban 102 255 kVA
Beban 25
78 Teg. Ujung L-N
Volt 210
210 Penghantar JTR
NTFUSE 316 A TIC 70 mm 360
mm NTFUSE 315 A
TIC 70 mm 405 mm
3. 3. 3 Trafo distribusi 100 kVA di Jln. Pendidikan
Gambar 3.5 Single line trafo distribusi 100 kVA di Jln. Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
3. 3. 3. 1 Pengukuran pada siang dan malam hari Tabel 3.4 Hasil pengukuran arus pada siang dan malam hari
Pengukuran LWBP
Jurusan Outgoing Incoming
Timur Barat
Amp R Amp
60 17
77 53
S Amp 38
10 48
33 T Amp
50 14
64 44
N Amp 33
10 44
- Beban
33 9
- -
WBP R Amp
74 31
105 73
S Amp 73
21 94
65 T Amp
105 32
137 95
N Amp 61
24 83
Beban 102 255 kVA
Beban 57
19 Teg. Ujung L-N Volt
216 217
Penghantar JTR NTFUSE 100 A
TIC 50 mm 550 mm
NTFUSE 100 A TIC 50 mm 500
mm
3.3.4 Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu
Gambar 3.6Single Line Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu
Universitas Sumatera Utara
3.3.4.1 Pengukuran Pada Siang Hari dan Malam Hari
Tabel 3.5 Hasil Pengukuran Pada siang hari dan Malam hari
Pengukuran LWBP
Jurusan Outgoing Incoming
R Amp 58
28 86
28 S Amp
48 33
81 27
T Amp 69
12 81
27 N Amp
35 21
40 -
Beban 19
8 -
- WBP
R Amp 90
57 147
48 S Amp
131 60
191 63
T Amp 87
17 104
34 N Amp
75 45
95 Beban 48 96
kVA Beban
34 15
Teg. Ujung L-N Volt 170
165 Penghantar JTR
TIC 50 mm 950 mm
TIC 70 mm 1200 m
Universitas Sumatera Utara
FOTO-FOTO PENGUKURAN
Gambar 3.7 Trafo Distribusi 250 kVA
Gambar 3.8 Panel Trafo Distribusi 250 kVA
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.9 Pengukuran di Panel Trafo Distribusi 250 kVA
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN
Setelah memperoleh data-data yang diperlukan, penulis memerlukan beberapa analisis, yaitu:
1. Analisa pada tiap-tiap Trafo Distribusi
2. Analisa ketidakseimbangan beban pada tiap-tiap Trafo Distribusi
3. Analisa Losses akibat adanya arus netral pada pengantar netral pada pengantar netral
trafo dan Losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah Analisa Pembebanan Trafo Distribusi
Menentukan Fuse Cut Out, dan Arus hubung singkat •
Untuk menetukan besarnya fuse cut out maka harus dihitung besarnya arus jalan- jalan dengan menggunakan persamaan 2.7
. .
200 . 20 KV.
Besarnya arus hubung singkatnya Short circuit dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.9
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Single Line Trafo Distribusi 250 beserta rating pengamannya
4. 1 Analisa Pembebanan Trafo Distribusi
4. 1. 1 Menentukan Persentase Pembebanan Trafo 4. 1. 1. 1 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Medan-Lubuk Pakam Sp. DLLAJ
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran trafo distribusi 250 KVA pada siang dan malam hari sebagai berikut :
• Siang hari :
I
R
= 149 A I
S
= 167 A I
T
= 130 A •
Malam hari : I
R
= 262 A I
S
= 348 A I
T
= 344 A Untuk menentukan besarnya persentase pembebanan trafo maka harus
dihitung besarnya arus beban penuh full load dengan menggunakan persamaan 2.8. I
FL
= V
. 3
S dimana
: S = 250 KVA V = 0,4 KV phasa – phasa
I
FL
= 00
4 .
