Latar Belakang Drs. Abdul Jalil Amri Amra, M.Kes 3. Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu dampak dari Total Fertility Rate TFR dan Infant Mortality Rate IMR adalah perubahan struktur umur penduduk, diantaranya yaitu terjadinya peningkatan jumlah penduduk usia remaja. Berdasarkan data BPS, 2011, jumlah pemuda Indonesia penduduk berusia 16 – 30 tahun diperkirakan sebanyak 51,95 juta jiwa atau 25,69 dari penduduk Indonesia yang berjumlah 241,13 juta jiwa. Dari data tersebut diketahui kelompok umur pemuda yang berusia 16 – 20 tahun sebesar 32,06. Jumlah remaja yang tidak sedikit ini merupakan potensi yang sangat berarti dalam melanjutkan pembangunan di Indonesia. Kesehatan Reproduksi Remaja KRR dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 – 2009, merupakan salah satu dari program pemerintah dalam sektor pembangunan sumber daya manusia. Sasaran dari program ini adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan perubahan prilaku remaja melalui pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi Bappenas, 2007. Berbagai upaya pembangunan untuk menggali potensi remaja dilakukan, sehingga menyebabkan perubahan pada kehidupan remaja. Apabila upaya pembangunan yang dilakukan seimbang dan proporsional tentu tidak akan menimbulkan masalah yang cukup berarti, akan tetapi adanya ketidakseimbangan upaya pembangunan yang dilakukan terutama terhadap remaja, akhirnya Universitas Sumatera Utara menimbulkan masalah bagi pembangunan itu sendiri. Salah satu masalahnya adalah terjadinya perubahan mendasar yang menyangkut sikap dan perilaku seksual pranikah di kalangan remaja Notoatmodjo, 2007. Perilaku seksual yang melanda remaja ini cenderung meningkat. Akibat dari segala dampak yang muncul seperti kehamilan di luar nikah, kawin muda, anak-anak lahir diluar nikah, aborsi, penyakit menular seksual, depresi pada wanita yang terlanjur berhubungan seks dan lain sebagainya Sarwono, 2012. Sarwono 2012 mengutip pendapat Simkins 1984, sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada dampak fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Tetapi pada sebagian perilaku seksual yang lain, dapat terjadi kehamilan di luar nikah yang dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah misalnya pada perempuan yang terpaksa menggugurkan kandungannya. Menurut Sarwono 2012 yang mengutip pendapat Sanderowitz dan Paxman 1985, bahwa akibat psikososial dapat timbul yaitu ketegangan mental, dan kebingungan akan peran sosial yang akan berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil dan akan mendapat cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. Kehamilan yang tidak diinginkan remaja tersebut dapat menjadikan remaja harus hamil pada usia muda. Berdasarkan laporan WHO 2012, pada tahun 2008, ada 16 juta kelahiran dari ibu yang berusia 15-19 tahun, yang mewakili 11 dari seluruh kelahiran yang ada di dunia. Sekitar 95 dari kelahiran terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Angka kelahiran global remaja ini telah menurun dari 60 per 1000 pada Universitas Sumatera Utara tahun 1990 menjadi 48 per 1000 pada tahun 2007, yang diawali dari 5 per 1000 wanita di Asia Timur menjadi 121 per 1000 di sub-Sahara Afrika pada tahun 2007. The World Bank 2010, juga mencatat laporan dari Millennium Development Goals MDGs 2010, dimana tingkat kelahiran remaja usia 15 – 19 tahun adalah 53 per 1000 kelahiran. The National Youth Risk Behavior Survey YRBS 2012, memantau perilaku yang kesehatan berisiko yang berkontribusi terhadap penyebab utama kematian, cacat, dan masalah-masalah sosial di kalangan remaja di Amerika Serikat, dan diperoleh 47,4 remaja sudah pernah melakukan hubungan seksual pada tahun 2011, dan sebanyak 6.2 mengaku melakukan hubungan seksual sebelum umur 13 tahun. Di Indonesia berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN 2010, terdapat 30 kelahiran pada usia 15 – 19 tahun dari 3.010 kelahiran dan diperkirakan sebagian akibat kehamilan pranikah remaja. Berbagai data yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja secara global sudah sangat mengkhawatirkan. Menurut data dari The National Survey of Family Growth 2011, yang mencatat aktivitas seksual, penggunaan kontrasepsi, kelahiran selama tahun 2006-2010, sekitar 43 remaja perempuan 4,4 juta, dan sekitar 42 remaja laki-laki 4,5 juta telah melakukan hubungan seksual pra nikah setidaknya sekali. 78 perempuan dan 85 laki-laki menggunakan metode kontrasepsi pada seks pertama. Menurut data BPS, BKKBN, DEPKES RI, dan Macro Internasional, 2008, yang mencatat SDKI tahun 2007, menunjukkan 9 persen 1000 kelahiran adalah di Universitas Sumatera Utara usia remaja,dan berdasarkan laporan RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar 2010, juga menunjukkan bahwa perempuan yang pernah hamil pada umur 10 – 14 sebanyak 0,5 per 1000 perempuan, dan pada umur 15 – 19 sebanyak 77,1 per 1000 perempuan. Menurut data BPS, BKKBN, DEPKES RI, dan Macro Internasional, 2008, yang mencatat Indonesian Young Adult Reproductive Health Survey IYARHS tahun 2007, ditemukan 1 wanita pernah melakukan hubungan seksual sedangkan pria 6. Beberapa responden ditanya alasan melakukan hubungan seksual pertama mereka. Keingintahuan tampaknya menjadi alasan utama untuk berhubungan seks yaitu 45, dan laki-laki lebih mungkin dibandingkan perempuan untuk menyebutkan alasan ini yaitu masing-masing sebanyak 51 dan 7. Berdasarkan survei tersebut juga diketahui kebanyakan wanita dan laki-laki mulai berpacaran pada usia 15-17, dengan sedikit lebih tinggi proporsi bagi perempuan daripada laki-laki masing-masing 43 dan 40. Ini menyiratkan bahwa inisiasi untuk berpacaran lebih cenderung terjadi pada usia yang lebih muda pada wanita dibandingkan pria. Sebanyak 24 wanita mengatakan bahwa mereka mulai berkencan sebelum mencapai usia 15, dibandingkan dengan 19 persen laki-laki. Para responden juga ditanya jenis kegiatan yang mereka lakukan ketika kencan, termasuk berpegangan tangan, berciuman, dan petting, dan diketahui bahwa memegang tangan adalah yang paling umum dilakukan yaitu 68 pada perempuan dan 69 pada laki- laki, berciuman laki-laki 41 dan perempuan 27 persen, dan yang melakukan petting laki-laki 27 dan perempuan 9. Universitas Sumatera Utara Menurut data Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS tahun 2010 ditemukan dari keseluruhan remaja berumur 10-24 tahun yang berstatus belum menikah adalah 86,7. Pada kelompok remaja dengan status belum kawin, sebanyak 3,0 laki-laki dan perempuan 1,1 mengatakan pernah berhubungan seksual. Lebih lanjut dapat diketahui pula bahwa umur pertama berhubungan seksual sudah terjadi pada usia yang sangat muda, yaitu 8 tahun. Terdapat 0,5 persen perempuan telah melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia 8 tahun, dan 0,1 persen pada laki-laki. Menurut BKKBN 2012, dari 552 remaja yang ada di Sumatera Utara, diketahui sebanyak 86.3 remaja yang berpegangan tangan ketika berpacaran, 32.2 remaja yang melakukan cium bibir, dan sebanyak 8.2 remaja yang melakukan rabaanrangsangan. Sebanyak 4.9 laki-laki dan 1.5 perempuan telah melakukan hubungan seksual pada saat berpacaran. Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diketahui di Kabupaten Langkat 45 remaja sudah pernah melakukan asusila kepada lawan jenisnya. Pada 9 Puskesmas dari 33 Puskesmas di Kabupaten Langkat, terdapat 181 kehamilan remaja usia 15 – 19 tahun dari 1326 seluruh kehamilan, walaupun dari jumlah dari kehamilan remaja tersebut belum dapat dipastikan akibat dari kehamilan pranikah, namun bisa dipersepsikan bahwa sebagian kehamilan tersebut adalah kehamilan pranikah dari keterangan beberapa bidan koordinator di puskesmas. Seorang bidan koordinator di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai, mengatakan