LANDASAN TEORI

6. Pupuk bioorganik

Pupuk bioorganik adalah hasil rekayasa bioteknologi yang berguna bagi pertanian secara umum dengan kandungan utamanya adalah mikroorganisme-mikroorganisme menguntungkan bagi kesuburan lahan dan pertumbuhan tanaman baik secara vegetatif maupun generatif. Pupuk bioorganik tidak mengandung Nitrogen, Phospat, maupun Kalium. Akan tetapi mikroorganisme yang terkandung di dalamnya, apabila di dalam tanah dapat menghasilkan Nitrogen yang ditambatkan dari udara, menguraikan P dan K yang terikat dengan senyawa lain. Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan sejak lama. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada juga yang bebas (tidak bersimbiosis).

Mikroba pelarut P dilaporkan oleh orang rusia bernama Pikovskaya pada tahun 1948 yaitu Bacillus megatherium var. Phosphaticum dan mulai digunakan sebagai inokulum pertanian sejak tahun 1950-an. Beberapa mikroba yang diketahui dapat melarutkan P dari sumber-sumber sukar larut ditemukan baik dari kelompok fungi atau dari krlompok bakteri.

Mikroba lain yang juga sering digunakan adalah Mikoriza, yang terdiri dari dua kelompok utama yaitu: endomikoriza dan ektomikoriza. Mikoriza bersimbiosis dengan tanaman. Secara mudahnya endomikoriza berarti mikoriza yang ada di dalam dan ektomikoriza adalah mikoriza yang ada di luar. Endomikoriza atau VAM umumnya adalah fungi tingkat rendah sedangkan ektomikoriza adalah jamur tingkat tinggi. Mikroriza memiliki peranan yang cukup komplek. Dia tidak hanya berperan membantu penyerapan hara P, tetapi juga melindungi tanaman dari serangan penyakit dan memberikan nutrisi lain bagi tanaman.

commit to user

bahan pembawa, bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk bioorganik juga ada yang hanya terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang mengklaim terdiri dari bermacam-macam mikroba. Pupuk bioorganik ini yang kemudian diaplikasikan ke tanaman.

Dalam melakukan pemupukan harus diperhatikan berbagai hal yang meliputi ketepan dosis, waktu dan cara agar pemupukan dapat efektif dan efisien. Jumlah pupuk yang digunakan biasanya tergantung dari kebutuhan tanaman akan N. Pemberian pupuk paling baik digunakan pada waktu sebelum pengolahan tanah, sehingga pupuk dapat terus diolah ke dalam tanah (Rinsema, 1993).

Untuk menanggulangi kekurangan unsur makro pada tanaman, akhir-akhir ini bermunculan pupuk mikro yang rata-rata diberikan lewat daun. Belakangan pupuk yang kemudian dikenal dengan sebutan pupuk daun ini tidak saja berisi insur mikro, tetapi sudah dilengkapi dengan unsur makro. Bisa dimaklumi kalau pupuk daun yang berisi unsur hara lengkap tersebut disukai petani. Selain pemberian lebih praktis, khasiatnyapun lebih cepat terlihat. Ada satu hal kelebihan yang paling mencolok dari pupuk daun, yaitu penyerapan haranya berjalan lebih cepat dibanding dengan pupuk yang diberikan lewat akar. Akibatnya, tanaman akan lebih cepat menumbuhkan tunas dan tanah tidak rusak. Oleh karena itu, pemupukan lewat daun dipandang lebih berhasil guna dibanding lewat akar (Lingga dan Marsono, 2002).

Salah satu penyebab kegagalan dalam menyuburkan tanah dengan menggunakan pupuk adalah akibat dari salah pupuk. Pupuk itu semacam racun. Pupuk, khususnya pupuk buatan, tak lain adalah bahan-bahan kimia yang diramu sedemikian rupa meniru zat yang dikandung oleh tanah. Oleh sebab itu, cara pemakaian, dosis, dan khasiatnya bagi tanaman harus diketahui dahulu secara benar sebelum dipakai untuk memupuk (Lingga dan Marsono, 2002).

commit to user

pertisida. Pestisida yang digunakan umumnya pestisida sistemik, jika bertujuan untuk melindungi tanaman muda. Bila tujuannya hanya untuk melindungi benih saja, maka dapat digunakan pestisida nonsistemik. Takaran yang digunakan adalah dosis pestisida perkilogram benih. Benih yang akan dicampur dengan pestisida dimasukkan kedalam wadah tertentu. Kemudian benih tersebut dimasukkan kedalam larutan pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Sesudah itu, benih yang sudah dimasukkan kedalam larutan pestisida tersebut diaduk dengan pestisida hingga merata dan siap untuk ditanam (Djojosumarto, 2000).

