Paradigma Penelitian

3.1 Paradigma Penelitian

Secara etimologis, istilah paradigma pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “para” yang artinya di sebelah atau pun di samping, dan kata “diegma” yang artinya teladan, ideal, model, atau pun arketif. Sedangkan

secara terminologis, istilah paradigma diartikan sebagai sebuah pandangan atau pun cara pandang yang digunakan untuk menilai dunia dan alam sekitarnya, yang merupakan gambaran atau pun perspektif umum berupa cara – cara untuk menjabarkan berbagai macam permasalahan dunia nyata yang sangat kompleks. Menurut George Ritzer (1980) paradigma adalah pandangan mendasar ilmuwan tentang apa materi pelajaran harus dipelajari oleh cabang atau disiplin, dan apa aturan yang harus diikuti dalam menafsirkan informasi yang akan dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam menanggapi isu-isu ini.

Dalam penelitian ini Peneliti akan menggunakan paradigma konstruktivis. Menurut Creswell (2010:11) konstruktivis sosial meneguhkan asumsi bahwa individu – individu selalu berusaha memahami dunia dimana mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna subjektif atas pengalaman – pengalaman mereka dimana makna tersebut diarahkan pada objek – objek atau benda – benda tertentu. Untuk mengeksplorasi pandangan – pandangan perlu diajukan pertanyaan – pertanyaan. Pertanyaan bisa bersifat luas dan umum, sehingga partisipan dapat mengkonstruksi makna atas situasi tersebut.

Menurut (Patton, 2002), para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, peneliti dengan strategi Menurut (Patton, 2002), para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, peneliti dengan strategi

Terkait dengan konstruktivisme ini, Crotty 1998 (dalam Creswell, 2010:12) memperkenalkan sejumlah asumsi yakni:

1. Makna-makna dikonstruksi oleh manusia agar mereka bisa terlibat dengan dunia yang tengah mereka tafsirkan. Para peneliti kualitatif cenderung menggunakan

pertanyaan-pertanyaan terbuka agar partisipan dapat mengungkapkan pandangan-pandangannya.

2. Manusia senantiasa terlibat dengan dunia mereka dan berusaha memahaminya berdasarkan perspektif historis dan sosial mereka sendiri, kita semua dilahirkan ke dunia makna ( world of meaning ) yang dianugerahkan oleh kebudayaan di sekeliling kita. Untuk itulah, para peneliti kualitatif harus memahami konteks atau latar belakang partisipan mereka dengan cara mengunjungi konteks tersebut dan mengumpulkan sendiri informasi yang dibutuhkan. Mereka juga harus menafsirkan apa yang mereka cari: sebuah penafsiran yang dibentuk oleh pengalaman dan latar belakang mereka sendiri.

3. Yang menciptakan makna pada dasarnya adalah lingkungan sosial, yang muncul di dalam dan di luar interaksi dengan komunitas manusia. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dimana didalamnya peneliti menciptakan makna dari data-data lapangan yang dikumpulkan.

Lalu dalam paradigma konstruktivis dapat memudahkan dijelaskan melalui empat dimensi seperti yang diutarakan oleh Deddy N. Hidayat, sebagai berikut:

1. Ontologis: relativism , realitas merupakan konstruksi sosial kebenaran suatu realitas bersifat relative , berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.

2. Epistemologis: transactionalist / subjectivist , pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti.

3. Axiologis: nilai, etika, dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial. Tujuan penelitian lebih kepada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.

4. Metodologis: menenkankan empati, dan interaksi dialektis antara peneliti dengan responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode metode kualitatif seperti participant observation . Kriteria kualitas penelitian authenticity dan reflectivity : sejauh mana temuan merupakan refleksi ontentik dari realitas yang dihayati oleh pelaku sosial.

Berdasarkan kesimpulan singkat dan paparan tersebut, peneliti akan mengungkapkan pandangan mengenai maskulinitas adanya sifat kelaki – lakian dalam film The Godfather. Hal ini bertujuan kepada masyarakat dapat mengerti mengapa ini film ber genre drama lebih spesifik ke dalam film The Godfather tidak menonjolkan sisi drama melainkan unsur – unsur maskulinitas didalamnya. Setelah itu, ketika masyarakat sudah mengetahui masalah tersebut, peneliti mencoba merubah pandangan masyarakat dan para pembuat film untuk mengetahui segala unsur maskulinitas didalam film drama khususnya crime film .

Atas dasar itulah peneliti menggunakan paradigma konstruktivis karena peneliti menggunakan pemikiran atau nalar dalam memberikan pembahasan makna dan juga tanda di dalam film yang akan diteliti menggunakan analisis semiotika yang dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce. Didalam penelitian ini peneliti mencoba memahami bagaimana memaknai sebuah tanda atau makna dari maskulinitas dalam film The Godfather.