bahwa hampir 50 dijumpai kehamilan pra nikah di daerah tersebut, hal ini diketahui pada waktu pemeriksaan Ante Natal Care ANC Universitas Sumatera Utara pasien hamil yang datang kepadanya, maupun dari data yang dikumpulkan para bidan setempat. Istilah “wes meteng”, juga terdengar apabila masyarakat di daerah tersebut selesai menghadiri sebuah pesta pernikahan, yang pengantin perempuannya sudah hamil, karena di daerah ini, orang tua tetap membuat pesta pernikahan untuk anaknya walaupun anak tersebut sudah hamil di luar nikah. Berdasarkan keterangan dari Kepala Kantor Kementrian Agama Kemenag Kecamatan Hinai Kabupaten, memperkirakan jumlah kasus remaja yang hamil sebelum menikah mencapai puluhan pasangan. Kasus ini diketahui saat mendapatkan penyuluhan tentang pernikahan sebelum mendafrtar menikah. Beberapa calon pengantin wanita yang telah hamil menutupi perutnya dengan cara memakai stagen, agar perutnya tidak kelihatan seperti membesar. Namun dilihat dari cara berbicara, sang calon pengantin wanita sudah kelihatan sesak dengan perut yang membesar tersebut. Berdasarkan survei yang telah dilakukan di SMP Sekolah Menengah Pertama Negeri I Hinai, diperoleh hasil pada satu kelas yang berisikan 32 siswa terdapat 18 siswa yang mengaku sudah pernah pacaran dan mulai berpacaran pada umur 14 tahun. Tetapi para siswa mengaku gaya berpacarannya masih dalam batas dan rata-rata seperti berpegangan tangan 90, berciuman bibir 75. Mereka mengatakan bahwa orang tua mereka mengetahuinya. Ketika ditanya mengenai kehamilan di usia muda, rata-rata dari mereka tidak setuju jika ada remaja seumur mereka sudah hamil, apalagi bila kehamilan tersebut adalah disebabkan perilaku seksual pranikah. Berdasarkan laporan dari guru bimbingan konseling yang ada di Universitas Sumatera Utara SMP tersebut, bahwa belum ada dari siswa mereka yang diberhentikan dari sekolah karena sudah hamil. Akibat lain yang dapat terjadi dari perilaku seksual remaja ini menurut Sarwono 2012 adalah terganggunya kesehatan dan risiko kehamilan serta kematian bayi yang tinggi serta munculnya penyakit infeksi menular seksual IMS. Berdasarkan data BPS, BKKBN, DEPKES RI, dan Macro Internasional 2008, melalui Indonesian Demographic and Health Survey tahun 2007, mencatat Angka Kematian Ibu AKI 228100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi AKB 341000 KH dan Angka Kematian Neonatus AKN 191000 kelahiran hidup, hal ini masih jauh dari target MDGs tahun 2015 dimana AKI dan AKB di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Penyebabnya antara lain tingginya angka kematian akibat komplikasi pada waktu hamil dan bersalin, aborsi tidak aman, PMS dan kanker reproduktif. Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2011 jumlah AKI 116100.000 KH dan AKB 7,731000 KH. Hal ini berarti AKI dan AKB di Sumatera Utara masih cukup tinggi. Penyebabnya antara lain tingginya angka kematian akibat komplikasi pada waktu hamil dan bersalin, aborsi yang tidak aman, PMS dan kanker reproduktif. Selanjutnya, berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2011 ditemukan AKI 112,49 per 100.000 KH dan AKB 4,74 per 1000 KH. Angka ini jauh di bawah angka nasional dan provinsi sehingga angka ini belum dapat dijadikan standar, karena kemungkinan masih banyak kematian yang tidak Universitas Sumatera Utara dilaporkan. Oleh karena itu diperlukan pencatatan dan pelaporan yang lebih teliti dari sarana yang paling dasar yaitu Posyandu dan Bidan Desa. Menurut Santrock 2007, remaja merupakan transisi perkembangan antara masa kanak – kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan secara fisik, kognitif dan perubahan sosial. Perkembangan itu dipelajari dan dipengaruhi secara kuat oleh lingkungan. Santrock 2007 juga mengutip pendapat Bandura 2000 menyatakan bahwa perilaku, lingkungan dan personalkognisi merupakan faktor yang penting dalam