b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah salah satu hal yang penting dalam menganalisis setiap butir. Reliabilitas setiap butir suatu model
tes adalah derajat tingkat kemantapan dan keterandalan tes itu secara keseluruhan. Tes yang reliabel selalu memberikan hasil
yang sama bila dicobakan kepada kelompok yang sama dalam waktu yang berbeda Kartawidjaja 1987: 125. Menurut Ancok
dalam Waridjan 1991: 361 reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang sama. Sugiyono 2011: 168 memaparkan
bahwa instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama,
akan menghasilkan data yang sama. Masidjo 1995: 208 memaparkan bahwa reliabilitas adalah taraf kemampuan tes
dalam menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf ketepatan dan ketelitian hasil. Sejalan
dengan Masidjo, Azwar 2009: 4 mengatakan bahwa reliabilitas merupakan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Arikunto 2013: 100 mengungkapkan bahwa reliabilitas adalah ketetapan hasil tes. Instrumen yang baik adalah instrumen yang
dapat dengan ajeg memberikan data yang sesuai dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kenyataan. Ajeg atau tetap tidak diartikan selalu sama, tetapi mengikuti perubahan secara ajeg.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa reliabilitas merupakan taraf kemampuan sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten dan dapat dipercaya.
c. Karakteristik Butir Soal
1. Daya Pembeda
Sudjana 2009: 141 menjelaskan bahwa analisis daya pembeda bertujuan untuk mengetahui kesanggupan
soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu dengan siswa yang tergolong kurang mampu. Kusaeri dan
Suprananto 2012: 175 berpendapat bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan
antara siswa yang telah menguasai materi yang diujikan. Masidjo 1995: 196 menyatakan bahwa daya pembeda
adalah taraf jumlah jawaban benar siswa yang tergolong kelompok pandai = upper group berbeda dari siswa yang
tergolong kelompok bawah kurang pandai = lower group untuk suatu item. Kartawidjaja 1987: 139 mengungkapkan
bahwa daya pembeda suatu tes bertujuan membedakan murid yang betul-betul belajar dengan yang tidak.
Perhitungan daya pembeda amat penting dalam menganalisis PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
butir soal. Suatu soal yang mempunyai daya pembeda yang tinggi
mengisyaratkan bahwa
soal tersebut
dapat membedakan seorang murid yang pandai dengan yang
kurang. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
daya pembeda merupakan kemampuan setiap butir soal untuk dapat membedakan antara siswa yang pandai dengan
siswa yang kurang pandai. 2.
Tingkat Kesukaran Arikunto 2012: 222 mengungkapkan bahwa soal
yang baik adalah soal yang tingkat kesukarannya tidak terlalu mudah namun juga tidak terlalu sukar. Kusaeri dan
Suprananto 2012: 174 mendefinisikan tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat
kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Sulistyorini 2009: 176 menjelaskan bahwa tingkat
kesulitan merupakan kemampuan siswa untuk menjawab soal dengan kriteria soal mudah, sedang, dan sukar. Sudjana
2009: 135 mengungkapkan bahwa tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam
menjawab soal, bukan dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat
kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kategori soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Perbandingan
proporsi jumlah soal untuk tiga kategori tersebut didasarkan atas kurva normal. Sebagian besar soal berada pada kategori
sedang, sebagian lagi berada pada kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang. Perbandingan antara soal
yang mudah-sedang-sukar dapat dibuat 3-4-3. 30 soal dengan kategori mudah, 40 soal dengan kategori sedang,
dan 30 soal dengan kategori sukar. Perbandingan juga dapat dibuat 25-50-25, 25 soal dengan kategori mudah,
50 soal dengan kategori sedang, dan 25 soal dengan kategori sukar. Proporsi soal dengan kategori sedang lebih
banyak dari soal kategori mudah dan soal kategori sukar. Widoyoko 2014: 165 mengungkapkan bahwa tingkat
kesukaran yang baik pada suatu tes adalah 25 mudah, 50 sedang, dan 25 sukar.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaran soal adalah kemampuan siswa
dalam menjawab soal yang terdiri dari kategori rendah, sedang, dan tinggi yang dapat diketahui dari banyaknya
siswa yang menjawab soal dengan benar. Proporsi soal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan tingkat kesukaran yang baik pada suatu tes yaitu 25 mudah, 50 sedang, dan 25 sukar.
3. Analisis Pengecoh
Purwanto 2009: 75 memaparkan bahwa pengecoh distractor adalah pilihan yang bukan merupakan kunci
jawaban. Hal tersebut senada dengan yang disampaikan Sudijono 2011: 410 bahwa pengecoh adalah alternatif yang
bukan merupakan jawaban yang digunakan agar peserta tes dapat tertarik dengan pengecoh jawaban tersebut. Semakin
banyak peserta tes yang memilih pengecoh, maka pengecoh tersebut sudah menjalankan fungsinya. Sebaliknya apabila
pengecoh yang dipasang tidak ada yang memilih maka pengecoh tersebut tidak berfungsi. Arikunto 2012: 234
memaparkan bahwa pengecoh dapat berfungsi dengan baik apabila pengecoh tersebut mempunyai daya tarik bagi
peserta tes yang kurang memahami materi. Sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika paling sedikit
dipilih oleh 5 peserta tes. Berdasarkan penjelasan pendapat ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa pengecoh merupakan alternatif yang bukan merupakan kunci jawaban yang berfungsi untuk
mengecoh peserta tes yang kurang memahami materi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengecoh dapat dikatakan berfungsi jika paling sedikit dipilih oleh 5 peserta tes.
4. Pengembangan Tes