Adopsi Pupuk Bioorganik

B. Adopsi Pupuk Bioorganik

Terdapat empat komponen tingkat adopsi yang akan dikaji dalam adopsi pupuk bioorganik yang meliputi ketepatan dosis, ketepatan cara, ketepatan waktu dan ketepatan tempat pemupukan. Berikut adalah uraian mengenai adopsi terhadap pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro.

commit to user

Dosis adalah jumlah larutan yang diperlukan setiap tanaman. Biasanya pengertian dosis ini hanya petani profesional dan ahli saja yang paling mengingat. Mengenai jumlah larutan yang disemprotkan tersebut sangat penting diketahui agar dosisnya jangan berlebihan. Jika berlebihan, akibatnya akan sangat buruk. Sebaliknya jika kekurangan, tanaman tidak akan mengalami perubahan. Ketepatan dosis dalam pemupukan, indikator yang digunakan sebagai ukuran adalah ketepatan dosis pemupukan yang dilakukan petani sesuai dengan rekomendasi pada setiap perlakuan, dimana perlakuan tersebut meliputi perlakuan pada benih, perlakuan pada tanah serta perlakuan pada pemeliharaan. Gambaran mengenai adopsi terhadap pupuk bioorganik berdasar ketepatan dosis sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.13 Tabel 5.13 Adopsi Pupuk Bioorganik bersadar Ketepatan Dosis

Frekuensi (orang)

Presentase (%)

1. Sangat rendah

5. Sangat Tinggi

5 15 37,5

Total

40 100,0 Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa adopsi pupuk bioorganik berdasarkan ketepatan dosis penggunaan di Kecamatan Pracimantoro tergolong tinggi yaitu sebanyak 18 petani atau 45,0 persen. Sebanyak 15 petani atau 37,5 persen tergolong sangat tinggi. Sebanyak 4 petani atau 10 persen tergolong sedang dan sisanya sebanyak 3 petani atau 7,5 persen adopsi pupuk bioorganik berdasarkan ketepatan dosis adalah tergolong rendah.

Berdasarkan analisis data dari lapang diketahui bahwa petani telah mengetahui dosis pemupukan yang tepat. Dosis pemupukan yang

commit to user

direkomendasikan. Mereka memperhatikan dengan seksama dosis yang telah dianjurkan agar hasil usahatani mereka meningkat karena petani mengetahui dampak yang akan timbul apabila menggunakan dosis pemupukan yang tidak tepat.

2. Tepat Waktu Ketepatan waktu dalam hal ini adalah ketepatan atau jarak pemupukan pertama ke pemupukan selanjutnya. Rentan waktu yang baik dalam pumupukan adalah 10 hari. Dalam ketepatan waktu pemupukan, indikator yang digunakan adalah ketepatan waktu pemupukan seperti yang telah direkomendasikan. Gambaran mengenai adopsi pupuk bioorganik berdasarkan ketepatan waktu pemupukan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.14.

Tabel 5.14 Adopsi Pupuk Bioorganik bersadar Ketepatan Waktu No

Kategori

Skor

Frekuensi (orang)

Presentase (%)

1. Sangat rendah

5. Sangat Tinggi

5 25 62,5

Total

40 100,0 Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan tabel 5.14 ketepatan waktu dalam penggunaan pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro menunjukkan bahwa sebanyak 25 petani atau 62,5 persen dalam kategori sangat tinggi. Sebanyak 6 petani atau 15,0 persen dalam kategori tinggi. Sebanyak 5 petani atau 12,5 persen dalam kategori sedang. Sebanyak 3 petani atau 7,5 persen dalam ketegori rendah dan sebanyak 1 petani atau 2,5 persen dalam kategori sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan adopsi pupuk bioorganik berdasarkan ketepatan waktu pemupukan tergolong sangat tinggi.

commit to user

dalam malakukan masa pemupukan telah sesuai dengan rekomendasi. Pemupukan dilakukan pada awal sebelum penanaman (untuk nutrisi tanah) dan setelah tanam sebanyak empat kali pemupukan dengan rentang waktu 10 hari. Selain itu petani melakukan pemupukan pada waktu sore hari agar pupuk yang disemprotkan tidak menguap karena panas.