perkembangan. Menurut Muadz dan Syaefuddin 2010, salah satu tugas perkembangan sosial yang harus dijalani oleh remaja adalah tugas untuk mempraktekkan pola hidup sehat practice healthy life. Banyaknya kasus perilaku seksual pranikah, kecanduan narkoba dan terjangkit HIVAIDS jelas menunjukkan sebagian remaja Indonesia berperilaku tidak sehat. Remaja perlu keterampilan dalam menghadapi transisi kehidupannya untuk menjadi dewasa. sehingga dalam melewati masa remaja menuju dewasa, remaja dapat bertahan menghadapi tantangan, hambatan, serta dapat memanfaatkan peluang yang ada dihadapannya. Santrock 2007 mengutip pendapat Scheer dan Unger 1994, bahwa bertanggung jawab pada diri sendiri dan mengambil keputusan secara mandiri merupakan hal yang penting untuk mencapai status dewasa. Muadz dan Syaefuddin 2010 mengutip pendapat Depdiknas 2002, keterampilan yang dapat digolongkan ke dalam keterampilan hidup sangat beragam tergantung pada situasi dan kondisi maupun budaya masyarakat setempat. Salah satu Universitas Sumatera Utara bentuk keterampilan hidup yang perlu diterapkan bagi remaja adalah keterampilan untuk bersikap tegas atau asertif. Asertif adalah sebuah sikap atau perilaku untuk mengekspresikan diri secara tegas kepada pihak lain tanpa harus menyakiti pihak lain ataupun merendahkan diri di hadapan pihak lain. Asertif untuk kelompok remaja sangat diperlukan dalam menghadapi tekanan sebaya. Tekanan itu berkaitan dengan ajakan untuk terlibat kedalam resiko Triad KRR yaitu Seksualitas, HIVAIDS dan Napza. Myers dan Myers 2002 mengatakan asertifitas adalah salah satu gaya komunikasi dimana individu dapat mempertahankan hak dan mengekspresikan perasaan, pikiran dan kebutuhan secara langsung, jujur dan bersikap terus terang. Menurut Alberti Emmons 2002, asertif adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Marini dkk 2005, mengutip pendapat Hawari dkk 2002, menyatakan bahwa penyebab para remaja terjerumus ke hal yang negatif seperti seks bebas, salah satunya adalah karena kepribadian yang lemah. Ciri – cirinya antara lain daya tahan terhadap tegangan dan tekanan rendah, kurang bisa mengekpresikan diri, kurang bisa mengendalikan emosi dan agresivitas serta tidak dapat mengatasi masalah dan konflik dengan baik yang erat kaitannya dengan asertivitas. Rosita 2010 dan Hidayah 2010 yang mengutip pendapat Rathus dan Nevid 1983 mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi asertifitas, yaitu jenis kelamin, usia, budaya, tingkat pendidikan, harga diri self esteem, dan situasi tertentu Universitas Sumatera Utara lingkungan sekitarnya seperti pola asuh orang tua dan teman sebaya. Semua faktor tersebut akan diteliti menjadi faktor yang memengaruhi asertifitas kecuali faktor jenis kelamin, usia dan pendidikan. Rakos 1991 mengemukakan bahwa konsep asertifitas berkaitan dengan kebudayaan dimana seseorang tumbuh dan berkembang. Dapat dikatakan bahwa pada suatu budaya suatu perilaku dipandang asertif dan sesuai dengan budaya setempat. Akan tetapi hal yang sama tidak dapat ditolerir oleh masyarakat dengan latar belakang budaya lain. Herdiana 2007, melalui penelitiannya tentang budaya asertif pada anak-anak dengan kultur Jawa, menguraikan bahwa secara umum anak-anak dengan latar belakang kultur Jawa masih memperlihatkan tingkat perilaku asertif yang terbatas. Mereka kebanyakan masih sangat bergantung pada orang tua, terutama ibu untuk menentukan keinginan-keinginannya. Menurut Santrock 2007, harga diri Self Esteem adalah suatu dimensi global dari diri. Harga diri mencerminkan persepsi yang tidak selalu sama dengan realitas. Harga diri yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat atau benar mengenai martabatnya sebagai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan pencapaiannya. Dengan cara yang sama, harga diri yang rendah dapat mengidentifikasikan persepsi yang tepat mengenai