Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Tunggal Pada Proyek Pembangunan PLTU 2 Sumatera Utara 2 X 200 MW Pangkalan Susu – Sumatera Utara

(1)

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG TUNGGAL PADA PROYEK PEMBANGUNAN

PLTU 2 SUMATERA UTARA 2 X 200 MW PANGKALAN SUSU – SUMATERA UTARA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

oleh:

ERWIN BERINGIN GULTOM 070 424 009

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG TUNGGAL PADA PROYEK PEMBANGUNAN

PLTU 2 SUMATERA UTARA 2 X 200 MW PANGKALAN SUSU – SUMATERA UTARA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh :

ERWIN BERINGIN GULTOM 070 424 020

Pembimbing :

Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, NIP. 19510629 198411 1 001 Penguji I

Ir. Rudi Iskandar, MT

NIP. 19650325 199103 1 006 Penguji II

Ika Puji Hastuty, ST., MT NIP. 19770807 200812 2 002

Penguji III

Ir. Anwar Harahap NIP. 19510426 198503 1 001

Disetujui Koordinator PPE Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

Ir. Faizal Ezeddin, MS. NIP : 19490713 198003 1 001

Mengesahkan

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Ing.- Johanes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul “Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Tunggal Pada Proyek Pembangunan PLTU 2 Sumatera Utara 2 x 200 Mw” ini disusun guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Program Strata satu (S-1) di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan terimakasih yang kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini;

2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, sebagai Pembanding dan Penguji; 3. Ibu Ika Puji Hastuty, ST., MT, sebagai Pembanding dan Penguji; 4. Bapak Ir. Anwar Harahap, sebagai Pembanding dan Penguji;

5. Bapak Prof. Dr. Ing.- Johannes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Ir. Faizal Ezeddin, MSc, selaku Koordinator Program Pendidikan Ekstension;

7. Seluruh Dosen dan pegawai Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan Teknik Sipil yang telah mendidik dan membina penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan;


(4)

8. Pimpinan dan seluruh Staff PT. Nincec Multi Dimensi, sebagai Pelaksana Konstruksi dan yang telah memberi bimbingan kepada penulis;

9. Terimakasih yang teristimewa, penulis ucapkan kepada orangtua tercinta, yang telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan serta selalu memberikan dukungan baik moral, material, maupun doa mereka mohonkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. 10.Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa dan

teman-teman yang memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini kemungkinan belum sempurna, untuk itu penulis dengan tulus dan terbuka menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, sekali lagi penulis sampaikan terimakasih kepada pihak yang telah banyak membantu dan semoga atas bimbingan serta bantuan moral dan material yang penulis terima.

Medan , April 2010 Penulis,

ERWIN BERINGIN GULTOM 070 424 009


(5)

ABSTRAK

Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam di dalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing–masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda–beda.

Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung daya dukung tiang pancang dari hasil sondir, standar penetrasi test (SPT), kalendering dan loading test, membandingkan hasil daya dukung tiang pancang dari beberapa metode penyelidikan yang terjadi pada tiang pancang tunggal.

Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik dilihat dari penggunaan metode perhitungan Mayerhoff, metode De Riuter dan Beringen untuk data sondir, metode Mayerhoff untuk data SPT, metode Hilley Formula, metode Danis Formula dan metode New ENR untuk data kalendering, metode Davisson dan metode Chin untuk data loading test. Dari hasil perhitungan daya dukung tiang pancang, lebih aman memakai perhitungan dari hasil data loading test karena lebih aktual.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK ...iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR NOTASI... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Manfaat ... 3

1.4. Pembatasan Masalah ... 3

1.5. Metode Pengumpulan Data ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum ... 5

2.2. Defenisi Tanah ... 7

2.3. Macam-macam Pondasi... 8

2.4. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang... 10

2.5. Alat Pancang Tiang ... 21

2.6. Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang ... 23

2.7. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek ... 27


(7)

2.9. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Sondir .... 31

2.10. Faktor Aman... 32

2.11. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil SPT... 34

2.12. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Kalendering... 38

2.13. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Data Loading Test... 40

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Umum ... 52

3.2. Srutuktur Bangunan Boiler PLTU 2 Sumatera Utara ... 55

3.3. Data Teknis Tiang Pancang ... 57

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 58

3.5. Metode Analisis ... 58

3.6. Lokasi Titik Sondir, Bor, Kalendering dan Loding Test ... 60

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 61

4.2. Gambaran Umum PLTU 2 Sumatera Utara ... 61

4.3. Hasil dan Pembahasan... 62

4.3.1.1. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data sondir ... 62

4.3.1.2. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data SPT... 67

4.3.1.3. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang Dari data kalendering ... 71


(8)

4.3.1.4. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang

Dari Data Loading Test ... 79

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran... 87

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Hubungan Dr, ? dan N dari pasir ... 34

2.2 SPT hammer efficiencies... 35

2.3 Borehole, Sampler and Rod correction factors ... 36

2.4 Effisiensi jenis alat pancang... 39

2.5 Karakteristik alat pancang diesel hammer ... 39

2.6 Nilai-nilai k1 ... 39

2.7 Nilai efisiensi eh ... 40

2.8 Koefisien restitusi n ... 40

4.1 Perhitungan daya dukung ultimate dan ijin tiang pancang (J-25)... 63

4.2 Perhitungan daya dukung ultimate dan ijin tiang pancang (J-29)... 65

4.3 Perhitungan daya dukung tiang pancang dari data SPT (S-15) ... 68

4.4 Perhitungan daya dukung tiang pancang dari data SPT (S-22) ... 70

5.1 Hasil perhitungan daya dukung tiang pancang dari data Sondir... 85

5.2 Hasil perhitungan daya dukung tiang pancang dari data SPT ... 85

5.3 Hasil perhitungan daya dukung tiang pancang dari data Kalendering ... 85

5.4 Hasil perhitungan daya dukung tiang pancang dari data Loading Test .... 86

5.5 Hasil perhitungan menggunakan data Sondir dan data SPT ... 86

5.6 Hasil perhitungan menggunakan data SPT dan data Kalendering ... 86


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Macam- macam tipe pondasi ... 9

2.2 Tiang pancang beton precast concrete pile... 11

2.3 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile ... 12

2.4 Skema pemukul tiang... 22

2.5 Urutan pemancangan ... 26

2.6 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya ... 27

2.7 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus ... 29

2.8 Jarak antar tiang dalam kelompok ... 29

2.9 Pengaruh tiang akibat pemancangan... 46

2.10 Pengujian dengan sistem kentledge ... 46

2.11 Pengujian dengan tiang jangkar ... 46

2.12 Contoh hasil uji pembebanan static aksial tekan ... 48

2.13 Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Davisson M.T ... 50

2.14 Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Chin ... 51

3.1 Lokasi pembangunan PLTU 2 Sumatera Utara dari Kota Medan ... 53

3.2 Detail Lokasi Pembangunan PLTU 2 Sumatera Utara, Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu - Kabupaten Langkat ... 53

