berdasarkan perasaan keadilannya serta hati nuraninya.
60
Apabila kebebasan yang dimiliki hakim kemudian diartikan menjadi kebebasan mutlak, dapat terjadi
kekuasaan yang sewenang-wenang, yang pada akhirnya akan kembali kepada suasana yang menyebabkan lahirnya prinsip kebebasan kekuasaan kehakiman.
61
B. Putusan Hakim Dan Mekanisme Hakim Menjatuhkan Putusan Menurut Hukum Acara Pidana Di Indonesia
Terbitnya UU Nomor 8 Tahun 1981 sebagai KUHAP, ketika itu disambut sebagai prestasi luar biasa bangsa Indonesia. Itu dianggap prestasi karena telah
berhasil membentuk hukum sendiri, lepas dari sistem hukum kolonial yang menindas selama berates tahun. Di antara prestasi itu, yang dicatat masuk ke
dalam KUHAP adalah 11 prinsip asas hukum yang sebelumnya tidak ada di dalam HIR, yakni asas-asas legalitas, keseimbangan, praduga tak bersalah,
pembatasan penahanan, ganti rugi dan rehabilitasi, penggabungan pidana dengan ganti rugi, unifikasi, diferensiasi tunggal, saling koordinasi, peradilan yang cepat
dan biaya ringan, serta peradilan yang terbuka untuk umum. Kesebelas prinsip inilah yang dijabarkan ke dalam seluruh pasal dan ayat-ayat KUHAP.
62
Kalau ditelaah secara teliti ketentuan dalam KUHAP, maka sistem peradilan pidana Indonesia yang terdiri dari komponen kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, dan lembaga pemasyarakat sebagai aparat penegak hukum, setiap komponen dari sistem tersebut seharusnya secara konsisten menjaga agar sistem
60
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan ketigabelas, Jakarta: Gramedia, 1991, hal. 228.
61
H. Pontang Moerad B.M., op.cit, hal. 55.
62
Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2009, hal. 45.
Universitas Sumatera Utara
tetap berjalan secara terpadu. Keempat aparat tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama lain. Bahkan, dapat saling menentukan.Masing-masing
komponen tersebut merupakan sub-sistem dalam keseluruhan sistem peradilan pidana. Dalam sistem peradilan pidana, cara kerja sub-sistem harus terintegrasi
terpadu dengan sub-sistem lainnya. Harus ada persamaan persepsi dalam mencapai tujuan pokok adanya sistem peradilan pidana.
63
Penyidikan yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Penyidikan yang baik ini dikaji melalui
pra-penuntutan yang dilakukan oleh jaksa.
64
Pelaksanaan penegakan hukum pidana yang sangat menarik perhatian publik saat sekarang adalah mengadili perkara dan penjatuhan putusan oleh
pengadilan.Putusan yang dijatuhkan pengadilan kadang-kadang dianggap masyarakat jauh dari keadilan.Bahkan tidak jarang setelah putusan diucapkan,
masyarakat mencari-cari kesalahan materi putusanpertimbangan putusan atau legal reasoning dari putusan tersebut. Ada juga pihak-pihak yang berperkara yang
tidak setuju dengan bunyi putusan minta supaya hakim yang memutus perkara dilaporkan ke Komisi Yudisial karena kesalahan dalam proses pelaksanaan
persidangan dan dalam memutus perkara. Kesalahan tersebut sebenarnya menurut ketentuan hukum acara, bagi pihak yang tidak menerima putusan karena dirasa
63
H. Pontang Moerad B.M., op.cit, hal. 186.
64
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
tidak adil, dapat mengajukan upaya hukum ke Pengadilan yang lebih tinggi seperti banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung.
65
Sesungguhnya pengambilan putusan dalam perkara pidana dilakukan oleh hakim yang independen melalui suatu proses persidangan. Proses tersebut
berperan dalam menentukan bagaimana putusan yang akan dijatuhkan. Sebaliknya putusan yang dirasakan adil oleh masyarakat sangat tergantung juga dari proses
persidangan yang adil, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan
di sidang terbuka untuk umum.
