Sistematika Penulisan Sejarah Singkat Afifah Afra

2. Analisis Data

a. Proses penafsiran data

Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit kategori. Dasar dari analisis wacana adalah interprestasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan interprestasi dan penafsiran peneliti. Setiap teks pada dasarnya dapat dimaknai secara berbeda, dan dapat ditafsirkan secara beragam. 9 Dalam tahap ini, peneliti akan memperhatikan data-data yang terdapat dalam novel karya Afifah Afra, kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan disesuaikan pada kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Van Dijk.

b. Penyimpulan Hasil Penelitian

Kesimpulan hasil penelitian diambil berdasarkan pada interprestasi peneliti atas obyek yang diteliti dan data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi, cetakan ke-II yang diterbitkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan susunan penyusunan laporan akhir skripsi maka dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab tersebut memiliki beberapa sub-bab, yakni sebagai berikut: 9 Alex Sobur. Analisis Teks Media. h. 70

BAB I. Berisi Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II. Berisi Tinjauan Teori yang terdiri dari Analisis Wacana yang

meliputi: Pengertian Analisis Wacana, Kerangka Analisis Wacana: Teks, Kognisi Sosial, dan Konteks Sosial, Ruang lingkup Novel meliputi: Pengertian Novel, Unsur-Unsur dalam Novel, Jenis-jenis Novel, Pesan Moral meliputi Pengertian Pesan, Pengertian Moral, Etika dan Akhlaq serta Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa. BAB III. Berisi Biografi Afifah Afra yang meliputi Sejarah Singkat Afifah Afra, Karya-Karya Afifah Afra dan Ringkasan Cerita Novel De Winst Karya Afifah Afra.

BAB IV. Berisi Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Novel De Winst yang

meliputi Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks yang meliputi Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro, Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial, Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Konteks Sosial, dan Bentuk- Bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst.

BAB V. Berisi Penutup yang memuat tentang Kesimpulan dan Saran

Bagian Terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Analisis Wacana

1. Pengertian Analisis

Wacana Analisis Wacana berasal dari dua kata yakni analisis dan wacana. Kata analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dalam beberapa pengertian yakni: 1. kata analisis diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa karangan, perbuatan, dan sebagainya untuk mengetahui keadaaan yang sebenarnya sebab musabab, duduk perkaranya, dsb 2. penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. 3. penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya. 10 Sedangkan istilah wacana secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta wacwakvak, artinya ’berkata’ atau ’berucap’. Kata tersebut mengalami perkembangan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin discursus lari ke sana ke mari. Kata ini diturunkan dari dis dandalam arah yang berbeda dan currere lari. 11 Makna istilah di atas berkembang sehingga kemudian memiliki arti sebagai pertemuan antar bagian yang membentuk satu kepaduan. Analisis wacana 10 DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Edisi ke- 3, h. 43 11 Dede Oetomo, Kelahiran dan perkembangan analisis wacana, dalam PELLBA, Yogyakarta: Kanisius, 1993, h.3 menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi. Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini, aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya pada soal kalimat, dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatian kepada penganalisisan wacana. 12 Dalam buku Alex Sobur dituliskan pengertian wacana menurut Ismail Maharimin, yakni sebagai kemampuan untuk maju dalam pembahasan menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya, komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur. 13 Sedangkan Riyono Pratiko sebagaimana dikutip Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menjelaskan bahwa wacana adalah sebuah proses berpikir seseorang yang mempunyai ikatan dengan ada tidaknya sebuah kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang disajikannya.menurutnya, makin baik cara atau pola pikir seseorang, maka akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu. 14 Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menggambarkan wacana dalam berbagai aspek makna kebahasaan, di antaranya: 1. Komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan- gagasan konversasi atau percakapan 2. Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah 3. Risalat tulis, disertasi formal, kuliah, ceramah, khotbah. 15 Dari berbagai pengertian analisis dan wacana di atas, peneliti menyimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kegiatan mengkaji dan menelaah suatu produk komunikasi dari perspektif kebahasaan dengan melihat 12 Hamid Hasan Lubis, Analisis WacanaPragmatik. Bandung: Angkasa, 1993, h. 121. 13 Alex Sobur, Analisis Teks Media. h. 10 14 Ibid. 15 Ibid. teks kemudian dikaitkan dengan ideologi dibalik terbentuknya teks tersebut dengan melihat kognisi dan konteks sosial.

