SEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN ARCA DI

BAB II SEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN ARCA DI

MUSEUM Tindak Pidana Pencurian Arca Istilah pidana berasal dari bahasa Hindu Jawa yang artinya hukuman, nestapa atau sedih hati, dalam Bahasa belanda disebut straf, dipidana artinya dihukum, kepidanaan artinya segala sesuatu yang bersifat tidak baik, jahat, pemidanaan artinya penghukuman. Jadi hukum pidana sebagai terjemahan dari Bahasa Belanda Strafrecht adalah semua aturan yang mempunyai perintah dan larangan yang memakai sanksi ancaman hukuman bagi mereka yang melanggarnya. Tindak pidana oleh Hilman Hadikusuma disebut dengan istilah peristiwa pidana yang juga disebut perbuatan pidana, tindak pidana, delik, yaitu semua peristiwa perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana. 8 Dalam perundang-undangan dipakai istilah perbuatan yang dapat dihukum di dalam Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Pemberantasan Korupsi, peristiwa pidana di dalam Konstitusi RIS maupun Undang-Undang Dasar Sementara, perbuatan pidana dalam Undang-Undang Darurat No. 8 Darurat Tahun 1954. Karni menyebutkan dengan perbuatan yang boleh dihukum, Tresna menyebutkan dengan istilah peristiwa pidana, sedangkan Moeljatno menye-butkan istilah dengan perbuatan pidana, Satochid 17 Universitas Sumatera Utara Kartanegara menyebutkan istilah dengan tindak pidana. 9 Maksud diadakannya istilah tindak pidana, peristiwa tindak pidana dan sebagainya itu adalah untuk mengalihkan bahasa dari istilah asing strafbaarheit. Namun belum jelas apakah di samping mengalihkan bahasa dari istilah strafbaarheit itu, dimaksudkan untuk mengalihkan makna dari pengertiannya juga. Oleh karena sebagian besar ahli hukum di dalam karangannya belum dengan jelas dan terperinci menerangkan pengambilalihan pengertiannya istilah, di samping sekedar mengalihkan bahasanya, hal ini yang merupakan pokok pangkal perbedaan pandangan. Dipandang dari sudut pengalihan pengertian inilah yang banyak menimbulkan persoalan, dimana masing-masing pihak seolah-olah mempunyai perbedaan jauh seperti antara bumi dan langit. Apakah terjadinya perbedaan istilah itu membawa kibat pula berbedanya pengertian hukum yang terkandung di dalamnya. Memang demikianlah pada umumnya, namun tidak mutlak bahwa adanya istilah yang berbeda selamanya mesti pengertiannya berbeda, seperti misalnya antara straf dan maatregel, adalah berbeda, sedangkan antara beveiligingsmaatregel dan maatregel adalah sama, mekipun kesemuanya itu menyangkut sanksi hukum pidana. 8 Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hal. 114.-115. 9 EY. Kanter dan SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, 2002, hal. 206-208 Universitas Sumatera Utara Roeslan Saleh menjelaskan “oleh karena untuk perbuatan pidana ini sehari-hari juga disebut dengan kejahatan, sedangkan perbuatan-perbuatan jelek lainnya yang tidak ditentukan oleh peraturan undang-undang sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana juga disebut orang kejahatan, maka istilah kejahatan lalu tidak dapat digunakan begitu saja dalam hukum pidana”. 10 Apakah isi pengertian dari tindak pidana itu sama dengan strafbaar feit ? Hal ini disebabkan kesulitan menterjemahkan istilah strafbaarheit dengan tindak pidana dalam Bahasa Indonesia. Perundang-undangan Indonesia telah menggunakan strafbaar feit dengan istilah perbuatan yang dapatboleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana dalam berbagai undang-undang. 11 Moeljatno sebagaimana dikutip oleh E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi: Moeljatno setelah memilih perbuatan pidana sebagai terjemahan dari strafbaar feit, beliau memberi perumusan pembatasan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau menghambat akan tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Makna perbuatan pidana, secara mutlak harus termaktub unsur formil, yaitu 10 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hal. 16-17. 