dilakukan oleh remaja berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupu n dari luar dirinya.
Menurut Sarwono 2012, perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan dengan lawan jenisnya maupun
sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku
berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
Suryoputro dkk 2007 yang mengutip pendapat Bandura 1990, bahwa perilaku seksual tidak merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau ketrampilan,
melainkan suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan menyatukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat
sebelumnya untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam menguasai situasi yang sulit.
2.1.2 Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Hidayah 2010 yang mengutip Duvall dan Miller 1985 mengatakan bahwa bentuk perilaku seksual pranikah mengalami peningkatan secara bertahap. Adapun
bentuk – bentuk perilaku seksual tersebut adalah. a
Touching, seperti berpegangan taPngan, dan berpelukan. b
Kissing, berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim.
Universitas Sumatera Utara
c Petting, seperti menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan
biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin. d
Sexual Intercourse, hubungan kelamin atau senggama
2.1.3 Faktor Penyebab Perilaku Seksual
Menurut Sarwono 2012, masalah seksualitas pada remaja timbul karena faktor-faktor berikut, yaitu :
1 Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual libido
seksualitas. Peningkatan ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.
2 Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia
perkawinan, baik secara hukum maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain 3
Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku di mana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Untuk
remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut.
4 Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan adanya teknologi canggih VCD, internet, handpone seluler, dan lain-lain menjadi
tidak terbendung lagi. Remaja yang dalam periode ingin tahu dan ingin
Universitas Sumatera Utara
mencoba akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa, khususnya bila mereka belum mengetahui secara lengkap dari orang tua.
5 Di pihak lain, adanya kecenderungan pergaulan makin bebas antara pria dan
wanita akibat dari peran dan pendidikan wanita yang makin sejajar dengan pria. Sehingga kurang adanya pemantauan bagi anak remaja.
Hidayah 2010 yang mengutip pendapat Pratiwi 2004, bahwa faktor – faktor yang memengaruhi prilaku seksual pada remaja yaitu faktor biologis, pengaruh
teman sebaya, pengaruh orang tua, akademik, pemahaman, pengalaman seksual, pengalaman dan penghayatan nilai – nilai keagamaan, kepribadian dan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi.
Menurut Indrayani dan Saepudin 2008, dalam pandangan Rosenstock dan
Becker 1954 melalui teori Health Belief Model HBM, bahwa remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah sehingga mengakibatkan kehamilan pranikah,
lebih disebabkan karena beberapa faktor diantaranya rendahnya pengetahuan tentang seksualitas dan kontrasepsi, pengaruh norma kelompok sebaya yang dianutnya, status
hubungan, harga diri yang rendah serta rendahnya keterampilan interpersonal khususnya perempuan untuk bersikap asertif yakni sikap tegas untuk mengatakan
tidak terhadap ajakan melakukan hubungan seks dari teman kencannya.
2.1.4 Akibat dari Perilaku Seksual Remaja