2. Kerangka Analisis Wacana

Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model van Dijk menjadi model yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin karena van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis. Menurut van Dijk, sebagaimana yang dikutip Eriyanto penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu proses praktik produksi yang juga harus diamati, dan harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. 16 Berikut ini kerangka analisis wacana sesuai dengan model van Dijk:

a. Teks

Teun A. Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai strukturtingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung. Van Dijk membaginya dalam tiga tingkatan: 1 Struktur makro. Ini merupakan makna globalumum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. 2 Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana bagian- bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. 16 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKIS, 2006, Cet. Ke- V, h. 221 3 Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase dan gambar. 17 Strukturelemen wacana yang dikemukakan Van Dijk ini dapat digambarkan seperti berikut 18 : ELEMEN WACANA VAN DIJK Struktur Wacana Hal yang diamati Elemen Struktur makro TEMATIK tematopik yang dikedepankan dalam suatu berita Topik tema dalam novel De Winst Superstruktur SKEMATIK bagaimana bagian dan urutan cerita diskemakan dalam teks berita secara utuh Skema struktur tiga babak yaitu: awal, konflik dan resolusi Struktur Mikro SEMANTIK makna yang ingin ditekankan dalam teks berita Latar, detil, dan maksud Struktur Mikro SINTAKSIS bagaimana kalimat bentuk susunan yang dipilih Bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti Struktur Mikro STILISTIK bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita Leksikon Struktur Mikro RETORIS bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan Grafis dan metafora

b. Kognisi Sosial

Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, tetapi bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam pandangan van Dijk perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial yang meneliti kesadaran mental wartawan, dalam hal karya sastra maka bisa dikatakan kesadaran mental pengarangnya dalam membentuk teks dalam karyanya. 17 Ibid. h. 226 18 Ibid., h. 228-229 Analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Kognisi sosial ini penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk memahami teks media. 19

c. Konteks Sosial

Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari analisis wacana adalah mengambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi, konteks sangat penting untuk menentukan makna dari suatu ujaran. Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut. Dan untuk memperoleh gambaran ihwal elemen-elemen struktur wancana teks tersebut, berikut adalah penjelasan singkat: 1 Tematik, secara harfiah tema berarti “sesuatu yang di uraikan,” kata ini berasal dari kata Yunani ‘tithenai’ yang berarti meletakkan. Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya. 20 19 Ibid. h. 260 20 Gorys Keraf, Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, Ende-Flores: Nusa Indah, 1980 h. 107 2 Skematik, menggambarkan bentuk wacana umum yang disusun dengan sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, pentutup, dan sebagainya. Struktur skematik memberikan tekanan: bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. 3 Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal unit semantik terkecil maupun makna gramatikal makna yang terbentuk dari gabungan satuan-satuan kebahasaan. 21 4 Sintaksis, secara etologis berarti menempatkan bersama-sama kata- kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. 22 5 Stilistik, pusat perhatiannya adalah style gaya bahasa yaitu cara yang digunakan penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. 6 Retoris, adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan pemakaian kata yang berlebihan hiperbolik atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak. 23 21 Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik, Yogyakarta: ANDI, 1996, h. 1 22 Mansoer Pateda, Linguistik: Sebuah Pengantar, Bandung : Angkasa. 1994 ,h. 85 23 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 82-84

B. Ruang Lingkup Novel 1. Pengertian

Novel Kata novel berasal dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis karya sastra lainnya seperti puisis, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian. 24 Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga lebih banyak. 25 Menurut Abdullah Ambary, novel adalah cerita yang menceritakan suatu kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya. 26 Novel adalah genre sastra dari Eropa yang muncul di lingkungan kaum borjuis di Inggris dalam abad 18. Novel merupakan produk masyarakat kota yang terpelajar, mapan, kaya, cukup waktu luang untuk menikmatinya.di Indonesia, masa perkembangan novel terjadi tahun 1970-an. 27 Novel memungkinkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai tempat ruang tertentu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi manusia dalam masyarakat jelas berhubungan dengan ruang dan waktu. Sebuah masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi peranan seorang 24 Henry Guntur Trigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, 1993 h. 10 25 www.id.wikipedia.org. 26 Abdullah Ambary, Intisari Sastra Indonesia, Bandung: Djatmika, 1983 h. 61 27 Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, Bandung: Penerbit Alumni, 1999, Cet ke-1, h. 12 tokoh dalam masyarakat berubah dan berkembang dalam waktu. Khasnya, novel mencapai keutuhannya secara inklusi inclution, yaitu bahwa novellis mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya. 28 Dari berbagai penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa novel merupakan suatu karya sastra yang isinya menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia, dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Novel tercipta dari hasil penghayatan dan perenungan terhadap hakikat hidup, dan kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab meskipun ia bersifat imajinatif. Dan melalui sosok tokoh dalam novel pengarang memberikan gambaran kehidupan yang diidealkannya yang memiliki muatan pesan bagi pembacanya.

2. Unsur-unsur dalam Novel

Novel sebagai karya sastra yang bersifat fiksi memiliki struktur yang dibagi dua bagian, yaitu: struktur luar ekstrinsik dan stuktur dalam instrinsik. Unsur ektrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur plot, pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa. a Penokohan dan perwatakan Masalah penokohan dan perwatakan ini merupakan salah satu hal yang kehadirannya dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan, karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang 28 Suminto A. Sayuti, Berkenalan dengan Prosa Fiksi, Yogyakarta: Gama Media, 2000, cet.ke-1, h.6 diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk alur cerita. b. Alur plot Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. 29 c. Latar atau Landas Tumpu Setelah penokohan atau alur cerita ditetapkan, agar keadaan suatu peristiwa dan tokoh dalam cerita tersebut dapat tergambarkan dengan jelas maka diperlukan adanya latar. Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. 30 d. Tema Tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai pengarang melalui topiknya tadi. e. Gaya Penceritaan Gaya penceritaan yang dimaksudkan di sini adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa. Tingkah laku berbahasa ini merupakan suatu sarana sastra yang amat penting. Tanpa bahasa, tanpa gaya bahasa, sastra tidak ada. Betapapun dua atau tiga orang pengarang mengungkapkan suatu tema, alur, karakter, atau latar yang sama, hasil karya mereka akan berbeda bila gaya bahasa mereka berbeda. 29 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya, cet. Ke-2, h. 35-43 30 Erwan Juhara, dkk. Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia, Jakarta: PT. Setia Purna Inves. h. 102 f. Pusat Pengisahan Pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Terdapat beberapa jenis pusat pengisahan yaitu: Pengarang sebagai tokoh cerita, pengarang sebagai tokoh sampingan, pengarang sebagai orang ketiga pengamat sekaligus narator, pengarang sebagai pemain dan narator. 31

3. Jenis-jenis Novel

M. Atar Semi dalam bukunya Anatomi Sastra membagi novel sebagai suatu karya fiksi ke dalam bebrapa jenis di bawah ini: a Romantik: secara filosofis, merupakan ketidaksenangan terhadap kehidupan modern yang artifisial, materialis, kaku, dan kasar ;dan kemudian lari dari kehidupan modern itu dengan membentuk suatu bentuk dunia yang lain, biasanya dengan mengagungkan alam, emosi, dan pribadi. b Realisme merupakan lawan dari romantik, yakni suatu karya yang menggambarkan tentang dunia kini dengan segala keadaaan dan kenyataan yang dimilikinya. c Gotik merupakan suatu karya fiksi yang menceritakan tentang horor, tentang kekerasan, tentang kekacauan, membicarakan tentang kematian, keajaiban, supernatural, kuburan keramat, hantu yang gentayangan,dan tentang berbagai keanehan keajaiban alam. d Naturalisme, karya fiksi naturalis mengungkapkan segala sesuatu tanpa harus ada bagian yang disembunyikan, segala kekurangan dan kelebihan 31 M. Atar Semi, Anatomi Sastra. H. 35-58 dipaparkan, misalnya tentang kehidupan seksual, tentang kemiskinan, tentang pengaruh narkotik. e Proletarian, fiksi jenis ini menggambarkan tentang segala bentuk kepincangan dan ketidakadilan serta mengemukakan cara-cara pemecahan masalah atau jalan keluar, pada umumnya jalan keluar yang dianjurkan adalah sosialisme. f Alegori adalah suatu dramatisasi dari satu pernyataan yang kompleks tentang politik, agama, dan moral, dan lain-lain melalui tokoh-tokoh tertentu seperti binatang, atau dengan menyebutkan pelaku-pelaku seperti si Tamak, si Korup, si Alim dan sebagainya. g Simbolisme adalah mengajak kita untuk mengerti dengan mengetengahkan persoalan dengan yang cara yang baru. h Satire merupakan karya sastra karikatur dengan melebih-lebihkan sesuatu, dengan menggunakan kecerdasan dan daya kritis untuk menggambarkan tentang orang atau lembaga yang absurd, yang diperlihatkan atau dikatakan berbeda dengan kenyataan. i Fiksi Sains Science-Fiction adalah semacam karangan yang dibuat berlandaskan prinsip ilmu pengetahuan atau berdasarkan inspirasi yang ditimbulkan oleh sesuatu penemuan ilmu pengetahuan. j Utopia, fiksi utopia mempunyai hubungan yang erat dengan fiksi sains. Karangan semacam ini menyangkut tentang gambaran masyarakat yang bertolak dari idealisme politik dan ekonomi pengarangnya. k Ekspresionisme adalah suatu teknik pengungkapan pikiran dan perasaan dengan memanfaatkan psikologi. l Psikologi, prinsip pokok fiksi psikologi adalah eksplorasi segi-segi pemikiran dan kewajiban tokoh-tokoh utama cerita, terutama menyangkut alam pikiran pada tingkat yang lebih dalam, di tingkat alam bawah sadar. m Ekstensialisme, fiksi eksistensialis merupakan fiksi yang memperhatikan atau menerapkan filsafat eksistensialis. n Autobiografi dan Biografi, fiksi autobiografi maupun biografi merupakan karya fiksi yang memperbincangkan tentang perjalanan hidup sendiri autobiografi atau tentang orang lain biografi. 32

C. Pesan Moral 1. Pengertian Pesan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pesan diartikan sebagai perintah, nasehat, permintaan, amanat yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang lain. 33 Menurut Onong Uchjana Effendy pesan adalah seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator. Dalam suatu kegiatan komunikasi, pesan merupakan isi yang disampaikan oleh komunikator, atau juga keseluruhan daripada apa yang disampaikan oleh komunikator terhadap komunikannya. Pesan dapat disampaikan secara langsung dengan lisan atau tatap muka, bisa juga dengan menggunakan media atau saluran. H.A.W. Widjaja dalam bukunya Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat menjelaskan bentuk pesan yang dapat bersifat informatif, persuasif, dan coersif. 1. informatif berarti memberikan keterangan-keterangan dan kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri. 32 M. Atar Semi, Anatomi Sastra. h. 63-69 33 DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia. h.761 2. persuasif atau bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang disampaikan akan memberikan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan. 3. coersif, memaksa dengan sanksi-sanksi. Bentuk yang terkenal dengan penyampaian secara ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di antara sesamanya dan kalangan publik. Coersif dapat berbentuk perintah, intruksi dan sebagainya. 34 Dalam hal bentuk pesan yang terdapat di atas, maka peneliti berpendapat bahwa novel merupakan suatu media komunikasi yang bersifat memberikan informasi sekaligus bujukan yang memberikan kesadaran bagi pembacanya melalui pesan-pesan dalam novelnya tersebut.

2. Pengertian Moral, Etika, Akhlaq

Secara umum moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya: akhlak, budi pekerti, susila. 35 Kata moral dari segi bahasa barasal dari bahasa latin yaitu mores jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Secara etimologi moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas dari sifat, perangai,kehendak,pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk. 36 Moral menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatannya dan menunjukkan jalan untuk melakukan jalan 34 H.A.W. Widjaja. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat,Jakarta: Bina Aksara h. 14-15 35 Ibid. h. 754 36 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf ,Jakarta :Rajawali Press,2003 Cet.5,h.94 untuk melakukan apa yang harus diperbuat. 37 sumber dari ajaran-ajaran moral adalah tradisi, adat istiadat, ajaran agama dan ideologi-ideologi tertentu. Moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda, segi batiniah dan segi lahiriah. Orang-orang baik adalah orang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan yang baik pula. Dengan kata lain moral hanya hanya dapat diukur secara tepat apabila hati maupun perbuatannya ditinjau bersama. 38 Gambaran tentang moral dalam pengertian di atas tidak jauh berbeda dengan pengertian moral dalam Islam. Dalam agama Islam kata moral lebih dikenal dengan istilah akhlak. 39 Moral dan akhlak dilihat dari arti kebahasaan mengandung pengertian yang sama yakni budi pekerti, kelakuan atau kebiasaan. Tetapi dilihat dari landasan kebahasaan moral berarti adat atau kebiasaan yang bertumpu pada etika, sementara akhlak berarti budi pekerti khuluq yang bertumpu pada nilai-nilai llahiyah dan Robbaniyah. Dalam hal ini Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa moral adalah kelakuan sesuai dengan ukuran nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. 40 37 Ahmad Amin, ETIKA Ilmu Akhlak , Jakarta :Bulan Bintang,1995,Cet. Ke-8, h. 8 38 Purwa,Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya ,Yogyakarta: Kanisius, 1990, Cet.Ke- 9,h. 13-1 39 Kata akhlak walaupun terambil dalam bahasa Arab yang biasa diartikan tabi’at, perangai , kebiasaan, bahkan agama, tetapi kata tersebut tidak dikemukakan dalam al-Qur’an,yang dikemukakan hanyalah bentuk tunggal yakni surat al-Qalam ayat 4 penjelasan lebih rinci dapat dilihat dalam buku Wawasan al-Qur’an karya Quraish Shihab,Bandung , Mizan, 1997 , h. 253- 273. 40 Zakiah Daradjat, Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Haji Masagung,1993, h. 63. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. 41 Moral dalam suatu karya sastra merupakan unsur isi, gagasan inti yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, biasanya mencerminkan pandangan yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Bahkan unsur amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya itu, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibanding yang lewat tulisan nonfiksi. 42 Kategori pesan moral dalam karya sastra meliputi: 1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan 2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri, seperti ambisi, harga diri, rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan keterombang- ambingan dalam pilihan. 3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial, termasuk hubungannya dengan alam. 43 Ketiga kategori inilah yang kemudian menjadi landasan bagi peneliti dalam menentukan bentuk-bentuk pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst. 41 Yadi Purwanto, Etika Profesi, Bandung: PT. Repika Aditama, 2007, h. 45. 42 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998. h. 321-322 43 Ibid. h. 323. Moral dalam karya sastra atau hikmah selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian, namun sikap dan tingkah laku tersebut hanyalah model yang sengaja ditampilkan pengarang agar pembaca dapat mengambil hikmah dari cerita yang berkaitan. Karena biasanya eksistensi sesuatu yang baik akan lebih mencolok jika dikonfrontasikan dengan yang sebaliknya. 44 Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat kebiasaan, perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan perbuatan. Etika juga merupakan ajaran tentang keluhuran budi baik dan buruk. 45 Menurut Frans Margin Suseno, etika adalah sarana orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental tentang bagaimana manusia harus bertindak. 