3. Tepat cara Cara pemupukan merupakan hal penentu kesuburan suatu tanaman. Dengan cara pemupukan yang benar maka hasil dari usahatani akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Dalam ketepatan cara pemupukan, indikator yang digunakan adalah teknik pemupukan yang tepat sesuai dengan rekomendasi. Gambaran mengenai adopsi pupuk bioorganik berdasarkan ketepatan cara pemupukan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.15. Tabel 5.15 Adopsi Pupuk Bioorganik bersadar Ketepatan Cara

Frekuensi (orang)

Presentase (%)

1. Sangat rendah

5. Sangat Tinggi

5 22 55,0

Total

40 100,0 Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan tebel 5.15 ketepatan cara pemupukan dengan pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro menunjukkan bahwa sebanyak 22 petani atau 55,0 persen dalam kategori sangat tinggi. Sebanyak 8 petani atau 20,0 persen dalam kategori tinggi. Sebanyak 3 petani atau 7,5 persen dalam kategori sednag. Sebanyak 2 petani atau 5,0 persen dalam ketegori rendah dan sebanyak 5 petani atau 12,5 persen dalam kategori sangat

commit to user

berdasar ketepan cara tergolong sangat tinggi. Berdasarkan analisis data dari lapang menunjukkan bahwa sebagian besar petani sudah melakukan cara pemupukan dengan benar sesuai yang telah direkomendasikan. Sebagian besar petani melakukan pemupukan sebanyak empat kali dengan dosis yang tepat. Hal ini dikarenakan harapan besar petani agar hasil usahataninya meningkat. Akan tetapi ada pula sebagian dari mereka yang melakukan pemupukan kurang dari empat kali tetapi dengan dosis yang sudah tepat. Hal ini terkait dengan kemampuan ekonomi petani untuk membeli pupuk bioorganik.

4. Tepat Tempat Pupuk dapat dikatakan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar dapat menambah unsur-unsur atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara langsung maupun tidak langsung Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terserap oleh tanaman. Jadi, memupuk berarti menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Ketepatan tempat dalam pemupukan, indikator yang digunakan adalah ketepatan pada obyek yang diberi pupuk yang meliputi benih, tanah dan pada tanaman itu sendiri. Gambaran mengenai adopsi pupuk bioorganik berdasarkan ketepatan tempat pemupukan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.16.

commit to user

Frekuensi (orang)

Presentase (%)

1. Sangat rendah

5. Sangat Tinggi

5 16 40,0

Total

40 100,0 Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan tabel 5.16 ketepatan tempat pemupukan dengan pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro menunjukkan bahwa sebanyak 16 petani atau 40 persen dalam kategori sangat tinggi. Sebanyak 17 petani atau 42,5 persen dalam kategori tinggi. Sebanyak 6 petani atau 15,0 persen dalam kategori sedang dan 1 petani atau 2,5 persen dalam kategori rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adopsi pupuk bioorganik berdasarkan ketepatan tempat pemupukan tergolong tinggi.