Sesuai dengan kegiatan kepentingan berbagai proses fisiologisnya, tanaman memerlukan unsur hara yang cukup. Berdasarkan kegiatan kepentingannya itu perlu pemupukan (pemberian unsur hara) yang sesuai dengan keperluannya yang menurut hasil-hasil penyelidikan berada dalam kekurangan tersedianya dalam tanah. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa pemupukan itu tidak boleh dilakukan sembarang waktu, harus memperhatikan waktu dibutuhkannya serta macamnya unsur hara yang berada dalam keadaan defisiensif. Dengan demikian pula maka pemberian pupuk akan bermanfaat (Sutejo dan Kartasapoetra, 1990).

Masa penyemprotan pupuk dapat dilakukan sekali setiap 10 hari. Setelah beberapa kali disemprot, biasanya tanaman akan memunculkan tunas-tunas baru yang nantinya menjadi ranting dan daun. Kalau tunas sudah muncul, penyemprotan dapat dihentikan. Ini disebabkan tunas muda sangat peka terhadap pupuk, apalagi jika dosisnya terlalu banyak. Nanti setelah tunas-tunas tersebut sudah menjadi ranting dan daun yang sudah cukup

disemprot kembali (Lingga dan Marsono, 2002) Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kg yang digunakan untuk mengendalikan hama atau penyakit setiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau lebih. Adapula yang mengartikan dosis adalah jumlah pertisida yang sudah dicampur atau

commit to user

penyakit dengan luas tertentu (Sudarmo, 1992). Dosis dalam pengertian kedua adalah jumlah larutan yang diperlukan setiap tanaman. Biasanya pengertian dosis ini hanya petani profesional dan ahli saja yang paling mengingat. Mengenai jumlah larutan yang disemprotkan tersebut sangat penting diketahui agar dosisnya jangan berlebihan. Kalau berlebihan, akibatnya akan sangat buruk. Sebaliknya kalau kekurangan, tanaman tidak akan mengalami perubahan (Lingga dan Marsono, 2002).

7. Aplikasi Penggunaan Pupuk Bioorganik Pada Tanaman Jagung

a. Perlakuan benih

1) Melarutkan 2 tutup botol (20 ml) pupuk bioorganik ke dalam 2 liter air.

2) Benih dirandam selam 1 jam.

3) Setelah direndam, benih dapat langsung ditanam pada lahan yang sudah disiapkan.

b. Pengolahan tanah

1) Lahan dicangkul halus dan dibuat baris dengan jarak 80 cm. Kebutuhan pupuk kandang (kompos) sebanyak 3 ton. Digunakan untuk menutup benih pada tugalan. Pupuk urea sebanyak setengah dari dosis anjuran (± 50 kg/ha) dan SP-36 sebanyak setengah dari dosis anjuran (± 50 kg/ha), diberikan pada jarak 5 cm dari lubang benih.

2) Setelah benih ditanam, larikan disemprot dengan larutan pupuk bioorganik 2-3 tutup botol per tangki.

c. Pemeliharaan tanaman

1) Aplikasi pada umur 10 hari setelah tanam. Melarutkan 1-3 tutup botol (10-30 ml) pupuk bioorganik per tangki air. Penyemprotan dilakukan merata pada permukaan bawah daun dan tanah sekitar tanaman.

commit to user

Melarutkan 1-3 tutup botol (10-30 ml) pupuk bioorganik per tangki air. Penyemprotan dilakukan merata pada permukaan bawah daun dan tanah sekitar tanaman.

3) Aplikasi pada umur 25 hari setelah tanam Memberikan pupuk urea sebanyak ½ dari dosis anjuran (± 75 kg/ha), tanam dengan jarak 10 cm dari batang.

4) Aplikasi pada umur 30 hari setelah tanam. Melarutkan 1-3 tutup botol (10-30 ml) pupuk bioorganik per tangki air. Penyemprotan merata pada permukaan bawah daun dan tanah sekitar tanaman.

