pekerja yang merokok dapat mengurangi konsumsi rokok dan meninggalkan kebiasaan merokok serta pengelola bengkel las menerapkan larangan merokok
ketika bekerja. WHO dalam Aditama 1997 pernah mengeluarkan petunjuk yang
dapat digunakan untuk mengurangi bahaya merokok namun tidak menghilangkan bahaya merokok, yaitu dengan cara:
a. Mengurangi jumlah isapan pada setiap batang rokok. Makin jarang rokok diisap maka akan semakin baik.
b. Mengurangi dalamnya dan lamanya isapan. Semakin dangkal isapan dan makin singkat waktu lamanya mengisap maka makin sedikit bahan
berbahaya yang masuk ke dalam paru-paru. c. Matikan dan buang puntung rokok setelah diisap setengah atau paling
banyak dua per tiganya. Karena kadar bahan berbahaya akan semakin tinggi jika puntung rokok lebih pendek.
d. Jangan letakkan rokok dimulut atau bibir diantara dua isapan. Artinya, jika sedang tidak diisap maka rokok itu sebaiknya dipegang di tangan
saja. Aditama 1997 pun memberikan saran praktis untuk membantu
seseorang berhenti merokok. Saran tersebut adalah a. Buang semua bungkus rokok, korek api dan sembunyikan asbak agar
tidak mengganggu konsentrasi sewaktu berhenti merokok.
b. Buat daftar mengenai kerugian akibat merokok yang telah dialami serta catat berbagai keuntungan yang didapat setelah berhenti merokok
seperti hilangnya bau di rambut, hilangnya warna kecoklatan pada jari, gigi yang lebih bersih, dan lainnya.
c. Berkumpul bersama teman-teman yang tidak merokok atau yang ingin berhenti merokok atau dapat membentuk “kelompok mantan perokok”
sehingga para anggotanya dapat bertukar pikiran tentang masalah- masalah yang dihadapi dalam upaya berhenti merokok. Kalau
diperlukan dapat mengundang tenaga ahli tertentu guna mendapat masukan.
6.8. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Kapasitas Vital Paru
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Berolahraga merupakan cara yang sangat baik untuk meningkatkan vitalitas fungsi baru. Olahraga merangsang pernapasan yang dalam dan
menyebabkan paru berkembang, oksigen banyak masuk dan disalurkan ke dalam darah, karbondioksida lebih banyak dikeluarkan. Seorang sehat berusia
50-an yang berolahraga teratur mempunyai volume oksigen 20-30 lebih besar dari orang muda yang tidak berolahraga Stull, 1980.
Menurut Yunus 1997, Berolahraga secara rutin dapat meningkatkan aliran darah melalui paru yang akan menyebabkan kapiler paru mendapatkan
perfusi maksimum, sehingga O
2
dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan
volume lebih besar atau maksimum. Olahraga sebaiknya dilakukan minimal seminggu tiga kali.
Hasil dari analisis bivariat dalam penelitian ini nilai Pvalue sebesar 0,130 yang artinya tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan
kapasitas vital paru. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Khumaidah 2009 dimana ada hubungan antara olahraga dengan fungsi paru yang diukur
dengan nilai kapasitas vital paru dengan Pvalue sebesar 0,045.
Menurut Talini 1998, pekerja yang tidak melakukan olahraga mempunyai risiko terjadinya gangguan fungsi paru sebesar 0,188 kali dari pekerja
yang melakukan olahraga, dan olahraga dapat meningkatkan kemampuan dan kapasitas paru-paru. Dengan demikian walaupun kebiasaan olahraga dalam
penelitian ini tidak memiliki hubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014, diharapkan pekerja rutin
melakukan olahraga terutama jenis olahraga aerobik seperti berlari, bersepeda dan lainnya untuk meningkatkan kapasitas vital paru bagi yang mengalami penurunan
kapasitas vital paru dan pencegahan bagi yang belum mengalami penurunan kapasitas vital paru yang minimal dilakukan 3 kali seminggu dengan durasi selama
30 menit AHM OSHC, 2002. Olahraga aerobik merupakan olahraga yang melibatkan banyak otot dan
sendi sehingga banyak membutuhkan oksigen dibandingkan dengan olahraga anaerobik. Pada penderita gangguan paru seperti mengalami penyakit bronkitis,
asma, TBC dan lainnya, paru-paru mengalami penurunan fungsi pertukaran udara Sjarifuddin, 1985.
Penderita gangguan paru dianjurkan melakukan olahraga aerobik karena olahraga ini merangsang kerja jantung, pembuluh darah dan paru. Jantung akan
menjadi lebih kuat memompa darah dan lebih banyak dengan denyut yang makin berkurang. Akibatnya, persediaan darah yang disalurkan ke seluruh jaringan tubuh
bertambah dan volume darah secara keseluruhan meningkat. Pada saat yang sama, paru akan memproses udara lebih banyak dengan usaha yang lebih kecil sehingga
volume paru-paru akan meningkat Karim, 2002.
6.9. Hubungan antara Status Gizi IMT dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Menurut Sridhar dalam Budiono 2007, peran penting gizi terhadap fungsi paru, terutama yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi yang
merupakan sumber antioksidan. Peran penting antioksidan sebagai pencegah radikal bebas yang banyak terdapat pada debu dan polusi, hasil penelitian
menunjukkan bahwa gizi kurang ternyata berhubungan dengan penyakit paru. Sridhar juga menyatkan kapasitas vital paru menurun rata-rata 390ml pada
keadaan kelaparan, namun akan kembali normal dalam 12 minggu setelah kembali pada keadaan diet normal.
Berdasarkan hasil analisis univariat, diketahui gambaran status gizi IMT pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu yaitu lebih banyak yang
status gizi IMT tidak berisiko sebesar 85,7. Kemudian hasil analisis bivariat dalam penelitian ini nilai Pvalue sebesar 0,456 yang artinya tidak ada
hubungan antara status gizi IMT dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian Budiono 2007 dimana ada hubungan antara status gizi dengan gangguan fungsi paru yang diukur dengan nilai kapasitas vital paru dengan
Pvalue sebesar 0,0001. Hal ini diperkirakan karena distribusi status gizi di bengkel las cukup
baik di mana prevalensi yang tidak berisiko lebih besar dibandingkan dengan yang berisiko dengan besar 85,7. Jika dilihat dari hasil analisis bivariat pada
semua variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru pekerja bengkel las, hasil yang memiliki tingkat signifikansi tertinggi yaitu faktor umur
Pvalue = 0,000 dan faktor kebiasaan merokok Pvalue = 0,000.
6.10. Hubungan antara Riwayat Penyakit dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Menurut Price dalam Budiono 2007, Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga
alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar oksigen dalam darah. Banyak ahli berkeyakinan bahwa
emfisema kronik, pneumonia, asma bronkiale, tuberculosis dan sianosis akan memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh