Teori Disonansi Kognitif Menetapkan Keputusan

Universitas Sumatera Utara Teori ini berasumsi bahwa kita berperilaku sesuai dengan niat sadar kita, yang didasarkan pada kalkulasi rasional tentang efek potensial dari perilaku kita dan tentang bagaimana orang lain akan memandang perilaku kita Taylor dkk, 2009:204. Poin utama teori ini adalah perilaku seseorang dapat diprediksikan dari behavioral intention niat perilaku. Niat perilaku dapat diprediksikan melalui dua variabel utama: sikap seseorang terhadap perilaku dan norma sosial subjektif atau dengan kata lain Sikap kita terhadap segala sesuatu, yang berasal dari diri kita sendiri dan norma yang secara subjektif berlaku di masyarakat perkumpulan dalam situasi yang sama yang mempengaruhi sikap kita akan segala sesuatu. Theory of Reasoned Action sendiri lahir pada tahun 1980 yang dikembangkan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen, adalah model yang bertujuan untuk memprediksi tujuan motif intensi dari sebuah perilaku dan tingkah laku, termasuk dari motif awal terjadinya perilaku hingga kenapa seseorang melakukan sebuah tingkah laku tersebut. Theory of Reasoned Action memiliki asumsi-asumsi dasar dalam teorinya, yaitu: 1. Manusia adalah makhluk yang rasional dan akan melakukan pilihan keputusan yang dapat diprediksi dalam ketentuan kondisi tertentu yang spesifik. 2. “Intention of Act”, atau motif dari sebuah tindakan adalah faktor paling determinan dalam penentuan sebuah perilaku tingkah laku tindakan. 3. Manusia tidak selalu bertindak seperti apa yang ia harapkan inginkan. Sumber:http:komunikasi.usindex.phpmata-kuliahdmnm4032-theory- of-reasoned-action .

