Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat

Universitas Sumatera Utara 4 Parluhutan Hutauruk Pembangunan Desa ¯ Usia: 60 Tahun ¯ Pekerjaan: Pensiunan PNS ¯ Pendidikan Terakhir S1 Jurusan Teknik Industri ¯ Jumlah Anak: 4 Orang 3 Perempuan, 1 Laki-laki ¯ Ciri-ciri fisik: Tinggi 175cm, Rambut berwarna Hitam, Kulit Sawo Matang, dan wajah berbentuk persegi

4.2.5 Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat

Seperti yang telah disebutkan dalam tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk, peneliti melakukan pengamatan langsung dan waancara secara mendalam kepada setiap informan utama yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini. Peran opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk akan dijabarkan dalam bentuk narasi maupun mendeskripsikan segala sesuatu yang menjadi hasil wawancara dan pengamatan langsung peneliti yang dimulai dari informan I samapai dengan informan ke IV. Informan I Bidang Adat Batak Nama : Manimbul Hutauruk s Tanggal Wawancara : 31 Januari 2015 Tempat : Rumah Bapak Manimbul Hutauruk Waktu : Pukul 13.00 WIB Universitas Sumatera Utara Manimbul Hutauruk merupakan informan pertama yang diwawancarai oleh peneliti ketika terjun langsung ke lapangan. Pada saat melakukan pra penelitian, peneliti bertanya ke masyarakat tentang orang-orang yang mereka anggap pantas disebut sebagai opinion leader di kalangan masyarakat Desa Hutauruk. Setelah lebih dari sepuluh orang mengatakan bahwa Bapak Manimbul Hutauruk layak disebut sebagai opinion leader ditambah dengan pernyataan Bapak Ramli Hutauruk, selaku mantan Kepala Desa Hutauruk, yang menyatakan bahwa Bapak Manimbul Hutauruk layak disebut sebagai opinion leader, maka peneliti memutuskan untuk mewawancarai beliau sebagai informan I peneliti. Ketika menyusuri jalan menuju rumah Bapak Manimbul Hutauruk, peneliti mengamati jarang sekali ada masyarakat yang duduk di luar atau untuk mengobrol membentuk kelompok. Bahkan di sekitar rumah Bapak Manimbul pun sepi dengan keramaian orang-orang. Tidak sulit untuk menemukan lokasi pasti rumah beliau, sebab rumah Bapak Manimbul berada di pinggir jalan dan langsung terlihat oleh kita yang melewati jalan raya. Sesampainya peneliti di depan pintu gerbang Bapak Manimbul Hutauruk, peneliti melihat bahwa beliau sedang asyik memperbaiki ban sebuah sepeda berwarna merah muda. Peneliti pun langsung menyapa Bapak Manimbul Hutauruk dan memanggil beliau dengan sebutan “Bapak Tua” dan menjabat tangan beliau. Peneliti langsung membuka perbincangan dan percakapan dengan pertanyaan seputar kegiatan Bapak Manimbul Hutauruk sekedar untuk mencairkan suasana dan mengakrabkan diri dengan beliau. Peneliti juga mengatakan maksud dan tujuan peneliti datang ke tempat beliau untuk mencari data seputar peran opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk. Peneliti mengamati bahwa beliau merespon dengan baik maksud dan tujuan peneliti datang ketempatnya. Hal ini dapat dilihat dari sikap beliau yang langsung mempersilahkan peneliti duduk di depan teras rumahnya dan beliau pun dengan segera melepaskan topi yang ia gunakan lalu bertanya kepada peneliti apa saja yang harus dijawab olehnya. Dengan cepat peneliti pun langsung menyiapkan daftar pertanyaan dan membuka catatan serta merekam segala hasil wawancara dengan beliau menggunakan telepon genggam peneliti. Di awal percakapan, peneliti mengelola Universitas Sumatera Utara biodata singkat Bapak Manimbul Hutauruk dan sedikit banyak beliau bercerita tentang pengalaman hidupnya semasa muda dulu. Peneliti pun dengan seksama mendengarkan beliau. Kemudian, setelah puas bercerita tentang pengalaman hidupnya, peneliti kemudian bertanya tentang interaksi masyarakat di desa tersebut dan pandangan beliau terhadap interaksi masyarakat di Desa Hutauruk. Beliau menceritakan bahwa beliau telah tinggal di Desa Hutauruk sejak lahir dan menjalani kehidupan sehari-hari sebagai seorang buruh bangunan. Hingga kemudian beliau dipanggil untuk bekerja di pabrik yang baru dibangun oleh T.B. Silalahi pada saat itu. Pabrik yang bergerak di bidang penciptaan ban mobil, motor, dan sepeda tersebut lah yang berpengaruh terhadap pemuda-pemuda yang menganggur di desa pada saat itu. Dalam pandangan beliau, kondisi Desa Hutauruk saat ini sebenarnya baik, interaksi di antara masyarakat pun intens, dan komunikasi di antara masyarakatnya juga baik. Bagi para pendatang yang berasal dari luar dan tinggal menetap di Desa Hutauruk pun tidak akan mengalami kesulitan dalam proses beradaptasi sebab masyarakat di desa tersebut terbuka dan ramah terhadap semua pendatang. Termasuk dalam hal yang biasanya menjadi konflik di beberapa tempat, seperti agama. Mayoritas agama masyarakat di Desa Hutauruk adalah Kristen Protestan, hal ini dapat terlihat dari banyaknya gedungbangunan gereja yang tersebar di beberapa lokasi di desa. Namun, bukan berarti hal ini menjadi masalah atau kendala bagi agama non-kristen untuk masuk ke desa tersebut. Agama Muslim misalnya, ada beberapa orang disini yang saya ketahui beragama Muslim dan mereka merupakan pendatang yang berasal dari Kota tebing Tinggi. Beliau juga mengatakan bahwa masyarakat di desa tersebut saat ini tidak terlalu sulit menerima adanya suatu perubahan. Ketika pertama kali ditanya tentang perubahan, beliau dengan spontan langsung mengaitkan makna perubahan tersebut ke Adat Batak. Dari penjelasan beliau, banyak sekali perubahan dalam Adat Batak yang terjadi di dalam desa tersebut hingga membentuk nilai dan norma Adat yang ada saat ini. Faktor pendidkan dan masuk serta berkembangnya teknologi diakui beliau sebagai penyebab utama proses perubahan tersebut. Universitas Sumatera Utara Beliau mengatakan bahwa pada jaman dahulu, kira-kira 10-20 tahun terakhir, Adat Batak yang masih dikenal sangat kental melekat dalam diri masyarakat desa tersebut. Banyak sekali upacara adat di desa ini, seperti upacaraadat mengantar anak menjadi dewasa, upacara perkawinan, upacara kematian, upacara pada saat panen padi, pemetikan padi, ataupun pembangunan irigasi di desa tersebut. Jika dibandingkan dengan sekarang, maka akan jauh berbeda dimana upacara adat yang sering dilakukan hanya sebatas pernikahan dan kematian saja, selebihnya jarang sekali dilakukan. Peneliti kemudian bertanya tentang bagaimana proses terjadinya perubahan dalam Adat Batak tersebut. Beliau kemudian menjelaskan, pada saat itu, masyarakat