66
Putusan yang dijatuhkan hakim dimaksudkan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.Untuk memutus suatu perkara
pidana, maka terlebih dahulu hakim harus memeriksa perkaranya. Sebelum putusan hakim diucapkandijatuhkan maka prosedural yang harus dilakukan
hakim dalam praktek lazim melalui tahapan sebagai berikut:
67
a. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. b.
Terdakwa dipanggil masuk ke depan persidangan dalam keadaan bebas kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas terdakwa serta
terdakwa diingatkan supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar serta dilihatnya di persidangan.
65
H. Elfi Marzuni, “Peran Pengadilan Dalam Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia”, Makalah Seminar Peran Dan Fungsi Penegakan Hukum Dalam Menciptakan Keadilan Dan
Kepastian Hukum, 10 April 2012.
66
Pasal 195 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
67
Lilik Mulyadi, op.cit., hal. 123–124.
Universitas Sumatera Utara
c. Pembacaan surat dakwaan untuk Acara Biasa Pid.B atau catatan
dakwaan untuk Acara Singkat Pid.S oleh Jaksa Penuntut Umum. d.
Selanjutnya terdakwa dinyatakan apakah sudah benar-benar mengerti akan dakwaan tersebut, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti lalu Penuntut
Umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.
e. Keberatan terdakwa atau penasihat hukum terhadap surat dakwaan Jaksa
Penuntut Umum. f.
Dapat dijatuhkan putusan selapenetapan atau atas keberatan tersebut hakim berpendapat baru diputus setelah selesai pemeriksaan perkara maka
sidang dilanjutkan. g.
Pemeriksaan alat bukti yang dapat berupa: a.
Keterangan saksi; b.
Keterangan ahli; c.
Surat; d.
Petunjuk; dan e.
Keterangan terdakwa. h.
Kemudian pernyataan Hakim Ketua Sidang bahwa pemeriksaan dinyatakan “selesai” dan lalu Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana
requisitoir. i.
Pembelaan pleidoi terdakwa dan atau penasihat hukumnya. j.
Replik dan Duplik, selanjutnya re-replik dan re-duplik.
Universitas Sumatera Utara
k. Pemeriksaan dinyatakan “ditutup” dan hakim mengadakan musyawarah
terakhir untuk menjatuhkan putusan. Hukum Acara Pidana mempunyai spirit untuk menjamin adanya
pelaksanaan proses hukum yang adil dan layak due process of law dan menghindarkan diri dari praktek penegakan hukum yang sewenang-wenang atau
arbitrary process di seluruh elemen dalam sistem peradilan pidana, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan sampai kepada lembaga pemasyarakatan.
68
Satu-satunya kekuasaan dan kewenangan penegak hukum hanyalah kewenangan yang bersumber dan berdasar undang-undang. Pembagian
kewenangan atau kekuasaan aparat penegak hukum dalam KUHAP berjalan menurut alur procedural design, melalui tiga tahap, yaitu: 1 tahap pra-
ajudikasi pre-adjudication, atau tahap sebelum sidang pengadilan, dengan sentral kekuasaan ada pada polisijaksa, 2 tahap ajudikasi adjudication, sebagai
tahap di persidangan, dengan sentral kekuasaan ada pada hakim, dan 3 purna- ajudikasi post-adjudication, tahap setelah sidang pengadilan, dengan Lembaga
Pemasyarakatan sebagai sentral figurnya.
69
Pemeriksaan secara
inquisitoir dalam sistem kontinental Eropa membuktikan adanya kepercayaan yang besar dalam menemukan fakta-fakta oleh
para pejabat Negara.Hakim memutus berdasarkan urutan penerimaan pembuktian.Ia menginterogasi tersangka dan para saksi.Seperti halnya seorang
68
Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kepada Kejahatan Dan Penegakan Hukum Dalam Batas-Batas Toleransi, Pidato Pengukuhan Guru
Besar, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993, hal. 6. dalam Pujiyono, Kumpulan Tulisan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2007, hal. 101.
