Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
mendapatkan anak dengan mudah atau faktor-faktor tertentu yang memungkinkan mereka untuk menipu diri sendiri tentang usia anak atau
izin anak untuk melakukan eksploitasi seksual. Eksploitasi seksual terhadap anak dapat berupa tindakan yang dilakukan ketika sedang
liburan atau hal tersebut dapat berkembang menjadi suatu kebiasaan melakukan kekerasan jangka panjang.
b. Pelaku seks anak Prefensial Pelaku seks anak Prefensial memiliki pilihan seksual yang jelas terhadap
anak-anak. Jumlah mereka lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pelaku situasional tetapi mereka lebih berpotensi untuk melakukan
kekerasan terhadap lebih banyak anak-anak daripada pelaku seks anak situasional karena hal tersebut memang sudah menjadi niat dan keinginan
mereka.
20
Seperti yang sudah kita ketahui bersama Kekerasan, pelecehan dan eksploitasi seksual itu bahkan bukan hanya menimpa orang dewasa, namun juga
perempuan yang tergolong dibawah umur anak-anak. Kekerasan seksual ini tidak hanya berlangsung di lingkungan sekolah maupun tempat-tempat tertentu yang
memberikan peluang manusia berlainan jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga dapat terjadi di lingkungan keluarga.
2. Jenis-Jenis Kejahatan Paedofilia
20
Kartini Kartono, Psikologi Wanita, Gadis Remaja dan Wanita Dewasa, Alumni, Bandung, 1981, hal.153.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Kekerasan yang dimaksudkan adalah sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 89 KUHP, yakni berupa tindakan-tindakan pemaksaan terhadap seseorang
dengan mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani fisik secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak,
menendang dan sebagainya yang bersifat pemaksaan atas diri seseorang. Pemaksaan tersebut bila dikaitkan dengan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak, akan
memiliki pengertian yang lebih luas lagi. Karena tidak selamanya untuk melakukan untuk melakukan pemerkosaan dilakukan dengan kekerasan yang berhubungan
dengan kekuatan fisik, tetapi dapat juga dilakukan dengan pemaksaan secara perekonomian ataupun dengan pengaruh suatu kekuasaan.
21
“ Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian
Hal yang cukup memprihatinkan adalah kecendrungan makin maraknya kejahatan seksual yang tidak hanya perempuan dewasa, tapi juga menimpa anak-
anak dibawah umur. Anak-anak perempuan itu dijadikan sebagai objek komoditas perdagangan atau pemuas nafsu animalistic dari seseorang dan kelompok tertentu
yang menjalankan bisnis seksual guna memperoleh keuntungan ekonomi berlipat ganda. Kejahatan yang dimaksudkan diatas dapat dirumuskan dalam Pasal 296 yang
berbunyi sebagai berikut :
21
Ibid, hal. 94.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.
22
Dalam kenyataannya, banyak orang yang menyewakan tempat peristirahatan rumah atau kamar dan menyediakan pelacur-pelacur, yang bisa dipesan oleh setiap
orang termasuk persetubuhan. Orang-orang yang disebut dengan mucikari atau germo inilah yang menurut pasal 296 ini dapat dipidana. Tetapi sangat jarang kita
mendengar para mucikari itu diusut oleh kepolisian dan diajukan penuntutan kepengadilan oleh jaksa penuntut umum.
23
Laporan pada Harian Kompas berjudul “ Perdagangan Anak untuk Bisnis Seks Merajalela “menyebutkan, bahwa “ anak-anak di kawasan Asia menghadapi
ancaman meluasnya jaringan perdangan seks Internasional. Perlindungan terhadap mereka tidak bisa lagi hanya menggantungkan pada usaha-usaha lembaga
Internasional saja. Menurut catatan data anak-anak lembaga Internasional PBB UNICEF : United Nations Internasional Childrens Fund menyebutkan bahwa
setiap tahun sekurang-kurangnya ada sejuta anak yang menjadi koban perdagangan seks diseluruh dunia. Sebagian besar mereka dari kawasan Asia.
Tercatat misalnya ada 65.582 pelacur di Indonesia. Tapi diperkirakan mereka yang bekerja sambilan atau rangkap bisa
mencapai angka 500.000 lokalisasi atau kompleks bordil secara resmi diatur oleh pemerintah daerah.
24
22
R.Soesilo, 1994, Op Cit,hal. 217.
23
Adami Chazawi, 2005,Op Cit, hal.113.