3.3 Site Plan Pembangunan PLTU 2 Sumatera Utara... 54

3.4 Denah Pondasi pada lokasi Boiler ... 55

3.5 Pondasi tiang pancang typical axsis B3–H... 56


(11)

3.7 Bagan alir penelitian ... 59 3.8 Lokasi titik sondir, bor, kalendering dan loading test... 60 4.1 Grafik Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode

Davisson M.T... 81 4.2 Grafik Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Chin... 82 4.3 Grafik Interpretasi daya dukung ultimit setelah dikoreksi penurunan


(12)

DAFTAR NOTASI

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang

Qs

=

Kapasitas tahanan kulit

qb

=

Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas Ab

=

Luas di ujung tiang

f

=

Satuan tahanan kulit persatuan luas As

=

Luas kulit tiang pancang

qc

=

Perlawanan konus

Fs

=

Faktor empirik tahanan kulit yang tergantung pada tipe tiang

Fb

=

Faktor empirik tahanan ujung tiang yang tergantung pada tipe tiang N60

=

Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian

Em

=

Hammer eficiency CB

=

Koreksi diameter bor CS

=

Koreksi sampler CR

=

Koreksi panjang tali N

=

Harga SPT lapangan

N’60

=

Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden s'v

=

Tegangan overburden efektif


(13)

B

=

Lebar/diameter pondasi Lb

=

Panjang penanaman pondasi Ap

=

Luas penampang pile

qe

=

Satuan kapasitas ujung tiang Ppu

=

Kapasitas daya dukung ujung tiang fs

=

Tahanan satuan skin friction As

=

Luas selimut tiang

Pus

=

Kapasitas daya dukung gesekan ?

=

Effisiensi alat pancang

E

=

Energi alat pancang yang digunakan

S

=

Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan Ep

=

Modulus elastis tiang

Eg = Efisiensi kelompok tiang Sg = Penurunan kelompok tiang Sizin = Penurunan diijinkan


(14)

ABSTRAK

Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam di dalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing–masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda–beda.

Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung daya dukung tiang pancang dari hasil sondir, standar penetrasi test (SPT), kalendering dan loading test, membandingkan hasil daya dukung tiang pancang dari beberapa metode penyelidikan yang terjadi pada tiang pancang tunggal.

Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik dilihat dari penggunaan metode perhitungan Mayerhoff, metode De Riuter dan Beringen untuk data sondir, metode Mayerhoff untuk data SPT, metode Hilley Formula, metode Danis Formula dan metode New ENR untuk data kalendering, metode Davisson dan metode Chin untuk data loading test. Dari hasil perhitungan daya dukung tiang pancang, lebih aman memakai perhitungan dari hasil data loading test karena lebih aktual.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan pembangunan pembangkit listrik non-BBM sangat mendesak untuk dilaksanakan mengingat bahwa biaya operasi PT. PLN (Persero) sangat dibebani oleh biaya pembelian BBM yang mencapai lebih dari Rp 56 triliun pertahun atau 42% dari total biaya operasi PT. PLN (Persero). Untuk mengurangi penggunaan BBM pada pembangkit listrik agar dapat memperbaiki kondisi keuangan PT. PLN (Persero) tersebut, diperlukan pembangunan pembangkit listrik non-BBM sebesar 20.000 MW sampai dengan tahun 2010. Selain itu, Crash Program (Pembangunan PLTU) tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan permintaan listrik.

Medan merupakan Ibukota Propinsi yang sedang berkembang dengan pesat, baik pembangunan sarana fisik maupun non fisik. Selain melaksanakan renovasi bangunan yang sudah ada, juga dilaksanakan pembangunan kembali karena untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Diantara pembangunan dibidang sarana fisik tersebut antara lain Pembangunan Proyek PLTU 2 X 200 MWatt di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat – Sumatera Utara.

Bentuk dan struktur tanah merupakan suatu peranan yang penting dalam suatu pekerjaan konstruksi yang harus dicermati karena kondisi ketidaktentuan dari tanah berbeda-beda. Sebelum melaksanakan suatu pembangunan konstruksi yang pertama-tama dilaksanakan dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan


(16)

pondasi (struktur bawah). Pondasi merupakan suatu pekerjaan yang sangat penting dalam suatu pekerjaan teknik sipil, karena pondasi inilah yang memikul dan menahan suatu beban yang bekerja diatasnya yaitu beban konstruksi atas. Pondasi ini akan menyalurkan tegangan-tegangan yang terjadi pada beban struktur atas kedalam lapisan tanah yang keras yang dapat memikul beban konstruksi tersebut.

Pondasi sebagai struktur bawah secara umum dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu pondasi dalam dan pondasi dangkal. Pemilihan jenis pondasi tergantung kepada jenis struktur atas apakah termasuk konstruksi beban ringan atau beban berat dan juga tergantung pada jenis tanahnya. Untuk konstruksi beban ringan dan kondisi tanah cukup baik, biasanya dipakai pondasi dangkal, tetapi untuk konstruksi beban berat biasanya jenis pondasi dalam adalah pilihan yang tepat.

Secara umum permasalahan pondasi dalam lebih rumit dari pondasi dangkal. Untuk hal ini penulis mencoba mengkonsentrasikan Tugas Akhir ini pada perencanaan pondasi dalam, yaitu tiang pancang. Pondasi tiang pancang adalah batang yang relative panjang dan langsing yang digunakan untuk menyalurkan beban pondasi melewati lapisan tanah dengan daya dukung rendah kelapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang relative cukup dalam dibanding pondasi dangkal. Daya dukung tiang pancang diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity) yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan daya dukung geser atau selimut (friction bearing capacity) yang diperoleh dari daya dukung gesek atau gaya adhesi antara tiang pancang dan tanah disekelilingnya.


(17)

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah menghitung dan membandingkan daya dukung tiang pancang dari hasil sondir, standar penetrasi test (SPT), kalendering dan loading test.

1.3. Manfaat

Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Penulis sendiri, menambah penge tahuan dan pengalaman menghitung dan membandingkan daya dukung tiang pancang dengan beberapa metode, dan mampu melaksanakan dan mengembangkan ilmu tersebut pada proses kegiatan yang sama pada saat kerja atau terjun di lapangan.

