BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sindroma koroner akut SKA adalah istilah yang digunakan untuk kumpulan simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. SKA yang terjadi
akibat infark otot jantung disebut infark miokard. Termasuk di dalam SKA adalah unstable angina pektoris, infark miokard non elevasi segmen ST Non
STEMI, dan infark miokard elevasi segmen ST STEMI Ramrakha, 2006. Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh
karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung Fenton, 2009. Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian
diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral Irmalita, 1996.
Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama di dunia WHO, 2008. Terhitung sebanyak
7.200.000 12,2 kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di m ana-mana Garas,
2010. Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 9,4 WHO, 2008.
Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 14 WHO, 2008.
Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit
di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit jantung iskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate CFR tertinggi terjadi
pada infark miokard akut 13,49 dan kemudian diikuti oleh gagal jantung 13,42 dan penyakit jantung lainnya 13,37 Depkes, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi EKG
dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu
timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T Irmalita, 1996. Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler akan masuk
dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik Patel, 1999. Protein-protein intraseluler ini meliput i
aspartate aminotransferase AST, lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB CK-MB, mioglobin, carbonic anhydrase III CA III, myosin
light chain MLC dan cardiac troponin I dan T cTnI dan cTnT Samsu, 2007. Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard Nigam, 2007. Elektrokardiogram EKG merupakan metode pemeriksaan noninvasif
yang mudah didapatkan untuk menegakkan diagnosis infark miokard akut Chung, 2007. EKG membantu menegakkan diagnosis sebelum peningkatan
enzim kerusakan jantung terdeteksi. Lokasi dan luas infark dapat ditentukan dari rekaman EKG berupa elevasi segmen ST, gelombang T dan munculnya
gelombang Q pada standar limb lead dan precordial lead. Dengan metode EKG, infark miokard akut terbagi menjadi 2 grup mayor, yaitu infark miokard dengan
elevasi segmen ST STEMI dan tanpa elevasi segmen ST Non STEMI. STEMI adalah sindoma koroner akut dimana pasien mengalami ketidaknyamanan pada
dada dengan gambaran elevasi segmen ST pada EKG. Non STEMI adalah sindroma koroner akut dimana pasien mengalami ketidaknyamanan dada yang
berhubungan dengan non elevasi segmen ST iskemik yang transien atau permanen pada EKG Ramrakha, 2006.
Troponin T merupakan pertanda biokimia untuk penyakit infark miokard. Pemeriksaan troponin sangat sensitif hingga dapat mendeteksi infark yang sulit
dilihat dari pemeriksaan patologis rutin Alpert, 2010. Troponin cepat meningkat ketika serangan terjadi dan kadarnya bertahan lama setelah jejas terjadi.
Peningkatan kadar cardiac troponin T cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas
Universitas Sumatera Utara
miokard. Kadar cTnT mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas Samsu, 2007. Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari Ramrakha, 2006. cTnT meningkat
kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali normal Samsu, 2007.
Penelitian oleh Remppis 2000 menyebutkan bahwa kadar cTnT pada waktu 96 jam berguna dalam memperkirakan luas infark miokard. Pernyataan ini
didukung oleh Bøhmer 2009 yang menyatakan bahwa kadar cTnT yang diperiksa pada hari ketiga setelah onset infark miokard STEMI dapat memprediksi
ukuran akhir infark miokard. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara luas infark miokard dengan kadar troponin T.
1.2. Rumusan Masalah