69
Pujiyono, Kumpulan Tulisan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2007, hal. 101.
Universitas Sumatera Utara
ahli sejarah, hakim pun berusaha untuk memperoleh gambaran yang obyektif dan luas atau lengkap mengenai delik yang dituduhkan jaksa penuntut umum dan
pembela hanya memainkan peran pelengkap. Dengan demikian pemeriksaan dalam persidangan secara inquisitoir merupakan pencaharian berdasarkan
wewenang bagi kebenaran dan bukan semata-mata merupakan debat tentang pelbagai kemungkinan untuk meninjau fakta-fakta serta untuk menilai alat-alat
bukti. Pada pemeriksaan di hadapan sidang pengadilan dalam sistem kontinental, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk menguji dapat dipercaya tidaknya
seorang saksi dan keakuratan ketelitian keterangan yang diberikan digunakan oleh hakim dalam interogasinya yang mendalam.
70
Hakim pada umumnya mulai mengajukan pertanyaan dan setelah ia selesai bertanya, kesempatan diberikan pada jaksa dan pembela untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Gaya dan tata caranya pemeriksaan dapat berbeda dari pengadilan yang satu dengan yang lain demikian pula dari hakim yang satu
dengan yang lainnya. Gayanya pun tergantung kepada apakah terdakwa didampingi oleh pembela.
71
Apabila hakim memandang pemeriksaan sidang sudah selesai, maka ia mempersilakan penuntut umum membacakan tuntutannya requisitoir. Setelah itu
giliran terdakwa atau penasihat hukumnya membacakan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau
70
Soedjono Dirdjosisworo, Filsafat Peradilan Pidana Dan Perbandingan Hukum, Cetakan kedua, 1984, Bandung: Armico, hal. 32.
71
Ibid., hal. 116.
Universitas Sumatera Utara
penasihat hukumnya mendapat giliran terakhir.Tuntutan, pembelaan serta jawabannya dilakukan secara tertulis.
72
Jika acara tersebut selesai, maka berdasarkan Pasal 182 ayat 2 KUHAP, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan
ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa
atau penasihat hukum dengan memberikan alasannya.Penjelasan Pasal tersebut menyatakan pemeriksaan dapat dibuka sekali lagi dengan alasan untuk
menampung data tambahan untuk bahan musyawarah hakim. Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan hari itu juga
atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum.
73
Satu hal yang sangat penting tetapi tidak disebut ialah berapa lama penundaan itu dapat berlangsung. Dalam Ned. Sv. Jelas
ditentukan bahwa penundaan penjatuhan putusan hakim itu paling lama dapat berlangsung empat belas hari.
74
Dengan berakhirnya dan ditutupnya pemeriksaan sidang, hakim akan mengadakan pertimbangan. Pengadilan mengambil keputusan berdasarkan suara
mayoritas keputusannya diumumkan sebagai keputusan bersama.Pertimbangan yang dilakukan oleh majelis hakim bersifat rahasia.Pada uraian berikutnya
mengenai struktur membuat keputusan yang menjadi dasar
72
Bandingkan dengan Pasal 182 ayat 1 KUHAP
73
Pasal 182 ayat 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
74
Andi Hamzah, op.cit, hal. 283.
Universitas Sumatera Utara
pertimbangan.Keputusan akan disajikan sebagai pertimbangan “pengadilan.” Pengadilan mewakili baik majelis hakim maupun hakim tunggal.