di desa taat bahkan sangat takut dibilang tidak beradat jika mereka tidak menjalankan sesuai dengan aturan yang ada. Masyarakat di desa tersebut lebih takut dikatakan sebagai orang tidak beradat dibanding orang tidak beragama. Secara tersirat, beliau mengatakan peran orang tua yang sangat dihargai merupakan salah satu hal yang menjadi kunci dalam proses penjalanan proses adat dalam berbagai kegiatan. Hingga pada waktunya, proses kepemimpinan tersebut mengalami sebuah regenerasi hingga sampailah pada kepemimpinan yang dipegang oleh kaum-kaum muda di desa tersebut, termasuk beliau yang pada saat itu juga merupakan salah satu pemuda yang ada di desa tersebut. Dalam hal pernikahan misalnya, contoh beliau, pada saat dulu tidak ada yang namanya bertemu dengan pasangan di luar dari kampung atau desa tersebut. Misalnya, ada seorang lelaki yang tertarik pada seorang wanita yang ada di desa tersebut, kemudian lelaki tersebut datang untuk berkunjung, jika pada jaman dulu maka pemuda tersebut akan diusir dari Desa Hutauruk karena wanita yang menjadi incarannya tersebut hanya diperuntukkan bagi pemuda yang ada di dalam Desa Hutauruk itu saja, dan tidak boleh ada pemuda lain yang berasal dari daerah yang berbeda untuk melamarnya. Dalam proses pelamarannya pun sudah jauh berbeda dibandingkan sekarang, dulu proses lamaran pernikahan bisa memakan waktu 4-6 hari, tetapi sekarang bisa lebih singkat hanya 1-2 hari saja. Beliau menjelaskan hal ini karena semakin banyaknya kesibukan masyarakat ditambah dengan kaum-kaum muda yang kebanyakan merantau ke luar desa membuat proses pernikahan harus dilaksanakan dengan cepat. Termasuk juga beliau yang pada saat hendak Universitas Sumatera Utara menikahkan anaknya harus dilaksanakan dalam waktu singkat karena urusan pekerjaan anaknya. Sulit untuk menerapkan hal tersebut kepada semua kalangan, di satu sisi beliau mengatakan masih ada beberapa orang tua jaman dahulu yang kurang setuju terhadap hal tersebut namun di sisi lain kaum muda di desa tersebut setuju terhadap hal tersebut. Disini lah orang-orang yang dihargai dan dituakan di masyarakat menengahi pendapat-pendapat mereka, termasuk juga Bapak Manimbul Hutauruk tersebut. Adanya orang-orang untuk mengakomodir pendapat yang berbeda dan kemudian disatukan untuk kepentingan bersama itu penting menurut penuturan beliau. Bapak Manimbul Hutauruk juga menambahkan kalau di kalangan masyarakat Desa Hutauruk, jarang sekali ada masyarakat yang berkonflik, hampir semua masyarakat hidup rukun. Namun, memang ada hal yang diungkapan oleh beliau bahwa menyangkut tanah ulayat, masyarakat dari semua golongan dan lapisan sosial di Desa Hutauruk sepakat untuk tidak setuju terhadap orang-orang berkuasa dan berkepentingan untuk mengelola dan membangun tanah ulayat tersebut. Tanah ulayat merupakan tanah milik nenek moyang di suatu desa yang tidak memiliki surat tanah atau sertifikat tanah. Berdasarkan hukum negara yang berlaku, hal ini merupakan sesuatu yang salah tanah yang mereka anggap sebagai tanah peninggalan nenek moyang mereka merupakan milik negara dan negara berhak untuk mengelolanya. Berbeda hal dengan anggapan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Hutauruk, mereka menganggap bahwa tanah tersebut sesuatu yang penting untuk diprtahankan karena menyangkut nilai-nilai leluhur nenek moyang mereka, tidak jarang juga ada kuburan orang-orang tua mereka di tanah itu, sehingga untuk memberikan tanah ulayat kepada pemerintah untuk dikelola rasanya sebagai suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Maka, ketika ada satu kejadian dimana pemerintah daerah ingin membangun jalan di salah satu tanah ulayat di Desa tersebut, para tokoh masyarakat lah yang turun langsung untuk menentang hal tersebut. Satu hal yang dapat dilihat disini adalah bahwa masyarakat di Desa Hutauruk termasuk masyarakat yang kurang aktif untuk menyampaikan pendapat mereka saat kurang setuju. “Kondisi desa ini yah baik, masyarakatnya pun terbuka dan komunikasi lancar. Jarang ada yang berkonflik di desa ini. Jika ada pendatang yang masuk ke desa ini pun masyarakat akan dengan senang hati menerima Universitas Sumatera Utara mereka. Sekalipun beragama berbeda, tetapi toleransi masyarakat disini sangat tinggi. Mengenai tentang perubahan, dalam Adat Batak misalnya, banyak sekali terjadi perubahan dari dulu hingga sampai saat ini. Dalam upacara-upacara adat yang biasanya ada di desa ini sudah jauh berkurang dibanding jaman dulu. Kalau jaman dulu, ada upacara adat untuk mengantarkan anak menjadi dewasa, ada juga upacara pada saat panen padi, memetik padi, ataupun saat ada dibuat irigasi di desa, upacara perkawinan, dan upacara kematian. Kalau sekarang mana ada lagi seperti itu. Sekarang semua serba cepat dan bagaimana supaya bisa tidak terlalu mengeluarkan banyak biaya. Tidak hanya sampai disitu saja, bahkan upacara adat seperti pernikahan cenderung dipersingkat waktunya mengingat kepentingan sang mempelai yang banyak mengenai urusan kerja. Hal ini udah mulai diterapkan di lima tahun terakhir. Juga ga lepas dari orang-orang yang berpengaruh dan pendapatnya dihargai di desa ini. Jadi, nanti yang menyelenggarakan pesta itu akan menyampaikan kepada orang-orang dituakan tersebut perihal sistem upacara adat yang dipersingkat tersebut, maka dengan begitu yang menjadi perantara antara masyarakat dan penyelenggara upacara adat. Oleh karena pendapatnya yang dihargai, maka orang-orang yang dituakan akan lebih mudah pendapatnya untuk diterima masyarakat secara luas dan merata.” Terkait dengan peran opinion leader yang ada di Desa Hutauruk, pada saat dulu, Bapak Manimbul sering dipanggil dalam kegiatan-kegiatan adat, salah satunya adalah menjadi parhata. Parhata merupakan orang yang menjadi perantara di dalam pesta pernikahan antara pihak perempuan dan pihak laki-laki. Beliau juga mengaku jika pada saat dulu, masyarakat di Desa Hutauruk sangat terpaku pada hukum adat, sehingga ada prinsip yang menyebar di kalangan masyarakat bahwa apa yang dikatakan oleh orang tua pasti benar. Hal ini menyebabkan kaum-kaum muda pada jaman dahulu sangat mendengarkan dan mematuhi para tetua-tetua, termasuk Bapak Manimbul. Beliau mengaku jika pada saat dulu, apa yang dikatan oleh para tetua, maka itu yang akan dituruti. Dalam pernikahan misalnya, sebaiknya diselenggarakan dimana, tanggal berapa, pantas atau tidak jika si perempuan menikah si