Penetapan Kadar Alkali Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri

(1)

PENETAPAN KADAR ALKALI BEBAS

PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT

SECARA TITRIMETRI

TUGAS AKHIR

OLEH:

NADYA DWI RIZKY

NIM 102410036

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir berjudul “Penetapan Kadar Alkali Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal Akademik setiap semester.


(4)

5. Bapak Drs. I Gde Nyoman Suandi, M.M., Apt., selaku Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang telah memberi izin pelaksanaan praktik kerja lapangan.

6. Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes, Apt., selaku koordinator pembimbing praktik kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan. 7. Bapak dan Ibu staff Pegawai di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktik kerja lapangan.

8. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staff Pegawai Fakultas Farmasi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda Misno dan Ibunda Sri Wardhana Ritonga, kakak penulis Henny Debby Utari, S.Pd., adik penulis Tissa Pratiwi Putri dan teman dekat penulis Lutfi Arifin yang telah memberikan perhatian, doa, semangat, motivasi dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

Terima kasih kepada teman sekelompok Praktik Kerja Lapangan Tika, Hijjatul, Ely yang saling mendukung dan bahu membahu selama Praktik Kerja Lapangan hingga Tugas Akhir ini selesai dan seluruh teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Dalam menulis Tugas Akhir ini, Penulis menyadari bahwa sepenuhnya isi dari Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan serta


(5)

masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini dan demi peningkatan mutu penulisan Tugas Akhir di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis sangat berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan.

Medan, April 2013 Penulis,

Nadya Dwi Rizky NIM 102410036


(6)

PENETAPAN KADAR ALKALI BEBAS

PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT SECARA TITRIMETRI

ABSTRAK

Sabun mandi sediaan padat merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani berbentuk padat, lunak, dan berbusa yang digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat wangi dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan.

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci.

Penetapan kadar alkali bebas dalam sabun mandi sediaan padat bertujuan untuk mengetahui apakah kadar alkali bebas yang terdapat dalam sabun mandi sediaan padat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Penetapan kadar alkali bebas dilakukan menurut metode titrimetri sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Kosmetika dan Alat Kesehatan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan. Sabun mandi sediaan padat yang diuji mengandung alkali bebas dengan kadar 0,0536 %. Dari hasil yang diperoleh, sabun mandi sediaan padat yang diuji memenuhi persyaratan kadar alkali bebas, sesuai dengan SNI 06-3532-1994, dimana kadar alkali bebas yang diperbolehkan untuk sabun mandi sediaan padat tidak lebih dari 0,14 %.


(7)

DETERMINATION OF FREE ALKALI CONTENT THE SOAP BATH PREPARATIONS IN SOLID TITRIMETRI

ABSTRACT

SOAP bath preparations of solid compounds of sodium or potassium with fatty acids from vegetable oils or animal fats are dense, soft, and used as a foaming cleanser, by adding fragrant substance and other materials that are not harmful to health.

Of Alkali lye in the SOAP is free not bound as a compound. The excess lye free SOAP can be caused due to the concentration of alkali concentrations or excess in the process of penyabunan. Soaps containing high alkaline is commonly used for SOAP.

Determination of free alkali content in SOAP bath solid preparations aimed to find out whether the levels of alkalis contained in SOAP-free wash of solid preparations meet the requirements set out in the National standard of Indonesia (SNI). Determination of free alkali content made according to the method of titrimetri in accordance with the procedures and tools used in the laboratory of Cosmetic and Wellness Tools on the porch of the Watchdog food and drug Field. SOAP bath preparations tested contain solid alkali-free with 0,0536%. From the results obtained, the solid material of bath soaps tested compliant non alkaline levels, according to SNI 06-3552-1994, where levels of alkali-free SOAP is allowed for a solid dosage not more than 0.05%.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Abstrak ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Sabun ... 4

2.1.1 Pengertian Sabun ... 4

2.1.2 Komposisi Sabun ... 5

2.1.3 Fungsi Sabun ... 8

2.1.4 Efek Samping Sabun pada Kulit ... 8

2.1.5 Proses Pembuatan Sabun ... 12

2.2 Sabun Mandi Padat ... 13

2.2.1 Pengertian Sabun Mandi Padat ... 13


(9)

2.3 Alkali Bebas ... 16

2.3.1 Pengertian Alkali Bebas ... 16

2.3.2 Efek Samping Alkali pada Kulit ... 17

2.3.3 Kandungan Alkali pada Sabun ... 18

2.4 Metode Titrimetri ... 18

2.4.1 Penggolongan Titrimetri ... 18

2.4.2 Asidimetri – Alkalimetri ... 20

BAB III METODE PERCOBAAN ... 23

3.1 Tempat Pengujian ... 23

3.2 Alat ... 23

3.3 Bahan ... 23

3.4 Sampel ... 23

3.5 Prosedur ... 24

3.5.1 Pembuatan Pereaksi ... 24

3.5.2 Persiapan Contoh Uji ... 25

3.5.3 Cara Uji Sampel ... 25

3.6 Interpretasi Hasil ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Hasil ... 27

4.2 Pembahasan ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28


(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 29 LAMPIRAN ... 31


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi ... 14


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Penimbangan dan Perhitungan Pembakuan HCl

dan KOH ... 31 Lampiran 2 Data Penetapan Kadar Alkali Bebas pada Sabun Mandi


(13)