24
Kompas 19 april 1997, hal.6,7.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Kasus perdagangan seks yang menempatkan anak-anak dibawah umur sebagai korbannya itu cukup sering kita dengar kalau kasus itu diawali dengan jalan
penipuan, menjadi korban perkosaan atau dikorbankan pada kaum Paedofilia untuk dijadikan objek pemuas seksual seperti pencabulan dan perkosaan. Sebagai sample
misalnya, “beberapa tahun terakhir ini di sepanjang wilayah sungai Mekhong Negara Thailand, jumlah anak yag menjadi korban perdagangan, pencabulan, perkosaan dan
penyimpangan seks bagi kaum Paedofilia semakin melonjak. Di Thailand sekitar 800.000 anak dipaksa menjajakan diri di kawasan pantai.
25
Di New Delhi, harga seorang anak pemuas seks tidak lebih dari Rp. 3.500. Di bawah 6 tahun, harganya
bisa meningkat. Di Hongkong, gadis kecil dibeli seharga Rp. 325 ribu. Di Malaysia, harga anak perawan mencapai 4 juta. Namun tidak semua anak-anak menjadi pelacur
karena diculik dan dipaksa. Ada pula yang terjun ke prostitusi lantaran terdesak kemiskinan dan dijual kedua orang tuanya.
26
25
Surya, 1 September 1996, hal.5.
26
Surya, Minggu, 1 september 1996, hal. 3, 4.
Di Indonesia, kasus jual beli dan perkosaan terhadap anak perempuan dibawah umur juga cukup sering terjadi. Sejumlah kasus menunjukkan ketika pihak
berwajib terlibat didalam pembongkaran sindikat bisnis anak-anak. Diantara kasus- kasus yang melibatkan anak dibawah umur, salah satu modus operandi yang
digunakan adalah penipuan. Diantara mereka adakalanya tidak mengetahui kalau dirinya akan dijadikan objek perkosaan dan dicabuli.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Sebagai contoh kasus yang terjadi di Indonesia mengenai kekerasan seksual terhadap anak-anak ini dapat dilihat dalam laporan Harian Republika 14 agustus
2006, kasus perkosaan terhadap anak-anak tampaknya akan semakin menjadi momok yang cukup menakutkan bagi masyarakat. Dalam sepekan di bulan juli,
terjadi tiga kasus perkosaan terhadap anak-anak di tempat berbeda. Di Jakarta Barat, In, siswa SD Kebun Sayur berusia 9 tahun, diperkosa seorang pedagang gulali.
Perbuatan ini dilakukan di sebuah wc, setelah gadis itu diajak berjalan-jalan dan diiming-imingi sejumlah uang. Kasus serupa terjadi lagi di Jakarta Utara, korbannya
tiga anak kecil, diperkosa secara bergantian di kamar mandi.
27
“Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang dengan salah memakai kekuasaan yang timbul dari pergaulan atau dengan memperdayakan,
dengan sengaja mengajak orang dibawah umur yang tidak bercacat kelakuannya, yang diketahuinya atau patut disangkanya dibawah umur, mengerjakan perbuatan
cabul dengan dia atau membiarkan perbuatan cabul itu dengan dia, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun”.
Kejahatan kesusilaan yang dimaksudkan diatas, dirumuskan dalam pasal 293 yang berbunyi sebagai berikut:
28
Dari kasus-kasus yang ada diatas dapat kita simpulkan banyak model perkosaan yang dilakukan oleh pelaku Paedofilia. Mulyana W. Kusuma
menyebutkan beberapa macam-macam perkosaan, diantaranya adalah :
27
Republika, 14 agustus 1996, hal.5.
28
R.Soesilo, 1994, Op Cit, hal.214.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
a. Sadistc Rape Perkosaan sadistis, artinya, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu
dalam bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, melainkan serangan
yang mengerikan atas alat kelamin dan alat tubuh korban. b. Angea rape
Penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan marah yang tertahan.
Disini tubuh korban seakan-akan merupakan objek terhadap siapa pelaku memproyeksikan pemecahan atas kelemahan, kesulitan dan kekecewaan
hidupnya. Dengan kata lain tindakan tersebut merupakan proyeksi dari ketidak puasan akan eksistensinya sebagai manusia.
c. Dononation rape Merupakan bentuk perkosaan, dimana pelaku mempergunakan kekuasannya
dari sudut sosial dan ekonomi dan mendominasi bagian penting dari kehidupan korban, baik dari segi keuangan maupun dari sudut sosial budaya,
jaminan keselamatan dan sebagainya. Disini pelaku melakukan perkosaan dengan ancaman.
d. Victim Precipitated rape Perkosaan yang terjadi berlangsung dengan menempatkan korban sebagai
pencetusnya.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
e. Exploitation rape Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap kesempatan melakukan
hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi korban yang bergantung padanya
secara ekonomis dan social. Misalnya pembantu yang diperkosa oleh majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan kasusnya ini
kepada yang berwajib.
29
Sebab musabab timbulnya kejahatan ini sangat kompleks, dan didalam faktor yang satu saling memepengaruhi dengan faktor yang lain.
B. FAKTOR-FAKTOR TIMBULNYA KEJAHATAN PAEDOFILIA