PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KOLOID DALAM MENGANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBINGPADA MATERI KOLOID DALAM MENGANALISIS KETERAMPILAN
MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI
Oleh NOMI SURYANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
(2)
ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KOLOID DALAM MENGANALISIS KETERAMPILAN
MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI
Oleh NOMI SURYANI
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi koloid dengan penerapan model pembelajaran inkuri terbimbing untuk siswa kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA2 SMA Swadhipa Natar Lampung Selatan
tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini merupakan pre-eksperimen dengan desain penelitian one shot case study. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa keterampilan siswa mengelompokkan, pada kelompok tinggi terdapat 62,5% siswa berkriteria sangat baik, dan 37,5% siswa berkriteria baik. Pada kelompok sedang terdapat 20,0% siswa berkriteria sangat baik, 60,0% siswa berkriteria baik, dan 20,0% siswa berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 22,2% siswa berkriteria baik, dan 77,7% siswa berkriteria cukup. Untuk keterampilan siswa menginferensi, pada kelompok tinggi terdapat 75,0% siswa berkriteria sangat baik, dan 25,0% siswa berkriteria baik. Pada kelompok sedang terdapat 26,6% siswa berkriteria sangat baik, 40,0% siswa berkriteria baik,dan 33,3% siswa berkriteria cukup.
(3)
Pada kelompok rendah terdapat 33,3% siswa berkriteria baik, dan 66,6% siswa berkriteria cukup.
Kata kunci : inkuiri terbimbing, mengelompokkan, inferensi, kelompok tinggi, sedang, dan rendah.
(4)
(5)
(6)
(7)
viii DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8
B. Inkuiri Terbimbing ... 10
C. Keterampilan Proses Sains ... 13
D. Konsep ... 16
E. Kemampuan Kognitif... 21
F. Kerangka Pemikiran... 22
G. Anggapan Dasar ... 23
(8)
viii III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian ... 24
B. Metode dan Design Penelitian ... 24
C. Sumber Data... 25
D. Instrumen Penelitian ... 26
E. Validitas Instrumen Penelitian ... 26
F. Prosedur Penelitian ... 27
G. Teknik Pengelompokkan Siswa ... 30
H. Teknik Analisis Data ... 31
1V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34
B. Pembahasan ... 38
V.SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50
B. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Soal Pretes ... 55
2. Kunci Jawaban Soal Pretes ... 58
3. Rubrik Pretes... 67
4. Pemetaan ... ... 68
5. Silabus ... ... 74
6. RPP ... 80
7. Lembar Kerja Siswa 1 ... 99
8. Lembar Kerja Siswa 2 ... 105
9. Lembar Kerja Siswa 3 ... 112
10. Soal Posttest ... 120
11. Kisi -Kisi Posttest ... 123
12. Rubrik Penskoran Posttest ... 129
(9)
viii
14. Pengelompokan Siswa ... 136
15. Hasil Pengolahan Data ... 138
16. Lembar Afektif ... 145
17. Lembar Psikomotor ... 147
18. Lembar Observasi Guru ... 150
19. Lembar On Task Siswa ... 151
(10)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah proses terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan pengertian belajar tersebut, belajar merupakan suatu proses atau kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba,dan menga-lami sendiri sehingga proses belajar mengajar akan bermakna bagi siswa. Hasil yang diharapkan dari proses belajar adalah terlatihnya kemampuan berfikir siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Whitehead (Arifin dkk, 2003), hasil yang nyata dalam pendidikan sebenarnya adalah proses berpikir yang diperoleh melalui pem-belajaran dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang melatih proses berpikir yaitu ilmu kimia.
Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia terdiri dari banyak konsep, hukum, dan azas, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Pelajaran kimia di SMA memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantara-nya adalah untuk memupuk sikap ilmiah yang mencakup sikap kritis terhadap per-nyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil
(11)
observa-si, memahami konsep-konsep kimia dan penerapannya untuk menyelesaikan ma-salah dalam kehidupan sehari-hari. Kimia merupakan ma-salah satu mata pelajaran sains yang mempunyai dimensi produk, sikap, dan proses, artinya ketika kita ingin mempelajari konsep-konsep kimia, maka kita juga harus tahu cara mendapatkan konsep tersebut. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa kimia merupakan salah satu wahana yang tepat untuk melatih dan mengembangkan keterampilan proses sains siswa karena kimia berusaha untuk membangkitkan keingintahuan siswa melalui eksplorasi terhadap rahasia alam yang tak ada habis-habisnya.
Keterampilan proses sains dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan kete-rampilan intelektual atau kemampuan berpikir siswa. Selain itu juga mengem-bangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan me-ngembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan. Selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan kete-rampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Siswa yang mempunyai tingkat proses sains yang baik umumnya mempunyai tingkat kemampuan kognitif yang baik pula.
Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahuan atau kemampu-an siswa terhadap suatu materi pembelajarkemampu-an ykemampu-ang sudah dipelajari dkemampu-an dapat di-gunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winar-ni, 2006). Menurut Nasution (1988) dalam Winarni (2006) dalam satu kelas ke-mampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok,
(12)
maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemam-puan siswa dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari.
Salah satu Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran kimia pada materi koloid di kelas XI adalah mengelompokkan sifat-sifat koloid serta penerapanya dalam ke-hidupan sehari-hari. Pada KD ini terdapat teori dan konsep kimia yang dapat di-temukan melalui analisis hasil praktikum. Oleh karena itu, siswa perlu melibatkan keterampilan proses sains sebagai proses menganalisis hasil praktikum tersebut. Keterampilan proses sains terdiri dari mengamati, memprediksi, menafsirkan, mengkomunikasikan, mengelompokkan, dan inferensi. Keterampilan proses sains yang dikembangkan pada penelitian ini adalah keterampilan dalam mengelompok-kan dan inferensi.
Keterampilan mengelompokkan pada materi koloid ini menghendaki siswa untuk dapat mengelompokkan mana campuran yang termasuk larutan, suspensi, dan koloid serta dapat mengelompokkan jenis-jenis koloid berdasarkan fase pendis-persi dan medium pendispendis-persinya. Keterampilan inferensi pada materi koloid menghendaki siswa untuk dapat menyimpulkan sifat-sifat koloid berdasarkan peristiwa yang terjadi pada kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi kimia di SMA Swadhipa Natar diperoleh informasi bahwa selama ini proses pembelajaran di sekolah cen-derung menggunakan metode ceramah, sehingga pembelajaran berpusat pada
(13)
guru, bukan pada siswa. Oleh karena itu, pembelajaran dengan metode ceramah siswa menjadi pasif, kurang antusias dan cepat merasa bosan karena siswa hanya memperoleh penjelasan-penjelasan dari guru. Dalam pembelajaran siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam menemukan konsep materi kimia. Hal ini menye-babkan kebanyakan siswa kurang dapat memahami materi dan siswa cenderung hanya menghafal materi. Selain itu, pada akhir pembelajaran siswa kurang men-gembangkan keterampilan menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
Situasi pembelajaran yang baik perlu ditunjang dalam rangka mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan yang didapat. Untuk menghasilkan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa, maka harus dipilih model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang dapat dipilih adalah inkuri terbimbing, yaitu rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses sains dengan cara mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah
Model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah suatu model yang diharapkan dapat membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka, situasi proses belajar menjadi lebih terang-sang, dan memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri dan diharapkan dapat menumbukan keterampilan proses sains siswa, terutama dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa.
(14)
Hasil penelitian yang mengkaji keterampilan proses sains yaitu Zulaiha (2012) yang meneliti tentang efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam basa efektif dalam meningkatkan keterampilan klasifikasi dan infe-rensi siswa SMA Al Azhar 3 Bandar Lampung, mengungkapkan bahwa pembela-jaran kimia dengan model inkuiri terbimbingdapat meningkatkan keterampilan klasifikasi dan inferensi siswa pada materi asam basa.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Koloid dalam Menganalisis Keterampilan Mengelompokkan dan Inferensi ”
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keterampilan siswa mengelompokkan pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk siswa yang
berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah?
2. Bagaimana keterampilan siswa menginferensi pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran inkuiri terbimibing untuk siswa yang berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah?
(15)
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterampilan siswa mengelompokkan dan menginferensi pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk siswa kelompok kognitif siswa kategori tinggi, sedang dan rendah.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Siswa
Model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan dalam proses pembelajaran diharapkan dapat menumbuhkan motivasi, minat belajar, dan kemampuan berpikir serta dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi koloid.
2. Guru
Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembela-jaran yang sesuai dengan materi pembelapembela-jaran kimia, terutama pada materi koloid.
3. Sekolah
Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.
(16)
E.Ruang Lingkup Penelitian
Agar permasalahan yang telah dipaparkan dalam penelitian ini menjadi terarah dan menghindari kajian penelitian yang meluas, maka ruang lingkup masalah yang diteliti yaitu :
1. Pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010) merupakan model pembelajaran yang terdiri dari tahap-tahap, yaitu : (1) mengajukan per-masalahan, (2) merumuskan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) analisis data, dan (5) membuat kesimpulan.
2. Kompetensi dasar yang akan dibahas pada penelitian ini adalah mengelompok-kan sifat-sifat koloid dan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari dengan sub bab materi jenis-jenis dan sifat-sifat koloid.