46 Dalam buku Communicate Yang ditulis Rudolph F. Verderber sebagaimana dikutip Richard L. Johansen dalam bukunya Ethics in Human Commnucations, yang diterjemahkan oleh Dedy Djamaluddin dan Deddy Mulyana dalam buku Etika Komunikasi dinyatakan bahwa etika adalah standar- standar moral yang mengatur perilaku kita, bagaimana kita bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika pada dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dan tanggung jawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara untuk mendapat tujuan itu. Ia berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik atau 44 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 322 45 Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf, h. 11 46 Ibid. tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. 47 Etika dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala soal kebaikan dalam hidup manusia semuanya, mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Dari beberapa defenisi di atas tentang moral, peneliti menyimpulkan bahwa moral merupakan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dan menjadi pedoman bagi suatu komunitas atau kelompok masyarakat tertentu dalam mengatur segala tingkah laku. Sedangkan etika merupakan ilmu yang membahas suatu upaya dalam menentukan ukuran nilai baik dan buruknya tingkah laku manusia yang dihasilka oleh akal manusia. Selain etika yang mempunyai kesamaan makna dengan moral yaitu akhlaq. Akhlaq menurut Imam Al- Ghazali merupakan suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran. 48 Ahmad Amin mengatakan dalam kitabnya Al- Akhlaq, sebagaimana yang dikutip Rachmat Djatnika bahwa akhlaq merupakan ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia 47 Dedy Djamaluddin, Deddy Mulyana, Etika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996, h. v 48 Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996 h. 27 dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang lurus yang harus diperbuat. 49 Dari berbagai pengertian pesan dan moral di atas dapat disimpulkan bahwa pesan moral merupakan pesan yang isinya mengandung muatan moral atau nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai kebaikan tersebut bersumber dari akal manusia dan budaya masyarakat. Namun juga bisa moral yang diadopsi dari agama. Karena mengenai agama ini dasarnya keyakinan, maka keyakinan itu berkekuatan untuk menjadi dasar moral bagi pemeluknya. Orang beragama yakin bahwa agamanya itu benar dan datang dari Tuhan sang pencipta, bukan dari hasil pemikiran manusia. Untuk ukuran baik dan buruk, sejarah menunjukkan bahwa agama lah yang lebih banyak berpengaruh. Karena bagi orang beragama apapun yang diperintahkan oleh agama ditangkap sebagai akan membawa kebaikan masyarakat, bahkan kebaikan bagi alam. Kebaikan untuk diri sendiri tidak hanya terbatas dalam kehidupan dunia tetapi sampai nanti di akhirat. 50 Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa Surakarta Keraton Surakarta atau dalam bahasa Jawa disebut Karaton Surakarta Hadiningrat, merupakan bekas Istana Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat 1755-1946. Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II Sunan PB II pada tahun 1744 sebagai pengganti IstanaKeraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743 . Setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755 , keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kasunanan Surakarta sampai dengan tahun 1946 , ketika 49 Ibid. h. 30 50 Djoko Pranowo, Masyarakat Desa: Tinjauan Sosiologi. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985h. 71 Pemerintah Indonesia secara resmi menghapus Kasunanan Surakarta dan menjadikannya sebuah karesidenan langsung di bawah Presiden Indonesia . Ajaran moral Jawa bersumber pada etika Jawa dengan mengacu pada tokoh-tokoh leluhur dinasti Mataram Ki Ageng Tarub, Panembahan Senapati dan Sultan Agung. Begitu juga larangan-larangan yang disebutkan adalah larangan- larangan yang berasal dari leluhur dinasti Mataram. 51 Hubungan sosial masih berpegang pada sifat tradisional dengan urutan berdasarkan usia, pangkat, kekayaan, dan awu’tali kekerabatan’. Konflik terbuka sedapat mungkin dihindari. Dunia lahir yang ideal adalah dunia yang seimbang dan selaras, seperti keseimbangan dan keselarasan lahir dan batin. Hidup orang tidak akan mempunyai cacat dan cela apabila batinnya selalu waspada. Kewaspadaan batin yang terus menerus itu akan mencegah tingkah laku, bicara dan ucapan yang tercela. Selain kewaspadaan batin juga dihindari watak yang tidak baik. Sebaliknya seseorang itu haruslah memelihara watak “reh“ bersabar hati dan “ririh“ tidak tergesa-gesa dan berhati-hati. Kelakuan yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain harus dihindari, berbohong, kikir, dan sewenang-wenang haruslah dijauhi. Jika batinnya telah waspada, tingkah lakunya harus sopan, tingkah laku sopan itu ialah tingkah laku yang : a Deduga “ dipertimbangkan masak-masak sebelum melangkah.” b Prayoga “ dipertimbangkan baik buruknya “ c Watara “ dipikir masak-masak sebelum memberi keputusan “ d Reringa “ sebelum yakin benar akan keputusan itu “ 52 51 http:apit.wordpress.com , diakses pada 25 Juni 2008 52 Ibid.

BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL

DE WINST

A. Sejarah Singkat Afifah Afra

Afifah Afra adalah nama pena Yeni Mulati. Belakangan, penulis kelahiran Purbalingga, 18 Februari 1979 ini, mulai diakui keberadaannya di dunia perbukuan, terutama fiksi. Salah satu novelnya, Bulan Mati di Javasche Oranje, menjadi salah satu karya terbaik FLP Award 2002. Yeni begitu biasa dipanggil oleh orang-orang terdekatnya telah menyelesaikan sarjananya di FMIPA UNDIP Universitas Diponegoro pada tahun 2002, dan pernah aktif sebagai ketua PPAP Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran Seroja di kota Solo. 53 Aktivitas di jalanan ini, ia tekuni bersama teman-teman yang memiliki kesamaan idealisme. Ia mengaku ingin total dalam menekuni dunianya yang satu ini. Karena itu, ia sangat intens bergaul dengan kalangan pinggiran meskipun hanya untuk mendengarkan keluhan mereka. Namun demikian, Yeni tetap akan menulis karena menulis adalah wujud pengekspresian ide-idenya. Apalagi karya yang dihasilkan lumayan banyak. Selain pernah aktif di PPAP Seroja, Yeni juga terlibat secara intensif dalam proses pengaderan penulis muda yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena FLP Surakarta. 53 Biografi dalam Novel Tarian Ilalang karya Afifah Afra, Bandung: Dar Mizan, 2004 Saat ini penulis yang aktif menulis buku, telah membuat penerbitan sendiri dan hal ini tentu baginya sangat mendukung kegiatannya dalam menulis buku. Baginya, penulis yang memiliki penerbitan sendiri diibaratkan seperti seorang petani yang memiliki tanah dan menggarap sawahnya sendiri, pasti akan mampu melantunkan lagu kepuasan, saat karyanya menghasilkan sesuatu yang bersinergi dengan idealismenya. Demikian juga, ketika penulis memiliki publishing sendiri, bait-bait kebahagiaan, akan mampu dilesatkan dari setiap release buku-bukunya. Sedangkan ketika kita masih menjadi penulis yang menggantungkan nasib kepada penerbit, nasibnya akan sama dengan para petani yang bekerja di sebagai buruh di sawah-sawah. Tentu saja ia tak akan seleluasa para petani yang memiliki sawahnya sendiri dalam mengaktualisasikan kehendaknya atas sawah tersebut. Suatu saat, ia mungkin ingin menanami sawahnya dengan jagung, karena beras mahal, dan jagung bisa menjadi alternatif pangan, akan tetapi keinginannya akan membentur karang terjal karena sang pemilik sawah tetap bersikeras agar tanahnya ditanami padi.

B. Karya-karyanya