4. 2. 1 Pendekatan Sosiologis 4. 2. 2 Pendekatan Psikologis

1. 4. 2. 1 Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis berasal dari Eropa Barat yang dikembangkan oleh ahli ilmu politik dan sosiologi. Mereka memandang bahwa masyarakat sebagai sesuatu yang bersifat hirarkis terutama berdasarkan status, karena masyarakat secara keseluruhan merupakan kelompok orang yang mempunyai kesadaran status yang kuat. Para pendukung mahzab ini percaya bahwa masyarakat telah tersusun sedemikian rupa sesuai dengan latar belakang dan karakteristik sosialnya, maka memahami karakteristik sosial tersebut merupakan sesuatu yang penting dalam memahami perilaku politik individu. Secara singkat, aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis dalam menganalisis perilaku pemilih menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferensi pemberian suara di kotak pemilihan merupakan produk dari karakteristik sosial ekonomi di mana dia berada seperti profesi, kelas sosial, agama dan seterusnya. Dengan kata lain latar belakang seseorang atau sekelompok orang atas dasar jenis kelamin, kelas sosial, ras, etnik, agama, pekerjaan, idiologi bahkan daerah asal menjadi variabel yang mempengaruhi terhadap keputusannya untuk memberikan suara pada saat pemilihan. Universitas Sumatera Utara

1. 4. 2. 2 Pendekatan Psikologis

Munculnya pendekatan psikologis merupakan reaksi atas ketidakpuasan ilmuan politik terhadap pendekatan sosiologis. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama sikap dan sosialisasi untuk menjelaskan perilaku pemilih. Menurut pendekatan psikologis, pada pemilih di Amerika Serikat menentukan pilihan karena pengaruh kekuatan psikologi yang berkembang dalam dirinya sebagai produk sosialisasi. Mereka menjelaskan bahwa sikap seseorang sebagai refleksi dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Pendekatan psikologis berasumsi bahwa keputusan seorang individu dalam memberikan suara kepada kandidat tertentu merupakan persoalan respons psikologis. Pendekatan psikologis mensyaratkan adanya “kecerdasan” dan rasionalitas pemilih dalam menentukan pilihannya. Pada pendekatan psikologis penekanan lebih pada individu itu sendiri. Menurut psikologis, ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pemilih. Tiga faktor tersebut adalah identifikasi partai, orientasi isu atau teman dan orientasi kandidat. Indentifikasi partai yang dimaksud disini adalah bukan sekedar partai apa yang dipilih tetapi juga tingkat identifikasi individu terhadap partai tersebut. Menurut Philip Converse dalam Affan Gaffar, “identifikasi partai diartikan sebagai keyakinan yang diperoleh dari orang tua dimasa muda dan dalam banyak kasus, keyakinan tersebut tetap Universitas Sumatera Utara membekas sepanjang hidup, walaupun semakin kuat atau memudar selama masa dewasa”. 15 Kemudian, yang dimaksud dengan orientasi isu atau tema adalah tema atau isu- isu apa saja yang diangkat oleh parpol tersebut. Sedangkan, yang dimaksud dengan orientasi kandidat adalah siapa saja yang mewakili parpol tersebut. Greenstein menyatakan dalam menjelaskan perilaku dalam kaitannya dengan pendekatan psikologis seseorang terdapat dua konsep khusus yaitu, “konsep sikap dan sosialisasi”. Konsep sikap merupakan variabel sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih, karena menurut Greenstein ada tiga fungsi sikap yakni: 16 Pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap suatu objek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut. Kedua sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama dan tidak sama dengan tokoh atau kelompok yang dikaguminya. Ketiga, sikap merupakan ekternaliasasi dan pertahanan diri, artinya sikap seseorang merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan. Pembentukan sikap tidaklah bersifat begitu saja terjadi, melainkan proses sosialisasi yang berkembang menjadi ikatan psikologis yang kuat antara seseorang dengan partai politik atau kandidat tertentu. Kedekatan inilah yang menentukan seseorang memilih atau tidak. “Makin dekat 15 Ibid. Hal 10 16 Muhamad Asfar. Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Prilaku Pemilih. Jurnal Ilmu Politik Edisi No. 16. Jakarta. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Hal 52 Universitas Sumatera Utara seseorang dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan seseorang terlibat dalam pemilihan”. 17

1. 4. 2. 3 Pendekatan Rasional