3. Keterampilan proses sains yang diteliti adalah mengelompokkan yang merupakan salah satu aspek keterampilan proses sains tingkat dasar yang indikatornya meliputi mencari perbedaan dan persamaan (membandingkan), mengontraskan ciri-ciri, serta mencari dasar pengelompokkan atau penggo-longan, dan indikator keterampilan inferensi yang diamati dan diukur dalam penelitian ini adalah membuat kesimpulan berdasarkan fakta yang ditemui. 4. Kelompok tinggi, sedang dan rendah merupakan kelompok siswa
(17)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah me-miliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan (Sanjaya, 2011).
Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempur-naan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema (Sanjaya, 2011).
Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekan-kan bahwa pengetahuan kita merupamenekan-kan hasil konstruksi (bentumenekan-kan) kita sendiri. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan
(18)
penge-tahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil ke-mungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”.
Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membanding-kan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan-nya untuk selanjutperbedaan-nya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi
pengetahuannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul
penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben- tukan pengetahuannya.
Menurut Trianto (2010):
Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer penge-tahuan akan sangat mustahil terjadi. Pengepenge-tahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya.
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif
2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar
4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa
6. Guru adalah fasilitator.
Secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai
(19)
penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan baru.
B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran Inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri pene-muannya dengan penuh percaya diri (Trianto, 2010).
Inkuiri terbimbing adalah proses pembelajaran dimana guru menyediakan unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat genera-lisasi, menurut Sanjaya (2011) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilaku-kan oleh siswa. Guru harus memberidilaku-kan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan -kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.
Adanya inkuiri dalam proses pengajaran menurut Arifin (1995) dapat dilihat dari ciri berikut:
(20)
1. Cara berfikir berkembang dari pengamatan pada masalah tertentu kepada generalisasi.
2. Tujuan pengajaran adalah mempelajari proses objek tertentu ( masalah tertentu) sampai generalisasi tentang objek tersebut.
3. Guru sebagai pengontrol data, materi, objek dan sebagai pemimpin dalam kelas.
4. Siswa memberikan reaksi terhadap data, materi, objek untuk menemukan pla hubungan berdasarkan pengamatannya dan berdasarkan pengamatan lain dalam kelas.
5. Kelas dianggap sebagai laboratorium.
6. Guru mendorong untuk mengkomunikasikan generalisasi yang didapat siswa.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan me-ngadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh Gulo (Trianto, 2010). Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 1. sebagai berikut:
Tabel 1 . Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing
No. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Mengajukan
pertanyaan atau permasalahan
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Guru membagi siswa dalam kelompok
Siswa
mengidentifikasi masalah dan siswa duduk dalam kelom-poknya masing-masing. 2. Membuat
hipotesis
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membuat hipotesis. Guru
Siswa memberikan pendapat dan menen-tukan hipotesis yang
(21)
membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan mem-prioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
relevan dengan permasalahan.
Lanjutan Tabel. 1
No. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 3. Mengumpulkan
data
Guru membimbing siswa mendapatkan informasi atau data-data melalui percobaan maupun telaah literature Siswa melakukan percobaan maupun telaah literatur untuk mendapatkan data-data atau informasi 4. Menganalisis data Guru memberi kesempatan
pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul Siswa mengumpulkan dan menganalisi data serta menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul 5. Membuat
kesimpulan
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
Siswa membuat kesimpulan
Menurut Roestiyah (1998), inquiry memiliki keunggulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Dapat membentuk dan mengembangkan ”Self-Concept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.
2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
(22)
3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.
4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri antara lain:
1. Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk membantu siswa menemukan konsep.
2. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya. 3. Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan.
Kelemahan inkuiri dapat diatasi dengan cara:
1. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing agar siswa terdorong mengajukan dugaan awal
2. Menggunakan bahan atau permainan yang bervariasi
3. Memberikan kesempatan kepada siswa mengajukan gagasan-gagasan meskipun gagasan tersebut belum tepat.
C. Ketrampilan Proses Sains
Menurut Indrawati (1999) dalam (Nuh, 2010) mengemukakan bahwa KPS meru-pakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psiko-motor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".
Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam me-mahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat pen-ting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau me-ngembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.KPS bukan tindakan instruksional
(23)
yang berada diluar kemampuan siswa. tetapi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa.
Menurut Hariwibowo, dkk. (2009):
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan kete-rampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar meng-ajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.
Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan dalam Fitriani, D (2009) ketrampilan proses sains dibagi menjadi dua antara lain: 1. Keterampilan proses dasar ( Basic Science Proses Sklill), yang terlihat dalam
tabel 2 berikut.
Tabel 2 Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar
Keterampilan Dasar Indikator
Observasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk
mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan. Mengelompokkan Mampu menentukan perbedaan,
mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek
Pengukuran
Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu
(24)
satuan pengukuran ke satuan pengukuran lain.
Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel,
mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa. Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan
tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan,
menginterpretasi data dan inormasi. 2. Keterampilan proses terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi me-
rumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan, dan aplikasi konsep. Indikator keterampilan proses sains terpadu ditunjukkan pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3 Indikator keterampilan proses sains terpadu Keterampilan Terpadu Indikator Merumuskan hipotesis
Mampu menyatakan hubungan antara dua variabel, mengajukan perkiraan penyebab suatu hal terjadi dengan mengungkapkan bagaimana cara melakukan pemecahan masalah. Menamai variabel Mampu mendefinisikan semua
variabel jika digunakan dalam percobaan.
Mengontrol variabel Mampu mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi hasil percobaan, menjaga kekonstanannya selagi me-manipulasi variabel bebas.
Membuat definisi operasional Mampu menyatakan bagaimana mengukur semua faktor atau variabel dalam suatu eksperimen.
Melakukan Eksperimen
Mampu melakukan kegiatan,
mengajukan pertanyaan yang sesuai, menyatakan hipotesis,
mengidentifikasi dan mengontrol variabel, mendefinisikan secara
(25)
operasional variabel-variabel, mendesain sebuah eksperimen yang jujur, menginterpretasi hasil
eksperimen. Merancang
penyelidikan
Mampu menentuka alat dan bahan yang diperlukan
dalam suatu penyelidikan, menentukan variabel kontrol,
variabel bebas, menentukan apa yang akan diamati, diukur dan ditulis, dan menentukan cara dan langkah kerja yang mengarah pada pencapaian kebenaran ilmiah.
Lanjutan Tabel. 3
Keterampilan Terpadu Indikator
Aplikasi konsep Mampu menjelaskan peristiwa baru dengan mengguna-kan konsep yang telah dimiliki dan mampu
menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.
D. Analisis Konsep
Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada defi-nisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisi-kan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.
Herron et al. (1977) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan
(26)
urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh.
(27)
17 Tabel 4. Analisis konsep materi koloid.
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Suspensi Suspensi
merupakan
campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
Konsep konkret
Suspensi
Campuran
heterogen
Zat terlarut
dan zat pelarut dapat dibedakan
Partikel
zat sistem dispersi
larutan
koloid
-
Campuran air denganpasir campuran minyak dengan air Santan, susu
2. Larutan campuran homogen
yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
Konsep konkret
larutan
campuran
homogen
zat terlarut
dan pelarut tidak dapat dibedakan
partikel
zat sistem dispersi
suspensi
koloid Larutan elektrolit
dan non elektrolit Larutan asam basa Larutan gula, larutan garam campuran air dan pasir,cam-puran minyak dengan air
3. Koloid Koloid adalah suatu
bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi(campuran kasar) Konsep abstrak contoh konkret
Koloid
Campuran
yang terletak antara suspensi dan larutan
Partikel
Zat sistem dispersi
larutan
suspensi sol emulsi
buih
aerosol
gel
Susu,santan, cat ,tinta
Campuran air dengan minyak, campuran pasir dengan air
4. Aerosol Aerosol merupakan
jenis koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas
Konsep abstrak contoh konkret
aerosol
koloid dari
partikel padat/cair yang terdispersi
partikel
zat jenis-jenis koloid
sol
emulsi
buih
gel
Aerosol
padat
Aerosol cair
Asap,debu dalam udara Kabut, dan awan
Air sungai, cat
(28)
18 No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
dalam gas
5. sol Sol merupakan
jenis koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair Konsep abstrak contoh konkret
Sol
jenis koloid
dari partikel padat terdispersi dalam zat cair
partikel
zat
jenis-jenis
koloid
aerosol
emulsi
buih
gel
Sol cair
Sol padat
Sol sabun, sol detergen, sol kanji
Santan,susu ,mayonaise
6. Emulsi Emulsi merupakan
jenis koloid dari zat cair yang terdispersi dari zat cair lagi
Konsep abstrak contoh konkret
Emulsi
terdiri dari fase terdispersi cair dan medium pendispersi cair
partikel
zat
jenis-jenis
koloid
aerosol
sol
buih
gel
Emulsi padat
Emulsi cair
Susu,santan, mutiara, jeli
Kabut, awan
7. Buih Buih merupakan
jenis koloid yang terdiri dari gas yang terdispersi dalam zat cair Konsep abstrak contoh konkret
buih
Terdiri dari
fase terdispersi gas dan medium pendispersi padat/cair
Partikel
Zat jenis-jenis koloid
aerosol
sol
emulsi
gel
Buih cair
Buih padat
Buih sabun, karet busa batu apung
santan, jeli, jeli
8. Gel Gel merupakan
jenis koloid yang setengah kaku ( antara padat dan cair)
Konsep abstrak contoh konkret
Gel
koloid yang
setengah padat dan cair
partikel
zat jenis-jenis koloid
aerosol
sol
emulsi
buih - Gel silika, gelatin, agar-agar karet busa, awan, sabun
(29)
19 No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
