c. Kata “Pengadilan Agama” mengandung arti pelaksanaan atau tempat
dilakukannya pembatalan perkawinan itu adalah lembaga Peradilan yang dalam hal ini adalah Pengadilan Agama, bukan ditempat lain.
d. Kata “berdasarkan tuntutan istri atau suami yang dapat dibenarkan oleh
Pengadilan Agama atau karena pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan”.
46
B. Penyebab Pembatalan Perkawinan.
Ketika menjalankan suatu bahtera perkawinan tidak terlepas dari permasalahan yang timbul bukan hanya dari pihak intern namun juga dapat
berasal dari pihak ekstern yang dimungkinkan akan berakhir dalam suatu perceraian. Namun di samping itu dikarenakan beberapa hal putusnya hubungan
perkawinan juga dapat disebabkan adanya pembatalan perkawinan. Baik di dalam hukum Islam maupun hukum negara terjadinya suatu pembatalan perkawinan
dibenarkan sebagai suatu bentuk berakhirnya hubungan antara suami-isteri. Terdapat beberapa alasan-alasan yang dibenarkan menurut hukum untuk
melaksanakan suatu pembatalan perkawinan termuat di dalam Pasal 26-27 UU No.1 Tahun 1974.
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan : 1.
Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang
dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari
suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
2. Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam
ayat 1 pasal ini gugur apabila mereka setelah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akta perkawinan yang tidak
berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
46
Amir Syarifuddin,
Hukum Perkawinan Di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan
, Kencana, Jakarta, 2007, halaman 242
Universitas Sumatera Utara
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan : 1.
Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang
melanggar hukum. Misalnya pernikahan terhadap pasangan yang tertangkap
mesum atau karena kedapatan berzina dan mereka menikah dalam keadaan terancam, karena ada unsur pemaksaan dari massa, maka pernikahan itu tidak
sah. 2.
Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah
sangka mengenai diri suami atau isteri. 3.
Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu telah menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 enam bulan setelah itu
masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur. Terhadap
hal tersebut, maka perkawinan tersebut harus diperbaharui supaya sah yaitu dengan cara itsbat nikah yaitu mengajukan permohonan pengesahan nikah
yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sahnya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum
.
Bilamana ada salah satu pelanggaran perkawinan, maka perkawinannya merupakan perkawinan batal atau perkawinan difasidkan. Perkawinan yang batal
dianggap tidak ada perkawinan dari permulaannya, yakni mulai akad nikah, sedangkan perkawinan fasid dianggap putus mulai hari diputus oleh pengadilan.
47
47
Ibid
, halaman 243.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kompilasi Hukum Islam pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 70 bahwa perkawinan batal apabila:
a. Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah
karena mempunyai empat orang isteri, sekalipun dari keempatnya itu dalam iddah talak
Raj’i b.
Seseorang menikahi bekas isterinya yang di Li’annya c.
Seseorang menikahi bekas isterinya yang telah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bekas isterinya tersebut pernah menikah dengan pria lain yang
kemudian bercerai lagi ba’da dukhul dari pria tersebut dan telah habis massa
iddahnya. d.
Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan
menurut Pasal 8 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu: 1
Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas. 2
Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
dengan saudara neneknya. 3
Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibubapak tiri. 4
Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibipaman susuan.
e. Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri atau
isteri-isterinya. Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam mempertegas bahwa suatu perkawinan
dapat dibatalkan apabila:
Universitas Sumatera Utara
a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama.
b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri
pria lain yang mafqud hilang tidak diketahui beritanya. c.
Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain. d.
Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak
berhak. f.
Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan. Permohonan pembatalan perkawinan menurut Pasal 74 Kompilasi Hukum
Islam dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau isteri atau tempat perceraian dilangsungkan. Disebutkan juga pada
pasal ini, batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kedudukan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya
perkawinan. Dalam hal pengajuan pembatalan perkawinan terdapat pula hal-hal yang
membatalkannyagugur. Maksud gugurnya pembatalan ialah menghindari hak penuntutan kedua kalinya karena satu perbuatan juga.
48
Hak mengajukan pembatalan gugur, disebabkan :
a. Dalam hal pelanggaran prosedural jika mereka telah hidup bersama sebagai
suami isteri dan mempelai dapat memperlihatkan akta perkawinan dibuat oleh pegawai pencatat pihak yan berwenang yang telah diperbaharui.
48
Martiman Prodjohamidjojo,
Hukum Perkawinan Indonesia
. Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta, 2001, halaman 39
Universitas Sumatera Utara
b. Dalam hal pelanggaran materiil jika ancaman telah berhenti atau jika salah
sangka di antara suami isteri telah disadari keadaannya, tetapi dalam tempo 6 enam bulan setelah perkawinan itu ternyata masih tetap sebagai suami
isteri.
49
C. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Pembatalan Perkawinan.