2.2.4 Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif pertama kali dikemukakan oleh psikolog Leon Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger, perilaku seseorang dapat dijelaskan dari keinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya M. Surip, 2011: 63. Kognisi terkait dengan sikap atau perilaku yang dipegang seseorang yang terekam dalam pikirannya. Lebih lanjut Festinger mengemukakan, bahwa seseorang dimotivasi untuk mengurangi ketidaknyamanan sebanyak mungkin, bahkan bila Universitas Sumatera Utara perlu mengubah sikap yang sudah dianutnya. Disonansi kognitif sebagian besar merupakan teknik pembelaan diri yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh harga diri. Untuk mendapatkannya seseorang harus memiliki kemepuan beradaptasi dengan berbagai pilihan dan kemungkinan yang beragam. Istilah disonansi kognitif menurut Festinger berarti ketidaksesuain antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya itu, Effendy,2003: 262. Dalam kamus komunikasi dissonance artinya “situasi psikologi yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari ketidakserasian antara dua unsur atau hal dalam suatu proses komunikasi M. Surip, 2011: 64. Secara defenitif, cognitive dissonance berasal dari dua suku kata, yaitu cognitive dan dissonance. Cognitive merupakan knowledge pengetahuan, sedangkan dissonance dikatakan sebagai ketidakcocokan incongruity. Teori ini mengemukakan bahwa keyakinan sesorang dapat berubah pada saat mereka sedang berada pada situasi konflik. Ini dapat terjadi karena pada dasarnya manusia didorong oleh keinginan untuk selalu berada dalam suatu keadaan psikologis yang seimbang konsonan. Teori disonansi beranggapan bahwa dua elemen pengetahuan “merupakan hubungan yang disonan tidak harmonis apabila, dengan mempertimbangkan dua elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen satunya.” Sebagaimana teori-teori konsistensi lainnya , teori ini berpendapat bahwa disonansi, karena “karena secara psikologis tidak nyaman, maka akan memotivasi seseorang untuk berusaha mengurangi disonansi dan mencapai harmonikeselarasan” dan “selain upaya itu orang juga akan secara aktif menolak situasi-situasi dan informasi yang sekiranya akan meningkatkan disonansi.” Dalam disonansi kognitif elemen-elemen yang dipermasalahkan mungkin adalah 1 tidak relevan satu sama lain, 2 konsisten satu sama lain dalam istilah Festinger, harmoni, atau 3 tidak konsiten satu sama lain disonantidak harmonis, dalam istilah Festinger. Hubungan tidak selalu dikaitkan secara logis konsistensi atau inkonsistensi. Suatu hubungan bisa saja secara logis konsisten Universitas Sumatera Utara bagi seorang pengamat sedangkan secara psikologis konsiten bagi seseorang yang percaya pada pengamatan ini. Beberapa konsekuensi yang lumayan menarik muncul dari teori disonansi, khususnya di bidang-bidang pengambilan keputusan dan permainan peran role playing.  Pengambilan Keputusan Dalam pengambilan keputusan, disonansi diprediksikan akan muncul karena alternatif pilihan yang ditolak berisi fitur-fitur yang akan mengakibatkan ia diterima dan alternatif pilihan yang dipilih berisi fitur- fitur yang akan mengakibatkan ia ditolak. Dengan kata lain, semakin sulit sebuah keputusan dibuat, maka semakin besar disonansi setelah keputusan diambil disonansi pasca-keputusan. Selain itu, semakin penting sebuah keputusan, maka semakin besar pula disonansi pasca-keputusan. Setelah keputusan diambil diantara banyak alternatif pilihan yang diranking sesuai keinginan, maka alternatif pilihan yang dipilih akan terihat lebih sesuai keinginan dibandingkan ketika ia belum diputuskanm untuk dipilih, dan alternatif pilihan yang ditolak tampak memang tidak sesuai dengan keinginan kita dibandingkan sebelum keputusan untuk memilih diambil Brehm, 1956 dalam Severin dan Tankard, 2005: 166. Proses pasca-keputusan meliputi perubahan kognitif yang tidak berbeda dengan perubahan sikap; efek proses ini benar-benar secara sah bisa disamakan dengan perubahan sikap Keisler, Collins, dan Miller, 1969:205 dalam Severin dan Tankard, 2005:166.  Kepatuhan Terpaksa Sebuah area menarik, meskipun secara tidak langsung berkaitan dengan media massa, adalah perubahan sikap akibat kepatuhan terpaksa. Teori disonansi merumuskan bahwa ketika seseorang ditempatkan pada sebuah situasi dimana dia haris berperilaku di depan umu yang bertentangan dengan sikapnya pribadi, maka dia mengalami disonansi dari pengetahuan tentang fakta tersebut. Situasi semacam itu sering terjadi Universitas Sumatera Utara sebagai akibat dari janji pemberian penghargaan atau ancaman hukuman, tetapi kadang hanya akibat tekanan kelompok untuk menyesuaikan terhadap sebuah norma yang tidak terlalu disetujuinya. Apabila seseorang menunjukkan tindakan di depan umum yang tidak konsisten dengan sikapnya sendiri, diprediksikan akan terjadi disonansi. Satu cara mengatasi disonansi ini adalah mengubah sikap diri untuk disesuaikan dengan perilaku publik. Apabila ada janji penghargaan atau ancaman hukuman yang cukup besar, seseorang dapat selalu merasionalisasi perilaku publik yang tidak cocok dengan keyakinan atau sikapnya Severin dan Tankard, 2005:166.  Paparan Selektif dan Perhatian Selektif Teori disonansi memprediksikan bahwa setiap individu akan menolak informasi yang mengakibatkan disonansi, dan terdapat cukup bukti yang menunjukkan bahwa personel media sangat menyadari hal ini. Beberapa peneliti telah berpendapat bahwa seseorang tidak secara lumrah memilih atau menolak seluruh pesan paparan selektif karena kita sering tidak dapat menilai isi pesan sebelumnya. Biasanya kita dikelilingi oleh orang-orang dan media yang setuju dengan kita dalam isu-isu besar McGuire, 1968 dalam Severin dan Tankard, 2005:167. Sejumlah peneliti berpendapat bahwa banyak orang yang secara khusus akan memperhatikan bagian-bagian sebuah pesan yang tidak bertentangan dengan sikap, kepercayaan, atau perilaku yang dianutnya perhatian selektif dan tidak memperhatikan bagia-bagian sebuah pesan yang sangat bertentangan dengan posisinya dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan atau disonansi psikologis. Terdapat banyak bukti bahwa orang akan memperhatikan hal-hal yang tidak mendukung posisi mereka apabila mereka yakin bahwa hal-hal itu akan mudah disangkal, tetapi mereka akan menolak informasi yang mendukung posisi mereka bila informasi itu lemah. Bukti yang kedua tersebut dapat menyebabkan mereka kehilangan kemantapan pada posisi awal.  Pilihan Hiburan Universitas Sumatera Utara Terdapat beberapa bukti bahwa pilihan-pilihan dalam hiburan dibuat “mendadak” atau secara spontan, bukan dengan paparan selektif yang dipertimbangkan. Namun, penelitian Bryant dan Zillman, 1984:307- 308.309 dalam Severin dan Tankard, 2005:169 telah menunjukkan bahwa orang tampaknya memilih hiburan secara intuitif, tergantung moodselera mereka. Penelitian ini mengatakan bahwa semua orang yang sedang malang nasibnya bisa diharapkan mencari, dan mendapatkan, kesenangan dari komedi. Tetapi, orang-orang yang terprovokasi, marah enggan menonton komedi antagonistic dan memilih tayangan alternatif lain Zillman, Hezel, Dan Medoff, 1980 dalam Severin dan Tankard, 2005:170  Pengingatan Selektif Pengingatan selektif cenderung mengingat hal-hal yang sesuai dengan “kerangka rujukan penting”, sikap, keyakinan, dan perilaku mereka dan melupakan hal-hal yang tidak sejalan dengan mereka Severin dan Tankard, 2005:170. Teori disonansi kognitif ini dapat diasumsikan sebagai berikut: 1. Teori ini banyak berhubungan dengan sikap, perubahan sikap, dan persuasi. 2. Keadaan inkonsistensi atau ketidakselarasan antara kognitif dan tindakan. 3. Perubahan sikap akan mudah terjadi apabila berada dalam ketidak seimbangan kognitif diantara komponen sikap dalam diri individu. 4. Ketidaksesuain antara kognisi sebagai aspek dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. 5. Seseorang yang mengalami disonansi antara sikap dan perilakunya akan mengubah salah satu apakah sikap ataukah perilaku. 6. Keinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya di langgar. 7. Ketidakkonsistenan antara kepercayaan atau tindakan yang menimbulkan ketidaknyamanan. M. Surip, 2011:66.

2.2.5 Teori Ketergantungan Media