Hubungan Antara Status Gizi IMT dengan Kapasitas Vital Hubungan Antara Riwayat Penyakit dengan Kapasitas Vital

pernapasan. BOC 2006 menyebutkan bahwa efek kesehatan jika menghirup uap logam tersebut dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernapasan bagian atas, sesak di dada, mengi, demam uap logam, kerusakan paru-paru, bronkitis, dan pneumonia atau emfisema. Suma’mur 1996 juga menjelaskan gejala-gejala yang terjadi jika menghirup uap logam adalah sakit kepala dan demam. Gejala-gejala tersebut terjadi secara mendadak, terasa demam, menggigil, enek, muntah, sakit pada otot-otot dan merasa lemah. Efek jangka panjang dapat menyebabkan penurunan kapasitas vital paru. Hasil penelitian mengenai gambaran kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014 menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami kapasitas vital paru tidak normal lebih banyak daripada yang berkapasitas vital paru normal, dengan persentase 61,9. Hasil rata-rata kapasitas vital paru pekerja sebesar 74 dengan standar deviasi 10,66. Hasil pengukuran tersebut tidak dapat mendiagnosis apakah pekerja mengalami penyakit paru atau tidak. Tetapi dengan hasil tersebut maka dapat menganjurkan pekerja yang mengalami ketidaknormalan pada kapasitas vital paru segera diberikan penanganan atau pengobatan oleh dokter. Kemudian pekerja yang tidak mengalami gangguan kapasitas vital paru dapat mempertahankan kapasitas vital parunya dengan mengurangi atau mencegah faktor-faktor yang dapat menganggu kapasitas vital paru. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Deviandhoko 2012 di Kota Pontianak yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan kapasitas vital paru pada pekerja las sebanyak 24,4. Hal ini dapat ditarik kesimpulan asap debu yang mengandung logam akan menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan dapat mengakibatkan obstruksi dan fibrosis pada paru. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo 2011 yaitu kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Pisangan, didapatkan pekerja yang mengalami penurunan kapasitas vital paru sebanyak 37,8 dari 37 pekerja. Karakteristik pekerja bengkel las tersebut diantaranya adalah rata-rata berumur 30 tahun, rata-rata masa kerja 6 tahun, perokok ringan sebanyak 48,6, perokok sedang 21,6, tidak merokok 29,7 serta tidak ada yang perokok berat, dan kebiasaan olahraganya tidak rutin 86,5. Perbedaan proporsi pekerja yang mengalami penurunan kapasitas vital paru pada penelitian Prasetyo 2011 dengan penelitian yang peneliti lakukan tidak jauh berbeda, terlihat jumlah pekerja yang tidak mengalami penurunan kapasitas vital paru normal lebih banyak dibandingan dengan pekerja yang mengalami penurunan kapasitas vital paru. Perbedaan karakteristik pekerja pada penelitian Prasetyo 2011 dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu pemakaian APD masker, riwayat penyakit, dan kebiasaan merokok. Variabel yang sangat berpengaruh pada penurunan kapasitas vital paru pada penelitian Prasetyo 2011 adalah variabel kebiasaan merokok Pvalue 0,001 namun tidak ada pekerja yang perokok berat, berbeda pada penelitian yang peneliti lakukan di mana terdapat pekerja yang perokok berat sebanyak 31 dari 42 pekerja. Untuk pekerja yang merokok, diharapkan dapat mengurangi dan menghentikan kebiasaan merokok karena menurut Mawi 2005 dapat menyebabkan menurunnya fungsi paru karena terjadinya obstruksi paru. Kemudian meningkatkan kebiasaan olahraga, karena menurut Talini 1998 kebiasaan olahraga dapat meningkatkan kapasitas vital paru sebesar 30 hingga 40, dengan demikian diharapkan dapat menaikkan kapasitas vital paru pada pekerja yang mengalami penurunan kapasitas vital paru dan pada pekerja yang kapasitas vital paru normal dapat menjaga fungsi parunya tersebut. Dalam penelitian ini, kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya adalah kadar debu total, umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan, masa kerja, dan jumlah jam kerja per minggu.