laki-laki, bagaimana pembagian sinamot dan lain sebagainya. Tidak hanya sebatas itu, suatu pembangunan yang masuk ke dalam desa tersebut juga diakui oleh Bapak Manimbul akan diberitahukan kepadanya dan dimintai pendapatnya. Dalam masyarakat jaman dulu, Bapak Manimbul mengaku lebih aktif dalam kegiatan diskusi dan rapat mengenai peraturan-peraturan yang dibuat di desa, dalam acara-acara pesta maka dia akan dimintai menjadi parhata, selain itu juga jika ada pembangunan baru yang masuk, maka pihak Universitas Sumatera Utara penyelenggara pembangunan akan meminta beliau untuk menyampaikannya kepada masyarakat. Akan tetapi, diakui beliau bahwa saat ini masyarakat sudah menjadi masyarakat teknologi yang sudah banyak mendapatkan informasi, sekalipun hal tersebut membawa dampak negatif yaitu lunturnya nilai-nilai dan norma adat di kalangan masyarakat, membuat Bapak Manimbul Hutauruk hanya dimintai pendapat dan nasehatnya mengenai adat. Hanya sebatas itu, selain itu juga beliau berusaha untuk tetap menanamkan nilai dan norma adat di kalangan kaum muda melalui perbincangan ringan di partukoan. “Jika tentang perubahan, masyarakat disini tidak terlalu susah untuk menerimanya, beda kalau dulu, sekarang sudah lebih terbuka, tetapi malah jadinya kacau. Teknologi berkembang semakin menyurutkan semangat solidaritas kebersamaaan dalam Adat Batak, selain itu juga banyak anak muda yang hampir melupakan adat, padahal itu vital sekali. Oleh karena itu, kalo saya ngumpul-ngumpul di lapo tuak atau partukoan, saya akan banyak membahas tentang adat kepada mereka. Selain itu, jika ada acara-acara adat, maka saya akan memanggil kaum-kaum muda di desa untuk datang dan mengikuti acaranya. Hal itu penting untuk mengkaderkan kaum-kaum muda di masa mendatang nantinya.” Bapak Manimbul merupakan salah satu orang yang bisa dikatakan sebagai opinion leader dalam masyarakat Desa Hutauruk dalam bidang Adat. Pengetahuan dan pengalamannya dalam segala kegiatan adat membuatnya dihargai sebagai orang yang paham sekali tentang adat. Walaupun hampir semua opinion leader yang ada di Desa Hutauruk mengerti tentang adat, namun dengan keikutsertaan Bapak Manimbul yang hampir tidak pernah melewatkan berbagai kegiatan adat lah yang menjadikan dia sebagai seseorang yang dapat menyatukan pendapat dalam masyarakat jika ada hal-hal tertentu mengenai Adat. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap beliau, tingkat mengkonsumsi media massa Bapak Manimbul tergolong rendah. Beliau hanya membaca koran di waktu senggang atau tidak ada kegiatan di sore hari. Dalam satu minggu, beliau mengkonsumsi media massa koran sebanyak 2-3 kali. Melalui wawancara yang dilakukan terhadap Bapak Manimbul, peneliti memahami bahwa pengetahuan tentang Adat yang diperoleh Bapak Manimbul didapatkannya melalui orang tua dan pengalamannya mengikuti kegiatan adat selama ini. ketika peneliti bertanya adakah beliau membaca dari buku tentang Adat Batak, beliau justru mengaku hanya satu atau dua kali pernah membaca buku tentang Adat Batak. Universitas Sumatera Utara Kurang aktifnya beliau saat ini menjalankan peran sebagai opinion leader dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah karena usia beliau yang sudah menginjak usia tua, serta rasa takut yang dimiliki oleh beliau karena akan dikatakan sebagai orang yang selalu mau tampil dalam setiap kegiatan adat. Selain itu juga, beliau mengharapkan regenerasi kepemimpinan opinion leader kepada kaum muda yang ada di desa tersebut. Informan II Bidang Pendidikan Nama : Torang Hutauruk Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015 Tempat : Rumah Bapak Torang Hutauruk Waktu : Pukul 09.00 WIB Bapak Torang Hutauruk merupakan informan kedua yang peneliti wawancarai. Sesampainya peneliti di rumah beliau, seorang wanita membukakan pintu dan bertanya ingin mencari siapa, peneliti kemudian menjawab ingin mencari Bapak Torang Hutauruk. Lalu, perempuan tadi menjawab kalau Bapak Torang sedang keluar dan biasanya pergi ke lapo tuak sampai jam makan siang. Peneliti sedikit kecewa mendengar hal tersebut, tetapi peneliti memutuskan untuk tetap menunggu Bapak Torang Hutauruk. peneliti pun dipersilahkan masuk ke dalam ruang tamu rumah Bapak Torang. Perempuan tadi kemudian meninggalkan peneliti menuju dapur. Setelah satu jam menunggu, ternyata tidak disangka-sangka kalau Bapak Torang pulang ke rumah. Beliau kemudian melihat peneliti dan bertanya apa urusan peneliti datang ke rumah beliau. Peneliti pun menjelaskan maksud dan tujuan ingin mendapatkan data yang sesuai melalui wawancara kepada beliau untuk kepentingan penelitian skripsi. Beliau kemudian menjabat tangan peneliti dan menanyakan nama peneliti. Beliau tampak tidak keberatan untuk diwawancarai oleh peneliti. Pertanyaan untuk berbasa-basi dan mencairkan suasana pun dimulai. Beliau menceritakan tentang foto-foto anak-anak dan cucunya yang dipajang di Universitas Sumatera Utara sepanjang dinding ruang tamunya. Termasuk istrinya yang telah meninggal dua tahun yang lalu akibat terkena penyakit komplikasi. Beliau mengatakan bahwa dia tinggal bersamaa dengan anak laki-laki dan menantunya beserta cucunya. Hal ini membuatnya merasa tidak terlalu sepi sepeninggal mendiang istrinya. Setelah selesai menceritakan semua, beliau kemudian bertanya tentang apa penelitian ini sebenarnya dan apa yang ingin peneliti ketahui. Peneliti pun langsung bertanya kepada beliau mengenai pendapat beliau tentang desa dan interaksi masyarakat di desa. Beliau pun langsung berkomentar kalau interaksi masyarakat yang ada di desa tersebut berjalan baik, tetapi berdasarkan kepentingan-kepentingan saja. Nilai-nilai kebersamaaan di antara anggota masyarakatnya sudah mulai luntur dan sulit untuk digerakkan. Kemudian peneliti langsung bertanya, bagaimana kondisi desa ini jika dibandingkan pada saat dahulu dan sekarang. Beliau pun langsung bercerita tentang kondisi desa, khususnya bagian pendidikan di masyarakat Desa Hutauruk. Beliau bercerita jika pada saat dahulu, masih ada dan dikenal yang namanya mata pelajaran PPPP P4. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran mengenai pendidikan pancasila dan segala peraturan-peraturan pemerintah. Ketika kurikulum berubah dan mata pelajaran sekarang hanya difokuskan kepada ilmu-ilmu eksakta saja, beliau justru melihatnya sebagai sebuah kondisi yang hanya mementingkan ilmu-ilmu alam. Hal ini justru membuat perbedaan antara manusia-manusia produk jaman dahulu, dibandingkan dengan manusia-manusia hasil produk jaman sekarang ini. Beliau juga mengatakan bahwa saat ini, generasi muda sudah banyak yang menganggap mereka yang lebih tinggi dan lebih tahu dibanding orang-orang tua. Padahal, berbicara ilmu dan pengalaman orang tua masih belum bisa dikalahkan dibandingkan generasi-generasi muda. Inilah yang perlu ditanamkan kepada generasi-generasi muda. Sebab, hubungan yang terjadi antara golongan kaum tua dan kaum muda terjalin sangat renggang dibandingkan dahulu. Oleh karena perkembangan teknologi, jadi kaum muda di desa ini lebih menganggap mereka pintar, padahal hal tersebut masih belum seberapa dibandingkan pengalaman- pengalaman yang dirasakan oleh masyarakat yang tergolong kepada kaum tua. Universitas Sumatera Utara Untuk itulah sangat penting menurut beliau untuk diajarkan kepada generasi mendatang tidak hanya pendidikan ilmu pengetahuan, tetapi juga moral kepada para siswa melalui pelajaran yang sekarang ini disebut sebagai sejarah ataupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa kemajuan teknologi yang ada di desa ini membuat kebutuhan semakin meningkat, sehingga masyarakat disini menjadi masyarakat yang materialistis yang hanya mementingkan materi dan menyebabkan berkurangnya kebersamaaan, seperti gotong royong. “Desa kita ini, Desa Hutauruk, interaksi masyarakatnya yah baik. Masih lancar komunikasinya. Hanya saja sedikit renggang dibandingkan dahulu kalau saya lihat. Kalau jaman dulu itu, sebelum masa reformasi lah bisa dikatakan, yang muda sangat menghormati yang tua. Kalau setelah masa reformasi, perkembangan teknologi semakin maju, manusianya pun semakin maju, sehingga hilang adat itu di dalam diri generasi muda disini. Banyak lagi yang sudah tidak terlalu peduli terhadap para tetua, padahal dulu sangat berperan penting itu di dalam masyarakat. Para tetua atau yang dituakan inilah yang bahkan mengatur hidup mereka agar dapat sejahtera sesuai dengan nilai dan norma adat yang berlaku. Kalau sekarang, semua serba praktis, sehingga orang pun sudah malas untuk menasihati atau memberi nasihat kepada kaum-kaum muda karena mereka pun sudah menganggap diri mereka jauh lebih berkembang dibanding dengan kami. Beda dengan orang- orang jaman dulu pada saat orde baru lah. Mereka masih mematuhi dan mendengarkan apa yang kami katakan selaku orang yang dituakan. Dari kurikulum pendidikan pun sudah jauh berbeda. Kalau dulu penting sekali ditanamkan rasa hormat melalui berbagai mata pelajaran, P4 salah satunya. Kalau sekarang, semua kurikulum diubah, semakin terfokus pada kemajuan informasi dan teknologi, hasilnya membuat masyarakat disini kurang menghargai adanya orang-orang tua yang dihargai itu.” Beliau juga menjelaskan bahwa pada jaman dahulu, orang tua sangat dihargai, orang-orang tua yang dituakan di kalangan masyarakat pun pendapatnya dapat mempengaruhi masyarakat, karena pada jaman dahulu orang-orang di desa ini sangat menjunjung tinggi adanya kebersamaaan. Belum berkembangnya kemajuan teknologi membuat masyarakat disni sangat bergantung kepada para tetua atau orang-orang tua. Pada saat dulu banyak yang datang untuk berdiskusi atau bertanya kepada Bapak Torang dan tidak jarang beliau mengatakan bahwa apa yang dikatakannya dijadikan dasar atau landasan manusia bertingkah laku. Salah satu hal yang beliau contohkan adalah Program KB. Beliau mengatakan jika ketika sedang mengajar kepada para siswa SMP dari dulu sampai sekarang, Universitas Sumatera Utara Bapak Torang selalu menanamkan kepada para siswa untuk mampu berpikir kritis dari suatu program yang dibawa oleh pemerintah ke desa ini. Beliau pernah mengikuti sosialisasi Program KB, dan merupakan satu-satunya perwakilan yang dipercayakan oleh pemerintah daerah untuk mengikuti program sosialisasi KB tersebut dengan harapan beliau dapat menyebarluaskan kepada masyarakat bahwa seluruh masyarakat desa dan mendukung program KB. Ketika beliau mengikuti program pelatihan tersebut, hal yang kontradiksi justru muncul di dalam benak beliau. Beliau menganggap bahwa program KB itu tidak cocok jika diterapakn di masyarakat Desa Hutauruk. Itulah informasi yang disebarluaskannya hingga berdampak sampai saat ini tidak ada masyarakat Desa Hutauruk yang menggunakan program KB. Dari hasil yang peneliti dapatkan rata-rata keluarga di desa tersebut memiliki paling sedikit 4-7 anak. Beliau memang mengaku menolak program KB dan memberitahukan pandangannya tersebut kepada seluruh masyarakat Desa Hutauruk. Hasilnya dapat diterima oleh masyarakat sampai sekarang ini. Anggapan beliau terhadap program KB adalah bahwa program tersebut tujuannya untuk mengurangi jumlah penduduk, sementara penduduk Indonesia yang paling banyak itu berada di daerah Jawa, sementara lahan untuk tempat tinggal di Jawa sangat minim. Sedangkan bagi masyarakat di daerah Sumatera seperti di Desa Hutauruk sekalipun, program KB justru sebagai suatu bentuk maksud yang tersembunyi dari kepentingan-kepentingan pihak tertentu untuk menekan jumlah populasi masyarakat minoritas, seperti suku Batak. Beliau melanjutkan kalau tidak perlu diterapkan KB di Desa Hutauruk karena masih sangat banyak lahan disini yang bisa dijadikan tempat tinggal dan dikelola oleh generasi selanjutnya, tidak seperti daerah Jawa yang sangat minim lahan tempat tinggal. KB hanya menjadi suatu hal yang dapat menekan jumlah populasi minoritas, yang dalam hal ini maksud beliau adalah Suku Batak. “Saya pernah mengikuti program sosialisasi KB pada waktu itu ke Medan. Saya merupakan satu-satunya perwakilan dari Desa Hutauruk yang dikirim ke Medan. Hal yang saya dapatkan dari sosialisasi tersebut adalah bahwa KB sangat tidak cocok dengan masyarakat di Desa Hutauruk. Masih banyak lahan kosong di desa ini yang bisa diolah oleh generasi-generasi mendatang, jadi tidak perlu dibatasi mau punya berapa anak. Program KB itu sebenarnya merupakan suatu program untuk menekan jumlah penduduk, KB itu dikeluarkan untuk mengatasi masalah kependudukan yang semakin meningkat Universitas Sumatera Utara di Jawa, sementara jumlah lahan tidak sebanding dengan jumlah masyarakatnya. Oleh karena itu, kalau KB diterapkan di daerah Jawa, sangat cocok. Saya melihat ada suatu maksud tersembunyi dari golongan-golongan tertentu yang ingin menekan populasi masyarakat minoritas, seperti suku Batak. Jika dibandingkan dengan masyarakat