5) Aplikasi pada umur 40 hari setelah tanam. Melarutkan 1-3 tutup botol (10-30 ml) pupuk bioorganik per tangki air. Penyemprotan merata pada permukaan bawah daun dan tanah sekitar tanaman.

6) Aplikasi pada umur 40 hari setelah tanam Memberikan pupuk urea sebanyak ½ dari dosis anjuran (±75 kg) dan KCL sebanyak setengah dari dosis anjuran (±25 kg/ha), tanam dengan jarak 15 cm dari batang.

B. Kerangka Berpikir

Adopsi atau penerapan terhadap suatu inovasi memerlukan proses waktu yang lama, yang nantinya akan berpengaruh pada perubahan perilaku seseorang (pengetahuan, sikap, keterampilan) dalam menerapkan suatu inovasi. Dimana perubahan perilaku tersebut tergantung pada sifat inovasi, sejauh mana inovasi itu mudah diterapkan dan tergantung pada individu petani.

Pada kenyataanya petani tidak begitu saja mau menggunakan setiap inovasi pada saat pertama kali mereka mendengarnya. Petani mungkin hanya mengenalnya dan enggan untuk mempraktikkannya pada lahan yang mereka miliki. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi petani dalam mengadopsi inovasi. Setiap petani memerlukan waktu yang

commit to user

bioorganik. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor yang melatar belakangi petani itu sendiri, baik faktor internal maupun kondisi lingkungan disekitar mereka.

Proses adopsi pupuk bioorganik tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik intern maupun ekstern. Cepat tidaknya proses adopsi inovasi sangat tergantung dari faktor intern adopter itu sendiri. Faktor-faktor tersebut yang nantinya akan mementukan tercapainya pertanian organik melalui proses adopsi yaitu ketepatan penggunaan pupuk bioorganik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi pupuk bioorganik antara lain umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, luas usahatani, pendapatan, serta sifat inovasi. Kaitannya dengan adopsi, semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka lebih cepat melakukan adopsi walaupun dengan pengalaman yang masih kurang. Pendidikan formal dan nonformal akan berpengaruh pada kecepatan adopsi. Semakin tinggi pendidikan formal yang di tempuh atau semakin banyak petani mengikuti pendidikan nonformal maka adopsi inovasi akan dilakukan dengan cepat karena pengetahuan yang lebih luas. Luas usahatani berpengaruh juga dalam kecepatan adopsi karena petani yang memiliki lahan yang luas biasanya memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. Sifat inovasi memegang peranan yang sangat penting dalam adopsi karena sifat inovasi (keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, ketercobaan dan keteramatan) dapat digunakan alasan petani untuk mengadopsi atau tidak suatu inovasi.

Kecamatan Pracimantoro telah empat tahun menerapkan pupuk bioorganik. Akan tetapi ketepan penggunaan pupuk bioorganik belum dapat diketahui. Oleh karena itu dalam proses adopsi pupuk biooorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri dapat diketahui dari ketepatan dosis penggunaan, cara penggunaan, ketepatan waktu, ketepatan tempat pemupukan sehingga pemupukan dapat efektif dan efisien.

commit to user

sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1:

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.

C. Hipotesis Penelitian

Diduga ada hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, luas usahatani, pendapatan, serta sifat inovasi dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.

Faktor-faktor

yang

berhubungan dengan adopsi penggunaan pupuk bioorganik :

1. Umur 2. Pendidikan formal 3. Pendidikan nonformal 4. Luas usahatani 5. Pendapatan 6. Sifat inovasi

Adopsi

penggunaan pupuk bioorganik :

1. Tepat dosis 2. Tepat cara 3. Tepat waktu 4. Tepat tempat

commit to user

1. Definisi Operasional

a. Faktor faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik.

1) Umur adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun.

2) Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden.

3) Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diperoleh responden diluar pendidikan formal, seperti ketika mengikuti penyuluhan petanian. Diukur dengan frekuensi mengikuti penyuluhan pertanian dalam satu musim tanam.

4) Luas usahatani adalah luas lahan pertanian yang dimiliki responden. Dinyatakan dalam satuan Ha.

5) Pendapatan adalah pendapatan dari kegiatan usahatani dan diluar usahatani per satu musim tanam.

