Sedangkan kekerasan secara fisik berupa kekerasan yang sejalan dengan Pasal 89 KHUP.
“yang disamakan dengan melakukan kekerasan itu, membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi lemah.”
Kekerasan secara fisik terhadap aparat kepolisian dapat dilakukan secara perseorangan maupun secara bersama-sama seperti terdapat dalam Pasal 211
samapi dengan Pasal 215 KUHP. Kekerasan fisik berupa paksaan atau tekanan terhadap aparat kepolisian
supaya menjalankan perbuatan jabatan atau mengalpakan perbuatan jabatan yang sah. Kekerasan juga dapat berupa perlawanan terhadap aparat yang sedang
menjalankan tugas seperti melepaskan orang yang ditangkap oleh polisi dari tangan polisi.
Kekerasan secara fisik menebabkan suatu luka baik itu luka ringan maupun luka berat. Termasuk perbuatan kekerasan yang mengakibatkan matinya aparat.
B. Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap Aparat Kepolisian
Budaya kekerasan disebut demikian karena belakangan ini penyelesaian masalah cenderung menggunakan cara-cara kekerasan, tampaknya semakin
menguat dan menjadi budaya. Kekerasan dalam bentuk anarkis atau premanisme di berbagai wilayah Indonesia telah menjadi warta setiap hari. Dengan
memperhatikan kekerasan demi kekerasan yang terjadi, terdapat beberapa faktor yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan, langsung maupun secara tidak
langsung, secara sendiri-sendiri, maupun secara bersama-sama. Faktor-faktor tersebut diantaranya
32
1.
Masalah penegakan hukum law enforcement yang masih lemah. :
Tanpa penegakan yang tegas dan adil, maka kekecewaan akan tumbuh dalam masyarakat. Penegakan yang diinginkan adalah yang adil, dalam arti
tidak pandang bulu, apakah ia berduit atau tidak, apakah orang kaya atau orang miskin, apakah berkuasa atau tidak, di depan hukum harus diberlakukan
secara adil. Jika tidak, kekecewaan demi kekecewaan masyarakat lambat laun akan terakumulasi dan hanya menunggu momentum untuk meledak. Sedikit
saja ada permasalahan, masyarakat akan marah. 2.
Masalah kesenjangan ekonomi. Masalah kesenjangan ekonomi terjadi dimana-mana di belahan dunia.
Hanya yang berbeda adalah tingkat kesenjangannya. Semakin besar gap pendapatan anggota masyarakat yang satu dengan yang lain, semakin
potensial untuk mengoyak kestabilan dan keamanan wilayah atau daerah setempat. Kesenjangan ekonomi dapat dengan pasti menimbulkan
kecemburuan sosial. Apabila mereka terbilang kaya tidak peduli dengan mereka yang miskin yang ada disekitarnya. Kecemburuan sosial inipun secara
potensial membahayakan, karena sewaktu-waktu bisa tersulut membara menjadi tindakan anarkis, hanya karena percikan api permasalahan yang kecil
saja. 3.
Tidak adanya keteladanan dari sang pemimpin.
32
http:economist-suweca.blogspot.com201009budaya-kekerasan-yang-menguat-apa.html diakses pada tanggal 14 Maret 2015, pukul 19:00
Artinya, pemimpin mulai tidak satya wacana: apa yang dilakukan berbeda jauh dengan apa yang dikatakan. Pemimpin melakukan tindakan-tindakan
yang tidak terpuji, mementingkan diri sendiri, dan keluar dari rel kewenangannya. Masyarakat yang kehilangan figur yang layak diteladani
bagai anak ayam yang kehilangan induknya. Walaupun secara fisik sang induk ada, tapi tidak pantas lagi menjadi panutan. Ketika terjadi permasalahan, maka
masyarakat yang kehilangan figur keteladanan, menjadi bingung ke mana dan di mana tempat bertanya dan mengadu. Karena tidak ada yang pantas
diteladani, maka mereka melakukan tindakan yang semaunya, yang sering kali tanpa pertimbangan.
4. Adanya provokasi dari pihak-pihak berkepentingan.
Karena ada provokasi dari pihak-pihak yang berkepentingan menjadikan bibit-bibit permasalahan yang ada agar menjadi besar. Di balik upaya-upaya
mereka itu tentu ada maksud yang tersembunyi, mungkin dalam kaitannya dengan politik, seperti dalam rangka merebut kekuasaan dengan cara merusak
image orang yang sedang berkuasa atau lawan politiknya, dan sebagainya. Bagi sebagian masyarakat yang kondisinya sudah „labil
‟ karena dihimpit oleh berbagai persoalan hidup, bukanlah tidak mungkin mereka dengan mudah
terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan destruktif tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang diperalat.
Apabila lebih spesifik, faktor penyebab kekerasan yang ditujukan terhadap Aparat Kepolisian dapat dibagi ke dalam enam lima faktor yakni:
33
1. Faktor structural condusiveness terdapatnya kondisi struktural yang
kondusif yang berupa ketidakharmonisan antara masyarakat dengan polisi sebelum kekerasan massa berlangsung;
2. Faktor structural strain terdapatnya ketegangan struktural yang terjadi
antara masyarakat dengan polisi, di mana adanya ketidakadilan yang dipersepsikandipahami masyarakat terhadap polisi sebagai sesuatu yang
menindas sebelum kekerasan massa berlangsung 3.
Faktor pola budaya masyarakat terdapatnya kebiasaan sehari-hari yang mencerminkan budaya kekerasan di dalam masyarakat seperti kebiasaan
membawa senjata tajam dan suka berkelahi fisik dalam menyelesaikan persoalan;
4. Faktor pemicu faktor penyulutpenyebab utama berupa arogansi dari
beberapa oknum polisi; 5.
Faktor katalis faktor yang mempercepat terjadinya kekerasan massa berupa isu bahwa polisi menutup-nutupi fakta sebenarnya dan adanya
provokasi dan mobilisasi; 6.
Lemahnya manajemen konflik faktor penahan dan peredam yang kurang memadai berupa kurangnya antisipasi pihak kepolisian dengan baik,
kurang berhasilnya pihak pemda dan tokoh-tokoh masyarakat dalam menahan aksi massa.
33
Apandi, Tesis, “Kekerasan massa studi kasus di Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir- Riau”, Jakarta:Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2004, hal. 2
Memang tugas polisi penuh resiko sebagaimana yang diakui Staff khusus Kapolri, Kastorius Sinaga. Menurut dirinya, ada beberapa penyebab yang memicu
aksi kekerasan warga terhadap polisi. Pertama, kekecewaan melihat kinerja polisi. Kedua, akibat provokasi pelaku pelanggaran hukum yang menjadikan warga
sebagai tameng. Ketiga, rasa frustrasi rakyat karena himpitan ekonomi. Faktor- faktor ini yang kemudian menjadikan mereka lebih gampang diprovokasi pihak-
pihak tertentu.
34
Pengamat Kepolisian Alfons Leumau menilai, maraknya aksi kekerasan terhadap aparat keamanan terjadi karena masyarakat sudah tidak percaya kepada
penegak hukum. Banyak masyarakat yang tidak percaya lagi sistem penegakan hukum di negeri ini bisa memenuhi rasa keadilan. Akibatnya mereka mencari cara
sendiri untuk menegakan hukum. Caranya dengan kekerasan.
35
C. Perlindungan hukum bagi Aparat Kepolisian dalam hukum pidana di