Sejarah Khitan dalam Dunia Islam

Kamil. Kesemuanya melalui perawi yang disifatkan d a‟if. Ibn Hajar al-„Asqalani yang mengupas panjang jalur periwayatan hadis ini menyimpulkan ke da‟ifannya. 18 Hadis ini diriwayatkan juga oleh al-Tabrani dalam al- Mu‟jam al-Awsat dan al-Saghir dari Anas melalui Ahmad ibn Yahya, dari Muhammad ibn Sallam al- Jumahi, dari Za‟idah ibn Abȋ al-Ruqqad, dari Tsabit al-Bunani dari Anas dengan lafaz yang hampir sama. Al-Haitsami mengatakan bahwa sanad ini hasan. 19 Berbeda dengan kaum perempuan, setelah Islam datang, baik di Makkah maupun di Madinah, kaum lelakinya dipastikan bahwa mereka dikhitan. Adanya perintah atau penjelasan dari Rasulallah Saw. yang cukup banyak dan jelas, meskipun beberapa diantaranya merupakan hadist d a‟if, menunjukkan hal itu. Terlebih lagi banyaknya riwayat yang menjelaskan bahwa Hasan dan Husain, dua cucu Nabi Saw, dikhitan pada hari ketujuh kelahirannya. 20 Konsep khitan biasanya dilakukan atas dasar ajaran agama, bukan saja agama Islam tetapi juga beberapa agama lain. Namun yang dominan di dalam masyarakat Islam dan Yahudi bahwa khitan adalah perintah agama yang harus dilakukan. Khitan merupakan ritual keagamaan yang bersifat tradisional yang ada sebelum Islam, 18 Al- Baihaqȋ, al-Sunan al-Kubra, jil. 8, h. 324 dan al-Sunan al-Saghȋr, jilid 2, h. 281-282, hadis no. 3712;. Lihat kajian lengkapnya dalam Ibn Hajar, Talkhis al-Habir, jil. 4, h. 1408, hadist no. 1806 yang dinukil juga oleh al-Syaukani dalam Nail al-Aut ȃr, jilid 1, h. 137-139. 19 Al-Tabarani, al- Mu‟jam al-Ausat, jil. 3, h. 133, hadis no 2274; al-Tabaranȋ, al-Mu‟jam al- saghir, jilid 1, h. 47-48; al-Haytsami, Majma‟ al- Zawa‟id, jilid 5, h. 175. 20 Ahmad Lutfi Fathullah, Fiqh Khitan Perempuan, h. 4-5. dengan bentuk-bentuk yang beragam mulai dari hanya simbol, pembersihan, mencolek, membersihkan kotoran hingga pada perusakan alat kelamin perempuan. 21 Namun lain halnya dalam agama Islam syarat khitan dalam Islam pada filosofinya mengajarkan prinsip kebersihan, kesucian, kesehatan dan kefitrahan dengan mencontoh sunnah Nabi Saw. 22 Dalam al- Qur‟an, Allah Swt. berfirman: €ĥ€ÏĖا Çحي َ €Ĝِ ا ÇحيĤ ĝيÈ ‚ģطÏěĖا ĝيå Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.QS. Al-Baqarah: 222 Khitan dalam Islam dimaksudkan sebagai bukti keyakinan bahwa seseorang sudah menjadi Islam. Dan khitan ini awalnya diterapkan hanya pada laki-laki dengan memotong kulup ujung kelamin mereka ketika mereka hendak menjadi muslim. Meskipun praktik khitan ini, sebelum Islam lahir, sudah berkembang dikalangan tribal suku bangsa Arab waktu lampau. Bahkan juga diwajibkan dalam agama Yahudi dan Kristen, sebelum Islam muncul, praktik khitan juga sudah ada di negeri-negeri lainnya, seperti di Afrika, Asia, dan Eropah masa purba. 23 Berdasarkan sejarah yang disebutkan di atas, penulis berpendapat bahwasanya sudah sangat jelas khitan itu ada sejak masa Nabi Ibrahim As. sebagai perintah dari Allah Swt. dan perintah syariat khitan diteruskan oleh Rasulallah Saw. mengenai masalah khitan bagi perempuan pada zaman Rasulallah Saw. sudah ada dan dalam 21 Asriati. Hal. 15 mengutip Anita Rahman, Khitan perempuan di Indonesia: Pengetahuan dan Sikap Para Tokoh Agama Studi Kasus di Kecamatan Cijeruk Jawa Barat dan Kemayoran, DKI Jakarta Hasil Penelitian Adik Wibowo, Harni, Ambar Wahyuningsih, Emiarti. Dalam Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010 cet ke-1, h. 53. 22 Setiawan Budi Utomo, Fikih Aktual, h. 307. 23 “Khitan Perempuan: Praktik Purba Yang Harus Dihapuskan ,” Perempuan Bergerak, Edisi III, Juli-September, 2013, h. 4. hadis pun telah dijelaskan. Meski kekuatan hadisnya da ‟if namun banyak diriwayatkan oleh banyak perawi yang mendukung keshahihan hadis tersebut. Jadi hadis tentang pensyariatan khitan perempuan dapat diterima.

C. Hukum Khitan Perempuan dan Dalilnya

Syekh Mahmud Syaltut berpendapat sebagaimana dikatakan oleh Mayam Ibrahim Hindi bahwa khitan termasuk masalah ijtihad. Namun, para ahli fiqih bersepakat tentang legalitas khitan perempuan dalam syari‟at Islam. Buktinya kitab- kitab kalangan ahli fiqih empat madzab menyebutkan perbedaan pendapat seputar status wajib atau sunnahnya khitan bagi perempuan. Tidak ada satupun dari mereka yang berpendapat haram atau makruh. 24 Berikut penjelasan mengenai perbedaan pendapat status hukumnya:

1. Wajib

Di antara kalangan yang berpendapat wajibnya khitan bagi laki-laki dan wanita adalah Al- Sya‟bi, Rabi‟ah, Al-Auza‟i,Yahya bin Sa‟id Al-Anshari, madzab Syafi‟iyah dan Hanabilah. 25 Imam Nawawi berkata: 26 ”Khitan dalam pandangan Imam Asy- Syafi‟ adalah wajib hukumnya. Imam al-Syafi‟i berpendapat bahwa khitan itu adalah wajib hukumnya, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. 24 Maryam Ibrahim Hindi, Misteri Di Balik Khitan Wanita, Penterjemah Abu Nabil Solo: Penerbit Zam-Zam, 2008 cet. ke-1, h. 25. 25 Al-H ȃfiz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fathal-Bȃrȋ X , Kairo: Dȃr Al-Rayyan li Al-Turats, 1986 h. 353; dan Syaikh Muhammad bin Ali bin Muhammad Al-Syaukani, Nailal-Autar I Beirȗt: Dȃr Al-Qalm, t.th h. 145-146 26 Syarh al- Nawawȋ li Sahihi Muslim, jilid 3, Al-Azhȃr: Maktabah Usȃmah Al-Islȃmiyyah, t.th h. 148. Imam Yahya, ulama-ulama Itrah, Al- Syafi‟i dan segolongan ulama menetapkan, bahwa berkhitan itu diwajibkan atas lelaki dan atas perempuan. 27 Mansur bin Yusuf al- Buhuti mengatakan, “Diwajibkan khitan ketika memasuki usia baligh, selagi tidak mengkhawatirkan keselamatan dirinya, baik bagi laki- laki, banci, ataupun wanita.” 28 Sedangkan Ibrahim bin Dhawayan berkata, “Khitan hukumnya wajib bagi laki-laki dan wanita.” 29 Sedangkan pendapat keras yang datang dari ulama kontemporer yaitu Saleh al-Fauzan. Ahli fikih dari Saudi Arabia ini berpendapat bahwa khitan perempuan itu wajib dan harus dilakukan sejak kecil. 30 Kalangan yang mewajibkan khitan bagi laki-laki maupun perempuan beralasan dengan dalil-dalil berikut ini: 31 Firman Allah Ta‟ala : ĝْيكåْïěْĖا ĝĚ ĜÅك ÅĚĤ Åفْيğح ęيĢاåْÈا ËėĚ ْعÉÎا Ĝا كْيĖا Åğْيح ْĤا ęث “Kemudian Kami wahyukan kepadamu Muhammad: Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”. QS. An-Nahl: 123. 27 Syaikh Muhammad bin Ali bin Muhammad Al-Syaukani, Nail al-Autar, Jilid 1, h. 138; T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqah Islam, Kelantang: Pustaka Aman Press SDN BHD 1987 cet. ke-2, h. 362. 28 Syaikh Manshur bin Yusuf, Al-Raud ul Murbi‟, Jilid I, Beirȗt: Dȃr al-Fikr,1985 h. 19. 29 Ibrahȋm bin Sȃlim Dhawayan, Mȃnar al-Sabȋl fi Syarh al-Dalil I Riyadh: Maktabah Al- Ma‟arif h. 30;; Ibn Qayyim Al-Jauziyyah, Tuhfatal-Wadud,Kairo: Dȃr al-Rayyan li Al-Turats,t.th h. 146;Al-H ȃfiz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fathal-Bȃrȋ X , h. 353; dan Syaikh Muhammad bin Ali bin Muhammad Al-Syaukani, Nailal-Autar I, h. 145-146. 30 Luthfi Assyaukanie, POLITIK, HAM, dan Isu-Isu Teknologi Dalam Fikih Kontemporer, Bandung: Pustaka Hidayah, 1998 cet. ke-1, h. 125. 