3 250.000
= 360,84 A
Universitas Sumatera Utara
I
rata siang
= A
6 ,
148 3
A 130
167 149
3 I
I I
T S
R
= +
+ =
+ +
I
rata malam
= A
318 3
A 344
348 262
3 I
I I
T S
R
= +
+ =
+ +
Persentase Pembebanan Trafo adalah : −
Pada siang hari :
18 ,
41 100
A 360,84
A 6
, 148
IFL I
siang rata
= ×
=
− Pada malam hari
: 12
, 88
100 A
360,84 A
318 IFL
I
malam rata
= ×
=
4. 1. 1. 2 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat Data hasil pengukuran trafo distribusi 250 KVA pada siang dan malam hari
adalah sebagai berikut : •
Siang hari : I
R
= 189 A I
S
= 154 A I
T
= 188 A •
Malam hari : I
R
= 378 A I
S
= 381 A I
T
= 378 A Untuk menentukan besarnya persentase pembebanan trafo maka harus
dihitung besarnya arus beban penuh full load : I
FL
= V
. 3
S =
00 4
. 3
250.000 = 360,84 A
I
rata siang
= A
177 3
A 188
154 189
3 I
I I
T S
R
= +
+ =
+ +
I
rata malam
= A
379 3
A 378
381 378
3 I
I I
T S
R
= +
+ =
+ +
Persentase Pembebanan Trafo adalah : −
Pada siang hari :
05 ,
49 100
A 360,84
A 177
IFL I
siang rata
= ×
=
− Pada malam hari
: 03
, 105
100 A
360,84 A
379 IFL
I
malam rata
= ×
=
Universitas Sumatera Utara
4. 1. 1. 3 Trafo Distribusi 100 KVA di Jl. Pendidikan Data hasil pengukuran trafo distribusi 250 KVA pada siang dan malam hari
adalah sebagai berikut : •
Siang hari : I
R
= 77 A I
S
= 48 A I
T
= 64 A •
Malam hari : I
R
= 105 A I
S
= 94 A I
T
= 137 A Untuk menentukan besarnya persentase pembebanan trafo maka harus
dihitung besarnya arus beban penuh full load : I
FL
= V
. 3
S =
00 4
. 3
100.000 = 144,33 A
I
rata siang
= A
63 3
A 64
48 77
3 I
I I
T S
R
= +
+ =
+ +
I
rata malam
= A
112 3
A 137
94 105
3 I
I I
T S
R
= +
+ =
+ +
Persentase Pembebanan Trafo adalah : −
Pada siang hari :
64 ,
43 100
A 33
, 44
1 A
63 IFL
I
siang rata
= ×
=
− Pada malam hari
: 59
, 77
100 A
33 ,
44 1
A 112
IFL I
malam rata
= ×
=
4. 1. 1. 4 Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu Data hasil pengukuran trafo distribusi 250 KVA pada siang dan malam hari
adalah sebagai berikut : •
Siang hari : I
R
= 86 A I
S
= 81 A
Universitas Sumatera Utara
I
T
= 81 A •
Malam hari : I
R
= 147 A I
S
= 191 A I
T
= 104 A Untuk menentukan besarnya persentase pembebanan trafo maka harus
dihitung besarnya arus beban penuh full load : I
FL
= V
. 3
S =
00 4
. 3
200.000 = 303,86A
I
rata siang
= A
66 ,
82 3
A 81
81 86
3 I
I I
T S
R
= +
+ =
+ +
I
rata malam
= A
33 ,
147 3
A 104
191 147
3 I
I I
T S
R
= +
+ =
+ +
Persentase Pembebanan Trafo adalah : −
Pada siang hari :
2 ,
27 100
A 86
, 03
3 A
66 ,
82 IFL
I
siang rata
= ×
=
− Pada malam hari
: 48
, 48
100 A
86 ,
03 3
A 33
, 147
IFL I
malam rata
= ×
= Tabel 4.1 Persentase Pembebanan Trafo Distribusi
Lokasi Trafo Jenis Pelanggan
Pembebanan Siang hari
Malam hari Jl. Medan-
Lubuk Pakam SP. DLLAJ
Perumahan 41,18
88,12
Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat
Perumahan dan bisnis
49,05 105,03
Jl. Pendidikan Perumahan dan
bisnis 43,64
77,59
Jl. Bakaran Batu Perumahan
27,2 48,48
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa persentase pembebanan paling tinggi pada siang dan malam hari ialah di Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat. Hal ini disebabkan Jalan
BatangKuis adalah kawasan perumahan dan bisnis.
Universitas Sumatera Utara
4. 2 Analisa Ketidakseimbangan Beban pada Trafo Distribusi
4. 2. 1 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Medan – Lubuk Pakam SP. DLLAJ •
Pada siang hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui
besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI
rata
I
R
= a.I maka : a
= A
002 ,
1 A
6 ,
148 A
149 I
I
R
= =
I
S
= b.I maka : b =
A 12
, 1
A 6
, 148
A 167
I I
S
= =
I
T
= c.I maka : c
= A
87 ,
A 6
, 148
A 130
I I
T
= =
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah :
=
{ }
100 3
1 -
c 1
- b
1 -
a ×
+ +
=
{ }
100 3
1 -
87 ,
1 -
12 ,
1 1
- 002
, 1
× +
+ = 8,33
• Pada malam hari :
Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan
besarnya arus rata-rataI
rata
.