75
Akan tetapi sebelum ketua sidang menjatuhkan putusan, harus dilalui beberapa tahap proses “formal.” Dikatakan formal, karena pada dasarnya tahap
proses itu harus dilalui, tetapi sifatnya tidak begitu “formalistis.” Seandainya tahap tersebut tidak secara terang dan tegas dilalui, “tidak mengakibatkan batalnya
putusan.”Dan prosesnya pun lebih “bersifat intern” di antara majelis hakim yang memeriksa perkara.Di samping bersifat intern, “sifatnya pun rahasia,” tidak
dilakukan di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
76
Putusan hakim ditentukan melalui musyawarah majelis hakim
77
Musyawarah majelis ini sedapat mungkin merupakan permufakatan yang bulat, kecuali jika hal itu telah diusahakan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka
ditempuh dua cara, yaitu:
78
a. Putusan diambil dengan suara terbanyak; dan
b. Jika yang tersebut a tidak diperoleh, maka yang dipakai adalah pendapat
hakim yang paling menguntungkan terdakwa. Menurut pendapat Andi Hamzah, ketentuan tersebut sangat
menguntungkan terdakwa, karena jika seorang hakim memandang apa yang
75
Soedjono Dirdjosiworo, op.cit, hal. 118.
76
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali, Edisi kedua, Jakarta: Sinar
Grafika, 2006, hal. 263.
77
Pasal 182 ayat 3 KUHAP: “… hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila
perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruang sidang.”
78
H. Pontang Moerad B.M., op.cit, hal. 111.
Universitas Sumatera Utara
didakwakan telah terbukti dan oleh karena itu terdakwa harus dipidana, sedangkan seorang hakim lagi menyatakan bahwa hal itu tidak terbukti dan hakim yang
ketiga abstain, maka terjadilah pembebasan vrijspraak terdakwa.
79
Pasal 182 ayat 4 KUHAP menegaskan bahwa musyawarah majelis hakim yang dilakukan tersebut harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala
sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang. Sama dengan putusan hakim dalam perkara perdata dibatasi oleh apa yang
digugat, hakim dalam perkara pidana tidak boleh memutus di luar yang didakwakan jaksa. Idealnya ialah perbuatan yang sungguh-sungguh terjadi yang
didakwakan dan itu pula yang dibuktikan.Memang benar dominus litis adalah jaksa yang mewakili negara.Jaksa boleh menuntut satu feiten perbuatan, tetapi
yang satu itu sungguh-sungguh terjadi dan sungguh-sungguh dibuktikan dengan alat bukti yang cukup ditambah dengan keyakinan hakim.
80
Pasal 182 ayat 7 KUHAP juga menyatakan bahwa pelaksanaan pengambilan putusan dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan
khusus untuk keperluan itu da nisi buku tersebut sifatnya rahasia. Sementara itu, Pasal 200 KUHAP menentukan bahwa surat keputusan ditandatangani oleh hakim
dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan. Hal lain yang harus diperhatikan yaitu bahwa Pasal 196 ayat 1 KUHAP
menentukan hakim memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali ditentukan lain oleh KUHAP dan undang-undang lain. Pengecualian dalam
79
Andi Hamzah, op.cit, hal. 283.
80
A. Hamzah, op.cit.
Universitas Sumatera Utara
KUHAP yaitu dalam hal acara pemeriksaan cepat, putusan hakim dapat dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa.
Dalam undang-undang pidana khusus dikenal pula peradilan in absentia yaitu pada delik ekonomi Pasal 16 UU Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang
Pengusutan, Penuntutan, Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi dikenal peradilan in absentia terhadap orang yang tidak dikenal, tetapi terbatas pada
penjatuhan pidana perampasan barang-barang yang telah disita.Begitu pula dalam delik korupsi Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dapat dijatuhkan pidana tanpa hadirnya terdakwa.
81
Dalam putusan pemidanaan, Pasal 196 ayat 3 KUHAP juga menentukan bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala
yang menjadi haknya setelah putusan diucapkan, yaitu: a.
Hak segera menerima atau menolak putusan; b.
Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolaknya, dalam tenggang waktu yang ditentukan KUHAP;
c. Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan;
d. Hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang
waktu yang ditentukan KUHAP, dalam hal ia menolak putusan; e.
Hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan KUHAP.
81
Ibid., hal 284.
Universitas Sumatera Utara
Harus diingat, bahwa pertimbangan hakim dalam suatu putusan yang mengandung penghukuman terdakwa, harus ditujukan kepada hal terbuktinya
peristiwa pidana yang dituduhkan kepada terdakwa.