di Jawa, kita akan kalah jauh jumlahnya, apalagi kalau dipaksa kita menggunakan KB, makin jauh rentang jumlah populasi masyarakat minoritas seperti kita. Oleh karena itu, saya selalu beritahu kepada siswa saya dan orang-orang yang saya jumpai atau bertanya kepada saya bahwa KB itu tidak cocok diterapkan di Desa Hutauruk ini. Dari dulu saya sampaikan itu kepada mereka, khususnya kepada siswa- siswi yang saya ajar di sekolah.” Bapak Torang mengatakan kepada peneliti bahwa khusunya pendidikan, itu sangat penting bagi semua masyarakat di desa ini. Beliau mengaku selalu memberitahukan hal tersebut kepada orang-orang tua yang memiliki anak agar menyekolahkan anaknya dan tidak menyuruhnya langsung bekerja setelah tamat sekolah. Bagi Bapak Torang, perkembangan pendidikan di Desa Hutauruk sudah tergolong lebih maju dibandingkan dahulu. Kalau dulu beliau mengatakan bahwa pendidikan itu merupakan hal yang kesekian yang harus dipenuhi. Hal tersebut yang beliau anggap menjadi penyebab jaman dulu ketika anak-anaknya sudah berhasil menempuh pendidikan sampai SD atau SMP merasa sudah cukup dan langsung disuruh menikah atau bekerja. Suatu hal yang dianggap salah baginya dan dia merasa untuk perlu memperbaikinya. Sudah semakin banyak orang tua saat ini di desa tersebut yang memperhatikan pendidikan anak-anak mereka. Suatu hal yang mengalami perkembangan menurut Bapak Hutauruk. Akan tetapi, beliau juga menambahkan bahwa pendidikan juga tidak boleh mengabaikan nilai dan norma adat karena hal tersebutlah yang dianggapnya menjadi pelengkap bagi pendidikan seseorang agar dapat menjadi tolak ukur bagi perilaku dan sikap seseorang di dalam bermasyarakat. Terkait dengan peran opinion leader dalam masyarakat Desa Hutauruk, disini peneliti mengamati bahwa Bapak Torang Hutauruk merupakan seseorang yang salah satu pendapatnya memang dihargai dan berpengaruh terhadap masyarakat di Desa Hutauruk. Pengaruh atau peran Bapak Torang dalam pendidikan dan KB sangat berpengaruh. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, sama halnya seperti Bapak Manimbul bahwa semakin lama peran mereka sebagai Universitas Sumatera Utara seseorang yang dituakan atau dianggap sebagai seseorang opinion leader semakin berkurang. Pengaruhnya tetap ada, namun hanya sebatas memberi nasehat kepada masyarakat di Desa Hutauruk. Berdasarkan pengamatan peneliti, Bapak Torang juga termasuk orang yang dapat dikategorikan sering mengkonsumsi media massa. Media massa yang paling sering dikonsumsi oleh beliau adalah Koran dan televisi. Dari pengamatan ditambah wawancara kepada beliau, peneliti mendapatkan bahwa Bapak Torang juga sering bertukar pikiran atau pendapat dan menceritakan apa yang dibaca dan ditontonnya ketika Bapak Torang sedang berkumpul di lapo tuak. Tidak jarang juga peneliti melihat bahwa ada beberapa orang yang datang kepadanya untuk menceritakan masalah di dalam keluarganya, masyarakat yang datang tersebut lebih banyak berkonsultasi kepada beliau tentang pendidikan bagi anak-anaknya. Informan III Bidang Keagamaan Nama : St. Amser Hutauruk Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015 Tempat : Rumah Bapak St. Amser Hutauruk Waktu : Pukul 14.00 WIB Informan penelitian ini selanjutnya adalah Bapak St. Amser Hutauruk. Beliau merupakan seorang wiraswasta yang mempunyai sebuah toko alat-alat bangunan di Desa Hutauruk. Pertama kali peneliti menjumpai beliau di toko tersebut, tetapi beliau kemudian menyuruh kami untuk melakukan wawancara saja di rumahnya yang hanya berjarak 20 meter dari toko tersebut. Oleh karena itu, peneliti langsung menuju rumah beliau. Pertama kali peneliti sampai di depan rumah berkeramik merah dan pagar hitam, peneliti langsung disambut oleh seorang perempuan tua yang ternyata adalah istri dari Bapak St. Amser Hutauruk. Peneliti kemudian disuruh masuk ke dalam ruang tamunya dan disuruh menunggu Bapak Amser. Setelah satu jam menunggu, Bapak Amser pun datang dengan sepeda motor tuanya yang berbunyi di depan pagar rumah. Seketika langsung Universitas Sumatera Utara anjing menggonggong dan anak perempuan beliau pun langsung membukakan pintu. Sesampainya Bapak Amser di rumah, peneliti langsung menjabat tangan beliau kemudian beliau memohon agar peneliti menunggu beberapa menit karena Bapak Amser hendak mengganti baju dan mencuci muka sebelum memulai wawancara. Dua puluh menit berselang, akhirnya beliau dengan wajah segar pun datang dan duduk dihadapan peneliti. Beliau hanya diam dan memandangi peneliti, hal ini sempat membuat peneliti kehilangan konsentrasi untuk mewawancarai beliau. Bapak Amser sebelumnya telah tahu maksud dan tujuan peneliti untuk mewawancarai beliau ketika peneliti menjumpai beliau di toko miliknya sebelumnya. Oleh karena itu, beliau langsung menunggu untuk diwawancarai oleh peneliti. Peneliti pun langsung melontarkan pertanyaan mendasar yang peneliti tanyakan pada dua informan sebelumnya yaitu pendapat informan tentang desa dan interaksi masyarakatnya. Menurut peneliti, hal ini penting untuk diketahui oleh opinion leader dan merupakan hal dasar yang harus diketahui oleh opinion leader sebab seorang opinion leader harus terlebih dahulu mengerti dan paham tentang masyarakatnya untuk kemudian menyesuaikan pesan dan komunikasinya kepada masyarakatnya. Bapak Amser pun menceritakan tentang kondisi masyarakat desa saat ini. Menurut penuturan beliau, interaksi masyarakat di Desa Hutauruk sangat kurang. Masyarakat di desa tersebut lebih mementingkan kepentingan mereka masing- masing ketimbang turut berpartisipasi dalam kegiatan di dalam masyarakat. Misalnya, kegiatan bersamaa yang dilakukan oleh gereja, membersihkan lingkungan, susah sekali untuk mengajak masyarakat turut serta didalamnya. Itu kalau dari segi kebersamaaan yang tercipta di masyarakat. Akan tetapi, kalau dari segi komunikasi dan interaksi masyarakatnya tidak mengalami hambatan namun terasa semakin merenggang dibanding dahulu. Dari penuturan beliau, bahkan jaman dulu dikenal istilah marsidapari yaitu sistem dimana orang yang satu bekerja di ladang atau di sawah temannya. Jadi, saling bertukar tempat kerja tetapi hal tersebut dilakukan secara sukarela tanpa biaya. Kalau saat ini tradisi atau hal tersebut sudah tidak nampak lagi di kalangan masyarakat Desa Hutauruk. Universitas Sumatera Utara Kemudian, beliau juga bercerita tentang agama di Desa Hutauruk. Beliau banyak berbicara soal agama dikarenakan memang beliau salah satu sintua yang masih aktif sampai sekarang melayani atau berkegiatan di gereja. Beliau menuturkan bahwa dahulu, masyarkat memiliki kepercayaan yang berbeda-beda, bahkan ada yang sampai memuja atau menyembah ulos. Kepercayaan- kepercayaan yang menyembah kuburan, nenek moyang, atau bahkan pemujaan sesajen dahulu sangat banyak. Sekalipun gereja telah ada di desa tersebut, tetapi banyak sekali masyarakat yang belum kembali ke gereja dan memutuskan untuk menganut kepercayaan-kepercayaan nenek moyang. Bapak Amser mengatakan kalau para sintua sangat berpengaruh dalam proses mempengaruhi masyarakat untuk menganut Agama Kristen. Beliau menjelaskan bahwa sintua-sintua lah yang melakukan pendekatan secara pribadi kepada masyarakat agar mau mengikuti kegiatan gereja. Termasuk dalam hal ini Bapak Amser juga melakukan hal tersebut. Beliau mengaku pernah menghadapi sebuah keluarga yang hanya mau mempercayai ulos sebagai “Tuhan” mereka. Beliau mengatakan bahwa sangat sulit untuk mengubah pandangan masyarakat yang seperti itu, tetapi bukan tidak mungkin hal tersebut tidak dapat dilakukan. “Masyarakat di desa ini cukup baik. Komunikasi yang terjalin pun lancar. Tidak ada hambatan berarti dalam proses komunikasi di antara masyarakatnya. Hanya saja, cenderung renggang dibandingkan dahulu, masyarakat sekarang lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan ketika diajak untuk berkumpul bersamaa, entah untuk kegiatan membersihkan lingkungan gereja ataupun semacamnya. Susah untuk diajak kegiatan bersamaa seperti itu. Terus, kalau soal agama, karena saya merupakan orang yang aktif di gereja, menurut saya, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat saat ini jauh lebih baik ketimbang jaman dulu, dimana orang masih percaya pada hal-hal berbau mistis dan tahayul. Semuanya tentu tidak lepas dari peran orang-orang gereja, khususnya sintua-sintua gereja. Biasanya para sintua ini sering melakukan pendekatan ke masyarakat melalui berbagai kegiatan perkumpulan yang diadakan oleh gereja, kebaktian di lingkungannya misalnya. Hal tersebut tentu akan lebih efektif dan mudah untuk mengubah pola pikir mereka terhadap hal-hal lain diluar agama Kristen.” Bapak Amser juga mengatakan kalau gereja juga memfokuskan sasaran mereka kepada kaum muda di gereja. Bagi gereja, kaum muda merupakan generasi yang sangat penting untuk dididik tidak hanya melalui pendidikan formal yang mereka dapatkan dari sekolah, tetapi juga dari gereja. Pendidikan moral Universitas Sumatera Utara melalui agama merupakan jalan efektif untuk membentuk generasi mendatang. Bagi beliau, justru kaum muda yang sangat rentang terhadap perubahan jaman sekarang ini. Sebuah fakta unik pun terungkap bahwa di Desa Hutauruk kaum mudanya juga mengalami masalah. Dari penuturan beliau, banyak sekali anak- anak muda di desa tersebut yang jatuh ke dalam narkoba dan seks bebas, bahkan ada yang sampai hamil di luar menikah. Itulah mengapa menurut beliau sangat penting memfokuskan kepada kaum muda. Beliau juga mengaku sering dipanggil oleh kegiatan-kegiatan naposo gereja. Kegiatan tersebut merupakan sebuah kegiatan pemuda gereja yang biasanya rutin diselenggarakan satu minggu sekali. Dari pengamatan yang peneliti lakukan, dalam kegiatan gereja ketika beliau dipanggil untuk mengikuti kegiatan- kegiatan gereja, beliau sering mengobrol kepada kaum muda di desa. Dari pengamatan peneliti juga tampak bahwa beliau sangat akrab dengan pemuda- pemudi gereja. Dalam ceramahnya, Bapak Amser menekankan kepada mereka pentingnya pendidikan dan memperkuat keimanan di dalam Tuhan. Terkait dengan peran opinion leader, beliau dapat dikategorikan sebagai seorang opinion leader di Desa Hutauruk. Dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, bahkan ada yang datang kepada beliau untuk menceritakan tentang masalah rumah tangganya dan meminta solusi dari Bapak Amser. Seorang wanita juga pernah datang untuk meminta nasehat dari beliau. Wanita tersebut bernama Uli dan dia merupakan seorang kaum mudi di desa yang ternyata hamil di luar menikah. Setelah tiga jam berkonsultasi kepada Bapak Amser, akhirnya beliau menyuruh perempuan tadi menikah dengan laki-laki yang menghamilinya. Pada akhirnya, perempuan tersebut menikahi laki-laki yang menghamilinya tersebut. Selain itu, Bapak Amser juga berusaha meyakinkan orang tua dari uli agar tidak memojokkan anak mereka dan menikahkan mereka secepatnya. Dari pengamatan peneliti, tampak bahwa Bapak Amser memiliki pengaruh yang kuat dalam mengubah opini masyarakat di sekitarnya. Setelah lama diwawancarai, akhirnya beliau pun mengatakan juga pernah berkontribusi dalam mengubah pandangan masyarakat tentang kepercayaan yang mereka anut. Itulah peran beliau pada saat dulu, namun juga tidak menguranginya di masa sekarang ini. Beliau masih aktif menjadi pembicara dalam berbagai kegiatan gereja, memberi nasehat, Universitas Sumatera Utara dan juga memberikan pendapat. Beliau juga termasuk salah satu yang mengkonsumsi media massa kategori tinggi. Setiap hari Bapak Amser membaca Koran dan menonton siaran berita di Televisi. Ia juga mengatakan kalau sedang berkumpul di lapo tuak, merupakan kesempatan berharga baginya untuk menceritakan tentang gereja kepada kaum bapak di lapo tuak. “Menurut saya, pendidikan bagi kaum muda itu sangat penting, tetapi juga tidak kalah penting dengan imannya. Generasi muda justru harus diseimbangkan pendidikan formal dan rohaninya. Kalau hanya berat di salah satu pihak saja, maka itu akan membuat generasi muda di desa ini menjadi kacau. Sudah banyak yang saya tahu anak muda di desa ini yang terlibat narkoba dan seks bebas. Jangan salah, justru banyak sekali anak-anak muda di desa ini yang terlibat hal-hal menyimpang. Nah, dari situ kan bisa kita lihat kalau kerohanian untuk menjaga perilaku dan sikap mereka itu penting. Makanya sering sekali saya tekankan kepada mereka bahwa jangan pernah meninggalkan gereja. Selalu itu yang saya katakan ketika sedang berkumpul dengan kaum-kaum muda di desa ini. Begitu juga dengan orang tua mereka, kami dari gereja juga sering memberikan pengarahan kepada para orang tua agar mengawasi anak mereka dengan baik, jangan hanya bekerja di sawah lalu pulang dan tidur. Itu membuat anak akan rentan mencari perhatian dari luar.” Bidang keagamaan merupakan bidang yang dijalani Bapak Amser dimana dia berusaha mengubah keyakinan