I
R
= a.I maka : a
= A
82 ,
A 318
A 262
I I
R
= =
I
S
= b.I maka : b =
A 09
, 1
A 318
A 348
I I
S
= =
I
T
= c.I maka : c
= A
08 ,
1 A
318 A
344 I
I
T
= =
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah :
=
{ }
100 3
1 -
c 1
- b
1 -
a ×
+ +
Universitas Sumatera Utara
=
{ }
100 3
1 -
08 ,
1 1
- 09
, 1
1 -
82 ,
× +
+ = 11,66
4. 2. 2 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat •
Pada siang hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui
besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI
rata
I
R
= a.I maka : a
= A
06 ,
1 A
177 A
189 I
I
R
= =
I
S
= b.I maka : b =
A 87
, A
177 A
154 I
I
S
= =
I
T
= c.I maka : c
= A
06 ,
1 A
177 A
188 I
I
T
= =
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah :
=
{ }
100 3
1 -
c 1
- b
1 -
a ×
+ +
=
{ }
100 3
1 -
06 ,
1 1
- 87
, 1
- 06
, 1
× +
+ = 8,33
• Pada malam hari :
Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan
besarnya arus rata-rataI
rata
I
R
= a.I maka : a
= A
99 ,
A 379
78A 3
I I
R
= =
I
S
= b.I maka : b =
A 00
, 1
A 379
A 381
I I
S
= =
I
T
= c.I maka : c
= A
99 ,
A 379
A 378
I I
T
= =
Universitas Sumatera Utara
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah :
=
{ }
100 3
1 -
c 1
- b
1 -
a ×
+ +
=
{ }
100 3
1 -
99 ,
1 -
00 ,
1 1
- 99
, ×
+ +
= 0,66 4. 2. 3 Trafo Distribusi 100 KVA di Jl. Pendidikan
• Pada siang hari :
Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan
besarnya arus rata-rataI
rata
I
R
= a.I maka : a
= A
22 ,
1 A
63 A
77 I
I
R
= =
I
S
= b.I maka : b =
A 76
, A
63 A
48 I
I
S
= =
I
T
= c.I maka : c
= A
02 ,
1 3A
6 A
64 I
I
T
= =
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah :
=
{ }
100 3
1 -
c 1
- b
1 -
a ×
+ +
=
{ }
100 3
1 -
02 ,
1 1
- 76
, 1
- 22
, 1
× +
+ = 16
• Pada malam hari :
Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan
besarnya arus rata-rataI
rata
I
R
= a.I maka : a
= A
9375 ,
A 112
05A 1
I I
R
= =
I
S
= b.I maka : b =
A 83
, A
112 A
94 I
I
S
= =
I
T
= c.I maka : c
= A
22 ,
1 A
112 A
137 I
I
T
= =
Universitas Sumatera Utara
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah :
=
{ }
100 3
1 -
c 1
- b
1 -
a ×
+ +
=
{ }
100 3
1 -
22 ,
1 1
- 83
, 1
1 -
9375 ,
× +
+ = 15
4. 2. 4 Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu •
Pada siang hari : Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui
besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan besarnya arus rata-rataI
rata
I
R
= a.I maka : a
= A
04 ,
1 A
66 ,
82 A
86 I
I
R
= =
I
S
= b.I maka : b =
A 97
, A
66 ,
82 A
81 I
I
S
= =
I
T
= c.I maka : c
=
A 97
, 1
2,66A 8
1A 8
I I
T
= =
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah :
=
{ }
100 3
1 -
c 1
- b
1 -
a ×
+ +
=
{ }
100 3
1 -
97 ,
1 1
- 97
, 1
- 04
, 1
× +
+ = 3,33
• Pada malam hari :
Dengan menggunakan persamaan 2.16, koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang I sama dengan
besarnya arus rata-rataI
rata
I
R
= a.I maka : a
= A
99 ,
A 33
, 147
47A 1
I I
R
= =
I
S
= b.I maka : b =
A 29
, 1
A 33
, 147
A 191
I I
S
= =
Universitas Sumatera Utara
I
T
= c.I maka : c
= A
70 ,
A 33
, 147
A 104
I I
T
= =
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban dalam adalah :
=
{ }
100 3
1 -
c 1
- b
1 -
a ×
+ +
=
{ }
100 3
1 -
70 ,
1 -
29 ,
1 1
- 99
, ×
+ +
= 20
Tabel 4.2 Ketidakseimbangan Beban Trafo Distribusi Lokasi trafo
Waktu Ketidakseimbangan
beban Jl. Medan Lubuk Pakam
SP. DLLAJ Siang
Malam 8,33
11,66 Jl. Batang Kuis DP.