Berdasarkn hasil penelitian di lapang menunjukkan bahwa petani dalam melakukan pemupukan dengan pupuk bioorganik sudah sesuai dengan tempat-tempat yang dianjurkan. Pemupukan dilakukan pada tanah yang biasanya dilakukan sebelum tanaman mulai ditanam dan bertujuan untuk mengembalikan kesuburan tanah. Petani juga melakukan pemupukan pada tanaman terutaman pada bagian daun. Pemupukan dilakukan dengan cara menyemprotkan pupuk pada bagian bawah daun, karena letak stomata daun berada di bawah. Petani responden belum menerapkan pupuk bioorganik ini untuk merendam benih agar pertumbuhan bisa lebih cepat. Mereka beranggapan bahwa perlakuan pada benih dirasa tidak perlu. Tanpa direndam dengan pupuk bioorganik, benih akan tetap dapat tumbuh dengan cepat karena varietas yang digunakan sudah cukup bagus.

commit to user

dengan Adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri

Penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. Untuk mengetahui hubungan antar faktor yang berhubungan dengan adopsi dengan adopsi pupuk bioorganik menggunakan uji korelasi rank sperman dengan tingkat kepercayaan 95% at au α sebesar 0,05. Adapun untuk mempermudah analisis data menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows. Hasil analisis hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada tabel 5.17.

Tabel 5.17 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri

No

Faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi

(X)

Adopsi pupuk bioorganik Keterangan

rs

t hitung

1. Umur (X1)

0,435** 0,05

2,978 SS 2. Pendidikan Formal (X2)

0,650** 0,05

5,275 SS 3. Pendidikan Nonformal (X3)

0,770** 0,05

7,440 SS 4. Luas Usahatani (X4)

0,282

0,05

1,811 NS 5. Pendapatan (X5)

0,251

0,05

1,594 NS 6. Sifat Inovasi (X6)

0,587** 0,05

4,471 SS Sumber: Analisis Data Primer

Keterangan:

rs

: Korelasi rank Spearman t tabel : 2,021 ( α= 0,05) *

: Signifikan

**

: Sangat Signifikan

NS

: Non Signifikan (Tidak Signifikan)

SS

: Sangat Signifikan

: Signifikan

1. Hubungan Antara Umur Petani (X1) dengan Adopsi Pupuk Bioorganik (Y).

Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui koefisien korelasi antara umur dan adopsi pupuk boorganik adalah sebesar 0,435 dengan arah hubungan positif, pada taraf kepercayaan 95% nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 2,978 > 2,021 maka Ho ditolak, yang artinya umur petani

commit to user

hubungan yang positif. Adanya arah hubungan yang positif berarti semakin tinggi umur petani maka semakin cepat adopsi pupuk bioorganik

Adanya hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara umur petani dengan adopsi pupuk bioorganik berarti ada pengaruh antara umur dan adopsi, semakin muda umur petani maka semakin cepat adopsi pupuk bioorganik. Hal ini disebabkan karena petani yang berusia muda biasanya lebih produktif dan senang mencoba inovasi baru dalam usahataninya untuk menambah pengalaman dalam kegiatan usahataninya. Petani yang tergolong dalam usia tua lebih sulit mengadopsi pupuk bioorganik karena kebanyakan dari mereka melakukan kegiatan usahatani secara turun temurun dan biasanya masih berfikiran kolot sehingga sulit menerima inovasi baru.

Sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1988), semakin muda umur petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adosi inovasi tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lionberger (1960) dalam Mardikanto (2007) yang menyatakan semakin tua (diatas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat.

2. Hubungan antara Pendidikan Formal Petani (X2) dengan Adopsi Pupuk Bioorganik (Y).

Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui koefisien korelasi antara pendidikan formal dengan adopsi pupuk boorganik adalah sebesar 0,650 dengan arah hubungan yang positif, pada taraf kepercayaan 95% nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 5,275 > 2,021 maka Ho ditolak, yang artinya pendidikan formal petani berhubungan signifikan dengan adopsi pupuk bioorganik dengan arah hubungan yang positif. Adanya arah

commit to user

ditempuh petani maka semakin cepat adopsi pupuk bioorganik

Adanya hubungan yang siginfikan berarti ada pengaruh antara pendidikan formal dengan adopsi pupuk bioorganik, semakin tingi tingkat pendidikan maka semakin cepat adopsi pupuk bioorganik hal ini disebabkan karena tingginya tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara berfikir mereka. Mereka akan berfikir lebih terbuka dan luas untuk menyikapi berbagai inovasi yang masuk, karena seseorang akan lebih berpikiran rasional. Berbeda dengan petani yang berpendidikan lebih rendah. Petani yang mempunyai pendidikan lebih rendah biasanya pengetahuan merekapun sempit sehingga lebih lamban dalam mengadopsi pupuk bioorganik.

