Proses Produksi KESIMPULAN DAN SARAN

2.6. Proses Produksi

Proses produksi merupakan cara untuk menambah nilai value suatu barang dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, mesin, peralatan, material, metode, dan modal. PT Mutiara Mukti Farma membutuhkan bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, mesin, peralatan, tenaga kerja serta manajemen yang baik untuk melakukan proses agar mampu menghasilkan berbagai jenis obat-obatan. Dalam pelaksanaan penelitian ini, kegiatan proses produksi yang diamati adalah proses pembuatan obat tablet dengan jenis obat berupa obat tablet Paracetamol. PT Mutiara Mukti Farma telah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB terkait dengan standar mutu bahanproduknya, seperti yang diwajibkan kepada seluruh industri farmasi. Ketentuan ini didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43MENKESSKII1988 tentang CPOB dan Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI No. 04510ASKXII1989 tentang petunjuk operasional penerapan CPOB. Peraturan tersebut mengatur seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan menjamin obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan manfaat obat tersebut. Oleh karena itu, maka pihak perusahaan menetapkan bahwa setiap bahan yang diterima dan produk yang dihasilkan harus melalui proses pengawasan yang ketat, mulai dari masuknya bahan, bahan dalam proses, sampai menjadi produk jadi. Setiap bahan dan produk tersebut wajib sesuai dengan standar mutu CPOB. Standar mutu produk paracetamol dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Standar Mutu Tablet No Keterangan Standar 1. Berat 490 – 510 mg 2. Kekerasan 4 – 8 kgcm 2 3. Kerapuhan 8 4. Kelarutan 15 – 16 menit 5. Waktu hancur 4 – 5 menit 6. Diameter 1,211 cm 7. Tebal 0,32 cm Sumber: PT Mutiara Mukti Farma Dalam proses pembuatan obat, bahan-bahan yang digunakan yaitu: 1. Bahan baku Bahan baku merupakan bahan utama di dalam proses produksi yang sifat dan bentuknya akan diubah. Bahan ini diolah langsung di dalam proses produksi hingga menghasilkan produk jadi. Sumber bahan baku obat utamanya berasal dari pabrik-pabrik di China dan India seperti Wu Xi dan Jiang Su. Untuk produksi obat tablet Paracetamol, bahan baku yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Bahan berkhasiat Bahan ini memiliki jumlah yang relatif besar dibandingkan dengan bahan lain dan penggunaannya disesuaikan dengan jenis obat yang akan diproduksi berdasarkan formulasi yang telah ditetapkan. Untuk pembuatan obat tablet Paracetamol, bahan berkhasiat yang digunakan yaitu Paracetamol serbuk. b. Bahan tidak berkhasiat Bahan ini tidak memiliki pengaruh terhadap khasiat obat yang akan dihasilkan. Kandungan bahan tidak berkhasiat pada obat tablet Paracetamol yaitu: 1 Laktosa dan Amilum, sebagai bahan pengisi pada obat. 2 Kolidon, sebagai bahan pengikat. 3 Magnesium Stearat dan Talkum, sebagai pelicin obat. 4 Nipasol, sebagai bahan pengawet. 5 Brilliant Blue, sebagai pewarna obat. 6 Vanili, sebagai pemberi rasa. 2. Bahan penolong Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan ke dalam proses pembuatan produk untuk memperlancar proses produksi dimana komponennya tidak terdapat pada produk akhir. Bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan obat tablet Paracetamol yaitu air murni H 2 O yang telah disterilisasi. Air ini berfungsi sebagai pengikat sementara pada saat proses pencampuran zat. 3. Bahan tambahan Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan atau dipakai sebagai pelengkap dalam produk akhir untuk meningkatkan mutu produk. Contoh bahan tambahan untuk pembuatan obat tablet Paracetamol yaitu kertas strip, kotak kemasan strip, dan kotak kardus. Proses produksi untuk obat tablet secara umum di PT Mutiara Mukti Farma terdiri dari proses penimbangan, pencampuran, granulasi, pengeringan, lubrikasi, hingga pencetakan dan pengemasan. Tahapan proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2. Penimbangan Bahan Pencampuran Bahan Granulasi Basah Pengeringan Granulasi Kering Lubrikasi Pencetakan Obat Pengayakan dan Pemeriksaan Pengemasan Gambar 2.2. Blok Diagram Proses Produksi Obat Tablet Urutan proses produksi pembuatan obat tablet yaitu: 1. Penimbangan bahan Penimbangan merupakan proses pengukuran berat bahan yang akan digunakan dalam proses produksi. Proses penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan sebagai berikut: a. Timbangan duduk, digunakan untuk menimbang bahan baku yang relatif berat 10 g – 1 kg, misalnya untuk penimbangan amylum. b. Timbangan Berkoz, digunakan untuk menimbang bahan baku yang ringan ringan 0 – 300 g, misalnya untuk penimbangan Brillian Blue. c. Timbangan Digital, digunakan untuk menimbang bahan baku tertentu yang sangat ringan, yaitu dengan berat 20 – 60 mg. Bahan baku dan bahan lain yang akan diproduksi ditimbang atas dasar surat perintah pembuatan obat yang telah ditetapkan komposisinya sesuai dengan banyaknya obat yang akan diproduksi dan formulasinya. Bahan-bahan ini sebelum tiba di gudang diperiksa terlebih dulu oleh staf pengawasan mutu untuk mengidentifikasi apakah mutu dan spesifikasinya telah sesuai dengan yang dijanjikan oleh perusahaan pemasok bahan baku. Pemeriksaan bahan baku meliputi: a. Pemeriksaan organoleptis, yaitu bentuk, warna, bau, dan rasa. b. Pemeriksaan kimiawi, yaitu kualitatif, kuantitatif, dan pH. c. Pemeriksaan fisik, yaitu kelarutan, titik lebur, berat jenis, dan kekentalan. d. Pemeriksaan kemasan, yaitu ukuran dan kondisi kemasan. e. Pemeriksaan etiket, meliputi: ukuran, kebenaran tulisan, desain, warna, kerapian catatan dan lambang obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras. 2. Pencampuran bahan Pencampuran dilakukan dengan menggunakan sistem pencampuran batch. Bahan- bahan yang akan dicampurkan ditimbang sesuai takaran lalu dimasukkan ke dalam mixer. Bahan yang dicampur antara lain paracetamol serbuk, amilum, lactose, kolidon, nipasol, Brilliant Blue, vanili, dan air. Kemudian campuran tersebut diberi pasta Amilum yang berfungsi sebagai pengikat sambil terus diaduk. Setelah tercampur rata, bahan ini dibawa ke bagian Granulasi Basah. 3. Granulasi basah Proses ini bertujuan untuk membagi campuran menjadi bentuk bulatan granul kecil seragam yang memiliki komposisi yang homogen. Granul yang terbentuk masih bersifat basah karena adanya kandungan air dari pasta di dalam campuran. Pembentukan granul ini akan memudahkan proses pengeringan karena ukuran granul yang lebih kecil akan mempercepat proses pengeringan. Granulasi basah dilakukan dengan ayakan berukuran 7 mesh. 4. Pengeringan Setelah melalui Granulasi Basah, bahan obat tersebut dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam granul. Alat yang dapat digunakan untuk proses ini yaitu oven pengering atau Fluid Bed Dryer. Proses pengeringan dengan Fluid Bed Dryer memakan waktu yang relatif lebih singkat dan memberikan massa yang lebih homogen, namun kapasitasnya lebih kecil dibandingkan dengan oven pengering. Proses pengeringan dengan Fluid Bed Dryer memerlukan waktu sekitar 30 menit dengan suhu pengeringan sekitar 60 C, sedangkan dengan oven pengering memerlukan waktu sekitar 8 – 10 jam dengan suhu pengeringan sekitar 60 C. Pengeringan ini akan mengurangi kadar air sebesar 1-3. 5. Granulasi kering Bahan obat yang telah melalui proses pengeringan akan digranulasi kembali. Granulasi kering merupakan proses pembentukan granul yang lebih kecil dan halus serta memiliki ukuran yang relatif homogen dengan bobot yang seragam. Hal ini berguna untuk memudahkan proses pencetakan. Proses granulasi kering ini menggunakan ayakan dengan ukuran 12, 10, dan 8 mesh. Ukuran 12 mesh digunakan untuk tablet dengan ukuran yang lebih kecil, sedangkan untuk ukuran 10 dan 8 mesh digunakan untuk tablet dengan ukuran lebih besar. 6. Lubrikasi Setelah bahan obat melewati proses Granulasi Kering, proses selanjutnya adalah lubrikasi. Lubrikasi adalah proses pencampuran bahan pelicin ke granul kering agar pada saat proses pencetakan obat tidak lengket dan mutunya lebih baik. Zat pelicin yang ditambahkan yaitu Magnesium Stearat dan Talkum. Proses ini juga membantu menyeragamkan bobot granul kering sehingga diperoleh kadar yang seragam. 7. Pencetakan obat Setelah lubrikasi, bahan obat ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat bahan yang akan dicetak karena adanya ketetapan berat bahan untuk sejumlah obat tablet yang akan diproduksi yang formulasinya diatur dalam surat perintah pembuatan obat. Dalam proses pencetakan, biasanya dilakukan pencetakan percobaan agar obat yang dicetak sesuai dengan bentuk yang ditetapkan. Obat yang tidak sesuai akan dihancurkan dan dicetak kembali. 