2. Pihak-pihak atau mahasiswa yang akan membahas hal yang sama. 3. Pihak – pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang

dibahas dalam laporan Tugas Akhir

1.4. Pembatasan Masalah

Pada pelaksanaan proyek pembangunan PLTU 2 X 200 MWatt di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat, terdapat banyak permasalahan yang dapat ditinjau dan dibahas, maka di dalam laporan ini sangatlah perlu kiranya diadakan suatu pembatasan masalah. Dalam penulisan laporan ini permasalahan yang ditinjau hanya dibatasi pada :

a. Hanya ditinjau tiang pancang tunggal b. Tiang pancang tegak lurus

c. Jenis tiang pancang adalah beton pracetak d. Tidak meninjau akibat gaya horizontal


(18)

1.5. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan Tugas Akhir ini dilakukan beberapa cara untuk dapat mengumpulkan data yang mendukung agar Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Beberapa cara yang dilakukan antara lain:

a. Metode observasi

Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan data teknis pondasi tiang pancang diperoleh dari hasil survey langsung ke lokasi Pembangunan Proyek PLTU 2 X 200 MWatt di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat – Sumatera Utara. b. Pengambilan data

Pengambilan data yang diperlukan dalam perencanaan diperoleh dari PT. Nincec Multi Dimensi selaku kontraktor konstruksi berupa data hasil sondir, hasil SPT, hasil kalendring, loading test dan gambar struktur.

c. Melakukan studi keperpustakaan.

Membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang ditinjau untuk penulisan Tugas Akhir ini.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton, dan atau baja, yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan) beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam massa tanah (Bowles, J. E., 1991).

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono, H. S., 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, J. E., 1991).

Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaannya.


(20)

Tiang Pancang umumnya digunakan :

1. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal dan beban lateral boleh jadi terlibat.

2. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.

4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.

6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial. 7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas

permukaan air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertikal (dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, J. E., 1991).


(21)

2.2. Defenisi Tanah

Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.

Istilah- istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan dibelakang material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.

Tanah terdiri dari 3 komponen, ya itu udara, air dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol (Hardiyatmo H. C., 1996).


(22)

2.3. Macam-macam Pondasi

Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:

1. Pondasi dangkal

Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung seperti :

a. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom (Gambar 2.1b).

b. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.1a).

c. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi-sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.1c).

2. Pondasi dalam

Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:

a. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.1d), digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman


(23)

yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B = 1, kedalaman (Df) dan lebar (B).

b. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.1e). Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, J. E., 1991).

Gambar 2.1 Macam- macam tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi telapak , (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang (Hardiyatmo, H. C.,1996)

(a) (b)

(c)


(24)

2.4. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara tiang meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu

2.4.1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya

Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E., 1991), antara lain :

A. Tiang pancang kayu

Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar.

Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang pancang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah dan tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah selalu berganti- ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama.

Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu tersebut diatas harus selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air


(25)

tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.

B. Tiang pancang beton

Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E., 1991), yaitu:

a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.2).


(26)

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.3). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.3 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991)

c. Cast in Place

Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas. 2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.


(27)

C. Tiang pancang baja

Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap texture tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah.

a. Pada tanah yang memiliki texture tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka.

b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oxygen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air.

c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oxygen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja


(28)

tersebut dengan ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air tanah terendah.

Karat /korosi yang terjadi karena udara ( atmosphere corrosion ) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

v Keuntungan pemakaian Tiang Pancang Baja.

• Tiang pancang ini mudah dalam dalam hal penyambungannya.

• Tiang pancang ini memiliki kapasitas daya dukung yang tinggi.

• Dalam hal pengangkatan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.

v Kerugian pemakaian Tiang Pancang Baja.

• Tiang pancang ini mudah mengalami korosi.

• Bagian H pile dapat rusak atau di bengkokan oleh rintangan besar.

D. Tiang pancang komposit

Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.


(29)

1. Water Proofed Steel and Wood Pile.

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah.

Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara singkat sebagai berikut:

a. Casing dan core ( inti ) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah yang terendah.

b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.

c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut:

a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.


(30)

b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapis an tanah keras. Pada pemancanga n tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.

c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing. d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut. e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan

padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell.

3. Composit Ungased – Concrete and Wood Pile. Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah:

v Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.

v Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah.


(31)

Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut:

a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )

b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.

c. Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam casing.

d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola diatas tia ng pancang kayu tersebut.

e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik keatas sampai keluar dari tanah.

f. Tiang pancang composit telah selesai

Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:

v Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.


(32)

v Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:

a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.

b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras.

c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembli. d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing

hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja.bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile

Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.


(33)

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.

b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.

c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.

d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.

2.4.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :

A. Tiang pancang pracetak

Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari :

1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).


(34)

3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan:

a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali. b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah

dari bagian dalam tiang.

c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.

d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan kedalam tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :

1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara lain :

a. Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederha na dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat


(35)

dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

2.5. Alat Pancang Tiang

Dalam pemasangan tiang kedalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul diperlihatkan dalam Gambar 2.4a sampai dengan 2.4d. Pada gambar terebut diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada kepala tiang dalam pemancangan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup.

A. Pemukul Jatuh (drop hammer)

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil.


(36)

B. Pemukul Aksi Tiang (single-acting hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.4a).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.4 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer), (c) Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2002)


(37)

C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)

Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.4b). Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

D. Pemukul Diesel (diesel hammer)

Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan menggunakan bahan bakar minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari ledakan (Gambar 2.4c).

E. Pemukul Getar (vibratory hammer)

Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi tinggi (Gambar 2.4d).

2.6. Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang

Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi. Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.

Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut :

A. Pekerjaan Persiapan

1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus


(38)

dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.

3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan tiang dapat dihent ikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final set).

4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat. Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan. 5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.

6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang :

a. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada batang pertama.

b. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.

c. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat d. Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.


(39)

7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.

8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah keras/final set yang ditentukan.

9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

B. Proses Pemancangan

1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik pancang yang telah ditentukan.

2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang. 3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet

yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.

4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah ditentukan.

5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.

6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.


(40)

C. Quality Control

1. Kondisi fisik tiang

a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak b. Umur beton telah memenuhi syarat

c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan 2. Toleransi

Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.

3. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

4. Final set

Pamancangan baru dapat dihentikan apabila tela h dicapai final set sesuai perhitungan.

(a) (b) (c)

Gambar 2.5 Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan tiang, (c) Kalendering/final set


(41)

2.7. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek

Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam (Hardiyatmo, H. C.,2002), yaitu :

1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang (Gambar 2.6a).

2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2.6b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

(a) (b)


(42)

2.8. Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.7.

Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga:

1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar.

2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.


(43)

(b)

Gambar 2.7 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal, (b) Untuk dinding pondasi ( Bowles, J. E., 1991)

Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. adalah:

S = 2,5 D S = 3 D

Gambar 2.8 Jarak antar tiang dalam kelompok (Sardjono, H. S., 1988) dimana :

S = Jarak masing- masing tiang dalam kelompok (spacing) D = Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Bila S < 2,5 D


(44)

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu. 2. Bila S > 3 D

Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing).

Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.

Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.


(45)

2.9. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir

Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus- menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah-tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tia ng pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.

Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap)+(JHL x K11) ... (2.1) dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal. qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang. JHL = Jumlah hambatan lekat. K11 = Keliling tiang.

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus : Qijin =

5 3

11 JHLxK xA

qc c


(46)

dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi. qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang. JHL = Jumlah hambatan lekat. K11 = Keliling tiang.

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir De Ruiter dan Beringen memberikan persamaan untuk menghitung daya dukung untuk tanah lempung sebagai berikut:

Qult = ?? ??? ?????? ?

?? ? ? ???? ?????? ?

?? ? Dimana:

Qb = tahanan ujung, ton Ab = luas ujung tiang, kg/ cm², Nc = faktor daya dukung = 9,

qc (tip) = nilai tahanan kerucut rata-rata yang hitungannya sama dengan metode Schmertmann

Nk = cone factor = 15 – 20.

ß = adhesion factor, ß = 1 untuk normally konsolidasi, ß = 0,5 untuk over konsolidasi

2.10. Faktor Aman

Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi kapasitas ultimit dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu diberikan dengan maksud :


(47)

a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan.

b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah.

c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja.

d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok masih tetap dalam batas-batas toleransi.

e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas toleransi.

Sehubungan dengan alasan butir (d), dari hasil banyak pengujian-pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban bekerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977).

Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa)

dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu) dibagi dengan faktor aman (SF) yang sesuai. Variasi besarnya faktor

aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang pancang, sebagai berikut :

Qa = 5 , 2

u

Q


(48)

2.11. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (? ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Hubungan Dr, ? dan N dari pasir (Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Sosrodarsono Suyono Ir, 1983)

Nilai N Kepadatan Relative (Dr)

Sudut Geser Dalam Menurut

Peck

Menurut Meyerhof

0-4 0,0-0,2 Sangat lepas < 28,5 < 30

4-10 0,2-0,4 Lepas 28,5-30 30-35

10-30 0,4-0,6 Sedang 30-36 35-40

30-50 0,6-0,8 Padat 36-41 40-45

> 50 0,8-1,0 Sangat Padat < 41 > 45

Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data uji SPT terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman).

1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut : N60 =

60 , 0

. .

.CB CS CR

Em

... (2.4)

dimana :

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian. Em = Hammer eficiency (Tabel 2.2).

CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.3). CS = Koreksi sampler (Tabel 2.3).


(49)

CR = Koreksi panjang tali (Tabel 2.3). N = Harga SPT lapangan.

2. Koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman) sebagai berikut :

N’60 = CN . N60 ... (2.5) Pasir halus normal konsolidasi :

CN =

r v σ σ' 1 2 + ... (2.6)

Pasir kasar normal konsolidasi : CN =

r v σ σ' 2 3

+ ... (2.7)

Pasir over konsolidasi : CN =

r v σ σ' 7 , 0 7 , 1 + ... (2.8) dimana :

N’60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden. s'v = Tegangan overburden efektif.

sr = Reference stress = 100 kPa.

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.

Tabel 2.2 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)

Country Hammer Type Hammer Release Mechanism

Hammer Effeciency, Em

Argentina Donut Cathead 0.45

Brazil Pin weight Hand dropped 0.72

China Automatic Donut Donut Trip Hand dropped Cathead 0.60 0.55 0.50


(50)

Lanjutan Tabel 2.2 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990) Country Hammer Type Hammer Release

Mechanism

Hammer Effeciency, Em

Colombia Donut Cathead 0.50

Japan Donut

Donut

Tombi trigger Cathead 2 turns + Special release

0.78-0.85 0.65-0.67

UK Automatic Trip 0.73

USA Safety

Donut

2 turns on cathead 2 turns on cathead

0.55-0.60 0.45

Venezuela Donut Cathead 0.43

Tabel 2.3 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986)

Factor Equipment Variables Value

Borehole diameter factor,

CB 2.5-4.5 in (65-115 mm)

6 in (150 mm) 8 in (200 mm)

1.00 1.05 1.15 Sampling methode factor,

CS Standard sampler

Sampler without liner (not recommended)

1.00 1.20 Rod lenght factor,

CR 10-13 ft (3-4 m)

13-20 ft (4-6 m) 20-30 ft (6-10 m) > 30 ft (> 10 m)

0.75 0.85 0.95 1.00

Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut :

1. Kekuatan ujung tiang (end bearing), (Meyerhof, 1976). Untuk tanah pasir dan kerikil :

Qp = 40 . N-SPT . L D . Ap < 400 . N-SPT . Ap ... (2.9) Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:


(51)

Kekuatan ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesif plastis :

Qp = 9 . Cu . Ap ... (2.10) Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:

Qs = a . cu . p . Li Cu = N-SPT . 2/3 . 10

Dimana : a = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang Cu = Kohesi Undrained

p = keliling tiang

Li = panjang lapisan tanah

2. Kekuatan Lekatan (skin friction), (Meyerhof, 1976).

Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) : fs =

50

r

σ

N60 ... (2.11) Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) :

fs = 100

r

σ

N60 ...(2.12) dan :

Psu = As . fs ... (2.13) dimana :

fs = Tahanan satuan skin friction, kN/m2. N60 = Nilai SPT N60.

As = Luas selimut tiang.

Pus = Kapasitas daya dukung gesekan (skin friction), kN.

Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif : Qs = 2 . N-SPT . p . Li... (2.14)


(52)

dimana :

Li = Panjang lapisan tanah, m. p = Keliling tiang, m.

2.12. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Kalendering

Untuk perencanaan daya dukung tiang pancang dari hasil kalendering ada tiga metode yang digunakan, yaitu metode Danish Formula, metode HilleyFormula dan metode modified New ENR.

Formula Danish banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Danish Formula adalah:

Pu =

5 . 0

2 

 

 +

Ep x A x

L x E x S

E x

η η

... (2.15)

dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang. ? = Effisiensi alat pancang.

E = Energi alat pancang yang digunakan.

S = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan. A = Luas penampang tiang pancang.


(53)

Tabel 2.4 Effisiensi jenis alat pancang (Teknik Pondasi 2, Hardiyatmo, Hary Christady, 2003)

Jenis Alat Pancang Effisiensi

Pemukul jatuh (drop hammer) 0.75 - 1.00

Pemukul aksi tunggal (single acting hammer) 0.75 - 0.85 Pemukul aksi double (double acting hammer) 0.85 Pemukul diesel (diesel hammer) 0.85 - 1.00

Tabel 2.5 Karakteristik alat pancang diesel hammer (Buku Katalog KOBE Diesel Hammer)

Type

Tenaga Hammer Jlh.

Pukulan Permenit

Berat Balok Besi Panjang

kN-m Kip-ft Kg-cm kN Kips Kg

K 150 379.9 280 3872940 45 - 60 147.2 33.11 15014.4 K 60 143.2 105.6 1460640 42 - 60 58.7 13.2 5987.4 K 45 123.5 91.1 1259700 39 - 60 44 9.9 4480 K 35 96 70.8 979200 39 - 60 34.3 7.7 3498.6 K 25 68.8 50.7 701760 39 - 60 24.5 5.5 2499 Tabel 2.6 Nilai- nilai k 1 (Chellis, 1961)

Bahan Tiang

Nilai k1 (mm), untuk tegangan akibat

pukulan pemancangan di kepala tiang

3.5 MPa 7MPa 10.5MPa 14MPa

Tiang baja atau pipa langsung pada

kepala tiang 0 0 0 0

Tiang langsung pada kepala tiang 1.3 2.5 3.8 5 Tiang beton pracetak dengan 75 – 110

mm bantalan didalam cap 3 6 9 12.5

Baja tertutup cap yang berisi bantalan

kayu untukl tiang baja H atau tiang pipa 1 2 3 4 Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat


(54)

Tabel 2.7 Nilai Efisiensi eh (Bowles, J. E., 1991)

Type Efisiensi (eh)

Pemukul Jatuh (Drop Hammer) 0.75 – 1.0

Pemukul Aksi Tunggal (Single Acting Hammer) 0.75 – 0.85 Pemukul Aksi Dobel (Double Acting Hammer) 0.85

Pemukul Diesel (Diesel Hammer) 0.85 – 1.0

Tabel 2.8 Koefisien restitusi n (Bowles, J. E., 1991)

Material n

Broomed wood 0

Tiang kayu padat pada tiang 0.25

Bantalan kayu padat pada tiang 0.32

Bantalan kayu padat pada alas tiang 0.40

Landasan baja pada baja (steel on steel anvil) pada tiang baja

atau beton 0.50

Pemukul besi cor pada tiang beton tanpa penutup (cap) 0.40

Metode Hilley Formula juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Hilley Formula adalah :

Qu =

) ( 2 1 3 2

1 k k

k s

h W eh r

+ +

+ r p

p r W W W n W + + 2 ...2.16

Cumming (1940) menunjukkan bahwa persamaan telah mengikutsertakan efek-efek kehilangan yang diasosiasikan dengan k1, bentuk dari persamaan 2.18 umumnya lebih diterima dan dipakai.


(55)

Suku k2 dapat diambil sebagai pemampatan elastis dari tiang AE

Q

u

2

dengan energi regangan yang bersangkutan sebesar

AE Q

u

2

2

Nilai k1 dapat dilihat dari tabel 2.7 Nilai efesiensi pemukul (eh) bergantung pada kondisi pemukul dan blok penutup (capblok) dan kondisi tanah (khususnya pada pemukul uap). Jika belum ada data yang tepat, nilai- nilai (eh) dalam tabel 2.7 dapat dipakai sebagai acuan. Nilai- nilai restitusi n ditunjuk dalam tabel 2.8, dimana nilai-nilai aktualnyabergantung pada tipe dan kondisi bahan capblok dan bantalan kepala tiang.

Nilai k3 dapat diambil (Bowles, J. E., 1991)

K3 = 0 untuk tanah keras (batu, pasir sangat padat dan kerikil) = 2.5 mm – 5 mm pada tanah yang lainnya.

Dimana:

Qu = Kapasitas ultimate tiang

eh = efesiensi palu (hammer eficiency)

Eh = energi pemukul dari pabrik per aturan waktu h = tinggi jatuh ram

k1 = komperesi impuls menyebabkan kompresi/perubahan momentum k2 = konpresi elastik tiang

k3 = kompresi elastik tanah L = panjang tanah

n = koefisien restitusi s = penetrasi per pukulan

Wp = berat tiang, termasuk pilecap, driving shoe, dan capblok Wr = berat ram (termasuk berat casing untuk pemukul aksi dobel)


(56)

Metode modified New ENR juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode modified New ENR adalah :

Qu = ?? G?? G?

? ? ? ? G?

? ? ? ??? ?? ? ?? ? ? ? Dimana:

E = Effisiensi hammer

C = 0.254 cm untuk unit S dan h dalam cm Wp = Berat tiang

WR = Berat hammer

n = koef. Restitusi antara ram dan pile cap h = tinggi jatuh

WR x h = Energi palu

SF yang direkomendasikan = 6

Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang adalah:

1. Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai. 2. Kemudian alat tulis diletakkan diatas sokongan kayu dengan tujuan

agar alat tulis tidak bergerak pada saat penggambaran grafik penurunan tiang kekertas grafik ketika berlangsung pemancangan tiang.


(57)

3. Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang pancang mulai stabil

4. Hasil kalendering pemancangan tiang yang diambil pada 10 pukulan terakhir, kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh penetrasi titik perpukulan (s).

Metode Gates juga sering dipergunakan dalam perhitungan daya dukung tiang karena formula ini sederhana dan dapat dipergunakan dilapangan dengan cepat. Metode ini digunakan dengan rumus :

Pu = a eh.Eb(blogs... (2.17)

Pijin =

SF Pu

... (2.18) dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang. Pijin = Daya dukung ijin tiang pancang. a = Konstanta.

b = Konstanta. eh = Effisien baru. Eb = Energi alat pancang

s = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan. SF = Faktor keamanan (3-6) untuk metode ini.

2.13. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Loading Test

Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan


(58)

uji pembebanan static. Interprestasi dari hasil benda uji pembebanan static merupakan bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode interprestasi perlu mendapat perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang diperoleh karena setiap metode dapat memberikan hasil yang berbeda.

Yang terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan static, seorang praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban – penurunan, besarnya deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.

Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk control beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.

Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran pergerakan tiang. Beban – beban umumnya diberikan secara bertahap dan penurunan tiang diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang diterima dan dicatat untuk interprestasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang terus – menerus mengalami penurunan. Pada umumnya beban runtuh tidak dicapai pada saat pengujian. Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya merupakan suatu estimasi.