11 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., hal. 208. Universitas Sumatera Utara mencocoki rumusan undang-undang tatbestandmaszigkeit dan unsur materil, yaitu sifat bertentangannya, dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan pendek, sifat melawan hukum rechtswirdigkeit. 12 Kiranya dengan jelas dapat dicari arah pandangan Moeljatno itu, tidak lain adalah memberikan pengertian tindak pidana sesuai dengan arti strafbaar feit dalam definisi menurut hukum positif atau definisi pendek. Menurut Tresna sebagaimana dikutip oleh sebagaimana dikutip oleh E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi: Bahwa sungguh tidak mudah memberikan suatu ketentuan atau definisi yang tepat, mengatakan bahwa peristiwa pidana itu ialah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Beliau menerangkan bahwa perumusan tersebut jauh daripada sempurna, karena dalam uraian beliau selanjutnya diutarakan bahwa sesuatu perbuatan itu baru dapat dipandang sebagai peristiwa pidana, apabila telah memenuhi segala syarat yang diperlukan. 13 Berdasarkan literatur hukum pidana sehubungan dengan tindak pidana banyak sekali ditemukan istilah-istilah yang memiliki makna yang sama dengan tindak pidana. Istilah-istilah lain dari tindak pidana tersebut adalah antara lain : 1. Perbuatan yang dapatboleh dihukum. 2. Peristiwa pidana 3. Perbuatan pidana dan. 12 Ibid., hal. 208. Universitas Sumatera Utara 4. Tindak pidana. 14 Menurut Romli Atmasasmita “tindak pidana tidak sama dengan perbu- atan pidana, jika dalam istilah tersebut termasuk unsur pertanggung jawaban pidana. Namun demikian, jika istilah tindak pidana terpisah dari unsur pertanggung jawaban pidana, maka istilah tindak pidana akan sama artinya dengan perbuatan pidana secara ilmiah”. 15 Wirjono Prodjodikoro sebagaimana dikutip oleh Pipin Syarifin menjelaskan bahwa tindakan pidana adalah”suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana”. 16 Unsur ‐Unsur Tindak Pidana Arca Unsur-unsur strafbaar feit adalah meliputi: Sikap tindak atau perilaku manusia. Termasuk ruang lingkup perumusan kaidah hukum pidana yang tertulis. Melanggar hukum kecuali ada dasar pembenaran menurut hukum Didasarkan pada kesalahan. 17 Jadi, secara mendasar perumusan delik hanya mempunyai dua elemen unsur dasar yaitu: 13 Ibid., hal. 208-209. 14 Ibid., hal. 204. 15 Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 26. 16 Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal. 51. Universitas Sumatera Utara Bagian yang objektif menunjuk delik dari perbuatankelakuan dan akibat, yang merupakan kejadian yang bertentangan dengan hukum positif sebagai anasir yang melawan hukum yang dapat diancam dengan pidana. Bagian yang subjektif yang merupakan anasir kesalahan dari delik. 18 Menurut EY Kanter dan SR Sianturi, unsur-unsur dari tindak pidana meliputi: 1. Subjek. 2. Kesalahan 3. Bersifat melawan hukum dari tindakan. 4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang- undangperundang-undangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana. 5. Waktu dan tempat dan keadaan unsur objektif lainnya. 19 Berdasarkan uraian di atas maka dapat diberikan kesimpulan bahwa tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang- undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. 20 Roeslan Saleh menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggung- jawabkan dan dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana. Tetapi 17 Ibid., hal. 55. 18 Ibid., hal. 55. 19 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., hal. 211. 20 Ibid., hal. 211. Universitas Sumatera Utara meskipun dia melakukan perbuatan pidana tidaklah selalu dia dapat dipidana . 