dan pandangan orang terhadap suatu kepercayaan tertentu, mengubah pandangan kaum muda untuk pergi ke gereja dan aktif mengikuti berbagai kegiatan gereja itu penting dan tidak ketinggalan jaman. Informan IV Bidang Pendidikan Nama : Parluhutan Hutauruk Tanggal Wawancara : 02 Februari 2015 Tempat : Rumah Bapak Parluhutan Hutauruk Waktu : Pukul 19.30 WIB Bapak Parluhutan Hutauruk merupakan informan penelitian ini yang terakhir. Peneliti mendapatkan rekomendasi untuk mewawancarai beliau, setelah bertanya kepada beberapa orang di desa tentang siapa yang biasanya mereka tanya Universitas Sumatera Utara atau meminta bantuan ketika mereka mempunyai masalah dalam pembangunan dan masalah-masalah lain. Rata-rata masyarakat menjawab bahwa Bapak Parluhutan lah yang biasanya menjadi tempat mereka meminta nasehat dan pendapat. Peneliti pun langsung mencari alamat rumah beliau dan datang untuk mewawancarai belaiu. Akan tetapi, karena kesibukannya seharian yang mengurus sawah dan peternakan bebeknya, maka beliau hanya dapat diwawancarai pada malam hari. Ketika peneliti sampai di rumah Bapak Parluhutan, peneliti disambut oleh anaknya laki-laki yang sudah mengetahui maksud dan tujuan peneliti datang sebelumnya. Dia mempersilahkan peneliti untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Setelah itu dia mengatakan untuk menunggu sebentar karena Bapak Parluhutan sedang makan malam. Peneliti pun menunggu sekitar 20 menit, kemudian Bapak Parluhutan pun datang dan langsung bertanya kenapa kami ingin mewawancarai beliau. Setelah menjelaskan maksud dan tujuan peneliti, pertanyaan untuk mencairkan suasana pun terlontar kepada beliau. Beliau bercerita bahwa beliau merupakan pensiunan PNS di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Tapanuli Utara. Beliau menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tapanuli Utara. Bapak Parluhutan memiliki lima orang anak, tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Beliau juga mengatakan bahwa baru 10 tahun tinggal di Desa Hutauruk karena dipindahtugaskan. Sebelumnya, beliau memang lahir di desa tersebut dan menjalani pendidikan sampai SMA di Desa Hutauruk sebelum kemudian merantau ke Jogjakarta untuk meneruskan pendidikan di Perguruan Tinggi. Di Jogjakarta. Setelah lulus, beliau kemudian bekerja di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Kalimantan. Selama beberapa puluh tahun disana, akhirnya baru sepuluh tahun lalu dipindahtugaskan ke Desa Hutauruk. Peneliti pun kemudian langsung bertanya kepada beliau tentang pendapatnya tentang kondisi desa dan interaksi masyarakat di desa. Beliau pun mengatakan kalau kondisi di desa dilihat dari pembangunannya cenderung lambat. Bapak Parluhutan memandang bahwa interaksi yang terjadi di antara masyarakat sangat kurang. Masyarakat butuh ada penggerak yang menggerakkan mereka bahwa pentingnya kebersamaaan menjalin Universitas Sumatera Utara hubungan dengan yang lain. Beliau juga mengatakan bahwa pendidikan di masyarakat desa yang rendah membuat mereka hanya berorientasi pada uang saja. Untuk itulah, perlu ada orang-orang yang dalam hal ini memiliki reputasi atau dihargai oleh seluruh masyarakat dan mengubah pola pikir masyarakat. Bapak Parluhutan memandang kalau orang-orang yang dihargai dan dituakan tadi harus turut aktif secara langsung terjun dan berbaur dengan masyarakat, sekalipun status sosial masyarakatnya lebih rendah. Hal tersebut penting bagi beliau agar masyarakat tersebut memandang bahwa orang-orang yang dituakan di masyarakat tidak eksklusif atau susah dijangkau. Hal tersebut akan memudahkan masyarakat untuk meminta pendapat dan datang kepada para opinion leader. “Saya melihat kalau di desa ini pembangunan cenderung lambat dan tidak terarah. Masyarakatnya masih kurang untuk membangun desa. partisipasi mereka juga minim sekali, susah digerakkan. Akan tetapi, saya pernah mencoba untuk mengajak masyarakat membangun tanggul disini, saya kerjakan duluan, mencangkul duluan, barulah mereka ikut dan semakin lama semakin banyak yang aktif. Dari situ saya lihat bahwa di desa ini, saya yang harus terjun langsung dan berbaur dengan mereka. Jangan ada batasan- batasan yang menghalangi saya dengan masyarakat. Itu pentingnya kita harus blusukan ke mereka. Mereka juga akan menganggap kalau kita mengerti keadaan mereka dan tidak menjauhi mereka karena status sosial mereka yang lebih rendah misalnya. Seperti itu saya terapkan di dalam diri saya saat berhadapan dengan masyarakat di desa ini.” Selain itu, beliau menceritakan pengalaman-pengalaman masyarakat yang datang padanya. Ada berbagai kepentingan masyarakat yang datang kepadanya, mulai dari meminjam uang, meminta nasehat dan pendapat, dan meminta bibit tanaman. Salah datu masyarakat yang pernah membekas dalam ingatan Bapak Parluhutan adalah tentang seorang ibu yang datang dengan membawa anaknya yang sedang demam tinggi, karena tidak biaya untuk membawa anaknya berobat, maka Ibu tersebut meminjam uang dari Bapak Parluhutan. Bapak Parluhutan mengatakan kalau dia memberikan sejumlah uang kepada Ibu tadi dan tidak mengharapkan kembali. Beliau mengatakan kaalu dengan seperti itu maka tidak akan ada jarak dan membuat masyarakat segan untuk menegur atau berbincang dengan opinion leader. Dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, beliau setiap hari pergi ke sawah untuk mengelola tanaman padi bersamaa dengan para Ibu yang bekerja Universitas Sumatera Utara sebagai petani. Beliau tampak akrab dengan mereka sembari mengelola padi bersamaa-sama. Dalam perbincangan, kumpulan ibu-ibu tadi juga terbuka terhadap Bapak Parluhutan dan menceritakan masalah-masalah yang ada di keluarganya. Ketika peneliti bertanya kepada Bapak Parluhutan tentang seberapa penting interaksi dengan masyarakat baginya, beliau menjawab bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan dalam hidup bermasyarakat di Desa Hutauruk. Komunikasi yang menjadi perekat antara masyarakat dengan para pemimpinnya. Begitu juga dalam pembangunan di desa. Pembangunan di Desa Hutauruk membutuhkan partisipasi dari masyarakatnya untuk kelancaran dan kesuksesan pembanguann, karenanya jika tidak dikomunikasikan dengan baik maka akan gagal pembangunan di desa. “Komunikasi itu wajib dan harus kita tanamkan dari diri kita. Kalau mereka, dalam hal ini masyarakat tidak mau menegur duluan atau terbuka duluan, maka saya yang akan menyamperi dan menegur mereka, bertanya tentang kehidupan dan masalah-masalah yang mereka hadapi saat ini. Itu akan jauh lebih efektif membuat mereka semakin terbuka dibandingkan hanya menunggu mereka datang kepada kita.” Ketika peneliti bertanya bagaimana kondisi desa saat baru pertama kali beliau datang ke desa tersebut, beliau menceritakan bahwa kondisi desa sangat buruk dan menyedihkan. Tidak ada air yang mengharuskan masyarakat hanya menampung air hujan, masih kurangnya pengetahuan petani yang ada di Desa Hutauruk tentang cara bertani yang baik dan benar, hingga masyarakat yang hanya duduk-duduk saja di lapo tuak satu hari tanpa ada melakukan kegiatan- kegiatan berarti. Sejak saat itu, beliau yang mengusahakan masuknya air ke dalam desa tersebut. Sekitar lima tahun yang lalu, air telah masuk ke Desa Hutauruk, namun masalah yang kemudian dihadapi adalah bahwa Bapak Parluhutan melihat air yang masuk ke desa tersebut sangat jorok dan tidak layak dikonsumsi karena mengandung zat-zat kimia tertentu dari pembuangan air di sawah. Melihat masyarakat tidak ada yang menyadari hal itu, beliau mengajak semua bapak- bapak yang ada di desa tersebut untuk kemudian membuat sebuah saluran air dari tanah di atas bukit yang dia tahu memiliki sumber air yang bersih. Setelah selama satu bulan bekerja, akhirnya masyarakat di desa bisa menikmati air yang layak pakai dan bersih. Universitas Sumatera Utara Beliau juga yang ternyata membangun bersamaa warga air minum gratis di setiap pinggir jalan dan menyediakan gelas untuk minuman orang-orang atau para petani yang kelelahan setelah pulang bekerja. Beliau mengaku membangunnya bersamaa-sama dengan masyarakat setempat. Di pinggir jalan, tampak ada seperti sebuah penampungan air besar yang ternyata isinya adalah air minum bersih beserta gelas yang diikat dengan kawat untuk menghindari gelas yang hilang. Beliau mengaku membangun tempat air minum tersebut karena melihat para petani yang sering kelelahan setelah pulang bekerja dari sawah, sehingga mereka bisa beristirahat dan minum air sebentar sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pulang. Selain itu Bapak Parluhutan juga mengatakan kalau sejauh ini, masyarakat yang datang kepadanya ada sekitar 10 orang per hari untuk bercerita ataupun meminta nasehat. Beliau pun hanya sekedar menasehati masyarakat berdasarkan pengalaman-pengalamannya. Ketika ditanya tentang apa saja yang saat ini beliau lakukan ke masyarakat dalam rangka menginformasikan tentang sesuatu hal, beliau menjawab bahwa yang dilakukan oleh beliau hanya sebatas bercerita kepada masyarakat, sesekali Bapak Parluhutan yang datang mengunjungi masyarakat, khususnya para petani dan memantau perkembangan sawah mereka. Terkait dengan peran Bapak Parluhutan sebagai opinion leader dalam masyarakat, hampir sama dengan tiga informan sebelumnya, saat ini Bapak Parluhutan hanya menjalankan peran sebagai penasehat bagi masyarakatnya dan juga tetap menjaga komunikasi dengan masyarakat setempat. Tidak jarang juga, dari hasil pengamatan peneliti bahwa Bapak Parluhutan sering dimintai pendapat oleh para petani dan peternak bebek di desa tentang pupuk apa yang cocok dan makanan apa yang sesuai untuk hewan mereka. Dibandingkan dahulu, peran beliau memang sudah jauh berkurang. Peran beliau sebagai opinion leader ketika kondisi desa sangat memprihatinkan cukup signifikan. Jika digambarkan, maka peneliti mendapatkan beberapa peran yang dijalankan oleh para opinion leader opinion leader yang ada di Desa Hutauruk yang dapat dirangkum dalam table berikut No Nama Opinion Leader Peran Opinion Leader Dahulu Peran Opinion Leader Sekarang 1 Manimbul ¯ Menjadi parhata dalam ¯ Memberi nasehat Universitas Sumatera Utara Hutauruk berbagai acara dan kegiatan adat ¯ Jika ada permasalahan di Desa Hutauruk dipanggil untuk membuat keputusan dan solusi tentang jalannya atau tata cara adat ¯ Memberikan nasehat dan bimbinganaraha n kepada kaum muda mengenai tata cara Adat batak Toba 2 Torang Hutauruk ¯ Menyebarluaskan informasi bahwa KB tidak cocok dalam Masyarakat Desa Hutauruk ¯ Memberitahukan kepada masyarakat Desa Hutauruk, khususnya para orang tua pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka ¯ Menasehati kaum muda agar terus melanjutkan pendidikan mereka ¯ Menekankan kepada kaum muda pentingnya pendidikan mengenai pancasila dan sejarah 3 St. Amser Hutauruk ¯ Mengubah pandangan masyarakat tentang kepercayaan yang mereka anut ¯ Mengajak masyarakat untuk aktif dalam kegiatan gereja dan pembangunan di gereja ¯ Memberi nasehat, khususnya kepada kaum muda agar tetap melanjutkan pendidikan dan tidak meninggalkan agama Universitas Sumatera Utara ¯ Mengajak kaum muda dan masyarakat lainnya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan gereja bersamaa ¯ Memberikan nasehat kepada pelajar-pelajar atau kaum muda yang terlibat kasus serta mencari solusi bagi mereka yang sudah hamil diluar nikah atau pun mengkonsumsi narkoba 4 Parluhutan Hutauruk ¯ Membangun Sumber Air Bersih di Desa Hutauruk ¯ Mengajak masyarakat turut aktif dalam kegiatan pembangunan infrastuktur Desa Hutauruk ¯ Memberikan pengarahan kepada para petani tentang sistem bertani yang baik dan benar ¯ Mengubah pola piker ¯ Memberi nasehat kepada masyarakat ¯ Meminjamkan uang kepada masyarakat yang membutuhkan ¯ Memantau perkembangan sawah masyarakat di Universitas Sumatera Utara masyarakat untuk menanam sayur dan tidak boros dalam membelanjakan uang Desa Hutauruk Tabel 4.7 Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk

4.2.6 Gaya Komunikasi Opinion Leader di Desa Hutauruk

Dokumen yang terkait

Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

10 115 91

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Peran Opinion Leader Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok Dalam Pilkada Kota Depok 2015

1 14 94

TRADISI MARHARE DALAM UPACARA ADAT KEMATIAN SAURMATUA BAGI MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA PAKPAHAN KECAMATAN PANGARIBUAN KABUPATEN TAPANULI UTARA.

0 2 25

STUDI HUKUM WARIS ADAT TENTANG KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA.

0 0 15

Peran NU Sebagai Opinion Leader Dalam Me

0 0 58

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma - Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

PERAN OPINION LEADER DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT (Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 10