82
Untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum, maka KUHAP melalui Pasal 183 telah mewajibkan hakim untuk menjatuhkan
pidana setelah ditemukan apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah
83
ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya.
Harus juga dipertimbangan keterangan terdakwa dalam sidang, pertama- tama keterangan dimana ia berada pada waktu tindak pidana terjadi jika tidak
tertangkap tangan. Apakah keterangan terdakwa tentang alibi
84
adalah masuk akal dan barangkali dapat dikuatkan oleh seorang saksi, atau sebaliknya
bertentangan dengan keterangan lain orang saksi.
85
Menurut Moelyatno, proses atau tahapan penjatuhan putusan oleh hakim dalam perkara pidana adalah sebagai berikut:
86
82
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Atjara Pidana Di Indonesia, Cetakan kelima, Bandung: Sumur Bandung, 1962, hal. 95.
83
Pasal 184 ayat 1 KUHAP: “Alat bukti yang sah ialah:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.”
84
Alibi merupakan keterangan yang menyatakan bahwa terdakwa berada di lain tempat pada saat tindak pidana terjadi.
85
Ibid.
86
Achmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hal. 96-100.
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana
Pada saat hakim menganalisis, apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana atau tidak, yang dipandang primer adalah segi masyarakat, yaitu
perbuatan sebagai tersebut dalam rumusan suatu aturan pidana.Ditinjau dari segi tersebut, tampak sebagai perbuatan yang merugikan atau yang
tidak patut dilakukan atau tidak.Jika perbuatan terdakwa memenuhi unsur- unsur dalam suatu pasal hukum pidana, maka terdakwa dinyatakan
terbukti melakukan perbuatan pidana yang didakwakan kepadanya. b.
Tahap Menganalisis Tanggung Jawab Pidana Jika seorang terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan pidana
melanggar suatu pasal tertentu, hakim menganalisis apakah terdakwa dapat dinyatakan bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang
dilakukannya.Dapat dipidananya seseorang harus memenuhi dua syarat, yaitu pertama, perbuatan yang bersifat melawan hukum sebagai sendi
perbuatan pidana, dan yang kedua, perbuatan yang dilakukan itu dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu kesalahan asas geen straf zonder
schuld. c.
Tahap Penentuan Pemidanaan Dalam hal ini, jikalau hakim berkeyakinan bahwa pelaku telah melakukan
perbuatan yang melawan hukum, sehingga ia dinyatakan bersalah atas perbuatannya, dan kemudian perbuatannya itu dapat
dipertanggungjawabkan oleh si pelaku, maka hakim akan menjatuhkan pidana terhadap pelaku tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mengambil suatu putusan. Faktor-faktor itu adalah:
87
a. Raw in-put, yakni faktor-faktor yang berhubungan dengan suku, agama,
pendidikan informal dan sebagainya; b.
Instrumental in-put, yakni faktor yang berhubungan dengan pekerjaan dan pendidikan formal;
c. Environtment in-put, yakni faktor lingkungan, sosial budaya yang
mempunyai pengaruh dalam kehidupan seorang hakim, umpamanya lingkungan organisasi dan seterusnya.
Yahya Harahap lebih merinci faktor-faktor tersebut sebagai faktor subjektif dan faktor objekif.
88
Faktori subjektif: a.
Sikap perilaku yang apriori Adanya sikap seorang hakim yang sejak semuila sudah menganggap
bahwa terdakwa adalah orang yang memang telah bersalah sehingga harus dipidana.
b. Sikap perilaku emosional
Putusan pengadilan akan dipengaruhi perangai seorang hakim. Hakim yang mempunyai perangai mudah tersinggung akan berbeda dengan
perangai seorang hakim yang tidak mudah tersinggung. Demikian pula
87
H. Pontang Moerad B.M., op.cit, hal 116.
88
Ibid., hal 117-118.
Universitas Sumatera Utara
dengan putusan dari seorang hakim yang sudah marah dan pendendam akan berbeda dengan putusan seorang hakim yang sabar.
c. Sikap Arrogance Power
Sikap lain yang mempengaruhi suatu putusan adalah “kecongkakan kekuasaan.” Di sini hakim merasa dirinya berkuasa dan pintar, melebihi
orang lain jaksa, pembela, apalagi terdakwa. d.