21 Pertanggung jawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku tindak pidana, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur- unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang diharuskan, seseorang akan dipertanggung jawabkan atas tindakan tersebut apabila tindakan tersebut bersifat melawan hukum dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar untuk itu. 22 Dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggung jawabkan. Dikatakan seseorang mampu bertanggung jawab bilamana pada umumnya: a. Keadaan jiwanya: 1 Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara. 2 Tidak cacat dalam pertumbuhan gagu, idiot, dan sebagainya dan. 3 Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadarreflexe beweging, melindurslaapwandel, mengigau karena demamkoorts, ngidam dan lain sebagainya. Dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar. b. Kemampuan jiwanya: 1 Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya. 21 Roeslan Saleh, Op.Cit., hal. 77. 22 EY Kanter dan SR Sianturi, Op.Cit., hal. 249. Universitas Sumatera Utara 2 Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak dan, 3 Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut”. 23 Kemampuan bertanggung jawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa dan bukan kepada keadaan dan kemampuan berfikir dari seseorang. 24 Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencurian Arca Hal yang mendasar sebab terjadinya tindak pidana pencurian arca di museum adalah dari aspek ekonomi, baik itu pelaku pencurian maupun juga pihak-pihak yang dilibatkan dalam pencurian arca di museum. Adapun yang menjadi sebab terjadinya tindak pidana pencurian arca di museum adalah: Untuk Mencari Keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pelaku pencurian arca. Suatu hal yang dapat dipahami dari terjadinya pencurian arca di museum ini adalah ditujukan semata-mata bagi kegiatan ekonomi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pelaku. Sebuah arca adalah sebuah barang yang pada dasarnya memiliki sejarah atau nilai budaya yang sangat mahal harganya. Selain ini pengkoleksian sebuah arca juga memiliki nilai lebih bagi para pengoleksinya. Berdasarkan keadaan ini maka nilai jual sebuah arca memiliki dimensi ekonomi yang cukup besar, dan karena hal itu pulalah pelaku melakukan pencurian atas sebuah arca. Terbukanya kesempatan untuk melakukan pencurian arca oleh pengurus museum atau petugas penjaga arca. Kondisi pada point kedua ini memiliki kriteria tindakan yang berujung pada penjualan arca. Dimensi yang dipahami tetap berdasarkan nilai ekonomi atas sebuah arca ditambah adanya kesempatan yang sangat terbuka untuk 23 Ibid., hal. 249. 24 Ibid., hal. 250. Universitas Sumatera Utara melakukan pencurian karena tugasnya. Kurangnya tindakan pengawasan dari instansi terkait. Point ini menerangkan bahwa respon dan pengawasan dari instansi terkait seperti Departemen Pendidikan, Kebudayaan dan Pariwisata dan lain instansi kurang terhadap pengamanan benda cagar budaya termasuk arca, sehingga memungkinkan pelaku yang berniat mencari keuntungan secara melawan hukum dapat melakukan kegiatannya secara bebas. Rendahnya tingkat atau hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku yang melakukan pencurian arca. Selain keadaan-keadaan sebagaimana dijelaskan di atas maka sebab lainnya yang dapat dilihat sebagai penyebab timbulnya pencurian arca adalah tingkat hukuman yang diberikan. Hukuman yang diberikan kepada pelaku pencurian arca dinilai belum optimal. Akibatnya, para pelaku tidak pernah merasa jera padahal potensi kerugian dari pencurian arca ini cukup besar, khususnya terhadap kehidupan budaya masyarakat. Seyogianya pelaksanaan hukuman bagi pelaku pencurian arca di museum selama ini dilakukan belum maksimal sehingga tidak menimbulkan efek jera. 25 Berlangsungnya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri yang mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal, juga pertentangan-pertentangan sosial dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Perkembangan tindak pidana pencurian arca di museum merupakan produk dari pertumbuhan sosial, juga merupakan pembudayaan industri yang modern dan serba kompleks. Pada zaman modern sekarang ini banyak