8. Pengayakan dan Pemeriksaan Setelah selesai dicetak, obat diayak dengan ayakan 10 mesh untuk menghilangkan debu dan serpihan obat sekaligus memeriksa apakah ada obat yang rusak pada waktu pencetakan. Proses terakhir yaitu pemeriksaan dengan cara mengambil sampel dari obat yang dicetak tersebut untuk dilakukan pengujian di laboratorium. Pengujian yang dilakukan seperti: a. Keseragaman berat, yang dilakukan dengan pengambilan 10 tablet dan diukur berat totalnya, kemudian tablet ditimbang satu-persatu. Berat tablet yang menyimpang dari berat rata-rata akan dibuang. b. Waktu hancur, yang dilakukan dengan mencelupkan enam butir tablet ke dalam aquadest, kemudian waktu hancur tablet tersebut dihitung dengan alat Disintegration Tester. Waktu hancur tablet harus kurang dari 15 menit. c. Diameter dan tebal tablet. Perbandingan diameter tablet harus berada diantara 1,3 kali dan 3 kali tebal tablet. d. Kekerasan tablet, yang diukur dengan menggunakan alat Strong Cobb Hardness Tester. Tablet dijepit dengan anvil dan punch, kemudian diputar hingga tanda lampu menyala. e. Waktu larut, yang dilakukan dengan cara memasukkan enam butir tablet ke dalam larutan media disolusi. Setelah waktu yang ditentukan habis, larutan disedot dan diperiksa dengan Dissolution Tester. Waktu telah ditetapkan pada masing-masing monografi. f. Kadar zat berkhasiat, dilakukan dengan cara membaca kadar dan menyesuaikan dengan yang tercantum pada monografi. 9. Pengemasan Tujuan dari pengemasan yaitu menjaga obat agar tidak terkontaminasi bahan lain atau kotoran dari luar. Selain itu, pengemasan juga memberikan label keterangan mengenai obat yang dikemas. Pengemasan untuk obat tablet terdiri dari 3 cara, yaitu: a. Kemasan strip Mesin yang digunakan untuk proses pengemasan ini yaitu mesin kemas strip. Setelah dikemas, obat diberi stempel nomor batch dengan waktu pembuatan dan waktu kadaluarsa obat tersebut. Satu strip obat berisi 10 butir obat tablet. Strip-strip tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak strip yang dapat diisi 10 kemasan strip. Kotak-kotak strip tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak kardus yang dapat menampung 100 kotak strip. b. Kemasan blister Mesin yang digunakan untuk proses pengemasan ini yaitu mesin kemas blister. Setelah dikemas, obat diberi stempel nomor batch dengan waktu pembuatan dan waktu kadaluarsa obat tersebut. Satu blister obat berisi 10 butir obat tablet. Blister-blister tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak blister yang dapat diisi 10 kemasan blister. Kotak-kotak blister tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak kardus yang dapat menampung 100 kotak blister. Perbedaan strip dengan blister yaitu bagian atas kemasan blister tampak transparan dan isinya dapat terlihat. c. Kemasan botol pot Untuk kemasan botol atau pot, sebanyak seribu butir tablet dihitung dan diisi ke dalam plastik. Setelah itu, sebungkus bahan pengawet juga dimasukkan ke dalam plastik, kemudian plastik ditutup dengan cara dilekatkan dengan menggunakan panas. Kemudian bungkusan plastik berisi obat tersebut beserta lembar petunjuk pemakaiannya dimasukkan ke dalam pot. Untuk menjamin kemasan, tutup pot diberi segel.

BAB I PENDAHULUAN

Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Statistiqal Quality Control (SQC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Dalam Perbaikan Kualitas Produk di PT. Tirta Sibayakindo

40 207 145

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Kaplet Dengan Metode Statistical Quality Control dan Fault Tree Analysis Pada PT. Mutiara Mukti Farma

12 94 145

Usulan Perbaikan Mutu Produk Kertas Rokok (Cigarette Paper) Dengan Metode Statistical Quality Control (Sqc) Dan Failure Mode Effect Analysis (Fmea) Pada Pt. Pusaka Prima Mandiri

10 100 125

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

6 88 125

Usulan Perbaikan Mutu Produk Sarung Tangan dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) pada PT. Medisafe Technologies

8 46 131

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 1 11

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 0 1

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 0 1

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Kaplet Dengan Metode Statistical Quality Control dan Fault Tree Analysis Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 0 17

Usulan Perbaikan Mutu Produk Kertas Rokok (Cigarette Paper) Dengan Metode Statistical Quality Control (Sqc) Dan Failure Mode Effect Analysis (Fmea) Pada Pt. Pusaka Prima Mandiri

0 0 15