Moral Amat berpengaruh adalah moral seorang hakim karena bagaimanapun juga
pribadi seorang hakim diliputi oleh tingkah laku yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut terlebih dalam memeriksa serta memutuskan suatu
perkara. Faktor objektif:
a. Latar belakang budaya
Kebudayaan, agama, pendidikanm seorang hakim tentu ikut mempengaruhi suatu putusan hakim.Meskipun latar belakang hidup
budaya tidak bersifat determinis, tetapi faktor ini setidak-tidaknya ikut mempengaruhi hakim dalam mengambil suatu keputusan.
b. Profesionalisme
Kecerdasarn serta profesionalisme seorang hakim ikut mempengaruhi keputusannya.Perbedaan suatu putusan pengadilan sering dipengaruhi oleh
profesionalisme hakim tersebut. Mahkamah Agung RI sebagai badan tertinggi pelaksana kekuasaan
kehakiman yang membawahi 4 empat badan peradilan di bawahnya, yaitu
Universitas Sumatera Utara
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha Negara, telah menentukan bahwa putusan hakim harus mempertimbangkan segala
aspek yang bersifat yuridis, filosofis, dan sosiologi, sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan, dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim adalah
keadilan yang berorientasi pada keadilan hukum legal justice, keadilan moral moral justice, dan keadilan masyarakat social justice.
89
Aspek yuridis merupakan aspek yang pertama dan utama dengan berpatokan kepada undang-undang yang berlaku.Hakim sebagai aplikator undang-
undang, harus memahami undang-undang dengan mencari undang-undang yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapi.Hakim harus menilai apakah
undang-undang tersebut adil, ada kemanfaatannya, atau memberikan kepastian hukum jika ditegakkan, sebab salah satu tujuan hukum itu unsurnya adalah
menciptakan hukum.
90
Mengenai aspek filosofis, merupakan aspek yang berintikan pada kebenaran dan keadilan, sedangkan aspek sosiologis, mempertimbangkan tata
nilai budaya yang hidup dalam masyarakat.Aspek filosofis dan sosilogis, penerapannya sangat memerlukan pengalaman dan pengetahuan yang luas serta
kebijaksanaan yang mampu mengikuti nilai-nilai dalam masyarakat yang terabaikan.Jelas penerapannya sangat sulit sebab tidak mengikuti asas legalitas
dan tidak terikat pada sistem. Pencantuman ketiga unsur tersebut tidak lain agar putusan dianggap adil dan diterima masyarakat.
91
89
Achmad Rifai, op.cit, hal. 126.
90
Ibid.
91
Ibid., hal. 126-127.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan ini adalah mengenai dissenting opinion.Yang dimaksud dengan dissentiong opinion adalah opini atau
pendapat yang dibuat oleh satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju disagree dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis
hakim.Jadi, pada dasarnya dissenting opinion adalah pendapat tertulis yang dikeluarkan oleh seorang hakim yang tidak setuju dengan keputusan mayoritas
hakim dalam suatu majelis.Dissenting opinion ini biasanya dimuat dalam bagian akhir putusan setelah putusan mayoritas.
92
Secara kasuistis, putusan hakim selalu dihadapkan pada 3 tiga asas, yaitu asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kemanfaatan.Namun, dalam praktik
peradilan, sangat sulit bagi seorang hakim untuk mengakomodir ketiga asas tersebut di dalam satu putusan.Dalam menghadapi keadaan ini, hakim harus
memilih salah satu dari ketiga asas tersebut untuk memutuskan suatu perkara dan tidak mungkin ketiga asas tersebut dapat tercakup sekaligus dalam satu
putusan.Oleh karena itu, hanya hakim sendirilah yang dapat mempertanggungjawabkan putusannya secara moral, yaitu kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
C. Yurisprudensi Sebagai Dasar Hakim Memutus Di Luar Dakwaan