PENETAPAN KADAR ALKALI BEBAS

PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT SECARA TITRIMETRI

ABSTRAK

Sabun mandi sediaan padat merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani berbentuk padat, lunak, dan berbusa yang digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat wangi dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan.

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci.

Penetapan kadar alkali bebas dalam sabun mandi sediaan padat bertujuan untuk mengetahui apakah kadar alkali bebas yang terdapat dalam sabun mandi sediaan padat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Penetapan kadar alkali bebas dilakukan menurut metode titrimetri sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Kosmetika dan Alat Kesehatan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan. Sabun mandi sediaan padat yang diuji mengandung alkali bebas dengan kadar 0,0536 %. Dari hasil yang diperoleh, sabun mandi sediaan padat yang diuji memenuhi persyaratan kadar alkali bebas, sesuai dengan SNI 06-3532-1994, dimana kadar alkali bebas yang diperbolehkan untuk sabun mandi sediaan padat tidak lebih dari 0,14 %.


(14)

DETERMINATION OF FREE ALKALI CONTENT THE SOAP BATH PREPARATIONS IN SOLID TITRIMETRI

ABSTRACT

SOAP bath preparations of solid compounds of sodium or potassium with fatty acids from vegetable oils or animal fats are dense, soft, and used as a foaming cleanser, by adding fragrant substance and other materials that are not harmful to health.

Of Alkali lye in the SOAP is free not bound as a compound. The excess lye free SOAP can be caused due to the concentration of alkali concentrations or excess in the process of penyabunan. Soaps containing high alkaline is commonly used for SOAP.

Determination of free alkali content in SOAP bath solid preparations aimed to find out whether the levels of alkalis contained in SOAP-free wash of solid preparations meet the requirements set out in the National standard of Indonesia (SNI). Determination of free alkali content made according to the method of titrimetri in accordance with the procedures and tools used in the laboratory of Cosmetic and Wellness Tools on the porch of the Watchdog food and drug Field. SOAP bath preparations tested contain solid alkali-free with 0,0536%. From the results obtained, the solid material of bath soaps tested compliant non alkaline levels, according to SNI 06-3552-1994, where levels of alkali-free SOAP is allowed for a solid dosage not more than 0.05%.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sebagai insan sosial, manusia memerlukan hubungan harmonis satu dengan lainnya dan salah satunya adalah penampilan yang rapi dan bersih. Untuk itu kita memerlukan bahan yang kita kenal sekarang sebagai kosmetika. Kosmetika yang paling tua yang dikenal manusia adalah sabun, bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk pengharum kulit. Tanpa sabun, mandi terasa tidak bersih karena sabun berfungsi untuk mengangkat kotoran yang menempel di tubuh kita. Kebersihan tubuh memang penting bagi manusia dan itu diinformasikan melalui petunjuk baik di dalam keluarga maupun di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas (Wasitaatmadja, 1997).

Sabun adalah garam logam alkali (Li, Na, atau K) dari asam lemak berantai panjang. Sabun tidak berguna dalam air asam. Dalam air asam, ion karboksilat dari molekul sabun mengambil proton dan membentuk asam yang tak mengion. Asam lemak mengendap sebagai kerak buih karena tak dapat membentuk misel. Sabun juga tidak berguna dalam air sadah, yakni air yang mengandung ion kalsium, magnesium, atau besi. Ion karboksilat membentuk garam yang tak larut dengan ion di dalam air (Wilbraham, 1992).

Misel adalah struktur bulat yang terdiri dari ratusan molekul garam asam lemak. Misel tersusun dengan gugus polar dari garam asam lemak disebelah luar dan rantai hidrofobik yang tertanam disebelah dalam, jauh dari air (Stephen, 2004).


(16)

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit (Qisti, 2009).

Sabun mandi yang baik harus memenuhi syarat mutu sabun mandi yaitu kadar air, jumlah asam lemak, alkali bebas, asam lemak bebas dan atau lemak netral, dan minyak mineral. Sabun mandi padat adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani berbentuk padat, lunak, dan berbusa yang digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat wangi dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi pada sabun mandi sediaan padat adalah kadar alkali bebas. Berdasarkan SNI 06–3532–1994 telah ditetapkan bahwa kadar alkali bebas pada sabun mandi sediaan padat adalah tidak lebih dari 0,14%. Jika lebih dari 0,14% maka dinyatakan tidak memenuhi syarat. Tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Alkali Bebas pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri“. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

Penetapan kadar alkali bebas pada sabun mandi sediaan padat dilakukan secara Titrimetri. Titrimetri adalah pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan (Rivai, 1995).