Sesudah tiang uji dipersiapkan ( dipancang atau dicor ), perlu ditunggu terlerbih dahulu selama 7 hingga 30 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini penting untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali keadaan


(59)

semula, dan tekanan air pori akses yang terjadi akibat pemancangan tiang telah berdisipasi.

Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan menggunakan system kentledge seperti ditujukan pada Gambar 2.7. Cara kedua adalah dengan menggunakan kerangka baja atau jangkar pada tanah seperti diiliustrasikan pada Gambar 2.8. Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak hidrolik.

Pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial guges yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah 1 mm. Dalam banyak hal, sangat penting untuk mengukur pergerakan relative dari tiang.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instrumentasi. Instrumentasi yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi – lokasi tertentu disepanjang tiang. Tell – tales pada kedalaman – kedalaman tertentu atau load cells yang ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat memberikan informasi mengenai pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang selama pengujian.


(60)

Gambar 2.10 Pengujian dengan sistem kentledge (Coduto,2001)

Gambar 2.11 Pengujian dengan tiang jangkar ( Tomlinson,1980 )

2.13.1.Metode Pembebanan

Metode pembebanan dapat dilakukan dengan beberapa cara:

a) Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) Monotonik

Slow Maintained Load Test ( SML ) menggunakan delapan kali pengingkatan beban. Prosedur standar SML adalah dengan memberikan beban secara bertahap setiap 25% dari beban rencana. Untuk tiap tahap


(61)

beban, pembacaan diteruskan hingga penurunan ( settlement ) tidak lebih dari 254 mm/ jam, tetapi tidak lebih dari 2 jam. Penambahan beban dilakukan hingga dua kali beban rencana, kemudian ditahan. Setelah itu beban diturunkan secara bertahap untuk pengukuran rebound.

b) Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) siklik

Metode pembebanan sama dengan SML monotonic, tetapi pada tiap tahapan beban dilakukan pelepasan beban dan kemudian dibebani kembali hingga tahap beban berikutnya ( unloading – reloading ). Dengan cara ini, rebound dari setiap tahap beban diketahui dan perilaku pemikulan beban pada tanah dapat disimpulkan dengan lebih baik. Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode SML monotonik.

c) Quick Load Test ( Quick ML )

Karena prosedur standar membutuhkan waktu yang cukup lama, maka para peneliti membuat modifikasi untuk mempercepat pengujian. Metode ini kontrol oleh waktu dan penurunan, dimana setiap 8 tahapan beban ditahan dalam waktu yang singkat tanpa memperhatikan kecepatan pergerakan tiang. Pengujian dilakukan hingga runtuh atau hingga mencapai beban tertentu. Waktu total yang dibutuhkan 3 hingga 6 jam.


(62)

Gambar 2.12 Contoh hasil uji pembebanan statik aksial tekan (Tomlinson,2000)

d) Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan ( Constant Rate of Penetration Method Atau CRP )

Metode CRP merupakan salah satu alternative lain untuk pengujian tiang secara statis. Prosedurnya adalah dengan membebani tiang secara terus – menerus hingga kecepatan penetrasi ke dalam tanah konstan. Umumnya diambil patokan sebesar 0.245 cm/ menit atau lebih rendah bila jenis tanah adalah lempung.

Hasil pengujian tiang dengan metode CRP menunujukkan bahwa beban runtuh relative tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila digunakan batasan kecepatan penurunan kurang dari 0.125 cm/menit. Kecepatan yang lebih tinggi dapat menghasilkan daya dukung yang sedikit. Beban dan pembacaan deformasi diambil setiap menit. Pengujian dihentikan bila pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter tiang bila pergerakan ( displacement ) sudah cukup besar.


(63)

Pengujian dengan metode CRP umumnya membutuhkan waktu sekitar 1 jam (tergantung ukuran dan daya dukung tiang). Metode CRP memberikan hasil serupa dengan metode Quick ML, dan sebagaimana metode Quick ML, metode ini juga dapat diselesaikan dalam waktu 1 hari.

2.13.2. Interprestasi Hasil Uji Pembebanan Statik

Dari hasil uji pembebanan, dapat dilakukan interprestasi untuk menentukan besarnya beban ultimit. Ada berbagai metode interprestasi, namun dalam Tugas Akhir hanya akan dibahas menggunakan metode Davisson dan metode Chin.

Prosedur penentuan beban ultimit dari pondasi tiang dengan menggunakan metode Davisson adalah sebagai berikut:

Gambarkan kurva beban terhadap penurunan.

1. Penurunan elastic dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: ??

? ? ?

?? ? ?? ... (2.22) Dimana:

Se = Penurunan elastic

Q = Beban uji yang diberikan L = Panjang Tiang

Ap= Luas Penampang Tiang Ep = Modulus elastisitas tiang

2. Tarik garis OA seperti gambar berdasarkan persamaan penurunan elastic ( Se ).


(64)

3. Tarik garis BC yang sejajar dengan garis OA dengan jarak X, dimana X adalah:

X = 0.15 + D/120 (dalam inchi) ... (2.23) dengan D adalah diameter atau sisi tiang dalam satuan inchi.

4. Perpotongan antara kurva beban – penurunan dengan garis lurus merupakan daya dukung ultimit.

Gambar 2.13 Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Davisson M.T (Tomlinson,2000)

Prosedur penentuan beban ultimit dari pondasi tiang dengan menggunakan metode Chin adalah sebagai berikut:

1. Gambarkan kurva antara rasio penurunan terhadap beban (s/Q) terhadap penurunan, dimana s adalah penurunan dan Q adalah beban seperti ditunjukan pada Gambar 2.14.

2. Tarik garis lurus yang mewakili titik-titik yang telah digambarkan, dengan persamaan garis tersebut adalah s/Q = c1.s + c2


(65)

3. Hitung c1 dari persamaan garis atau dari kemiringan garis lurus yang telah ditentukan

4. Qult =

1

1

c , metode ini umumnya menghasilkan beban ultimit yang tinggi, sehingga harus dikoreksi atau dibagi dengan nilai faktor sebesar 1,2 ~ 1,4.