31 Lihat Fath al- Bȃrȋ, X : 353-355; Al-Mughnȋ karya Ibnu Qudamah, I : 85-86; Tuhfat al- Wadȗd, h. 146-150; dan Nail al-Autar, I : 145-146. Sedangkan khitan termasuk ajaran millah Ibrahim. Bahkan, ia termasuk di antara kalimat-kalimat yang Allah ujikan kepada Ibrahim, sebagaimana yang tertera dalam firman-Nya yang artinya: âِĤ åْÈِ ىėÏْÈا ا €ĝģ€ěÎÅف ÍěėēÈ ġÈر ęْيĢ “Dan ingatlah , ketika Ibrahim diuji Rabb-Nya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan, lalu Ibrahim menunaikannya...” Al-Baqarah:124 Biasanya, suatu ujian berkenaan dengan sesuatu yang wajib. 32 Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata tentang ayat ini: “Allah menguji Ibrahim agar bersuci di lima tempat di bagian kepala dan lima tempat lainnya di tubuh. Yakni, menggunting kumis, berkumur, istinsyaq, bersiwak dan membelah sisiran rambut. Sedangkan yang di tubuh adalah menggunting kuku, mencukur bulu kemaluan, khitan mencabut ketiak dan mencuci organ yang digunakan untuk buang air besar dan air kecil dengan air istinja .” 33 Qatadah berkata, “yang dimaksud dengan hal itu agama Ibrahim adalah khitan.” Pandangan ini adalah pandangan sebagian ulama madzab Maliki dan juga merupakan pendapat Imam Asy- Syafi‟i. Ibnu Suraij mengatakan pendapat itu adalah berlandaskan pada ijma ‟. Karena adanya keharaman untuk melihat pada aurat orang lain, maka dia beralasan, “Andaikata khitan itu tidak wajib, pastilah seseorang tidak akan diperkenankan untuk melihat aurat seseorang yang dikhitan.” Dengan alasan yang 32 Al-Hafiz Ahmad bin Ali bin H ajȃr Al-Asqalani, Fath al-Bȃrȋ X, h. 354. 33 Al-Hafiz al- Jalȋl ibn Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn Ali al-Baihaqȋ, al-Sunan al-Kubra, h. 325. sama Abu Abdullah berkata, “Ibnu Abbas sangat menekankan masalah khitan ini. Sampai-sampai dia b erkata, „Dalil yang menjadi landasan wajibnya adalah, bahwa menutup aurat itu wajib ‟. Dengan alasan yang sama seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Suraij di atas. Khitan juga merupakan syiar kaum muslimin. Dengan demikian, maka ia adalah wajib, sebagaimana syiar-syiar yang lain. Khitan juga disyariatkan untuk kaum perempuan .” 34 Sabda Nabi Muhammad Saw. kepada seorang laki-laki yang baru saja masuk Islam. Khitan wajib bagi laki-laki dan perempuan. Karena itu merupakan ciri ke-Islaman. Nabi Saw. berkata kepada laki-laki yang baru memeluk Islam. 35 ġْيÈا ĝع Çْيėك ĝÈ ęيثع ĝع ÌْåÉْخا : ĔÅق جْيåج ĝÈا ĝع ىĖا ءÅج ġĞا Ġáج ĝع Ĥ ġيėع َ ىėص يÉğĖا ĔÅقف ęėس ْقėْحا Ĕْĥقي åْفēْĖا åْعش كْğع قْĖا : ĔÅق Íْěėْسا áق : áěحا ĠاĤر àĤاà ĥÈا Ĥ 6 Dari Ibnu Juraij, ia berkata, “Aku diberitahu oleh Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya ia datang kepada Nabi saw lalu berkata, „Aku telah memeluk Islam.‟ Maka Nabi Saw bersabda: “Buanglah rambut darimu rambut kekufuran, Ia mengatakan „Cukurlah‟”HR.Ahmad dan Abu Daud 37 Dan dalam redaksi lain sabda Nabi saw: 34 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Edisi Indonesia: Fath al- Bȃrȋ, h.762. 35 Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al- Wajiz: Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Tim Tashfiyah LIPIA Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2001 cet. ke-2, h. 31. 36 Muhammad Syams al-Haq al- „Azîm al-Abadi, „Aun al-Ma‟bûd Syarh Sunan Abî Dâwûd, Beirȗt: Dȃr al-Kutub al-I‟lmiyah, 1998, Jilid 2, h. 325; dan Imȃm Baihaqȋ, Al-Sunan al-Baihaqȋ, Jilid 1,Mak kah:Maktabah Dȃr al-Bȃz,1994 h. 172. 37 Al-Imam Al-Syaukani, Ringkasan Nail al- Autar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011 cet. ke-2, h. 90.