3. Hubungan antara Pendidikan Nonformal Petani (X3) dengan Adopsi Pupuk Bioorganik (Y).

Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui koefisien korelasi antara pendidikan nonformal dengan adopsi pupuk boorganik adalah sebesar 0,770 dengan arah hubungan yang positif, pada taraf kepercayaan 95% nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 7,440 > 2,021 maka Ho ditolak, yang artinya pendidikan nonformal petani berhubungan signifikan dengan adopsi pupuk bioorganik.

Adanya hubungan yang signifikan dengan arah yang positif berarti ada pengaruh antara pendidikan nonformal dengan adopsi pupuk, semakin tinggi pendidikan nonformal maka semakin cepat adopsi pupuk bioorganik. Hal ini disebabkan oleh frekuensi penyuluhan yang semakin sering dilakukan akan semakin menambah pengetahuan petani mengenai hal baru. Petani akan lebih banyak menerima informasi sehingga berguna untuk meningkatkan pengetahuan, khususnya mengenai pupuk bioorganik. Melalui kegiatan penyuluhan, beragam informasi mengenai pupuk bioorganik diberikan kepada petani. Petani akan memperoleh pengetahuan dan petani lebih memahami keuntungan dan kelamahan dari pupuk bioorganik sehingga secara tidak langsung hal ini akan

commit to user

atau tidak. Frekuensi penyuluh dalam memberikan penyuluhan mempengaruhi petani dalam mengadopsi suatu inovasi. Pada mulanya petani di Kecamatan Pracimantoro selalu menggunakan pupuk kimia dalam setiap kegiatan usahataninya. Mereka tidak mempedulikan dampak yang ditimbulkan dan hanya memikirkan hasilnya saja. Oleh karena itu, BPP Kecamatan Pracimantoro mengadakan sosialisasi mengenai pertanian organik. Disini penyuluh juga banyak mengenalkan berbagai macam pupuk bioorganik dan kelebihan-kelebihannya. Pemerintah berharap petani berminat untuk menggunakan inovasi yang berupa pupuk bioorganik tersebut. Penyuluh juga melakukan demonstrasi plot untuk mengambil kepercayaan petani terhadap keunggulan inovasi yang baru dikenalkan yang berupa pupuk bioorganik tersebut. Cepat tidaknya petani mengadopsi tergantung dari hasil demonstrasi plot tersebut.

4. Hubungan antara Luas Usahatani (X4) dengan Adopsi Pupuk Bioorganik (Y).

Tabel 5.17 menunjukkan koefisien korelasi antara luas usahatani dengan adopsi pupuk bioorganik sebesar 0,282 yang berati bahwa luas usahatani mempunyai hubungan yang lemah dengan arah yang positif. Berdasarkan perhitungan r s pada taraf kepercayaan 95% didapat nilai t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu 1,811 ≤ 2,021 maka Ho diterima, yang artinya luas usahatani dengan adopsi pupuk bioorganik berhubungan tidak signifikan.

Hasil analisis hubungan antara luas usahatani dengan adopsi pupuk bioorganik menunjukkan r s sebesar 0,282 yang berarti korelasinya lemah dan berhubungan tidak signifikan. Berarti tidak hanya petani yang mempunyai lahan usahatani yang luas yang cepat mengadopsi pupuk bioorganik, akan tetapi petani yang memiliki lahan sedang dan sempit juga bisa mengadopsi pupuk bioorganik dengan cepat. Hal ini dikarenakan keinginan petani untuk menigkatkan hasil usahataninya.

commit to user

maksimal. Penyuluh telah memberikan demonstrasi plot untuk memperoleh kepercayaan petani terhadap suatu inovasi. Berdasarkan demonstrasi plot tersebut petani baik yang memiliki lahan yang luas maupun sempit tidak segan-segan untuk mengadopsi pupuk bioorganik tersebut karena mereka berasumsi bahwa hasilnya tidak jauh beda dengan hasil dari demonstrasi plot yang dilakukan penyuluh tersebut.