tingkah laku kriminal yang tidak lagi dianggap perbuatan anti sosial atau kriminal. Kita dapat melihat di sekeliling kita bahwa seseorang yang selama ini diketahui adalah pelaku kriminal hanya saja lebih kreatif dan lebih berpola seperti pelaku 25 Berita Sore Online, “Otak Pencurian Arca Radya Pustaka Dituntut Dua Tahun”, http:wwwgoogle.pencurianarca , Diakses tanggal 5 Mei 2009. Universitas Sumatera Utara pencurian arca di museum tidak lagi dianggap perlu ditakuti di tengah-tengah masyarakat bahkan ia dihormati karena keahliannya tersebut. “Sehingga apabila seseorang melakukan kejahatan dan akibat kejahatannya tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat secara langsung kerugiannya, maka masyarakat biasanya kurang memberikan kepeduliannya”. 26 Secara tersembunyi hal tersebutlah yang merupakan sebab utama semakin berkembangnya kejahatan di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Keadaan ini juga merambah dalam dunia museum. Keinginan pelaku dan juga merupakan kesempatan bagi pengurus museum untuk meningkatkan pendapatan dengan cara bertentangan dengan hukum sangat memberikan konstribusi terhadap terjadinya pencurian arca di museum. Pencurian arca di museum dan benda cagar budaya terus terjadi, terutama di situs-situs cagar budaya terbuka seperti di kawasan candi. Terdapat ratusan arca benda cagar budaya yang telah dicuri. Lebih mengenaskan lagi, hanya segelintir dari kasus itu yang terungkap atau pelakunya diadili. Terakhir, pada akhir 2004, kembali dilaporkan terjadi pencurian arca Bhairawa di situs Candi Jago, Malang. 27 Hilangnya kasus benda cagar budaya tersebut setidaknya tergambar dari data di enam Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, yakni di Batu Sangkar, Jambi, Trowulan, DI Yogyakarta, Prambanan, dan Makassar. Data itu 26 Mulyana W. Kusumah, Kejahatan dan Penyimpangan, Yayasan lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 32. 27 Kompas, Op.Cit. hal. 21. Universitas Sumatera Utara dikumpulkan oleh Kantor Asisten Deputi Kepurbakalaan dan Permuseuman, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 28 Rentang waktu 12 tahun, 1990-2002, setidaknya terjadi 130 kasus pencurian benda cagar budaya. Akibatnya, sekitar 370 benda cagar budaya dilaporkan hilang. Dari keseluruhan kasus tersebut, yang terungkap hanya sekitar 20 kasus. Padahal, di tahun 2003 kembali dilaporkan terjadi tujuh kasus pencurian benda-benda cagar budaya. Pencurian terutama marak terjadi tahun 1999 ketika krisis dan tekanan ekonomi sedemikian hebatnya. Kondisi keamanan situs memang memprihatinkan karena tidak semua situs dipagari atau mendapatkan pengamanan ketat. 29 Kasus yang memprihatinkan selain daripada pencurian ialah perusakan benda cagar budaya seperti yang terjadi di Borobudur. Dalam kurun 1990-2002 saja, Balai Studi dan Konservasi Borobudur mencatat terjadi 72 kasus perusakan cagar budaya, yang umumnya berupa aksi mencoret-coret. Belum lagi aksi penggalian liar dan perombakan bangunan cagar budaya. Kasus-kasus tersebut setidaknya menggambarkan rendahnya perlindungan terhadap aset bangsa benda-benda yang harus dilindungi oleh negara tersebut. Padahal di salah satu sisi arca maupun benda cagar budaya adalah suatu barang yang sangat bernilai harganya khususnya dalam mempelajari ragam dan budaya bangsa Indonesia. 28 Ibid. 29 Berita Sore Online, Op.Cit. hal. 27. Universitas Sumatera Utara Menghindari terjadinya pencurian arca di museum ini instansi terkait telah melakukan tindakan preventif dan represif. Untuk tindakan preventif, instansi terkait telah menyusun mekanisme dan prosedur penetapan petugas pada museum. Sedangkan tindakan represif dilakukan oleh organ terkait seperti kepolisian dengan cara melakukan penyidikan dan penindakan terhadap pihak- pihak yang terlibat dalam pencurian arca. Suatu hal yang dipahami dalam penanggulangan dan pencegahan kejahatan termasuk dalam hal pencurian arca tidak cukup hanya dengan pendekatan secara integral, tetapi pendekatan sarana penal melalui hukum dan non penal di luar hukum tersebut harus didukung juga dengan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. Hal lainnya yang juga merupakan dimensi dalam hubungannya dengan angka kriminalitas pencurian arca di museum. Namun harus diingat bahwa statistik kriminal pencurian arca tersebut memiliki kelemahan seperti adanya dark number angka gelap yang bisa memungkinkan bahwa data tersebut belum menunjukkan data yang sebenamya terjadi di masyarakat, karena tidak semua angka kejahatan pencurian arca dimuseum yang terjadi di masyarakat masuk kedalam statistik kriminal. Mungkin saja ada kejahatan atau pelanggaran yang tidak dilaporkan, telah diselesaikan secara kekeluargaan dan masih ada penyebab-penyebab lain yang menimbulkan dark number tersebut. Di samping itu meskipun telah masuk laporan kepolisian belum tentu semuanya akan dilimpahkan ke kejaksaan dan kemudian diputuskan di Pengadilan. Universitas Sumatera Utara Meskipun statistik kriminal memiliki kelemahan, namun data tersebut tetap dapat menjadi acuan utama bagi kepolisian untuk menyusun strategi dan program kerja dalam upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan pencurian arca di museum. Kebijakan kriminal criminal policy, upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan pencurian arca dimuseum perlu digunakan pendekatan integral, yaitu perpaduan antara sarana penal dan non penal. Sarana penal adalah hukum pidana melalui kebijakan hukum pidana. Sementara non penal adalah sarana non hukum pidana, yang dapat berupa kebijakan ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, teknologi, dan lain-lain. 30 Upaya penanggulangan dan pence-gahan kejahatan ini memerlukan pendekatan integral dikarenakan hukum pidana tidak akan mampu menjadi satu-satunya sarana dalam upaya penanggulangan kejahatan pencurian arca di museum yang begitu komplek yang terjadi dimasyarakat. Adanya sanksi pidana hanyalah berusaha mengatasi gejala atau akibat dari penyakit dan bukan sebagai obat remidium untuk mengatasi sebab-sebab terjadinya penyakit. Hukum pidana memiliki kemampuan yang terbatas dalam upaya penanggulangan kejahatan yang begitu beragam dan kompleks. Berkaitan dengan kelemahan penggunaan hukum pidana. Upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan pencurian arca di museum tidak cukup hanya dengan pendekatan secara integral, tetapi 30 Dwi Haryadi, “Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan”, http:www.mail- archive.comwanita-muslimahyahoogroups.commsg41848,html , Diakses tanggal 6 Mei 2009. Universitas Sumatera Utara pendekatan sarana penal dan non penal tersebut harus didukung juga dengan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum. Dikatakan sebagai salah satu bagian, karena selama ini ada persepsi bahwa budaya hukum hanya meliputi kesadaran hukum masyarakat saja. Padahal budaya hukum juga mencakup kesadaran hukum dari pihak pelaku usaha, parlemen, pemerintah, dan aparat penegak hukum. Hal ini perlu ditegaskan karena pihak yang dianggap paling tabu hukum dan wajib menegakkannya, justru oknumnyalah yang melanggar hukum. Hal ini menunjukkan kesadaran hukum yang masih rendah dari pihak yang seharusnya menjadi tauladan bagi masyarakat dalam mematuhi dan menegakkan hukum. Kejahatan merupakan produk dari masyarakat, sehingga apabila kesadaran hukum telah tumbuh dimasyarakat, kemudian ditambah dengan adanya upaya strategis melalui kolaborasi gabungan antara sarana penal dan non penal, maka dengan sendiri tingkat kriminalitas akan turun, sehingga tujuan akhir politik kriminal, yaitu upaya perlindungan masyarakat social defence dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat social welfare akan terwujud. Pencurian arca yang terjadi di beberapa kota dan museum di Indonesia termasuk di Kota Solo juga memberikan suatu kondisi kurangnya peran pemerintah khususnya Departemen Budaya dan Pariwisata Depbudpar dalam pemeliharaan budaya dan sejarah. Universitas Sumatera Utara Suatu hal yang dipahami adalah kalau ada penemuan arca atau barang- barang bersejarah lain, itu semua punya negara dan negara akan membeli dari penemu itu, tetapi dalam kenyataannya yang terjadi di Indonesia pemerintah kurang memberikan respon atas temuan benda bersejarah tersebut sehingga dijual kepada bangsa asing. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala BP3 Jawa Tengah memastikan pencurian koleksi Museum Radya Pustaka Solo sudah berlangsung bertahun-tahun. BP3 mendapatkan hasil mencengangkan dari pendataan ulang koleksi museum tersebut, terutama untuk jenis arca perunggu. 31 Menurut Ketua Pendataan Ulang Museum Radya Pustaka, Zaimul Azzah, dari 85 arca perunggu di museum tersebut, separuh lebih sudah diganti dengan arca tiruan. Beberapa arca perunggu yang kini berganti tiruan, di antaranya Arca Dhyani Budha, Dhyani Bodhisatwa, dan Awalokiteswara. Selain itu juga ada Arca Cunddha atau arca Budha bertangan delapan yang kabarnya koleksi satu-satunya di Indonesia. 32 Koleksi tiruan diketahui dari identifikasi arca-arca tersebut berdasarkan data BP3 saat melakukan inventarisasi tahun 2001. Memang sangat mence- ngangkan, terutama koleksi arca dari perunggu. Selain arca dari perunggu, BP3 juga menemukan satu lagi arca batu berganti dengan tiruan. Arca tersebut bernama Nandisa Wahana Murti, sebuah arca berbentuk dewa duduk di atas 31 Tempo Interaktif, Op.Cit. hal. 31. 32 Ibid. Universitas Sumatera Utara lembu. 33 Data hasil inventarisasi BP3 tahun 2001 menyebutkan ada 123 arca batu, namun dari pendataan ulang, terdapat satu arca yang keberadaannya tidak jelas. Museum Radya Pustaka yang didirikan oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV, patih masa pemerintah Paku Buwana X disebut-sebut sebagai museum tertua di Indonesia yang memiliki koleksi arca paling lengkap. 34 Suatu hal lagi yang menjadi kendala dalam hal mencari faktor-faktor penyebab terjadinya pencurian arca adalah sistem operasional museum itu sendiri yang kebanyakannya dikelola oleh sebuah yayasan yang mendapat bantuan pemerintah. Berdasarkan hal di atas maka peningkatan kesejahteraan pegawai museum tersebut amat sangat berhubungan dengan terjadinya pencurian arca di museum. Dengan demikian selain faktor yang diuraikan terdahulu ada faktor- faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya pencurian dan pemalsuan benda cagar budaya. Diantaranya kurang kuatnya sistem pengamanan arca di museum, sumber daya manusia yang sangat terbatas dalam mengelola arca di museum serta sistem manajemen yang kurang kuat dalam pengelolaan museum. Terkadang juga museum memang kekurangan personil untuk operasional. Hal ini tidak berlebih sebab dengan personil yang terbatas, mereka menangani seluruh tempat di Museum. Dengan sistem pengaman yang kurang 33 Kompas, Op.Cit. hal. 67. 34 Tempo Interaktif, Op.Cit. hal. 51. Universitas Sumatera Utara menyebabkan museum mudah kehilangan arca, apalagi ketika sudah menyangkut uang. Banyak kolektor benda cagar budaya yang mau membeli dengan harga sangat tinggi. Bahkan pemburu benda cagar budaya ini diduga sudah ada semacam jaringannya. Dengan adanya pengalaman pencurian arca selama ini menjadi pelajaran bagi semua, entah itu masyarakat dan pemerintah untuk benar-benar memperhatikan benda cagar budaya sebagai aset budaya. Manajemen Museum diperbaharui dari berbagai sistem sehingga mempunyai aturan yang jelas. Dari segi pemeliharaan, banyak naskah kuno yang rusak, hal ini disebabkan pengunjung dengan bebas memegang membaca naskah kuno koleksi museum yang umurnya sudah tua. Dari segi manajemen karyawan, status karyawan Museum yang kurang jelas hendaknya juga menjadi perhatian pemerintah. Termasuk masalah pembayaran gaji yang tidak rutin tiap bulan serta waktu libur. Ini menjadi fakor yang mempengaruhi etos kerja karyawan, termasuk menghindari tindakan penyelewengan terhadap benda-benda arca budaya. Universitas Sumatera Utara

BAB III SANKSI HUKUM TINDAK PENCURIAN ARCA DI MUSEUM