9 Efek Tyndall Efek Tyandall adalah tehamburnya berkas cahaya oleh koloid
Konsep abstrak
efek Tyndall
terhamburny
a seberkas cahaya oleh partikel koloid
partikel
sifat-sifatkoloid gerak Brown
koagulasi
adsorpsi
elektrofore-sis
dialisis
- Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut Pemurnian gula tebu
10 Gerak Brown Gerak Brown yaitu suatu gerak zig-zag partikel koloid yang dapat diamati dengan mikroskop ultra
Konsep abstrak
gerak Brown
gerak zig zag
yang diamati dengan mikroskop ukktra
partikel sifat-sifat
koloid
efek
Tyandall
koagulasi
adsorpsi
elektro-foresis
dialisis
- Pengamatan
partikel koloid pada susu Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
11 Elektroforesis Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik Konsep abstrak elektrofore-sis
parikel
koloid dalam medan listrik
partikel sifat-sifat
koloid
efek
Tyandall
koagulasi
adsorpsi
gerak brown
dialisis
- Untuk
pelapisan anti karat pada badan mobil Penga-matan partikel koloid pada susu
12 Adsorpsi Partikel koloid
memiliki kemampuan menyerap berbagai Konsep abstrak Adsorpsi Kemampua n menyerap berbagai
partikel sifat-sifat
koloid
efek
Tyandall
koagulasi
elektroforsis - Pemurnian gulaPenjernian air Sorot lampu mobil pada malam
(30)
20 No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
macam zat pada permukaan
Macam zat pada permukaan
gerak brown
dialisis yang berkabut
13. Koagulasi Koagulasi yaitu peristiwa penggumpalan pada koloid Konsep abstrak Koagulasi Penggumpa lan pada koloid
partikel sifat-sifat
koloid
efek
Tyandall
adsorpsi
elektroforsis
gerak brown
dialisis
- Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl Pemutihan gula tebu
14. Dialisis Dialisis yaitu campuran koloid yang dapat
dipisahkan dari ion-ion Konsep abstrak Dialisis Campuran yang dapat dipisahkan oleh ion-ion
partikel sifat-sifat
koloid
efek
Tyandall
adsorpsi
elektroforsis
gerak brown
koagulasi
-
Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl
(31)
E. Kemampuan Kognitif Siswa
Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006).
Lebih lanjut Nasution (Winarni 2006) mengemukakan bahwa secara alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, menengah, dan rendah. Menurut Anderson dan Pearson (1984); Nasution (1988); dan Usman (1996) (Winarni 2006), apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari.
F. Kerangka Pemikiran
Tingkat keterampilan siswa dalam mengelompokkan dan inferensi ada kaitannya dengan tingkat kemampuan kognitif yang dimiliki siswa. Tingkat kemampuan kognitif siswa dipengaruhi dengan perencanaan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan.
(32)
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan siswa dalam menge-lompokkan dan menginferensi pada materi koloid melalui penerapan model pem-belajaran inkuri terbimbing. Data diambil dari satu kelas sebagai subyek peneliti-an dimpeneliti-ana subyek penelitipeneliti-an ini merupakpeneliti-an kelas ypeneliti-ang dilakukpeneliti-an penerappeneliti-an pem-belajaran menggunakan model inkuiri terbimbing. Subjek penelitian diberikan tes pada akhir pembelajaran (posttest) melalui penerapan model inkuiri terbimbing. Soal posttest yang diberikan disusun dalam dua bagian untuk mengukur keteram-pilan mengelompokkan dan menginferensi.
Pada pembelajaran inkuiri terbimbing, sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru diharuskan memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang beripikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan -kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.
Dengan berpikir apabila pembelajaran dengan model inkuri terbimbing diterapkan pada pembelajaran kimia dikelas diharapkan siswa dapat mengembangkan kete-rampilan mengelompokkan dan menginferensi sehingga ketekete-rampilan proses sains siswa akan tinggi sebanding dengan tingginya kemampuan kognitif siswa.
(33)
G. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:Siswa kelas XI IPA2
SMA Swadhipa Natar tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan kognitif yang heterogen.
H. Hipotesis Umum
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah semakin tinggi kemampuan kognitif siswa, maka akan semakin tingi pula keterampilan siswa dalam mengelompokkan dan inferensi.
(34)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA2 Swadhipa Natar Lampung
Selatan tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 32. Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan pertimbangan mendapatkan karakteristik siswa yang heterogen. Teknik pengambilan sampel ini disebut juga dengan teknik purposive
sampling.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimen dengan desain
penelitian yang digunakan adalah one-shot case study. Pada desain penelitian ini hanya diberi suatu perlakuan dan selanjutnya diobservasi. Penggambaran design menurut Crasweell ( 1997 )
Keterangan: X : Perlakuan yang diberikan O : Posstest
(35)
C. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data Pretest yang digunakan untuk penentuan pengelompokkan siswa ber-dasarkan kelompok kognitifnya..
2. Lembar kinerja guru. 3. Lembar aktivitas siswa. 4. Data Posttest
5. Data kuesioner (angket).
D. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Silabus dan Rencana Proses Pembelajaran (RPP) materi koloid 2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Pada penelitian ini menggunakan 3 macam LKS, yaitu: a) LKS 1 membahas tentang materi pengertian koloid
b) LKS 2 membahas tentang materi jenis dan contoh-contoh koloid c) LKS 3 membahas tentang materi sifat-sifat koloid
3. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan pada penelitian ini berupa soal pretest dan
(36)
soal dalam bentuk soal uraian pada materi pokok koloid. Soal uraian ini digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains.
4. Kuesioner (Angket)
Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran materi koloid melalui penerapan model pembelajaran inkuri terbimbing dan keterampilan proses sains siswa selama kegiatan pem-belajaran berlangsung. Kuesioner ini terdiri dari 6 pertanyaan, jawaban yang disediakan untuk semua pertanyaan adalah “ ya atau tidak”.
5. Lembar observasi yang digunakan ada dua jenis yaitu aktivitas siswa dan ki- nerja guru. Lembar observasi berupa check list yang digunakan untuk mem-peroleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran.
E. Validitas Instrumen Penelitian
Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menganalisis kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indi-kator ketrampilan proses sains,kisi-kisi soal dengan butir-butir pertanyaan post-test. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka instrumen dianggap valid dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data sesuai kepentingan peneli-tian yang bersangkutan.
(37)
Dalam mekanisme kerjanya, cara judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta bantuan Ibu Dr. Ratu Beta Rudibyani, M.Si dan Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.Si sebagai dosen pembimbing penelitian.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah: 1. Observasi Pendahuluan
Kegiatan yang dilakukan dalam observasi pendahuluan adalah sebagai berikut:
a) Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, metode yang digunakan guru kimia dalam mengajar, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
b) Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan karateristik siswa dan pertimbangan guru matapelajaran kimia.
2. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a) Tahap persiapan
Urutan prosedurnya adalah sebagai berikut:
1) Menyusun analisis konsep, silabus, Rencana Pelaksanaan
(38)
tersebut disesuaikan dengan tahapan pembelajaran pada inkuiri terbimbing.
2) Melakukan pretest materi kimia kelarutan dan hasil kali kelarutan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelomopok tinggi, sedang, dan rendah.
b) Tahap Penelitian
Pada tahap pelaksanaannya, penelitian dilakukan dalam satu kelas di kelas, yaitu kelas X1IPA2 yang diterapkan pembelajaran inkuiri
terbimbing.
Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Pelaksanaan proses pembelajaran pada subjek penelitian dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
2) Memberikan posttest.
3) Memberikan angket kepada siswa setelah proses pembelajaran mengenai materi koloid.
c) Tahap analisis data
1) Menganalisis jawaban tes tertulis siswa dan jawaban angket untuk memperoleh informasi mengenai keterampila mengelompokkan dan inferensi siswa.
2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian. 3) Penarikan kesimpulan.
(39)
Adapun prosedur penelitian tersebut ditunjukkan pada alur penelitian, seperti ditunjukkan pada alur berikut :
Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Validasi Instrumen
Subjek
Instrumen
LKS RPP
Silabus Intrumen
Observasi
Pembelajaran Inkuiri
Kuisioner Postes
Analisis Data
Pembahasan
(40)
G. Teknik Pengelompokkan Kemampuan Kognitif Siswa
Berdasarkan kemampuan kognitif, siswa dikelompokan menjadi tiga yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan ini dilakukan dengan tahapan membuat daftar distribusi frekuensi, menghitung rata-rata nilai ulangan harian mata pelajaran kimia dan standar deviasi. Langkah-langkah yang dilaku-kan dalam mengelompokdilaku-kan siswa berdasardilaku-kan kemampuan kognitif adalah sebagai berikut:
1. Membuat daftar distribudi frekuensi a. Menentukan rentang kelas (R)
b. Menentukan banyak kelas (k)
Dimana n = banyaknya siswa c. Menghitung panjang kelas (p)
P = ( )
( )
d. Menentukan ujung bawah kelas interval pertama
2. Menghitung nilai rata-rata siswa dengan menggunakan persamaan:
=
�Keterangan : = Nilai rata-rata siswa
∑ fi.xi = Jumlah frekuensi dikalikan dengan nilai siswa
∑ = Jumlah frekuensi R = Data nilai terbesar – Data nilai terkecil
(41)