Gambar 2.14 Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Chin (Raharjo, Paulus P., 2005)

0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 0.030 0.035 0.040 0.045 0.050 0.055 0.060 0.065 0.070 0.075 0.080

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

S/Q (mm/ton)

Settlement (mm)


(66)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Data Umum

Data umum dari proyek Pembangunan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU 2) 2 X 200 MW adalah sebagai berikut :

1. Nama Proyek : Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU 2) 2 X 200 MW

2. Lokasi Proyek : Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat - Propinsi Sumatera Utara

3. Luas Lahan : 15,21 ha

4. Pekerjaan : Engineering and Construction a. Perusahaan : PT. Nincec Multi Dimensi

b. Alamat : Jl. Dukuh No. 14 Bandung, 40114 5. No. Kontrak : 242 PJ/041/DIR/2007

a. Tanggal : 30 Oktober 2007 b. Tanggal efektif : 12 Februari 2008

6. Waktu pelaksanaan : 33 bulan sejak tanggal efektif 7. Masa pemeliharaan : 12 bulan

Adapun lokasi pembangunan PLTU 2 Sumatera Utara dari kota Medan dan lokasi Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu - Kabupaten Langkat, dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 seperti berikut ini:


(67)

Gambar 3.1 Lokasi Pembangunan PLTU 2 Sumatera Utara dari kota Medan (google earth)

Gambar 3.2 Detail Lokasi Pembangunan PLTU 2 Sumatera Utara, Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu - Kabupaten Langkat (google earth)

Berdasarkan data titik sondir, SPT, kalendering dan loading test yang diperoleh, posisi titik-titik tersebut berada pada lokasi Boiler (J3) yang dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan denah pondasi pada Gambar 3.4 seperti berikut ini:


(68)

Gambar 3.3 Site Plan Pembangunan PLTU 2 Sumatera Utara Boiler ( J3)


(69)

Gambar 3.4 Denah Pondasi pada lokasi Boiler (J3)

3.2. Struktur Bangunan Boiler PLTU 2 Sumatera Utara

Beban struktur itu sangat dipengaruhi oleh semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu bangunan, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat dipindah dan/atau beban akibat air hujan pada atap (beban hidup), berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala beban tambahan, finising, mesin- mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut (beban mati) dan beban berfaktor. Dari semua pembebanan diatas akan menghasilkan pembebanan aksial dan akan ditransfer seluruhnya ke pondasi.


(70)

Dengan adanya pembebanan struktur (Q) ini pada tiang pondasi, maka pondasi akan bergerak ke bawah sedangkan tanah relatif diam. Pada keadaan ini baik tahanan ujung tiang Qb dan tahanan gesek tiang Qs akan bekerja keatas, yaitu sebagai gaya perlawanan beban Q yang bekerja pada tiang.

Kapasitas ultimit tiang (Qu) adalah jumlah dari tahanan ujung bawah ultimit (Qb) dan tahanan gesek ultimit (Qs) antara dinding tanah dan tana h disekitarnya. Dengan kata lain, agar struktur dikatakan aman, maka pembebanan struktur (Q) harus lebih kecil atau sama dengan kapasitas ultimit tiang (Qu).

Berikut adalah gambar potongan pondasi pada lokasi Boiler (J3) dengan posisi potongan pada axsis B3–H pada gambar 3.5, dan denah titik pemancangan dapat dilihat pada gambar 3.6.


(71)

Gambar 3.6 Denah lokasi pemancangan tiang pancang pada lokasi Boiler (J3)

3.3. Data Teknis Tiang Pancang

Data ini diperoleh dari pihak PT. Nincec Multi Dimensi sebagai kontraktor dengan data sebagai berikut :

1. Panjang Tiang Pancang : 12 m 2. Dimensi tiang : Ø 60 (cm) 3. Mutu Beton Tiang Pancang : K-600

4. Denah Titik Tiang Pancang : Dapat dilihat pada Lampiran E 5. Detail Titik Pancang : Dapat dilihat pada Lampiran E


(72)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Untuk meninjau kembali perhitungan perencanaan pondasi tiang pancang pada proyek pembangunan PLTU 2 (2 X 200 MWatt) Sumatera Utara ini yang terletak di Desa Tanjung Pasir Pangkalan Susu – Kab. Langkat, penulis memperoleh data dari PT. Nincec Multi Dimensi berupa data hasil sondir, hasil SPT, hasil kalendering dan hasil loading test.

3.5. Metode Analisis

Dalam perhitungan perencanaan pondasi tiang pancang ini penulis melakukan langkah- langkah sebagai berikut :

1. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang antara lain :

a. Dari data sondir dengan metode de Ruiter dan Beringen dan Meyerhoff b. Dari data SPT dengan metode Meyerhoff

c. Dari data kalendering dengan metode Danish Formula, Hilley Formula dan New ENR Formula


(73)

Gambar 3.7 Bagan alir penelitian MULAI

PERSIAPAN

PENGUMPULAN DATA

ANALISIS DATA

Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data:

• Sondir,

• SPT,

• Kalendering,

• Loading Test

ANALISIS HASIL PERHITUNGAN

KESIMPULAN


(74)

3.6. Lokasi Titik Sondir, Bor (SPT), Kalendering dan Loading Test

Data-data yang digunakan untuk analisa perhitungan pondasi pada lokasi Boiler PLTU 2 (2 X 200 MWatt) Sumatera Utara terdiri dari 2 (dua) titik sondir J-25 dan J-29, 2 (dua) titik data bor S-15 dan S-22, 2 (dua) titik data kalendering pada titik 87 dan 269, dan 1 (satu) data loading test TP.01 (No.4).

Adapun petunjuk gambar lokasi titik sondir, titik bor (SPT), titik kalendering dan titik loading test dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Lokasi titik sondir, titik bor, titik kalendering dan titik loading test

S1 5

S22

-J2 9

J2 5

TP. 0 1

8 7


(75)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 Sumatera Utara seluas ± 15,21 ha di Pangkalan Susu, Medan. Pada Proyek ini terdapat bangunan fasilitas pendukung yaitu dermaga sebagai sarana distribusi batu bara yang digunakan sebagai bahan penghasil energi panas.

1.3. Gambaran Umum PLTU 2 Sumatera Utara

Untuk wilayah Sumatera telah ditandatangani kontrak pembangunan sembilan PLTU, salah satunya adalah PLTU 2 Sumatera Utara 2 X 200 MW di Pangkalan Susu senilai USD 328 juta atau ekivalen dengan Rp 3,9 triliun menggunakan fasilitas kredit jangka panjang Konsorsium Bank BRI, Bank Mandiri dan Bank BNI. Pembangunan dilaksanakan oleh kontraktor Konsorsium

Guangdong Power Engineering Corp., PT. Nincec Multi Dimensi dan PT Bagus Karya.