keterbatasan atau penyimpangan, atau bahkan kondisi tidak aman dan inferior yang akut. Keyakinan seseorang turut mempengaruhi kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang yang memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekuatiran sosial yang Universitas Sumatera Utara rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri. Menurut Hidayah 2010 yang mengutip pendapat Daud 2004, komunikasi orang tua dan anak dapat memengaruhi kemampuan anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Berbedanya pola asuh yang diberikan orang tua dapat mengakibatkan berbedanya tingkat asertifitas anak. Menurut survey yang dilakukan oleh The National Campaign 2012, remaja mengatakan bahwa orangtua paling besar memengaruhi keputusan mereka tentang seks, lebih daripada teman sebaya, budaya, guru dan lain-lain, diperoleh hasil 4 dari 10 remaja 38 mengatakan orang tua paling memengaruhi keputusan mereka tentang seks, dibandingkan dengan 22 yang dipengaruhi oleh teman-teman. Sikap Asertif untuk kelompok remaja sangat diperlukan dalam menghadapi tekanan remaja sebaya. Tekanan itu berkaitan dengan ajakan untuk terlibat kedalam risiko triad KRR, yaitu seksualitas, HIVAIDS dan napza. Menurut Suwarni 2009, bahwa pengaruh perilaku seksual teman sebaya secara langsung paling besar memengaruhi perilaku seksual remaja. Pengaruh perilaku seksual teman sebaya secara langsung sebesar 20,2, sedangkan pengaruh perilaku seksual teman sebaya secara tidak langsung melalui niat berperilaku seksual sebesar 14,24. Selanjutnya perilaku asertif yang diteliti adalah perilaku asertif dalam perilaku seksual, oleh karena itu beberapa faktor yang memengaruhi perilaku seksual juga menjadi bagian yang akan diteliti. Santrock 2007 yang mengutip Bandura 1998 menyatakan bahwa faktor pribadikognitif, faktor perilaku dan faktor Universitas Sumatera Utara lingkungan dapat berinteraksi secara timbal-balik. Beberapa yang termasuk dalam faktor tersebut adalah pengetahuan, self efficacy dan media informasi. Sarkova 2013 mengutip pendapat Arrindell van der Ende 1985, menyatakan bahwa asertif juga sebuah bentuk komunikasi yang dilakukan secara langsung dan sesuai kebutuhan, keinginan, dan pendapat seseorang tanpa menghukum atau merendahkan orang lain. Menurut feeney 1999 yang mengutip teori kompetensi komunikasi interpersonal Spitzberg dan Cupach 1984 menggambarkan tiga komponen utama dalam komunikasi yang salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan mengacu dengan kemampuan individu mengidentifikasi perilaku yang paling tepat selama proses komunikasi dalam situasi tertentu. Oleh karena itu secara tidak langsung mempengaruhi perilaku asertif. Self efficacy adalah persepsi seseorang terhadap kompetensi mereka dalam menghadapi lingkungan. Semakin tinggi self efficacy, maka semakin yakin seseorang untuk melakukan suatu tingkah laku, dan akan melakukan suatu usaha yang lebih besar dan waktu yang lebih lama untuk bertahan melakukan perilaku tersebut. enurut Brown 2008, banyak yang telah menulis tentang pengaruh media terhadap perilaku seksual remaja, terutama yang berhubungan dengan keputusan remaja tentang seks, beberapa topik menghasilkan sebagai banyak diskusi remaja tentang seksualitas sebagai pengaruh relatif dari media. Mengingat kekuatan dan cakupan media saat ini, menembus semua konteks dan memberikan pengaruh pada pengetahuan, sikap dan perilaku seksual baik secara positif maupun negatif. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan beberapa uraian tentang perilaku seksual dan pentingnya asertifitas pada perilaku seksual remaja serta adanya faktor-faktor yang dapat memengaruhi asertifitas tersebut, maka akan dilakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang memengaruhi asertivitas pada perilaku seksual di SMP Negeri 1 Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2013

1.2 Permasalahan