5. Hubungan antara Pendapatan Petani (X5) dengan Adopsi Pupuk Bioorganik (Y).

Berdasarkan tabel 5.17 diketahui bahwa nilai koefisien korelasi antara pendapatan dengan adopsi pupuk bioorganik adalah sebesar 0,251 dengan arah yang positif yang berarti semakin tinggi pendapatan petani maka semakin cepat adopsi pupuk bioorganik. Berdasarkan perhitungan r s pada taraf kepercayaan 95% didapat nilai t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu 1,594 ≤ 2,021 maka Ho diterima, yang artinya pendapatan petani dengan adopsi pupuk bioorganik berhubungan tidak signifikan.

Berdasarkan analisis data menunjukkan nilai r s sebesar 0,251 yang berarti korelasinya lemah dan berhubungan tidak signifikan. Berarti petani yang mempunyai pendapatan yang tinggi ataupun rendah sama-sama memiliki kemampuan untuk mengadopsi pupuk bioorganik dengan cepat. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Hernanto (1993), secara umum petani dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi.

Petani di Kecamatan Pracimantoro baik yang berpenghasilan tinggi ataupun rendah sama-sama mengadopsi pupuk bioorganik karena memang harga pupuk bioorganik relatif lebih murah yaitu sekitar Rp. 40.000,00- Rp. 60.000,00 per liter dibandingkan dengan harga pupuk kimia. Petani biasanya menggunakan pupuk urea dan ponska dimana kebutuhan untuk pupuk urea rata-rata sebanyak 50kg x Rp. 1.700,00 = Rp. 85.000,00 dan pupuk ponska rata-rata sebanyak 50kg x Rp. 25.000,00 = Rp. 125.000,00. Dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli pupuk kimia untuk sekali

commit to user

bioorganik lebih murah dan dapat dijangkau petani yang berpendapatan tinggi ataupun petani yang berpendapatan rendah sekalipun.

6. Hubungan antara Sifat Inovasi (X6) dengan Adopsi Pupuk Bioorganik (Y).

Tabel 5.17 menunjukkan koefisien korelasi antara sifat inovasi dengan adopsi pupuk bioorganik senilai 0,587 dengan arah yang positif. Berarti bahwa semakin baik sifat inovasi maka semakin cepat adopsi pupuk bioorganik. Hasil perhitungan r s pada taraf kepercayaan 95% didapat nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 4,471 > 2,021 maka Ho ditolak, yang artinya antara sifat inovasi dengan adopsi pupuk bioorganik berhubungan signifikan.

Menurut Mardikanto (1992), setiap inovasi harus memiliki sifat- sifat atau karakteristik yang mencerminkan kualifikasi inovasi yang bersangkutan untuk dapat diterima dan digunakan.

Hasil analisis dilapang menunjukkan bahwa sifat inovasi tergolong dalam kategori sangat tinggi. Sifat inovasi mempengaruhi adopsi pupuk bioorganik. Sifat inovasi diukur secara subjektif, dimana sifat inovasi meliputi keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, ketercobaan dan keteramatan. Sifat inovasi dari pupuk bioorganik disini tegolong sangat tinggi sehingga banyak petani yang mau menggunakan pupuk bioorganik tersebut. Semakin baik sifat inovasi yang melekat pada sebuah inovasi maka semakin tinggi kemauan petani untuk mengadopsi inovasi tersebut.

commit to user