6) Sifat inovasi, yaitu sifat-sifat yang melekat pada inovasi yang secara langsung naupun tidak langsung keberadaannya dapat mendorong atau menghambat dalam adopsi bioorganik yang meliputi:

a) Keuntungan relatif (relatif advantages), yaitu tingkat dimana bioorganik dianggap sebagai inovasi yang memberikan keuntungan secara teknis dan ekonomi. Keuntungan relatif ini dapat diukur melalui keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari bioorganik melalui persepsi petani responden terhadap keuntungan relatif bioorganik.

b) Kesesuaian (compatibility), yaitu tingkat kesesuaian inovasi bioorganik dengan kebutuhan petani, kondisi ekonomi dan kondisi lingkungan. Kesesuain dapat diukur melalui persepsi petani responden terhadap kesesuian bioorganik dengan kebutuhan petani, kondisi ekonomi petani, dan kondisi lingkungan.

commit to user

bioorganik dirasa sulit atau tidaknya untuk diterapkan oleh petani. Kerumitan diukur melalui persepsi petani responden terhadap tingkat kerumitan bioorganik dalam hal mendapatkan pupuk bioorganik, dan penggunaannya.

d) Dapat dicobakan (triability), yaitu tingkat dapat dicobanya inovasi bioorganik oleh petani. Diukur melalui persepsi petani responden terhadap dapat atau tidaknya inovasi bioorganik digunakan di lahan dalam skala kecil

e) Dapat dilihat (observability), yaitu tingkat dapat dilihatnya hasil dari inovasi bioorganik oleh petani. Diukur melalui persepsi petani terhadap dapat atau tidaknya inovasi bioorganik dilihat atau diamati tehadap hasil.

Persepsi petani responden tersebut diukur dengan pernyataan-pernyataan positif dan negatif dengan kriteria sebagai berikut: Pernyataan Positif Sangat setuju (ST)

: skor 5

Setuju (S)

: skor 4

Tidak tahu/ragu-ragu (TT) : skor 3 Tidak setuju (TS)

: skor 2

Sangat tidak setuju (STS) : skor 1 Pernyataan Negatif Sangat setuju (ST)

: skor 1

Setuju (S)

: skor 2

Tidak tahu/ragu-ragu (TT) : skor 3 Tidak setuju (TS)

: skor 4

Sangat tidak setuju (STS) : skor 5

b. Adopsi inovasi penggunaan pupuk bioorganik

1) Tepat dosis yaitu ketepatan dosis pemupukan yang dilakukan oleh petani sesuai dengan rekomendasi. Diukur dari pernyataan atau

commit to user

dilakukan oleh petani.

2) Tepat waktu yaitu saat pemupukan yang dilakukan petani sesuai denga rekomendasi. Diukur dari pernyataan atau pertanyaan yang merupakan indikator dari waktu pemupukan yang dilakukan oleh petani.

3) Tepat cara yaitu teknik pemupukan yang dilakukan petani sesuai dengan rekomendasi.

4) Tepat tempat yaitu ketepatan pada obyek yang diberi pupuk.

commit to user

a. Faktor faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik. Tabel 2.1 Pengukuran Variabel Faktor Faktor yang Berhubungan dengan

Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri

2. Pendidikan formal

3. Pendidikan non formal

4. Luas usaha tani

5. Pendapatan

6. Sifat inovasi

Usia petani saat penelitian dilakukan

Tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh responden

Frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan dalam 1 musim tanam

Luas usahatani yang dikuasai responden

Kemampuan petani mencukupi kebutuhan keluarganya permusim tanam

1. Keuntungan relatif

a. Biaya lebih murah.

b. Mengurangi ketergantungan menggunakan pupuk kimia

c. Biorganik tidak menguntungkan

a. >60 tahun b. 50-59 tahun c. 40-49 tahun d. 31-39 tahun e. ≤ 30 tahun

a. Tidak sekolah b. Tidak/tamat SD

c. Tidak/tamat SMP d. Tidak/tamat SMA

e. Tamat D3-Sarjana

a. Tidak pernah b. 1-2 kali c. 3-4 kali d. 5-6 kali e. > 6 kali

a. 0,25 ha-0,65ha b. 0,66 ha-1,06 ha c. 1,07 ha-1,47 ha d. 1,48 ha-1,88 ha e. >1,88 ha

a. Rp. 300.000-620.000 b. Rp. 620.001-940.000

c. Rp. 940.001-1.260.000 d. Rp. 1.260.001-1.580.000 e. Rp. 1.580.001-1.900.000

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu

commit to user

d. Penggunaan lebih mudah dan efektif

2. Kompatibilitas

a. Sesuai dengan

kebutuhan petani

b. Tidak mencemari lingkungan dan aman digunakan

c. Seseuai dengan kondisi tanah

d. Seseuai dengan kemampuan ekonomi petani

3. Kompleksitas

a. Secara teknik bioorganik lebih mudah digunakan dari pada pupuk kimia.

4. Triabilitas

a. Petani dapat mencoba pupuk bioorganik sendiri

b. Bioorganik harus digunakan untuk lahan yang lebih luas

e. Sangat tidak setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

commit to user

digunakan untuk berbagai jenis tanaman

d. Petani dapat mencoba menerapkan bioorganik dalam skala kecil

5. Observabilitas

a. Hasil dari penggunaan bioorganik dapat diamati

b. Tanaman yang disemprot dengan bioorganik tahan terhadap serangan hama dan penyakit

c. Tanaman yang disemprot dengan bioorganik pertumbuhannya lebih cepat.

d. Tanaman yang disemprot dengan bioorganik mempunyai hasil yang lebih tinggi

b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju

commit to user

1. Tepat dosis

2. Tepat waktu

3. Tepat cara

Ketepatan dosis pemupukan yang dilakukan oleh petani sesuai dengan rekomendasi.

*Rekomendasi

1. Perlakuan pada benih : 2 tutup botol (20 ml).

2. Pengolahan tanah : 2-3 tutup botol/tangki.

3. Pemeliharaan tanaman :

a. Aplikasi pada umur 10 HST : 1-3 tutup botol/tangki

b. Aplikasi pada umur 20 HST : 1-3 tutup botol/tangki

c. Aplikasi pada umur 30 HST : 1-3 tutup botol/tangki

d. Aplikasi pada umur 40 HST : 1-3 tutup botol/tangki

*1 tutup botol = 10 ml

Saat pemupukan yang dilakukan petani sesuai dengan rekomendasi

*Rekomendasi

a. Aplikasi pada umur 10 HST b. Aplikasi pada umur 20 HST c. Aplikasi pada umur 30 HST d. Alpikasi pada umur 40 HST

Teknik pemupukan yang tepat sesuai dengan rekomendasi

a. Perlakuan pada benih, pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman melebihi dosis yang dianjurkan b. Perlakuan pada benih, pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman kurang dari dosis yang dianjurkan c. Perlakuan pada benih sudah tepat dosis, tapi pada pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman tidak sesuai dosis yang dianjurkan d. Perlakuan pada benih tidak tepat dosis, tapi pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman sudah sesuai dosis yang dianjurkan e. Perlakuan pada benih, pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman sudah sesuai dosis yang dianjurkan

a. 0-10 HST b. 10-20 HST c. 10 HST +20 HST d. 10 HST +20 HST+30 HST e. 10 HST + 20 HST + 30 HST + 40 HST

a. Pemupukan dilakukan 1-

3 kali b. Pemupukan dilakukan 4 kali dengan dosis yang tidak

tepat dan

commit to user

4. Tepat tempat

Ketepatan pada obyek yang diberi pupuk

disemprotkan tidak

merata. c. Pemupukan dilakukan 4 kali dengan dosis yang tidak

tepat dan disemprotkan merata. d. Pemupukan dilakukan 4 kali dengan dosis yang tepat dan disemprotkan tidak merata. e. Pemupukan dilakukan 4 kali dengan dosis yang tepat dan di semprotkan merata.

a. Hanya pada benih b. Hanya pada permukaan lahannya saja c. Hanya disemprotkan pada tanaman d. Disemprotkan pada permukaan lahan dan tanaman e. Digunakan pada benih, permukaan lahan serta tanaman

E. Pembatasan Masalah

1. Faktor faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik yang diteliti meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, luas usahatani, pendapatan serta sifat inovasi.

2. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah petani yang telah menggunakan pupuk bioorganik dalam budidaya jagung.

commit to user