Data yang diperoleh pada proyek ini yang digunakan dalam perhitungan bersumber dari PT. Nincec Multi Dimensi. Data tersebut antara lain:

1. Data hasil penyelidikan sondir; 2. Data hasil SPT;

3. Data kalendering; 4. Data loading test; 5. Gambar Struktur;


(76)

1.4. Hasil dan Pembahasan

4.3.1. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang

4.3.1.1. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data sondir

Perhitungan kapasitas daya dukung tiang pancang dengan metode Meyerhoff dan metode De Ruiter dan Beringen pada titik 1 25) dan titik 2 (J-29)

A. Metode Meyerhoff

a. Perhitungan pada titik 1 (J-25) :

Dari persamaan (2.1), kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal (Qult): Qult = (qc . Ap) + (JHL . K11)

= (2 x 2827,433) + (22 x 188,496) = 9801,778 kg

= 9,802 ton

Dari persamaan (2.2), kapasitas daya dukung ijin pondasi (Qijin): Qijin =

5 3

11 JHLxK xA

qc c +

=

5 496 , 188 22 3

433 , 2827

2x x

+

= 2714,338 kg = 2,714 ton

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik : Tult = JHL . K11

= 22 . 188,496


(77)

Daya dukung ijin tarik : Qijin =

3 ult

T

=

3 15 , 4

= 1,3833 ton = 1383,333 kg Daya dukung terhadap kekuatan bahan :

Ptiang = sbeton . Atiang

= 600 kg/cm2 . 2827,433 = 16964,598 ton

Tabel 4.1 Perhitungan daya dukung ultimate dan ijin tiang pancang (J-25)

Kedalaman PPK Ap JHL K11 Qult Qijin

(qc)

(Meter) (Kg/cm2) (Cm2) (Kg/cm) (Cm) (Ton) (Ton)

0.00 0 0.000 0 0.000 0.000 0.000

1.00 2 2827.433 22 188.496 9.802 2.714

2.00 3 2827.433 34 188.496 14.891 4.109

3.00 2 2827.433 56 188.496 16.211 3.996

4.00 1 2827.433 68 188.496 15.645 3.506

5.00 3 2827.433 80 188.496 23.562 5.843

6.00 8 2827.433 104 188.496 42.223 11.461

7.00 10 2827.433 140 188.496 54.664 14.703

8.00 6 2827.433 170 188.496 49.009 12.064

9.00 7 2827.433 196 188.496 56.737 13.986

10.00 8 2827.433 226 188.496 65.220 16.060

11.00 5 2827.433 250 188.496 61.261 14.137

12.00 10 2827.433 296 188.496 84.069 20.584

13.00 16 2827.433 330 188.496 107.443 27.520

14.00 7 2827.433 368 188.496 89.159 20.471

15.00 11 2827.433 404 188.496 107.254 25.598

16.00 5 2827.433 448 188.496 98.583 21.602

17.00 13 2827.433 506 188.496 132.136 31.328

18.00 8 2827.433 570 188.496 130.062 29.028

19.00 5 2827.433 626 188.496 132.136 28.312

20.00 10 2827.433 672 188.496 154.944 34.759

21.00 7 2827.433 726 188.496 156.640 33.967

22.00 10 2827.433 768 188.496 173.039 38.378

23.00 17 2827.433 836 188.496 205.649 47.539

24.00 20 2827.433 896 188.496 225.441 52.628

25.00 13 2827.433 966 188.496 218.844 48.670


(78)

(Lanjutan Tabel 4.1)

27.00 18 2827.433 1110 188.496 260.124 58.811

28.00 10 2827.433 1190 188.496 252.585 54.287

29.00 18 2827.433 1254 188.496 287.268 64.239

30.00 70 2827.433 1376 188.496 457.291 117.848

b. Perhitungan pada titik 2 (J-29) :

Dari persamaan (2.1), kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal (Qult): Qult = (qc . Ap) + (JHL . K11)

= (3 x 2827,433) + (24 x 188,496) = 13006,203 Kg

= 13,006 ton

Dari persamaan (2.2), kapasitas daya dukung ijin pondasi (Qijin): Qijin =

5 3

11 JHLxK xA

qc c

+ = 5 496 , 188 24 3 433 , 2827

3x + x

= 3732,214 kg = 3,73 ton

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik : Tult = JHL . K11

= 24 . 188,496

= 4523,904 kg = 4,52 ton Daya dukung ijin tarik :

Qijin = 3 ult T = 3 52 , 4


(79)

Daya dukung terhadap kekuatan bahan : Ptiang = sbeton . Atiang

= 600 kg/cm2 . 2827,433 = 16964,598 ton

Tabel 4.2 Perhitungan daya dukung ultimate dan ijin tiang pancang (J-29)

Kedalaman PPK Ap JHL K11 Qult Qijin

(qc)

(Meter) (Kg/cm2) (Cm2) (Kg/cm) (Cm) (Ton) (Ton)

0.00 0 2827.43 0 188.496 0 0

1.00 3 2827.43 24 188.496 13.006 3.732

2.00 2 2827.43 46 188.496 14.326 3.619

3.00 2 2827.43 64 188.496 17.719 4.298

4.00 1 2827.43 78 188.496 17.530 3.883

5.00 2 2827.43 90 188.496 22.620 5.278

6.00 3 2827.43 112 188.496 29.594 7.050

7.00 2 2827.43 130 188.496 30.159 6.786

8.00 3 2827.43 148 188.496 36.380 8.407

9.00 5 2827.43 170 188.496 46.181 11.121

10.00 4 2827.43 192 188.496 47.501 11.008

11.00 2 2827.43 216 188.496 46.370 10.028

12.00 6 2827.43 238 188.496 61.827 14.627

13.00 5 2827.43 260 188.496 63.146 14.514

14.00 3 2827.43 286 188.496 62.392 13.609

15.00 5 2827.43 306 188.496 71.817 16.248

16.00 8 2827.43 334 188.496 85.577 20.131

17.00 5 2827.43 362 188.496 82.373 18.359

18.00 5 2827.43 382 188.496 86.143 19.113

19.00 8 2827.43 406 188.496 99.149 22.846

20.00 8 2827.43 442 188.496 105.935 24.203

21.00 8 2827.43 488 188.496 114.606 25.937

22.00 6 2827.43 528 188.496 116.490 25.560

23.00 4 2827.43 552 188.496 115.360 24.580

24.00 6 2827.43 576 188.496 125.538 27.370

25.00 7 2827.43 616 188.496 135.906 29.820

26.00 12 2827.43 648 188.496 156.075 35.739

27.00 10 2827.43 688 188.496 157.960 35.362


(1)

(2)

(3)

(4)

LAMPIRAN F

DOKUMENTASI


(5)

Foto 1. Pelaksanaan pemancangan

Foto 2. Tiang yang telah di pancang


(6)

Foto 3. Penyambungan tiang pancang