3. Menghitung standar deviasi
� = �
2
−( � )2
Keterangan : SD = Standar Deviasi
Fxi2 = Jumlah semua frekuensi dikalikan dengan kuadrat nilai
n = Jumlah subyek
4. Mengelompokkan siswa berdasarkan kriteria pengelompokan menurut Sudijono (2008).
Tabel 5. Kriteria pengelompokan siswa
Kriteria pengelompokan Kriteria
Nilai ≥ mean + SD Tinggi
Mean –SD ≤ nilai < mean + SD Sedang Nilai < mean – SD Rendah
5. Berdasarkan perhitungan dari poin 1 sampai 4, diperoleh hasil perhitungan seperti pada Tabel 5. (perhitungan terlampir pada Lampiran 13, Hal. 142)
Tabel 6. Pengelompokan siswa
Kriteria pengelompokan Kriteria Jumlah Siswa
Nilai ≥ 81,15 Tinggi 8
62,60 ≤ nilai < 81,15 Sedang 15 Nilai < 62,60 Rendah 9
H.Teknik Analisis Data 1. Pengolahan skor tes tertulis
a. Memberi skor setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk uraian berdasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.
b. Mengelompokkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan keterampilan mengelompokkan dan inferensi.
(42)
c. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan keterampilan mengelompokkan dan inferensi.
d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:
= 100
e. Menghitung rata-rata nilai pada setiap kelompok tinggi, sedang, dan rendah untuk keterampilan mengelompokkan dan inferensi, dengan menggunakan persamaan :
− =
f. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa pada keterampilan mengelompokkan dan inferensi berdasarkan tabel berikut.
Tabel 7. Kriteria tingkat kemampuan siswa
Nilai Kriteria
81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40 0 – 20
Sangat baik Baik Cukup Kurang Kurang sekali
(Arikunto,2010)
g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan.
h. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan dengan menggunakan rumus di bawah ini:
% � = 100%
Keterangan :%X : Persentase Siswa A
(43)
2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari angket Analisis data angket dilakukan dengan cara berikut:
a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini: 1) Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1
2) Pilihan jawaban “Tidak” diberi skor 0
b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan.
c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana dalam Surya (2010)
%� = 100%
Keterangan:
%Xin = Persentase jawaban angket-i
∑S = Jumlah skor jawaban
Smaks = Skor maksimum yang diharapkan
d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Koentjaraningrat (1990) pada tabel berikut.
Tabel 8 Hubungan antara nilai presentase dengan tafsiran Presentase Tafsiran
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil 26%-49% Hampir separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar 76%-99% Hampir seluruhnya
(44)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan mengenai keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi koloid melalui penera-pan model pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai berikut:
1.Keterampilan siswa mengelompokkan, pada kelompok tinggi terdapat 62,5% siswa berkriteria sangat baik, dan 37,5% siswa berkriteria baik. Pada kelom-pok sedang terdapat 20,0% siswa berkriteria sangat baik, 60,0% siswa berkri-teria baik, dan 20,0% siswa berkriberkri-teria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 22,2% siswa berkriteria baik, dan 77,7% siswa berkriteria cukup.
2.Keterampilan siswa menginferensi, pada kelompok tinggi terdapat 75,0% siswa berkriteria sangat baik, dan 25,0% siswa berkriteria baik. Pada kelompok sedang terdapat 26,6% siswa berkriteria sangat baik, 40,0% siswa berkriteria baik, dan 33,3% siswa berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 33,3% siswa berkriteria baik, dan 66,6 % siswa berkriteria cukup.
(45)
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :
1. Bagi calon peneliti lain agar dapat melakukan uji validitas terhadap soal
pretest yang akan di ujikan, sehingga dapat digunakan untuk
mengelompok-kan kemampuan kognitif siswa dengan tepat.
2. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian sejenis agar melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada subjek penelitian, sehingga pada saat awal pelaksanaan penelitian subjek tidak bingung mengikuti alur pembelajaran.
(46)
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Kimia. Airlangga University Press. Surabaya.
Arikunto, S. 2004. Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Craswell, J.W. 1997. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches.
Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.
Darma, I.M. 2013. Upaya Meningkatkan Motivasi, Minat dan Hasil Belajar Kimia melalui Pembelajaran Kooperatif Bermain Link Kartu Konsep(Artikel). Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian
kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia.
Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program
Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on
Science Education.ISBN: 979-25-0599-7
Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Model Problem Solving Dalam
Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid pada Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Semuli TP 2010-2011.
(Skripsi.) FKIP Unila. Bandar Lampung
Muhfahroyin. 2009. Pengaruh Strategi TPS dan Kemampuan Akademik Terhadap Kemampuan berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol.16 Nomor 2 Oktober 2009. Diakses Tanggal 12 April 2013 dari
http:// phisiceducation09.blogspot.
(47)
Nur,M. Dan Widakardi, P.R.2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan
Pendekatan Konstruktivistik Dalam Pengajaran. PSMS Program
Pascasarjana UNESA. Surabaya .