Pabrik Sahabat Siang
Malam 8,33
0,66 Jl. Pendidikan
Siang Malam
16 15
Jl. Bakaran Batu Siang
Malam 3,33
20
Pada tabel 4.2 terlihat bahwa dari keempat trafo distribusi pada hari ketidakseimbangan bebannya paling besar adalah pada pelanggan perumahan dan
bisnis Jl. Batangkuis dan Jl. Pendidikan, sedangkan pada malam hari, jenis pelanggan perumahan Jl. Bakaran Batu bebannya adalah yang paling besar.
4. 3 Analisa Losses Akibat Adanya Arus Netral Pada Penghantar Netral Trafo dan Losses Akibat Arus Netral yang Mengalir Ke Tanah
4. 3. 1 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Medan – Lubuk Pakam SP. DLLAJ •
Siang hari : I
N
= 54 A R
N
= 0,55 Ω
I
G
= 32,8 A
Universitas Sumatera Utara
R
G
= 3,7 Ω
Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu :
P
N
= I
N 2
. R
N
= 54
2
A . 0,55 Ω
= 1603,8 Watt = 1,6038 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P
= S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,55 P
= 250 KVA. 0,55 = 137,5 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo adalah : P
N
= 100
P P
N
×
=
100 kW
5 ,
137 kW
1,6038 ×
= 1,16 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya
dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P
G
= I
G 2
. R
G
= 32,8
2
A . 3,7 Ω
= 3980,608 watt = 3,9806 kW Dengan demikian, persentase losses adalah :
P
G
= 100
P P
G
× =
100 KW
5 ,
137 kW
9806 ,
3 ×
= 2,89 •
Malam hari : I
N
= 156 A R
N
= 10 Ω
I
G
= 81,5 A R
G
= 3,7 Ω
Dengan menggunakan persamaan 2.10, losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu :
P
N
= I
N 2
. R
N
Universitas Sumatera Utara
= 156
2
A . 0,55 Ω
= 13384,8 Watt = 13,3848 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P
= S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,62 P
= 250 KVA. 0,62 = 155 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo adalah : P
N
= 100
P P
N
×
=
100 KW
155 kW
13,3848 ×
= 8,63 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya
dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P
G
= I
G 2
. R
G
= 81,5
2
A . 3,7 Ω
= 24576 Watt = 24,576 kW Dengan demikian, persentase losses adalah :
P
G
= 100
P P
G
×
=
100 kW
155 kW
576 ,
24 ×
= 15,86
4. 3. 2 Trafo Distribusi 250 KVA di Jl. Batang Kuis DP. Pabrik Sahabat •
Siang hari : I
N
= 44 A R
N
= 0,55 Ω
I
G
= 20,5 A R
G
= 4,3 Ω
Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu :
P
N
= I
N 2
. R
N
= 44
2
A . 0,55 Ω
Universitas Sumatera Utara
= 1064,8 Watt = 1,0648 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P
= S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,89 P
= 250 KVA. 0,89 = 222,5 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo adalah : P
N
= 100
P P
N
×
=
100 kW
5 ,
222 kW
1,0648 ×
= 0,47 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya
dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P
G
= I
G 2
. R
G
= 20,5
2
A . 4,3 Ω
= 1807,1 Watt = 1,8071 kW Dengan demikian, persentase losses adalah :
P
G
= 100
P P
G
×
=
100 kW
5 ,
222 kW
1,8071 ×
= 0,812 •
Malam hari : I
N
= 40 A R
N
= 0,55 Ω
I
G
= 21,6A R
G
= 4,3 Ω
Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu :
P
N
= I
N 2
. R
N
= 40
2
A . 0,55 Ω
=880 Watt = 0,88 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P :
Universitas Sumatera Utara
P = S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,91
P = 250 KVA. 0,91 = 227,5 KW
Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah :
P
N
= 100
P P
N
×
=
100 KW
5 ,
227 kW
0,88 ×
= 0,003 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya
dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P
G
= I
G 2
. R
G
= 21,6
2
A . 4,3 Ω
= 2006,2 Watt = 2,0062 kW Dengan demikian, persentase losses adalah :
P
G
= 100
P P
G
×
=
100 kW
5 ,
227 kW
2,0062 ×
= 0,882
4. 3. 3 Trafo Distribusi 100 KVA di Jl. Pendidikan •
Siang hari : I
N
= 44 A R
N
= 0,796 Ω
I
G
= 23,2 A R
G
= 3,5 Ω
Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu :
P
N
= I
N 2