(17)

1.2Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar alkali bebas pada sabun mandi sediaan padat adalah untuk mengetahui apakah kadar alkali bebas yang terdapat dalam sabun mandi sediaan padat memenuhi persyaratan kadar alkali bebas yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar alkali bebas pada sabun mandi sediaan padat adalah agar dapat mengetahui bahwa produk sabun yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar alkali bebas Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk tersebut layak untuk dipasarkan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun

2.1.1 Pengertian Sabun

Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009).

Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan

dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun (Achmad, 2004).


(19)

2.1.2 Komposisi Sabun

Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali serta sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik, biasanya mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodorant, warna, parfum, pengontrol pH, dan bahan tambahan khusus.

a. Surfaktan

Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sehingga dapat memperasatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air yang bekerja menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil. Jenis bahan surfaktan pada syndet dewasa ini mencapai angka ribuan (Anonima, 2013; Wasitaatmadja, 1997).

b. Pelumas

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter,

dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).


(20)

Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers) (Wasitaatmadja, 1997).

c. Antioksidan dan Sequestering Agents

Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda, mencegah, atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam konsentrasi yang kecil. Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene

(0,02%-0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalis oksidasi EDTA. EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate) (Anonimb, 2013; Wasitaatmadja, 1997).

d. Deodorant

Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau mengurangi bau menyengat. Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah TCC (trichloro carbanilide) dan 2-hidroxy

2,4,4-trichlodiphenyl ester (Anonimc, 2013; Wasitaatmadja, 1997).

e. Warna

Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem. Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01-0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk


(21)

menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan transparan (Wasitaatmadja, 1997).

f. Parfum

Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabunbergantung pada permintaan pasar atau masyarakat pemakainya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk masing-masing (Wasitaatmadja, 1997).

g. Pengontrol pH

Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun (Wasitaatmadja, 1997).

h. Bahan tambahan khusus

Menurut Wasitaatmadja (1997), berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula sabun. Dewasa ini dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya: 1. Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.

2. Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.

3. Deodorant, yang menambahkan triklorokarbon, heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal.

4. Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptic, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.


(22)

6. Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan yang berbeda.

7. Apricot, dengan sabun menambahkan apricot atau monosulfiram.

2.1.3 Fungsi Sabun

Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan gemuk; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan, 1980).

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak dan keringat. Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non polar. Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit tersebut. Sabun memiliki gugus non polar yaitu gugus –R yang akan mengikat kotoran, dan gugus –COONa yang akan mengikat air karena sama-sama gugus polar. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air (Qisti, 2009).

2.1.4 Efek Samping Sabun pada Kulit

Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun dengan penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit, pembengkakan dan pengeringan kulit, denaturasi protein dan ionisasi, antimikrobial, antiperspiral, dan lain sebagainya (Wasitaatmadja, 1997).


(23)

a. Daya Alkalinisasi Kulit

Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional yang melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun ini berada antara 9-12 dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit. Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali terjadi setelah 5-10 menit, dan setelah 30 menit pH kulit menjadi normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, dokter, pembilasan tidak sempurna, atau pH sabun yang sangat tinggi. Efek alkalinisasi pada sabun sintetik sudah jauh berkurang karena sabun sintetik memakai berbagai bahan yang tidak alkalis. Berbagai penelitian mengenai daya iritasi sabun pada kulit akibat pH sabun yang tinggi telah banyak dilakukan. Pada tahun-tahun terakhir beberapa peneliti membuktikan bahwa sifat iritasi sabun berada di kulit setelah dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap sabun (Wasitaatmadja, 1997).

b. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit

Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih cepat. Marchionini dan Schade (1928), yang meneliti hal tersebut menyatakan bahwa kelenjar minyak kulit berperan dalam membentuk keasaman kulit dengan pembentukan lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Seperti air dan


(24)

sabun, deterjen sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Seperti air dan sabun, deterjen sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak permukaan kulit dalam kapasitas yang lebih kecil. Besarnya kerusakan lapisan lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur, konsentrasi, waktu kontak, dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga mempermudah benda asing menembus ke dalamnya. Bergantung pada lama kontak dan intensitas pembilasan, maka cairan sabun dapat diabsorpsi oleh lapisan luar kulit sehingga dapat tetap berada di dalam kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Pembengkakan kulit inisial akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air sehingga kemudian terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit. Kulit tampak kasar dan tidak elastis. Terjadi pula peningkatan permeabilitas stratum korneum terhadap larutan kimia yang iritan. Inilah yang sering dirasakan pada kulit oleh mereka yang sering dan lama berhubungan dengan deterjen (rasa deterjen). Penambahan sabun/deterjen dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat mengurangi efek ini (Wasitaatmadja, 1997).

c. Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi

Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan tanduk, pengendapan K+ dan Mg+ akan mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan K+ dan Mg+ di atas lapisan epidermis akan menutup folikel rambut dan kelenjar palit


(25)

sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut dalam minyak. Berbeda dengan sabun, deterjen sintetik tidak menimbulkan pengendapan itu, namun iritasi kulit dapat terjadi karena adanya gugus SH akibat denaturasi keratin. Pada keratin normal tidak ada gugus merkapto (SH) bebas, dan adanya deterjen dapat melepas gugus ini dari sistein dan sistin (Wasitaatmadja, 1997).

d. Daya Antimikrobial

Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini terjadi pula akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel keratin, daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanisme air (Wasitaatmadja, 1997).

e. Daya Antiperspirasi

Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada percobaan dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan produksi kelenjar keringat antara 25-75% (Wasitaatmadja, 1997).

f. Lain-lain

Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah. Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan iritasi, biasanya mulai di bawah cincin yang tidak dicuci bersih, dan terjadi di dalam rumah tangga, bartender,

hairdresser, sehingga disebut sebagai soap atau housewife contact dermatitis.

Pembuktian efek iritasi sering kontroversial. Uji tempel konvensional dengan larutan sabun tidak adekuat sebab menimbulkan reaksi eritema monomorfik


(26)

dengan intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi terhadap deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara kumulatif akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.5 Proses Pembuatan Sabun

Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu: 1. Saponifikasi

Saponifikasi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang menghasilkan pembebesan asam lemak dalam bentuk garam dan gliserol. Garam dari asam lemak berantai panjang adalah sabun (Stephen, 2004).

Reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut:

2. Netralisasi

Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 2008).


(27)

2.2 Sabun Mandi Padat

2.2.1 Pengertian Sabun Mandi Padat

Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang berikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi. Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar (Andreas, 2009).

Sabun mandi merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit (SNI, 1994).

Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam ketel besi yang besar dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak itu terhidrolisis sempurna. Pereaksi semacam itu sering disebut penyabunan

(latin, sapo adalah sabun), karena reaksi itu telah digunakan sejak zaman Romawi kuno untuk mengubah lemak dan minyak menjadi sabun. Persamaan untuk reaksi itu adalah:

(RCO2)3C3H3 + 3NaOH 3RCO2Na + C3H5(OH)3


(28)

Jika lemak/minyak dihidrolisis, akan terbentuk gliserol dan asam lemak yang dengan adanya Na(NaOH) akan terbentuk sabun karena sabun merupakan garam Na atau K dari asam lemak. Sabun Na dan K larut dalam air, sedangkan Ca dan Mg tidak larut. Sabun Na (sabun keras) digunakan untuk mencuci dan sabun K (sabun lunak) digunakan untuk sabun mandi (Panil, 2008).

2.2.2 Syarat Mutu Sabun Mandi

Syarat mutu sabun mandi menurut Standar Nasional Indonesia 06-3235-1994 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi

No. U r a i a n Satuan Tipe I Tipe II Superfat 1. 2. 3. 4. 5. Kadar air Jumlah asam lemak Alkali bebas - Dihitung sebagai NaOH - Dihitung sebagai KOH Asam lemak bebas dan atau lemak netral Minyak mineral % % % % % - maks. 15 > 70 maks. 0,1 maks. 0,14 < 2,5 negatif maks. 15 64 – 70

maks. 0,1 maks. 0,14 < 2,5 negatif maks. 15 > 70 maks. 0,1 maks. 0,14

2,5 – 7,5

Negatif Acuan SNI 06-3235-1994

1. Kadar Air

Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu. Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang


(29)

dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009).

2. Jumlah Asam Lemak

Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%, hal ini berarti bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan adalah madu, gliserol, waterglass, protein susu dan lain sebagainya. Tujuan penambahan bahan pengisi untuk memberikan bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi yang diperlukan oleh kulit (Qisti, 2009).

3. Alkali Bebas

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na, dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci (Qisti, 2009).


(30)

4. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun, karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuannya untuk membesihkan minyak dari bahan yang berminyak (Qisti, 2009).

5. Minyak Mineral

Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan kekeruhan. Minyak mineral adalah minyak hasil penguraian bahan organik oleh jasad renik yang terjadi berjuta-juta tahun. Minyak mineral sama dengan minyak bumi beserta turunannya. Contoh minyak mineral adalah: bensin, minyak tanah, solar, oli, dan sebagainya. Kekeruhan pada pengujian minyak mineral dapat disebabkan juga oleh molekul hidrokarbon dalam bahan (Qisti, 2009).

2.3 Alkali Bebas

2.3.1 Pengertian Alkali Bebas

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk


(31)

sabun Na dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci (Qisti, 2009).

Mutu sabun sangat ditentukan oleh kadar alkali bebas di dalamnya. Jika terlalu basa alkali bebas dapat merusak kulit bila dipakai. Oleh karena itu, kadar alkali bebasnya tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na dan 0,14% untuk sabun KOH. Kadar alkali bebas juga dapat dipakai sebagai indikator dari tidak sempurnanya proses penyabunan (Nandawai, 2009).

2.3.2 Efek Samping Alkali pada Kulit

Alkali juga dapat merusak kulit dibandingkan dengan menghilangkan bahan berminyak dari kulit. Sungguh pun demikian dalam penggunaan sabun dengan air akan terjadi proses hidrolis sehingga mendapatkan sabun yang baik maka diukur sifat alkalisnya yakni pH 5,8-10,5. Pada kulit yang normal kemungkinan pengaruh alkali lebih banyak. Beberapa penyakit kulit sensitif terhadap reaksi alkalis, dalam hal ini pemakaian cairan sabun merupakan kontra indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun pH menjadi 9, walaupun kulit cepat bertukar kembali menjadi normal mungkin ini tidak diinginkan pada penyakit kulit tertentu (Sari, 2003).


(32)

2.3.3 Kandungan Alkali pada Sabun

Kandungan alkali yang cukup besar menandakan bahwa produk sabun yang dihasilkan memiliki kualitas yang kurang baik, karena semakin besar kandungan / kadar alkali dalam produk sabun yang dihasilkan maka kualitas produk yang dihasilkan pun semakin menurun kualitasnya. Akan tetapi, produk sabun yang bebas alkali pun tidak berarti bahwa kualitasnya lebih baik. Sabun yang bebas alkali justru dapat menyebabkan kerusakan kulit (Zaelana, 2011).

2.4 Metode Titrimetri

Titrimetri atau analisis volumetri adalah pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan (Rivai, 1995).

2.4.1 Penggolongan Titrimetri

Analisis secara titrimetri (volumetri) dapat digolongkan sebagai berikut: a. Berdasarkan reaksi kimia

Berdasarkan reaksi yang terjadi selama titrasi, volumetri dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis:

1. Reaksi asam-basa (asidi-alkalimetri = netralisasi)

Penetapan kadar ini berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air ataupun dalam lingkungan bebas air (TBA = titrasi bebas air).


(33)

2. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)

Dasar yang digunakan adalah perpindahan elektron. Penetapan kadar senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti permanganometri, serimetri, iodi-iodometri, iodatometri, serta bromatometri.

3. Reaksi pengendapan (presipitasi)

Penetapan kadar berdasarkan pada terjadinya endapan yang sukar larut misalnya pada penetapan kadar secara argentometri.

4. Reaksi pembentukan kompleks

Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi antara zat-zat pengkompleks organik dengan ion logam menghasilkan senyawa kompleks yang mantap. Penetapan kadar yang menggunakan prinsip ini adalah metode kompleksometri.

b. Berdasarkan cara titrasi

Teknik volumetri berdasarkan cara titrasinya dapat dikelompokkan menjadi:

1. Titrasi langsung

Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan. Cara ini mudah, cepat, dan sederhana.

2. Titrasi kembali

Dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Pada cara ini ada 2 sumber kesalahan karena menggunakan 2 titran sehingga kesalahan


(34)

menjadi lebih besar. Disamping itu cara ini juga memakan waktu yang lama.

c. Berdasarkan jumlah sampel

Menurut Rohman (2007), berdasarkan jumlah sampel, teknik volumetri dibedakan menjadi:

1. Titrasi makro

- Jumlah sampel : 100 – 1000 mg

- Volume titran : 10 – 100 ml

- Ketelitian buret : 0,02 ml 2. Titrasi semi mikro

- Jumlah sampel : 10 – 100 mg

- Volume titran : 1 – 10 ml

- Ketelitian buret : 0,001 ml 3. Titrasi mikro

- Jumlah sampel : 1 – 100 mg

- Volume titran : 0,1 – 1 ml

- Ketelitian buret : 0,001 ml

2.4.2 Asidimetri-Alkalimetri

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Rohman, 2007).


(35)

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Rohman, 2007).

Titrasi Langsung Asam-Basa Dalam Larutan Air 1. Titrasi asam kuat/basa kuat

Pada awal titrasi perubahan nilai pH berlangsung lambat sampai menjelang titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, nilai pH meningkat secara drastis. Untuk mengamati titik akhir titrasi dapat digunakan indicator atau menggunakan metode elektrokimia.

Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa-nya. Sebagai contoh fenolftalein (pp), mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4 – 10,4). Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna. Metil orange (MO) mempunyai pKa 3,7 (perubahan warna antara pH 2,7 dan pH 4,7), mengalami hal yang serupa terkait dengan perubahan warna yang tergantung pada pH. Kedua indikator ini berada pada kisaran titik balik (titik infeksi) pada titrasi asam kuat dan basa kuat.

2. Titrasi asam lemah dengan basa kuat dan titrasi basa lemah dengan asam kuat Jika sejumlah kecil volume asam kuat atau basa kuat ditambahkan pada basa lemah atau asam lemah maka nilai pH akan meningkat secara drastis sekitar


(36)

1 unit pH, di bawah atau di atas nilai pKa. Seringkali pelarut organik yang dapat campur dengan air, seperti etanol ditambahkan untuk melarutkan analit sebelum dilakukan titrasi.

3. Titrasi tidak langsung dalam pelarut air

Titrasi tidak langsung ini dapat dilakukan untuk titrasi asam kuat/basa kuat, titrasi asam lemah dengan basa kuat, ataupun titrasi basa lemah dengan asam kuat. Contoh yang paling umum dilakukan adalah titrasi asam lemah dengan basa kuat (Rohman, 2007; Watson, 2009).


(37)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar alkali bebas pada sabun mandi padat secara titrimetri dilakukan di Laboratorium Kosmetik, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2Alat

Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah erlenmeyer, timbangan analitik, mikoburet, beaker gelas, hot plate, pipet tetes, spatula, dan gelas ukur.

3.3Bahan

Bahan yang digunakan pada pengujian ini adalah alkohol netral, HCl 0,1 N dalam alkohol, KOH 0,1 N dalam alkohol.

3.4 Sampel

Nama sampel : Herborist Wadah/kemasan : Plastik

Pabrik : PT. Victoria Care Indonesia Nomor bets : F0524A1

Nomor registrasi : POM NA 18100500004 Waktu daluarsa : May 2015


(38)

Komposisi : Water, Coconut Oil, Palm Oil, Myristic Acid, Sodium Hydroxide, Sodium Laureth Sulfate, Stearic Acid, Lauryl Triethanolamine, Perfume, BHT.

Kode sampel : 61/D1

3.5 Prosedur

3.5.1 Pembuatan Pereaksi

- Pembuatan Alkohol Netral

Siapkan alkohol netral 200 ml masukkan kedalam beaker gelas 300 ml. Tambahkan 1 ml penunjuk fenolptalein. Kemudian netralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol.

- Pembakuan Larutan HCl 0,1 N (BM = 36,46)

Tiap 1000 ml larutan mengandung 36,46 gram HCl. Timbang seksama lebih kurang 0,075 gram baku primer natrium karbonat anhidrat yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 270ºC selama 1 jam. Larutkan dalam 10 ml air dan tambahkan 2 tetes merah metil LP. Tambahkan asam perlahan-lahan dari buret. Sambil diaduk hingga larutan berwarna merah muda pucat. Panaskan larutan hingga mendidih, dinginkan dan lanjutkan titrasi. Panaskan lagi hingga mendidih, dan titrasi lagi bila perlu hingga warna merah muda pucat tidak hinag dengan pendidihan lebih lanjut. Hitung normalitas larutan.


(39)

3.5.2 Persiapan Contoh Uji

Contoh sabun yang akan diuji dipotong-potong halus secepat mungkin dan segara masukkan ke dalam botol bertutup asah dan campur serba sama dan segera digunakan untuk pengujian untuk menghindari kemungkinan menguapnya air.

3.5.3 Cara Uji Sampel

1. Siapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol dalam labu erlenmeyer 250 ml, tambahkan 0,5 ml penunjuk fenolptalein dan dinginkan sampai suhu 70ºC kemudian netralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol. 2. Timbang dengan teliti lebih kurang 5 g contoh dan masukkan kedalam alkohol

netral diatas, tambahkan batu didih, pasang pendingin tegak dan panasi agar cepat larut diatas penangas air, didihkan selama 30 menit. Bila contoh sabun mengandung banyak bagian yang tidak larut, agar tidak mengganggu, saring dahulu sebelum titrasi dilakukan.

3. Apabila petunjuk fenolptalein berwarna merah maka larutan tersebut bersifat basa dan yang diperiksa adalah alkali bebas dengan menitarnya menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol dari mikro buret, sampai warna merah tepat hilang.


(40)

3.6Interpretasi Hasil

Kadar alkali bebas dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar alkali bebas dihitung NaOH = VxNx0,04

W x 100 % Kadar alkali bebas dihitung KOH = VxNx0,0561

W x 100 % Keterangan : V = HCl yang dipergunakan, ml

N = Normalitas HCl yang dipergunakan W = Berat contoh, gram

40 = berat setara NaOH


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil

Pada percobaan penetapan kadar alkali bebas pada sabun mandi sediaan padat dengan metode titrimetri, diketahui bahwa sabun mandi sediaan padat yang diuji mengandung alkali bebas dengan kadar 0,05%. Contoh perhitungan hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 33.

4.2Pembahasan

Dari hasil pengujian yang dilakukan, diketahui bahwa kadar alkali bebas yang diperoleh pada sampel Herborist adalah 0,05%. Hasil ini masih memenuhi persyaratan sesuai yang tertera pada Standar Nasional Indonesia 06–3532–1994 ditetapkan bahwa kadar alkali bebas pada sabun mandi padat yang dianalisis tersebut tidak lebih dari 0,14%.

Pada pengujian kadar alkali bebas pada sampel Herborist menggunakan metode titrimetri dengan pelarut alkohol netral, indikator yang digunakan fenolfthalein dan pentiter yang digunakan HCl 0,1 N dalam alkohol. Sampai diperoleh titik akhir titrasi berwarna merah yang tepat hilang.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar alkali bebas pada sabun mandi sediaan padat dengan metode titrimetri, diketahui bahwa sabun mandi sediaan padat yang diuji mengandung alkali bebas dengan kadar 0,05%, memenuhi persyaratan kadar alkali bebas sesuai dengan SNI 06–3532–1994 yaitu tidak lebih dari 0,14%.

5.2. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penetapan kadar alkali bebas pada produk sabun mandi lainnya agar dapat dijadikan perbandingan. Sebaiknya dilakukan uji parameter lain agar kita dapat mengetahui apakah sabun mandi yang beredar dipasaran telah memenuhi syarat mutu sabun mandi menurut SNI 06-3532-1994. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu produk untuk dipasarkan ke masyarakat.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. Hal. 111.

Andreas, H. (2009). Membuat Sabun 2 Laporan Ilmiah. Diakses pada tanggal 1 April 2013.

Anonima. Surfaktan. Available from: http://id.m.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 16 April 2013.

Anonimb. Antioksidan. Available from: http://www.kampusku. Diakses pada tanggal 16 April 2013.

Anonimc. Deodoran. Available from: http//abdisr.blogspot.com. Diakses pada tanggal 16 April 2013.

Keenan, C.W., Donal, C.K., dan Jaesse, H.W. (1980). Kimia Untuk Universitas. Edisi keenam Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 198.

Ketaren, S. (2008). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press. Hal. 206. Nandawai. Sabun Cair dengan Bahan Aktif Lidah Buaya. Available from:

Diakses pada tanggal 9 April 2013.

Panil, Z. (2008). Memahami Teori Dan Praktik Biokimia Dasar Medis. Padang: EGC. Hal. 28.

Qisti, R. (2009). Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada

Konsentrasi yang Berbeda. Available from:

23 Maret 2013.

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press. Hal. 49.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 124, 136, 140.

Sari, L. (2003). Sabun Obat. Available from:

Maret 2013


(44)

Wasitaatmadja, S. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 98-103.

Watson, D. (2009). Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan

Praktisi Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Hal.

71-76.

Wilbraham, A. (1992). Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung: ITB. Hal. 143.

Zaelana, Y. Saponifikasi. Available from


(45)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Data Penimbangan dan Perhitungan Pembakuan HCl dan KOH Tabel 2. Data Pembakuan HCl

No. Pembakuan HCl Wadah + Zat (mg) Wadah + Sisa (mg) Berat Zat (mg) Volume Titrasi (ml)

1. I 23,2857 23,2101 75,6 10,15

2. II 38,2181 38,1407 77,4 10,28

I. Perhitungan Pembakuan HCl

1. Diketahui : N HCl = 0,1 N

1 ml HCl 1N = 52,99 mg natrium karbonat anhidrat Perhitungan :

Vtitrasi x N = Berat5 Zat

,299 x 0,1 N 10,15 x N = 75,6

5,299 x 0,1 N = 0,1408 N

2. Diketahui : NHCl = 0,1 N

1 ml HCl 1N = 52,99 mg natrium karbonat anhidrat Perhitungan :

Vtitrasi x N = Berat Zat (mg)5


(46)

10,28 x N = 77,4

5,299 x 0,1 N = 0,1420 N Rata-rata Normalitas HCl = N1+N2

2 =

0,1408+0,1420

2 = 0,1414 N

II. Pembakuan KOH 0,5 N

1. Diketahui: Volume HCl = 5 ml Volume titrasi = 10,76 ml Normalitas HCl = 0,1414 N Perhitungan:

Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl 10,76 x N.KOH = 5 x 0,1414 N

N.KOH = 0,0657 N

2. Diketahui: Volume HCl = 5 ml Volume titrasi = 10,19 ml Normalitas HCl = 0,1414 N

Perhitungan:

Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl 10,19 x N.KOH = 5 x 0,1414 N

N.KOH = 0,0693 N

Rata-rata Normalitas KOH = N1+N2 2 =

0,0657+0,0693


(47)

Lampiran 2

Tabel 3. Data Penetapan Kadar Alkali Bebas dalam Sabun Mandi Padat

No. Nama Sampel Percobaan Pengamatan Wadah + Zat (gram) Wadah + Sisa (gram) Berat Zat (gram) Volume Titran (ml) 1. Herborist

I 45,3636 44,2138 1,1498 0,2

II 43,2738 42,2710 1,0028 0,11

Perhitungan Kadar Alkali Bebas

Kadar Alkali Bebas Sabun Mandi Padat Herborist • Percobaan I

Kadar alkali bebas dihitung KOH = VxNx0,0561

beratcontoh x 100 % = 0,2x0,0675x0,0561

1,1498 x 100 % = 0,0658 %

• Percobaan II

Kadar alkali bebas dihitung KOH = VxNx0,0561

beratcontoh x 100 % = 0,11x0,0675x0,0561

1,0028 x 100 % = 0,0415 %


(48)

Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 0,0658 % +0,0415 %


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. Hal. 111.

Andreas, H. (2009). Membuat Sabun 2 Laporan Ilmiah. Diakses pada tanggal 1 April 2013.

Anonima. Surfaktan. Available from: http://id.m.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 16 April 2013.

Anonimb. Antioksidan. Available from: http://www.kampusku. Diakses pada tanggal 16 April 2013.

Anonimc. Deodoran. Available from: http//abdisr.blogspot.com. Diakses pada tanggal 16 April 2013.

Keenan, C.W., Donal, C.K., dan Jaesse, H.W. (1980). Kimia Untuk Universitas. Edisi keenam Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 198.

Ketaren, S. (2008). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press. Hal. 206. Nandawai. Sabun Cair dengan Bahan Aktif Lidah Buaya. Available from:

Diakses pada tanggal 9 April 2013.

Panil, Z. (2008). Memahami Teori Dan Praktik Biokimia Dasar Medis. Padang: EGC. Hal. 28.

Qisti, R. (2009). Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada

Konsentrasi yang Berbeda. Available from:

23 Maret 2013.

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press. Hal. 49.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 124, 136, 140.

Sari, L. (2003). Sabun Obat. Available from: Maret 2013


(2)

Wasitaatmadja, S. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 98-103.

Watson, D. (2009). Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 71-76.

Wilbraham, A. (1992). Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung: ITB. Hal. 143.

Zaelana, Y. Saponifikasi. Available from


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Data Penimbangan dan Perhitungan Pembakuan HCl dan KOH Tabel 2. Data Pembakuan HCl

No.

Pembakuan HCl

Wadah + Zat (mg)

Wadah + Sisa (mg)

Berat Zat (mg)

Volume Titrasi (ml)

1. I 23,2857 23,2101 75,6 10,15

2. II 38,2181 38,1407 77,4 10,28

I. Perhitungan Pembakuan HCl

1. Diketahui : N HCl = 0,1 N

1 ml HCl 1N = 52,99 mg natrium karbonat anhidrat Perhitungan :

Vtitrasi x N = Berat5 Zat

,299 x 0,1 N 10,15 x N = 75,6

5,299 x 0,1 N = 0,1408 N

2. Diketahui : NHCl = 0,1 N

1 ml HCl 1N = 52,99 mg natrium karbonat anhidrat Perhitungan :

Vtitrasi x N = BeratZat

(mg)


(4)

10,28 x N = 77,4

5,299 x 0,1 N = 0,1420 N Rata-rata Normalitas HCl = N1+N2

2 =

0,1408+0,1420

2 = 0,1414 N

II. Pembakuan KOH 0,5 N

1. Diketahui: Volume HCl = 5 ml Volume titrasi = 10,76 ml Normalitas HCl = 0,1414 N Perhitungan:

Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl 10,76 x N.KOH = 5 x 0,1414 N

N.KOH = 0,0657 N

2. Diketahui: Volume HCl = 5 ml Volume titrasi = 10,19 ml Normalitas HCl = 0,1414 N

Perhitungan:

Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl 10,19 x N.KOH = 5 x 0,1414 N

N.KOH = 0,0693 N

Rata-rata Normalitas KOH = N1+N2 2 =

0,0657+0,0693


(5)

Lampiran 2

Tabel 3. Data Penetapan Kadar Alkali Bebas dalam Sabun Mandi Padat

No. Nama Sampel Percobaan Pengamatan Wadah + Zat (gram) Wadah + Sisa (gram) Berat Zat (gram) Volume Titran (ml) 1. Herborist

I 45,3636 44,2138 1,1498 0,2

II 43,2738 42,2710 1,0028 0,11

Perhitungan Kadar Alkali Bebas

Kadar Alkali Bebas Sabun Mandi Padat Herborist • Percobaan I

Kadar alkali bebas dihitung KOH = VxNx0,0561

beratcontoh x 100 % = 0,2x0,0675x0,0561

1,1498 x 100 % = 0,0658 %

• Percobaan II

Kadar alkali bebas dihitung KOH = VxNx0,0561

beratcontoh x 100 % = 0,11x0,0675x0,0561

1,0028 x 100 % = 0,0415 %


(6)

Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 0,0658 % +0,0415 %