Rosnawati. 2011. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Melalui Pembelajaran STM. Skipsi.
Diakses tanggal 21Juni 2013 dari
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=1282
Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers : Jakarta
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses
Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. London: Allymand Bacon
Sudijono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. CV Alfabeta. Bandung
Sugiyono, 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. CV Alfabeta. Bandung. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Suprini. 2012. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Menggunakan Metode
Discoverry-Inquiri. Skripsi. Diakses tanggal21 Juni 2013 dari
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0808741_chapter1.pdf Suyanti, R.D. 2010. Strategi Pembelajarn Kimia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung.
Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar. Universitas Lampung.
Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.
Pannen, P., D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam
(48)
Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.
Prayitno, BA. 2010. Potesi Pembelajaran Kooperatif dalam memberdayakan Prestasi Belajar Siswa Under Achievment. Seminar Nasional Pendidikan
Biologi FKIP UNS 2010. Diakses Tanggal 10 April 2013 dari
jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/Article/download/1280/872
(1)
33
2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari angket Analisis data angket dilakukan dengan cara berikut:
a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini: 1) Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1
2) Pilihan jawaban “Tidak” diberi skor 0
b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan.
c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana dalam Surya (2010)
%� = 100%
Keterangan:
%Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban
Smaks = Skor maksimum yang diharapkan
d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Koentjaraningrat (1990) pada tabel berikut.
Tabel 8 Hubungan antara nilai presentase dengan tafsiran
Presentase Tafsiran
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil
26%-49% Hampir separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar
76%-99% Hampir seluruhnya
(2)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan mengenai keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi koloid melalui penera-pan model pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai berikut:
1.Keterampilan siswa mengelompokkan, pada kelompok tinggi terdapat 62,5% siswa berkriteria sangat baik, dan 37,5% siswa berkriteria baik. Pada kelom-pok sedang terdapat 20,0% siswa berkriteria sangat baik, 60,0% siswa berkri-teria baik, dan 20,0% siswa berkriberkri-teria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 22,2% siswa berkriteria baik, dan 77,7% siswa berkriteria cukup.
2.Keterampilan siswa menginferensi, pada kelompok tinggi terdapat 75,0% siswa berkriteria sangat baik, dan 25,0% siswa berkriteria baik. Pada kelompok sedang terdapat 26,6% siswa berkriteria sangat baik, 40,0% siswa berkriteria baik, dan 33,3% siswa berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 33,3% siswa berkriteria baik, dan 66,6 % siswa berkriteria cukup.
(3)
51
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :
1. Bagi calon peneliti lain agar dapat melakukan uji validitas terhadap soal pretest yang akan di ujikan, sehingga dapat digunakan untuk mengelompok-kan kemampuan kognitif siswa dengan tepat.
2. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian sejenis agar melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada subjek penelitian, sehingga pada saat awal pelaksanaan penelitian subjek tidak bingung mengikuti alur pembelajaran.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Kimia. Airlangga University Press. Surabaya.
Arikunto, S. 2004. Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Craswell, J.W. 1997. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches.
Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.
Darma, I.M. 2013. Upaya Meningkatkan Motivasi, Minat dan Hasil Belajar Kimia melalui Pembelajaran Kooperatif Bermain Link Kartu Konsep(Artikel). Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian
kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia.
Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program
Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7
Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Model Problem Solving Dalam
Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid pada Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Semuli TP 2010-2011.
(Skripsi.) FKIP Unila. Bandar Lampung
Muhfahroyin. 2009. Pengaruh Strategi TPS dan Kemampuan Akademik Terhadap Kemampuan berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol.16 Nomor 2 Oktober 2009. Diakses Tanggal 12 April 2013 dari
http:// phisiceducation09.blogspot.
(5)
53
Nur,M. Dan Widakardi, P.R.2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan Konstruktivistik Dalam Pengajaran. PSMS Program Pascasarjana UNESA. Surabaya .
Rosnawati. 2011. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Melalui Pembelajaran STM. Skipsi.
Diakses tanggal 21Juni 2013 dari
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=1282
Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers : Jakarta
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. London:
Allymand Bacon
Sudijono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. CV Alfabeta. Bandung
Sugiyono, 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. CV Alfabeta. Bandung. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Suprini. 2012. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Menggunakan Metode
Discoverry-Inquiri. Skripsi. Diakses tanggal21 Juni 2013 dari
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0808741_chapter1.pdf Suyanti, R.D. 2010. Strategi Pembelajarn Kimia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung.
Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar. Universitas Lampung.
Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.
Pannen, P., D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.
(6)
Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.
Prayitno, BA. 2010. Potesi Pembelajaran Kooperatif dalam memberdayakan Prestasi Belajar Siswa Under Achievment. Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010. Diakses Tanggal 10 April 2013 dari
jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/Article/download/1280/872