. R
N
= 44
2
A .0,796 Ω
= 1541,056 Watt = 1,541056 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P
= S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,87
Universitas Sumatera Utara
P = 100 KVA. 0,87 = 87 KW
Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah :
P
N
= 100
P P
N
×
=
100 KW
87 kW
1,541056 ×
= 1,77 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya
dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P
G
= I
G 2
. R
G
= 23,2
2
A . 3,5 Ω
= 1883,8 Watt = 1,8838 kW Dengan demikian, persentase losses adalah :
P
G
= 100
P P
G
×
=
100 kW
87 kW
1,8838 ×
= 2,165 •
Malam hari : I
N
= 83 A R
N
= 0,796 Ω
I
G
= 45,4 A R
G
= 3,5 Ω
Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu :
P
N
= I
N 2
. R
N
= 83
2
A .0,796 Ω
= 5483,644 Watt = 5,483644 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P
= S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,69 P
= 100 KVA. 0,69 = 69 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo adalah :
Universitas Sumatera Utara
P
N
= 100
P P
N
×
=
100 kW
69 kW
5,483644 ×
= 7,95 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya
dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P
G
= I
G 2
. R
G
= 45,4
2
A . 3,5 Ω
= 7214 Watt = 7,214 kW Dengan demikian, persentase losses adalah :
P
G
= 100
P P
G
×
=
100 kW
69 kW
7,214 ×
= 10,45
4. 3. 4 Trafo Distribusi 200 KVA di Jl. Bakaran Batu •
Siang hari : I
N
= 40 A R
N
= 0,55 Ω
I
G
= 18,5 A R
G
= 3,8 Ω
Dengan menggunakan persamaan 2.10 , losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu :
P
N
= I
N 2
. R
N
= 40
2
A . 0,55 Ω
= 880 Watt = 0,88 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P
= S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,63 P
= 200 KVA. 0,63 = 126 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo adalah : P
N
= 100
P P
N
×
Universitas Sumatera Utara
=
100 kW
126 kW
0,88 ×
= 0,69 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya
dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu : P
G
= I
G 2
. R
G
= 18,5
2
A . 3,8 Ω = 1300 Watt = 1,3 kW
Dengan demikian, persentase losses adalah : P
G
= 100
P P
G
×
=
100 kW
126 kW
1,3 ×
= 1,03
• Malam hari :
I
N
= 95 A R
N
= 0,55 Ω
I
G
= 41,7 A R
G
= 3,8 Ω
Dengan menggunakan persamaan 2.10, losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya yaitu :
P
N
= I
N 2
. R
N
= 95
2
A . 0,55 Ω
= 4963,75 Watt = 4,96375 kW Untuk menghitung persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo, harus diketahui terlebih dahulu daya aktif trafo P : P
= S cos x, dimana cos x yang digunakan adalah 0,57 P
= 200 KVA. 0,57 = 114 KW Dengan demikian, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral
trafo adalah : P
N
= 100
P P
N
×
=
100 KW
114 kW
4,96375 ×
= 4,35 Sedangkan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung besarnya
dengan menggunakan persamaan 2.11 yaitu :
Universitas Sumatera Utara
P
G
= I
G 2
. R
G
= 41,7
2
A . 3,8 Ω
= 6607 Watt = 6,607 kW Dengan demikian, persentase losses adalah :
P
G
= 100
P P
G
×
=
100 kW
114 kW
6,607 ×
= 5,79
Tabel 4. 3 Losses pada trafo distribusi
Lokasi Trafo Waktu
Ketidak- seimbangan
Beban I
N
A I
G
A P
N
kW P
N
P
G
kW P
G
Jl. Medan- L.Pakam
Siang 8,33
54 33,8 1,6038
1,16 3,98
2,89 Malam
11,66 156
81,5 13,38
8,63 24,58 15,86 Jl. Batang
Kuis DP. Pabrik
Sahabat Siang
8,33 44
20,5 1,07
0,47 1,81
0,81
Malam 0,66
40 21,6
0,88 0,003
2,01 0,88
Jl. Pendidikan
Siang 16
44 23,2
1,54 1,77
1,88 2,17
Malam 15
83 45,4
5,48 7,95
7,22 10,45
Jl. Bakaran Batu
Siang 3,33
40 18,5
0,88 0,69
1,3 1,03
Malam 20
95 41,7
4,96 4,35
6,61 5,79
Pada Tabel 4. 3 terlihat bahwa semakin besar arus netral yang mengalir di penghantar netral trafo I
N
dan arus netral yang mengalir ke tanah I
G
, semakin besar pula losses pada penghantar netral rafo P
N
dan juga losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah P
G
.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN