PERBANDINGAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAVI DAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAVI DAN MODEL PEMBELAJARAN

LEARNING CYCLE 5EDENGAN MEMPERHATIKAN

KECERDASAN ADVERSITAS

( Pada Siswa Kelas XI di SMA Negeri 1 Kotagajah Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

FITRI RATNA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAVI DAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING

CYCLE5E DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN

ADVERSITAS SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh Fitri Ratna Sari

Pembelajaran erat kaitannya dengan model pembelajaran. Ketepatan penggunaan model pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Setiap siswa

memiliki tingkat kecerdasan adversitas (Adversity Quotient atau AQ) yang berbeda-beda. Kecerdasan adversitas merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah hambatan menjadi peluang, khususnya hambatan belajar yang sering dihadapi siswa. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan keefektivitasan antara model pmbelajaran SAVI dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E, serta untuk mengetahui peran kecerdasan adversitas yang dimiliki siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Kotagajah dalam menentukan hasil belajarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Perbedaan hasil belajar akuntansi antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E. 2) Keefektifan model pembelajaran SAVI dibandingkan model

pembelajaran Learning Cycle 5E dalam pencapaian hasil belajar akuntansi pada siswa yang tergolong pada taraf quitter. 3) Keefektifan model pembelajaran SAVI dibandingkan model pembelajaran Learning Cycle 5E dalam pencapaian hasil belajar akuntansi pada siswa yang tergolong pada taraf climber. 4) Interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas siswa terhadap mata pelajaran akuntansi.

Metode penelitian yang digunakan metode eksperimen dengan pendekatan komparataif. Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah


(3)

Hasil penelitian menunjukan: 1) Ada perbedaan hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarnnya menggunakan model pembelajaran SAVI dengan siswa yang pembelajarnnya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E. Hal ini ditunjukkan dari perhitungan yang diperoleh Fhitung 5,685>Ftabel 4,17 atau signifikansi sebesar 0.024<0.05. 2) Hasil belajar akuntansi yang pembelajarnnya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih rendah dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E bagi siswa yang tergolong dalam kelas quitter. Hal ini ditunjukkan dari perhitungan yang diperoleh thitung 1,499< ttabel 2,14 dan Sig sebesar 0.156>0,05 yang artinya tidak signifikan. .3) Hasil belajar akuntansi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih tinggi dibandingkan dengan yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E bagi siswa yang tergolong dalam kelas climber. Hal ini ditunjukkan dari perhitungan yang diperoleh thitung 2,664> ttabel 2,16 dan Sig sebesar 0.019<0,05.. 4) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas yang dimiliki siswa pada mata pelajaran akuntansi. Hal ini ditunjukkan dari perhitungan yang diperoleh Fhitung 0,328<ttabel 4,17 dan Sig sebesar 0.571>0,05 yang artinya tidak signifikan.

Kata kunci: Hasil belajar, Kecerdasan Adversitas, Learning Cycle 5E, Model Pembelajaran, dan SAVI


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Penelitian ... 13

G. Ruang Lingkup Penelitian... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Pembelajaran ... 15

2. Teori Belajar ... 16

3. Hasil Belajar ... 20

4. Model Pembelajaran ... 23

5. Model Pembelajaran SAVI ... 25

6. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E ... 29

7. Kecerdasan Adversitas ... 33

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 41

C. Kerangka Pikir ... 44

D. Anggapan Dasar Hipotesis ... 50

E. Hipotesis ... 51

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 52

1. Desain Penelitian ... 53


(8)

1. Definisi Konseptual ... 60

2. Definisi Operasional ... 62

E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 63

1. Jenis Data ... 63

2. Teknik Pengumpulan Data ... 63

F. Uji Persyaratan Instrumen... 65

1. Uji Validitas Instrumen ... 65

2. Uji Realibilitas Instrumen ... 66

3. Taraf Kesukaran ... 68

4. Daya Beda ... 69

G. Uji Persyaratan Analisis Data ... 70

1. Uji Normalitas ... 70

2. Uji Homogenitas ... 70

3. Uji N-Gain ... 71

H. Teknik Analisis Data... 71

1. T-test Dua Sampel Independen ... 71

2. Analisis Varians Dua Jalan ... 73

3. Pengujian Hipotesis ... 75

IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 77

1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 1 Kotagajah ... 77

2. Visi dan Misi SMA Negeri 1 Kotagajah ... 80

3. Situasi Pengelolaan Kelas dan Keadaan Siswa ... 82

B. Deskripsi Data ... 82

1. Data Angket Adversitas Quotient ... 83

2. Data Angket Adversitas Quotient pada Kelas Eksperimen ... 86

3. Data Angket Adversitas Quotient pada Kelas Kontrol ... 88

4. Data Hasil Belajar ... 90

5. Data Hasil Belajar Siswa dengan Adversitas Quotient Tinggi ... 93

6. Data Hasil Belajar Siswa dengan Adversitas Quotieant Rendah 96 C. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 99

1. Uji Normalitas ... 99

2. Uji Homogenitas ... 100

D. Hasil Belajar Akuntansi di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 100

E. Uji N-Gain Antara kwlas Eksperiman dan Kelas Kontrol ... 102


(9)

dengansiswa yang pembelajarnnya menggunakan model

pembelajaran learning cycle 5E ... 106 2. Rata-rata hasil belajar akuntansi yang pembelajarnnya

menggunakanmodel pembelajaran SAVI lebih tinggi

dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang

tergolong dalam kelas quitter ... 110 3. Rata-rata hasil belajar akuntansi yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran SAVI lebih tinggi dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang

tergolong dalam kelas climber ... 112 4. Ada interaksi antara model pembelajaran dengan

kecerdasan adversitas yang dimiliki siswa pada mata

pelajaran akuntans ... 114 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 116 B. Saran ... 117


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh individu, sehingga dengan proses pendidikan diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi intelektual, emosional, maupun spiritual. Pendidikan merupakan suatu jembatan untuk menuju perubahan yang lebih baik bagi berbagai aspek kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan masyarakat dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, melalui pendidikan akan terlahir individu yang profesional dan memiliki keahlian.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa :

“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana aktif belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang


(11)

Pendidikan merupakan suatu proses yang ditempuh oleh individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan yang didukung oleh metode dan teknik pembelajaran tertentu baik dalam suatu lembaga formal maupun informal. Lembaga pendidikan baik formal maupun informal diharapkan mampu menghasilkan output yang berkualitas dengan memiliki ilmu

pengetahuan, keterampilan, dan keahlian. Dengan demikian individu-individu tersebut mampu bersaing demi meningkatkan derajat hidupnya.

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan individu yang berkualitas. Sekolah merupakan tempat, dimana individu dapat belajar, memperoleh ilmu pengetahuan, serta mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan didukung dengan tenaga pendidik yang profesional, model pembelajaran yang sesuai, serta kurikulum yang dirancang sesuai dengan kebutuhan setiap jenjang pendidikan.

Proses belajar mengajar merupakan peristiwa penting dalam sebuah pendidikan. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan terutama dari segi kualitas, karena kualitas proses pembelajaran akan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Sudah saatnya pembelajaran diarahkan pada kegiatan yang mampu membentuk individu yang mandiri, cerdas, kreatif, dan dapat mengahadapi segala permasalahan hidupnya. Pembelajaran harus ditekankan pada aktivitas siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir dengan cara mencari, menemukan, dan memecahkan masalah belajar sehingga siswa lebih dominan dalam pembelajaran dan peran guru bergeser pada merancang dan mendesain


(12)

pembelajaran. Guru tidak lagi menjadi tokoh utama dalam pembelajaran, tetapi cenderung berperan sebagai pengontrol proses belajar mengajar.

Guru merupakan tenaga edukatif dalam pendidikan yang memiliki peran yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Guru memiliki peran sebagai fasilitator, dalam hal ini guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam pembelajaran, yaitu dengan menciptakan suasana pembelajaran yang sedemikian rupa, menetapkan materi apa yang akan dipelajari oleh siswa, bagaimana cara menyampaikannya, apa hasil yang ingin dicapai, strategi apa yang akan digunakan untuk memeriksa kemajuan siswa dan selanjutnya membantu mengarahkan siswa untuk melakukan sendiri aktifitas

pembelajaran itu. Selain itu, guru juga sebagai motivator yang memberikan inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap, tingkah laku dan nilai-nilai, serta orang yang menguasai bahan yang diajarkan (Sadirman, 2007: 143-146).

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat diukur dengan hasil belajar. Hasil belajar dapat diartikan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Hasil belajar juga dapat menggambarkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa serta dapat menunjukkan perubahan prilaku seorang siswa setelah mengikuti pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan hasil belajar ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal (faktor yang muncul dari dalam diri siswa) maupun faktor eksternal (faktor yang muncul dari luar diri siswa).


(13)

Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi. Evaluasi dalam pendidikan memiliki peran yang sangat penting dan dapat menggambarkan bagaimana keadaan pendidikan pada umumnya dan keadaan pembelajaran khususnya. Menurut Ngalim Purwanto (1984: 3), evaluasi pendidikan adalah penafsiran atau penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Guru menggunakan model pembelajaran agar proses belajar mengajar di kelas dapat berjalan secara sistematis. Pemilihan dan penerapan suatu model pembelajaran oleh seorang guru memiliki peran dalam penentuan hasil belajar siswa. Model pembelajaran menggambarkan kegiatan belajar mengajar dari awal sampai akhir yang dilakukan secara khas oleh guru dan siswa.

Penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan serta disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran yang mampu mendorong siswa terlibat aktif baik secara intelektual maupun emosional dalam suatu proses belajar, sehingga siswa mampu memahami, menyerap dan menganalisis materi yang disajikan. Model pembelajaran yang diterapkan diharapkan bersifat student centered, sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dan kreatif dalam mencari informasi dan ilmu pengetahuan mengenai mata pelajaran yang dipelajarinya.

Salah satu disiplin ilmu yang perlu dikembangkan dalam pendidikan adalah akuntansi. Akuntansi merupakan ilmu yang mempelajari tentang proses pemikiran yang menghasilkan kerangka konseptual yang berisi tentang prinsip, standar, asumsi, dan teknik, serta prosedur yang dijadikan landasan


(14)

dalam pelaporan keuangan yang berguna dalam membantu pengambilan keputusan bagi pemakainya. Fungsi mata pelajaran akuntansi di SMA adalah mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap rasional, teliti, jujur, dan rasa tanggung jawab siswa melalui prosedur pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran transaksi keuangan, penyusunan laporan keuangan dan penafsiran keadaan perusahaan berdasarkan standar akuntansi keuangan.

SMA Negeri 1 Kotagajah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang ada di Lampung Tengah. Peneliti tertarik melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Kotagajah, khususnya pada kelas XI IPS, karena peneliti ingin mengetahui proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah tersebut, khususnya pada kelas XI IPS dan dampak pembelajaran terhadap hasil belajar akuntansi siswa di sekolah tersebut. Selain itu, peneliti ingin melakukan eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran yang bersifat student centered dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS pada mata pelajaran akuntansi.

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah, pembelajaran yang diterapkan pada mata pelajaran akuntansi masih sering menggunakan model pembelajaran

konvensional dengan metode ceramah bervariasi. Model pembelajaran SAVI dan model pembelajaran learning cycle 5E masih jarang digunakan dalam mata pelajaran akuntansi. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru mata pelajaran akuntansi dan sejumlah siswa ternyata sebagian siswa masih sering merasa jenuh mengikuti pelajaran dan


(15)

merasa putus asa jika menemui materi yang sulit. Rasa jenuh dan putus asa dalam pembelajaran tentu akan berdampak negatif terhadap hasil belajar.

Berikut ini hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Kotagajah pada mata pelajaran akuntansi.

Tabel 1. Hasil Uji Blok Mata Pelajaran Akuntansi Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kotagajah Tahun Pelajaran 2012/2013

No Kalas Interval Nilai Jumlah Siswa

<75 ≥75

1 XI IPS 1 13 11 24

2 XI IPS 2 14 10 24

3 XI IPS 3 15 9 24

Jumlah Siswa 33 72

Presentase 58,33% 41,67% 100%

Sumber: Guru mata pelajaran akuntansi SMA Negeri 1 Kotagajah

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa hasil belajar akuntansi siswa masih tergolong rendah yaitu siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang berlaku di SMA Negeri 1 Kotagajah sebesar 41,67% dan siswa yang belum mencapai KKM sebesar 58,33%.

Menurut Djamarah dan Zain (2006: 121) tingkat keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Istimewa/ maksimal

Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

2. Baik sekali/ optimal

Apabila sebagian besar (76% s.d 99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

3. Baik/ minimal

Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d 75% saja yang dapat dikuasai oleh siswa.

4. Kurang

Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.


(16)

Sedangkan, menurut Djamarah dan Zain (2006: 128), apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai siswa maka prestasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah.

Hasil belajar akuntansi yang rendah menunjukkan bahwa pembelajaran pada kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Kotagajah kurang efektif. Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar tersebut, diduga karena kurang tepatnya guru memilih dan menerapkan model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada dasarnya setiap metode mengajar yang digunakan guru tetap mempunyai tujuan meningkatkan hasil belajar siswanya. Bahkan, guru selalu mengharapkan agar siswanya mampu menyerap materi pelajaran secara maksimal. Namun kenyataannya, sering ditemukan kendala dalam proses belajar mengajar, baik yang muncul dari siswa ataupun dari guru.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan eksperimen dengan cara menerapkan model pembelajaran yang bersifat student centered sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan bagi siswa. Peneliti tertarik untuk membandingkan hasil belajar akuntansi siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Kotagajah dengan menerapkan dua model pembelajaran yaitu model SAVI (Somatic, Audiotori, Visual, dan Intelektual) dan model learning cycle 5E yang merupakan model

pembelajaran yang mengacu pada teori pembelajaran kontruktivisme dan konsep pembelajaran mandiri. Pemilihan model pembelajaran tersebut diharapkan mampu meningkatkan partisipasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi.


(17)

Model SAVI merupakan model pembelajaran yang melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Pada model pembelajaran ini siswa diajarkan mandiri yang artinya siswa harus aktif, kreatif, dan memanfaatkan kemampuan inderanya dan memperbanyak aktivitas intelektual dalam pembelajaran sehingga siswa dapat menerima informasi dan pengetahuan sebanyak-banyaknya, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Sikap mandiri perlu

ditanamkan agar siswa percaya diri dalam mengambil keputusan, inisiatif, kritis, mencoba mengerjakan sendiri tugas rutin, dan tidak mudah menyerah. Melalui aktivitas audio siswa dapat mengembangkan kemampuannya dengan cara menyimak dan mendengarkan penyajian materi. Melalui aktivitas visual siswa mampu menambah pengetahuannya dengan cara membaca dan

mengamati. Melalui aktivitas intelektual siswa dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya dengan cara memecahkan masalah belajarnya.

Model learning cycle 5E dapat menciptakan suasana belajar yang aktif, kreatif, dan dapat memotivasi siwa untuk menemukan suatu konsep dalam pembelajaran. Model ini memiliki serangkaian kegiatan yang dimulai dari pembangkitan minat belajar, penyelidikan kemampuan siswa, pengenalan konsep, perluasan konsep, sampai pada pengevaluasian kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran ini juga dapat memberi kesempatan siswa untuk mengaplikasikan materi, membangun pengetahuannya, dan bekerja dalam kelompok sehingga dapat mengembangkan sikap ilmiahnya sehingga keterampilan proses belajarnya meningkat. Dengan menerapkan model learning cycle 5E siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran.


(18)

Selain melakukan eksperimen dengan menerapkan kedua model tersebut, peneliti juga akan meneliti tingkat kecerdasan adversitas yang dimiliki oleh siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Kotagajah. Faktor lain yang tidak kalah penting dalam menentukan keberhasilan belajar seorang siswa adalah

kecerdasan adversitas yang dimilikinya. Kecerdasan adversitas (Adversity Quotient atau AQ) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk bertahan atau menyerah (keuletan atau kegigihan) dalam menghadapi

berbagai kesulitan. Masalah dan kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa dapat menjadikan siswa tersebut putus asa dalam menghadapinya atau

sebaliknya siswa tersebut menjadi tertantang untuk menyelesaikannya. Siswa yang mudah menyerah, putus asa, dan malas mencoba menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan adversitas yang dimiilikinya rendah atau tergolong pada taraf quitter, sehingga siswa tersebut dapat tertinggal dalam mengikuti pelajaran. Sedangkan siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, ingin terus mencoba, dan pantang menyerah menunjukkan tingkat kecerdasan adversitas yang dimilikinya tinggi atau tergolong pada taraf climber, sehingga siswa tersebut berkembang pemikirannya dan pengetahuannya meningkat.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Akuntansi Melaui Model Pembelajaran SAVI dan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E Dengan Memperhatikan Kecerdasan Adversitas Siswa Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Kotagajah Tahun Pelajaran 2012/2013.”


(19)

Penelitian ini dilakukan, karena peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar akuntansi antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI dengan siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E. Peneliti juga ingin mengetahui model pembelajaran mana yang lebih baik diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar akuntansi siswa kelas XI IPS. Selain dengan menerapkan dua model tersebut dalam pembelajaran, peneliti juga ingin mengetahui peran kecerdasan adversitas (adversitas quotient atau AQ) yang dimiliki masing-masing siswa dalam menentukan hasil belajarnya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut.

1. Hasil belajar akuntansi masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari hasil ulangan harian yang sebagian siswanya belum mencapai kriteria

ketuntasan minimal (KKM).

2. Masih ada siswa yang kurang berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran.

3. Sebagian siswa kurangnya semangat dan kreatif dalam pembelajaran. 4. Pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang kurang kreatif dan

inovatif dalam proses pembelajaran memberikan kesan membosankan yang mempengaruhi rendahnya partisipasi dan hasil belajar siswa. 5. Penerapan model pembelajaran yang sesuai akan mempengaruhi


(20)

6. Tidak ada pola pembelajaran khusus pada mata pelajaran akuntansi. 7. Guru masih banyak menggunakan model pembelajaran konvensional

dengan ceramah bervariasi dalam pembelajaran.

8. Guru kurang memperhatikan kecerdasan adversitas (AQ) yang dimiliki siswa.

9. Sikap siswa yang mudah menyerah dan putus asa dalam proses belajar yang menyebabkan rendahnya hasil belajar.

10.Siswa mudah puas atas suatu hasil belajar yang telah mereka dapatkan sehingga enggan untuk mencapai hasil belajar yang lebih tinggi lagi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas maka dalam penelitian ini dibatasi pada kajian hasil belajar akuntansi siswa antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran learning cycle 5E dengan memperhatikan kecerdasan adversitas siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Kotagajah Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E?


(21)

2. Apakah rata-rata hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang tergolong pada taraf quitter?

3. Apakah rata-rata hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang tergolong pada taraf climber?

4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas siswa pada mata pelajaran akuntansi?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar akuntansi siswa antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E.

2. Untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran SAVI dibandingkan model pembelajaran learning cycle 5E dalam pencapaian hasil belajar akuntansi pada siswa yang tergolong pada taraf quitter.

3. Untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran SAVI dibandingkan model pembelajaran learning cycle 5E dalam pencapaian hasil belajar akuntansi pada siswa yang tergolong pada taraf climber.


(22)

4. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas siswa terhadap mata pelajaran akuntansi.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara lengkap mengenai penelitian yang menekankan pada perbandingan penerapan model pembelajaran serta menambah khasanah keilmuan dan teori yang sudah diperoleh melalui penelitian sebelumnya. b. Dapat menjadi dasar bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut dan

lebih mendalam tentang permasalahan yang terkait.

2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa

1) Terjadi perubahan prilaku baru pada siswa untuk lebih aktif dan kreatif.

2) Meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan penguasaan materi akuntansi.

3) Meningkatkan motivasi siswa dalam pelajaran akuntansi. b. Bagi guru

1) Dapat memberikan masukan dalam menerapkan model

pembelajran learning cycle 5E dan SAVI (Somatis, Audiotori, Visual, dan Intelektual) yang sesuai dengan kondisi siswa.


(23)

2) Memberikan kontribusi pada guru untuk memilih strategi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.

3) Mengembangkan pengelolaan kelas yang lebih efektif.

c. Bagi sekolah diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu bahan rujukan yang bermanfaat guna memperbaiki mutu pembelajaran. d. Bagi semua pihak yang berkepentingan dalam pendidikan dapat memberi rujukan guna memperbaiki kualitas pendidikan secara umum.

e. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang model pembelajaran dan prakteknya di sekolah serta sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai calon pendidik.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitan sebagai berikut: 1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah model pembelajaran learning cycle 5E dan SAVI (Somatis, Audiotori, Visual, Intelektual).

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS. 3. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah. 4. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini adalah pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka mempunyai arti peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait. Fungsi peninjauan kembali pustaka yang berkaitan merupakan hal yang mendasar dalam penelitian. Peneliti harus banyak mengetahui, mengenal, dan memahami tentang penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya agar penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya.

1. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa dan guru untuk mempelajari ilmu pengetahuan tertentu. Pembelajaran terdiri dari serangkaian kegiatan interaksi antara guru dengan siswa, ataupun siswa dengan siswa lainnya. Menurut Mulyasa dalam Nike Angel (2009: 17), pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan peerilaku ke arah yang lebih baik. Sedangkan menurut Pamujie dalam Nike Angel (2009: 17), pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran, dan tabiat serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.


(25)

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dan pengajar yang menggunakan segala sumber daya sesuai dengan

perencanaan yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran perlu dipertimbangan model pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan, tahap-tahap

pembelajaran dan tempat pelaksanaan pembelajaran (Daryanto, 2009: 14). Sedangkan menurut Rusman (2012: 1) pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi.

Menurut Trianto (2009: 20), pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu.

1. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM. 2. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa. 3. Ketetapan antara kandungan materi ajar dengan kemampuan siswa

(orientasi keberhasilan belajar) diutamakan.

4. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif.

2. Teori Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan. Dengan belajar seorang individu yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Individu yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan pada sikap dan prilaku menjadi lebih baik. Belajar dapat dilakukan dengan cara membaca, melihat, mendengar, dan mencoba hal-hal baru, sehingga kemampuan akademisnya bertambah. Menurut Herman Hujodo (2005: 71), belajar merupakan suatu proses aktif


(26)

dalam diri siswa untuk memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku dalam dirinya.

Menurut Slameto (2003: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan kearah yang lebih baik dari semua segi, tergantung pada apa yang mereka pelajari. Sedangkan menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks.

Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai prilaku belajar tentang suatu hal.

Model pembelajaran learning cycle merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada teori kognitif Piaget dan teori belajar kontruktivisme.

a. Teori Belajar Kontruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembelajaran kontruktivis. Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan


(27)

pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-idenya (Slavin dalam Tianto, 2009: 28).

Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi

pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus belajar membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri (Nur dalam Trianto, 2009: 28).

b. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut Jeans Piaget salah seorang penganut aliran kognitif, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yakni.

1) Asimilasi

Asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. 2) Akomodasi

Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru

3) Equilibrasi (penyeimbangan)

Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.


(28)

Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.

Sementara itu bahwa interaksi sosial sengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu lebih logis (Nur dalam Trianto, 2009: 29).

Menurut Slavin dalam Trianto (2009: 30-31) implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut:

1) memusatkan perhatian pada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif siswa dan jika guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman sesui dengan yang dimaksud.

2) memperhatikan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam pembelajaran. Di dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pembelajaran pengatahuan jadi (ready made knowledge) tidak mendapat tekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan. Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beranekaragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.

3) memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas dalam kelompok-kelompok kecil siswa daripada bentuk kelas yang utuh.


(29)

Model pembelajaran SAVI (Somatis, Audiotori, Visual, dan Intelektual) menganut konsep belajar mandiri. Menurut Panen dalam Rusman (2012: 355), belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Belajar mandiri bukan usaha untuk mengasingkan siswa dari teman belajarnya dan guru. Hal terpenting dalam proses belajar mandiri adalah peningkatan kemampuan dan keterampilan peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga siswa tidak tergantung pada guru, teman, dan orang lain.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan penggabungan dari dua kata dasar yaitu hasil dan belajar. Istilah hasil dapat diartikan sebagai sebuah prestasi apa yang telah dilakukan. Abdurrahman (2003: 28) berpendapat bahwa belajar merupakan proses dari seseorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang disebut hasil belajar yaitu suatu bentuk perubahan prilaku yang relatif menetap. Perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti pembelajaran terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah

pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap.

Menurut Hamalik (2006: 155) hasil belajar adalah tampak sebagai

terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan


(30)

perkembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya,

misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan.

Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2006: 3-4), hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar dan proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi. Dari sisi guru hasil belajar

merupakan saat terselesaikannya bahan pelajar dan dari sisi siswa hasil belajar merupakan kumpulan penggal-penggal tahap belajar. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut sangat berguna bagi guru dan juga siswa. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, angka dalam ijazah, atau kemampuan meloncat setelah latihan. Sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain.

Menurut Romiszowski dalam Mulyono (2001: 38) hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dan suatu sistem pemrosesan masukan (inputs).

Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance). Menurut Romiszowski, perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam bua macam saja, yaitu pengetahuan dan keterampilan.

Sedangkan menurut Slameto (2003: 16). “Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.” Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang


(31)

lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

Menurut teori Taksonomi Bloom dalam Mulyono (2001: 38) ada tiga ranah (dominan) hasil belajar yaitu.

a. Ranah kognitif, terdiri dari enam jenis prilaku diantaranya

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah afektif, terdiri dari lima prilaku yaitu penerimaa, partisipasi,

penilaian dan penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.

c. Ranah psikomotorik, terdiri dari tujuh jenis prilaku yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaiaan gerakan, dan kreativitas.

Hasil belajar menurut Munaf (2001: 67) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajanya. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar adalah hasil belajar yang diukur melalui tes. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ahmadi (1984: 35) bahwa “Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha belajar dalam perwujudan prestasi belajar siswa yang dilihat pada setiap mengikuti tes.”

Menurut Djamarah dan Zain (2006: 17) tingkat keberhasilan suatu pembelajaran dapat digolongkan sebagai berikut.

a. Istimewa/maksimal : apabila seluruh bahan pengajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

b. Baik sekali/optimal : apabila sebagian besar (76%-99%) bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa.

c. Baik/minimal : apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% sd 75% saja yang dikuasai oleh siswa. d. Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang


(32)

Menurut Slameto (2003: 54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

1. faktor –faktor internal

a. jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh)

b. psikologis (intelegensi, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan) c. kelelahan

2. faktor-faktor eksternal

a. keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antara keluarga, suasana rumah, keadan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan) b. sekolah (metode mengajar, kurikulum, disiplin sekolah, relasi siwa

dengan siswa, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, tugas rumah)

c. masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat)

Segala (2003: 38) mengatakan bahwa agar siswa dapat berhasil diperlukan persyaratan tertentu seperti dikemukakan berikut ini.

a. Kemampuan berfikir yang tinggi bagi para siswa, hal ini ditandai dengan berfikir kritis, logis, sistematis, dan objektif (Scholastic Aptitude Test).

b. Menimbulkan minat yang tinggi terhadap mata pelajaran (Interest Inventory).

c. Bakat dan minat yang khusus para siswa dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya (Differential Aptitude Test).

d. Menguasai bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran disekolah yang menjadi lanjutannya (Achievement Test).

4. Model Pembelajaran

Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk


(33)

bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Joyce & Weil dalam Rusman, 2012: 132-133).

Model pembelajaran sangat dekat dengan istilah strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, dan metode pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari strategi, pendekatan dan metode pembelajaran. Soedjadi (1999: 101) menyebutkan bahwa strategi

pembelajaran adalah suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengubah keadaan pembelajaran menjadi pembelajaran yang diharapkan. Untuk dapat mengubah keadaan itu dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan pembelajaran. Pada suatu pendekatan dapat dilakukan lebih dari satu metode dan dalam satu metode digunakan lebih dari satu teknik. Secara sederhana dapat diruntut sebagai berikut :

teknik metode pendekatan strategi model

Menurut Rusman (2012: 136), model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. 2. Memiliki misi atau tujuan pendidikan tertentu.

3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas.

4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax), adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem pendukung.

5. Memiliki dampak sebagai terapan model pembelajaran yang meliputi hasil belajar yang dapat diukur dan dampak pengiring yaitu hasil belajar jangka panjang.

6. Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.


(34)

5. Model Pembelajaran SAVI

Model SAVI adalah model pembelajaran yang menekankan proses belajar yang memanfaatkan semua alat indera dengan cara menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual. SAVI merupakan akronim dari Somatic, Audiotori, Visual dan Intelektual. SAVI termasuk model

pembelajaran mandiri yang menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar (Dave Meier, 2005). Teori yang mendukung pembelajaran SAVI adalah accelereted learning, teori otak kanan/kiri, teori otak triune, teori kecerdasan ganda, pendidikan (holistic) menyeluruh, dan belajar berdasarkan pengalaman.

SAVI dalam pembelajaran memunculkan sebuah konsep belajar yang disebut Belajar Berdasar Aktivitas (BBA). Belajar berdasar aktivitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indera sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Pelatihan konvensional cenderung membuat orang tidak aktif secara fisik dalam jangka waktu yang lama. Terjadilah kelumpuhan otak dan belajar pun melambat atau bahkan berhenti sama sekali. Mengajak orang untuk bergerak secara berkala akan meningkatkan kerja otak dan dapat berpengaruh positif pada peningkatan hasil belajar (Hamruni, 2008: 167 dalam http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/ 178/jiptiain--zakiyanimd-8875- diakses tanggal 7 Februari 2013).


(35)

Karakteristik model pembelajaran SAVI ada empat yaitu.

1) Somatic

Somatic berasal dari bahasa yunani yang berarti tubuh. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak atau berbuat (hands-on). Siswa belajar dengan cara mengalami dan melakukan suatu hal. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik).

2) Audiotori

Audiotori merupakan belajar berbicara dan mendengar. Ketika kita berbicara beberapa area otak kita akan menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa lain untuk membicarakan yang mereka pelajari, menerjemahkan

pengalaman dengan suara. Mengajak siswa berbicara memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, dan menciptakan makna pribadi bagi diri mereka sendiri. Dengan demikian penyerapan terhadap ilmu pengetahuan akan meningkat.

3) Visual

Visual berarti belajar dengan menggunakan indera pengelihatan dengan cara mengamati dan menggambarkan. Pada otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah


(36)

belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seseorang penceramah. Secara khususnya pembelajaran visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata.

4) Intelektual

Intelektual berarti belajar dengan menggunakan kemampuan berfikir (minds-on) yakni dengan cara memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang menggunakan kecerdasan dan pikiran mereka secara internal untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, dan nilai dari pengalaman. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah (http://herdy07.wordpress.

com/2009/04/22/model-pembelajaran-savi/ diakses 11 Januari 2013)

Gerakan fisik mampu meningkatkan proses mental. Bagian otak manusia yang terlibat dalam gerakan tubuh terletak tepat disebelah bagian otak yang digunakan untuk berfikir dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, menghalangi gerakan tubuh berarti menghalangi pikiran untuk berfungsi secara maksimal (Dave Meier, 2004: 91).

Prinsip dasar pembelajaran SAVI sejalan dengan Accelereted Learning yaitu.

a. Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. b. Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi. c. Kerjasama membantu proses pembelajaran.


(37)

e. Belajar adalah mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik. f. Emosi positif sangat membantu pembelajaran.

g. Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis

(Suyatno, 2007: 33-34 dalam http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/ 178/jiptiain--zakiyanimd-8875-4-babii.pdf diakses 7 Februari 2013).

Menurut Rusman (2012: 373-374) pembelajaran SAVI dapat direncanakan dalam empat tahap yaitu:

a. Persiapan

Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para pembelajar, memberi mereka perasaan positif menganai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.

b. Penyampaian

Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar.

c. Pelatihan

Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. d. Penampilan Hasil

Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga hasil belajar akan melekat dan terus meningkat.


(38)

6. Model Pembelajarn Learning Cycle 5E

Siklus belajar (learning cycle) adalah suatu model pembelajaran yang konsisten dengan teori-teori kontemporer tentang bagaimana individu belajar. Learning cycle merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pengembangan model ini pertama kali diperkenalkan oleh Robert Karplus dalam Science Curriculum

Improvement Study (SCIS) pada tahun 1970-1974 (Trowbridge & Bybee, 1996 dalam Made Wena, 2009:170).

Menurut Kaplus dan Their dalam Renner et al (1998), model pembelajaran learning cycle dilandasi oleh pandangan kontruktivisme dari Piaget yang beranggapan bahwa dalam belajar pengetahuan itu dibangun sendiri oleh anak dalam struktur kognitif melalui interaksi dengan lingkungannya. Siklus belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Menurut Thomas E. Laurer (2003: 518) pada mulanya learning cycle terdiri dari tiga fase yaitu fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application).

Berdasarkan riset Renner dan Marek dalam Martin (1994: 202) penggunaan model learning cycle pada pembelajaran menghasilkan peningkatan prestasi anak dan meningkatkan keterampilan prosesnya. Mereka juga mengakui bahwa model learning cycle dapat meningkatkan intelektual anak dengan membantu anak bagaimana cara berfikir.


(39)

Tiga fase dalam model pembelajaran learning cycle tersebut kemudian dikembangkan oleh Prof.Rodger Bybee menjadi lima fase yang disebut dengan learning cycle 5E (Lorsbach, 2002). Kelima fase tersebut meliputi.

a. Engagement (mengajak)

Engagement merupakan fase pengenalan terhadap pelajaran yang akan dipelajari yang sifatnya memotivasi atau mengaitkannya dengan hal-hal yang membuat siswa lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demontrasi, diskusi, membaca, atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. Fase ini digunakan untuk mengetahui tingkatan pengetahuan dan pikiran siswa mengenai konsep yang akan dipelajari.

b. Exploration (menyelidiki)

Fase ini membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki konsep dari bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya.

c. Explanation (menjelaskan)

Fase ini mengiajak siswa agar mampu menjelaskan konsep dan definisi awal yang mereka dapatkan ketika fase eksplorasi. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada kemudian didiskusikan sehingga pada akhirnya didapatkan konsep dan definisi baru yang lebih formal.


(40)

d. Elaboration (elaborasi)

Fase ini memiliki tujuan ingin membawa siswa untuk menggunakan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep, dan keterampilan yang telah dimiliki siswa. Fase ini dapat meliputi penyelidikan, pemecahan masalah, dan membuat keputusan.

e. Evaluation (menilai)

Fase ini bukan hanya dilaksanakan diakhir pembelajaran, namun fase ini dilaksanakan diseluruh fase pembelajaran. Evaluation merupakan fase penilaian terhadap seluruh pembelajaran dan pengajaran. Pada fase ini dpat dilakukan berbagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus menerus dapat mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan dan kemampuannya, kemudian meihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya.

Menurut Lawson dalam Bybee (1996: 205) siklus belajar (learning cycle) adalah satu cara berfikir dan bertindak yang cocok untuk siswa belajar. Menurut Soebagio (2001: 50), learning cycle merupakan suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan konsep sendiri atau memantapkan konsep yang dipelajari, memecahkan terjadinya kesalahan konsep, dan memberikan peluang kepada siswa untuk menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari pada situasi baru. Implementasi model

pembelajaran learning cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivisme dimana pengetahuan dibangun pada diri siswa.


(41)

Kegiatan pembelajaran learning cycle 5E yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Pada tahap engagement, guru berusaha memotivasi siswa agar semangat dalam mengikuti pelajaran dengan cara menyampaikan manfaat bagi kehidupan sehari-hari dari mempelajari materi pada pertemuan tersebut.

b. Pada tahap exploration, siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep dari berbagai sumber dan bekerja dalam kelompok belajar. c. Pada tahap explanation, siswa memaparkan hasil temuan konsepnya

dalam kegiatan presentasi dan membandingkan hasil diskusinya dengan kelompok lain.

d. Pada tahap elaboration, siswa menerapkan konsep yang ditemukannya dengan cara menyelesaikan soal-soal akuntansi.

e. Pada tahap evaluation, guru menilai seluruh kegiatan belajar yang dilakukan siswa dari awal sampai akhir pembelajaran. Selain itu, guru melakukan evaluasi pembelajaran dalam bentuk pre-test dan post-test.

Beberapa keuntungan diterapkannya model pembelajaran learning cycle adalah sebagai berikut.

a. Pembelajaran bersifat student centered.

b. Informasi baru dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa.

c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.


(42)

d. Proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena mengutamakan pengalaman nyata.

e. Menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal.

f. Membentuk siswa yang aktif, kritis, dan kreatif.

(Nina Agustyaningrum, 2010 dalam http://eprints.uny.ac.id/2070/1/skripsi-nina.pdf diakses tanggal 29 November 2012)

7. Kecerdasan Adversitas

Kecerdasan adversitas atau AQ (Adversity Quotient) pertama kali diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas merupakan faktor yang menentukan kesuksesan dalam hidup seseorang. Paul G. Stoltz (2007: 8-9) mengatakan bahwa kecerdasan adversitas dapat memberitahukan:

a. seberapa jauh individu mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya

b. siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur c. siapa yang akan melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi

mereka serta siapa yang akan gagal

d. siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan

Menurut Paul G. Stoltz (2007: 11), kecerdasan adversitas adalah suatu kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi peluang keberhasilan mencapai tujuan. Kecerdasan adversitas mampu meramalkan kinerja, motivasi, produktivitas, pengetahuan, kreativitas, respon terhadap perubahan, tingkah laku, kesehatan emosional, dan daya tahan dalam menghadapi suatu pekerjaan. Kecerdasan adversitas merupakan suatu


(43)

kemampuan individu untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala macam kesulitan sampai menemukan jalan keluar, memecahkan berbagai macam permasalahan, mereduksi hambatan dan rintangan dengan

mengubah cara berfikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut.

Menurut Paul G. Stoltz (2007: 9), kecerdasan adversitas memiliki tiga bentuk. Pertama, kecerdasan adversitas adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, kecerdasan adversitas adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon individu terhadap kesulitan. Ketiga, kecerdasan adversitas adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon individu terhadap kesulitan yang akan mengakibatkan perbaikan efektivitas pribadi dan profesional individu secara keseluruhan

Kecerdasan adversitas oleh beberapa ahli lain sering disebut dengan istilah resilience. Resilience berasal dari bahasa latin yaitu resilire yang berarti melompat atau mundur. Resilience adalah konsep yang berhubungan dengan adaptasi positif dalam menghadapi tantangan. Resilience mempunyai makna yang luas dalam ilmu perkembangan manusia yang mencakup kepulihan dari masa traumatis, mengatasi kegagalan dalam hidup, dan menahan stres agar dapat berfungsi dengan baik dalam mengerjakan tugas sehari-hari. Resilience merupakan pola adaptasi yang positif atau menunjukan perkembangan dalam situasi sulit (Masten & Gewirtz, 2006).


(44)

Menurut bahasa, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan (Echols & Shadily, 1993: 14). Adversity sendiri bila diartikan dalam bahasa Indonesia bermakna kesulitan atau kemalangan, dan dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakbahagiaan, kesulitan, atau ketidakberuntungan. Menurut Reni Akbar Hawadi (2002: 195) istilah adversity dalam kajian psikologi didefinisikan sebagai tantangan dalam kehidupan. Adversity quotient membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari serta tetap berpegang teguh pada prinsip dan impian tanpa memperdulikan apa yang sedang terjadi.

Nashori (2007: 47) berpendapat bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk

mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakannya ketika menghadapi hambatan dan kesulitan yang bisa menyengsarakan dirinya. Leman (2007: 115) mendefinisikan adversity quotient secara ringkas, yaitu sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah. Adversity quotient terfokus pada kemampuan yang dimiliki seseorang, baik fisik ataupun psikis dalam menghadapi problematika atau permasalahan yang sedang dialami.

Paul G. Stoltz (2007: 17) menjelaskan teori kecerdasan adversitas dengan menggambarkan konsep pendakian gunung yaitu menggerakkan tujuan hidup ke depan, apa pun tujuannya. Pendakian yang dimaksud adalah pertumbuhan dan perbaikan seumur hidup pada diri seseorang.


(45)

Berdasarkan konsep di atas, Paul G. Stoltz membagi individu menjadi tiga tipe, yaitu.

1) Individu yang berhenti (quitters)

Individu yang berhenti (quitters) dalah individu yang memilih

menghentikan pendakian, keluar, menghindari kewajiban, mundur, dan berhenti. Mereka menolak kesempatan untuk mendaki dan

meninggalkan banyak hal ditawarkan oleh kehidupan. Quitters banyak meninggalkan impian-impiannya dan memilih jalan yang dianggap lebih mudah. Quitters sering mengalami putus asa, memiliki motivasi yang rendah, menghindari resiko, dan mutu hidup dibawah standar. Quitters selalu melawan, menolak, dan lari dari perubahan. Quitters tidak memiliki visi dan keyakinan akan masa depan, mereka

menghabiskan waktunya dengan sia-sia (Paul G. Stoltz, 2007: 19-36).

2) Individu yang berkemah (campers)

Individu yang berkemah (campers) memiliki kecerdasan adversitas yang sedang. Campers telah memulai pendakian namun karena bosan individu tersebut mengakhiri pendakiannya dan memilih tempat yang rata dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak bersahabat. Campers setidaknya telah menghadapi beberapa tantangan dari pendakian namun individu tersebut berhenti mendaki setelah menemukan kepuasan pada suatu titik yang dianggapnya nyaman dan tidak mau mengembangkan diri (Paul G. Stoltz, 2007: 19-22).


(46)

Campers masih menunjukkan sejumlah inisiatif, sedikit semangat, dan beberapa usaha. Campers bisa melakukan pekerjaan yang menuntut kreativitas dan mengambil resiko dengan penuh perhitungan, tetapi mereka memilih untuk mengambil jalan yang aman. Semakin lama campers akan kehilangan kemampuan untuk terus maju, kehilangan keunggulannya, dan menjadi semakin lamban dan lemah, serta kinerjanya akan semakin merosot (Paul G. Stoltz: 2007: 25-36).

3) Individu yang mendaki (climbers)

Pendaki adalah sebutan bagi individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi. Climbers adalah individu yang seumur hidupnya melakukan pendakian tanpa memperhitungkan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib baik atau nasib buruk. Climbers adalah pemikir yang memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan tidak membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik, atau hambatan lainnya menghalangi pendakiannya (Paul G. Stoltz, 2007: 20).

Climbers menjalani hidupnya secara lengkap. Mereka benar-benar memahami tujuan dari apa yang mereka kerjakan dan bisa merasakan gairahnya. Mereka tahu bahwa mencapai puncak itu tidak mudah, maka climbers tidak pernah melupakan kekuatan dari perjalanan yang pernah ditempuhnya. Climbers tahu bahwa banyak imbalan datang dalam bentuk manfaat-manfaat jangka panjang, dan langkah-langkah kecil sekarang ini akan membawanya pada kemajuan di kemudian hari (Paul G. Stoltz, 2007: 23).


(47)

Climbers sangat gigih, ulet dan tabah. Saat mereka menemui jalan buntu, mereka akan mencari jalan lain. Climbers yakin bahwa segala hal bisa dilakukan, meskipun orang lain bersikap negatif. Climbers menempuh kesulitan-kesulitan hidup dengan keberanian dan disiplin. Mereka bekerja dengan visi dan penuh inspirasi. Climbers tidak merasa asing pada situasi yang sulit, karena mereka memahami kesulitan adalah bagian hidup yang seharusnya tidak dihindari. Climbers mampu membaca segala kemungkinan. Climbers selalu menyambut dan mendorong perubahan-perubahan positif (Paul G. Stoltz, 2007: 30-36).

Menurut Paul G.Stoltz, kecerdasan adversitas memiliki empat dimensi yang biasa disingkat dengan CO2RE. Keempat dimensi tersebut adalah sebagai berikut.

1) Control (C)

Kendali (control) berhubungan langsung dengan pemberdayaan dan pengaruh, serta akan mempengaruhi semua dimensi CO2RE. Dimensi control ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak kontrol yang dirasakan oleh individu terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi akan merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa yang sulit dibandingkan dengan individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah. Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi control akan berfikir pasti ada cara menghadapi kesulitan, dan tidak merasa putus asa saat berada pada situasi yang sulit (Paul G. Stoltz, 2007: 141-143).


(48)

2) Origin dan Ownership (O2)

O2 adalah akronim dari origin (asal usul) dan ownership (pengakuan). Dimensi ini mempertanyakan dua hal, yaitu siapa atau apa yang menjadi penyebab dari suatu kesulitan dan sampai sejauh manakah seseorang mampu mengakui atau menghadapi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh situasi sulit tersebut (Paul G. Stoltz, 2007: 146-147).

Origin

Dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang menjadi penyebab dari suatu kesulitan. Dimensi ini berkaitan dengan rasa bersalah. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas sebuah peristiwa yang terjadi. Sedangkan individu yang memiliki kecerdasan adversitas tnggi

menganggap sumber kesulitan itu berasal dari luar. Individu yang memiliki tingkat origin yang lebih tinggi akan berfikir bahwa ia merasa saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengalami masa sulit (Paul G. Stoltz, 2007: 147-149).

Ownership

Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana individu bersedia mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan dari situasi yang sulit. Mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan dari situasi yang sulit mencerminkan sikap tanggung jawab (ownership). Orang yang selalu menyalahkan dirinya sendiri berarti tingkat originnya rendah. Sedangkan orang yang tidak mengakui apapun yang telah terjadi berarti tingkat ownershipnya


(49)

rendah. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi tidak akan menyalahkan orang lain sambil mengelak dari tanggung jawab.

Individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi lebih unggul daripada individu yang kecerdasan adversitasnya rendah dalam kemampuan untuk belajar dari kesalahan dan mereka juga cenderung mengakui akibat yang telah ditimbulkan oleh kesulitan tanpa

mengingat penyebabnya. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi akan memiliki daya tahan yang tinggi dalam menghadapi situasi sulit (Paul G. Stoltz, 2007: 153-154).

3) Reach (R)

Dimensi ini merupakan bagian dari kecerdasan adversitas yang mempertanyakan sejauh manakah kesulitan yang dihadapi akan menjangkau atau mempengaruhi bagian lain dari kehidupan individu. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi memperhatikan kegagalan dan tantangan yang mereka alami, tidak membiarkannya mempengaruhi keadaan pekerjaan dan kehidupan mereka. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah membiarkan kegagalan mempengaruhi sisi lain dalam kehidupan dan merusaknya (Paul G. Stoltz, 2007: 158-159).

4) Endurance (E)

Endurance (daya tahan) adalah dimensi terakhir dalam kecerdasan adversitas. Dimensi ini mempertanyakan berapa lama suatu situasi sulit


(50)

akan berlangsung. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah merasa bahwa suatu situasi yang sulit akan terjdi selamanya. Individu yang memiliki respon yang rendah pada dimensi ini akan memandang kesulitan sebagai peristiwa berlangsung terus menerus dan menganggap peristiwa positif hanya berlangsung sementara. Sementara individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi memiliki

kemampuan yang luar biasa untuk tetap memiliki harapan dan optimis.

Menurut Paul G. Stoltz (2007), kecerdasan adversitas didasarkan pada terobosan-terobosan di tiga bidang ilmu yang berbeda yaitu sebagai berikut.

1) Psikologi Kognitif

2) Ilmu Kesehatan yang Baru 3) Ilmu Pengetahuan tentang Otak

B. Hasil Penelitian yang Relevan

No Nama Judul

Penelitian

Hasil Penelitian

Sumber 1. Dyah Titin

Kurniatin (2010)

Penerapan Metode Belajar

Learning

Cycle-5E pada Mata Pelajaran Akuntansi Terhadap Siswa Kelas XII IPS 1 untuk

Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar di SMA Negeri 6 Malang

Penerapan metode pembelajaran

learning cycle 5E

dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XII IPS 1 SMA Negeri 6 Malang. Rata-rata hasil belajar meningkat sebesar 20%. http://library.um .ac.id/ptk/index. php?mod=detail &id=48090


(51)

2. 3. Desnaria Oktosarina Tinambunan (2012) Latif Sofiana Nugraheni (2012) Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Dengan Menggunakan Kolaborasi Model Pembelajaran SAVI dan Metode

Drill Melalui Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa di Kelas XI IPS SMA Negeri 7 Medan T.A 2011/2012 Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle (5E) Terhadap Keterampilan Proses Sains Biologi Siswa Kelas X SMA AL Islami 1 Surakarta

Penerapan kolaborasi model pembelajaran SAVI dan metode

Drill pada pokok bahasan laporan keuangan perusahaan jasa dikelas XI IS1 SMA Negeri 7 Medan semester genap Tahun Ajaran 2011/2012 dapat mningkatkn aktivitas dan hasil belajar akuntansi siswa. Berdasarkan tes hasil belajar siswa yang dilaksanakan terdapat peningkatan hasil belajar siswa sebesar 45%.

Model Learning Cycle (5E) berpengaruh nyata terhadap keterampilan proses sains siswa kelas X SMA Al Islam 1 Surakarta antara lain mengamati, berhipotesis, menggunakan alat dan bahan, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. http://digilib.uni med.ac.id/public /UNIMED- Undergraduate- 24108-708114097%20s kripsi.pdf http://biologi.fki p.uns.ac.id/wpc ontent/uploads/2 012/02/SKRIPS I_LATIF- SOFIANA-NUGRAHENIK 4308096.pdf


(52)

4. 5. 6. Lia Meliana (2010) Nina Agustyaningru m (2010) Redydian Adhitya Nugraha (2011) Penerapan Model SAVI Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI IPA 4

SMANegeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2009/2010) Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IXB SMP Negeri 2 Sleman

Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas Terhadap Motivasi Berprestasi Pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta

Keterampilan berbicara XI IPA meningkat dilihat dari keaktifan siswa melakukan tanya jawab dan menyampaikan pendapat. Kemampuan komunikasi matematis yang berhasil dicapai siswa dalam penelitian tersebut berdasarkan lembar observasi pada siklus 1 sebesar 56,50% dan pada siklus II menjadi 63,28%. Terdapat pengaruh pelatihan kecerdasan adversitas terhadap peningkatan motivasi berprestasi pada siswa kelasX di SMA Negeri 8 Surakarta. http://repository. upi.edu/operator /upload/s_c0151 _0603334_chapt er1.pdf http://repository. usu.ac.id/bitstre am/123456789/ 25762/4/Chapter %20II.pdf http://www.goo gle.co.id/url?sa= t&rct=j&q=pen garuh%20pelati han%20kecerda san%20adversit as%20terhadap %20motivasi%2 0berprestasi/


(53)

C. Kerangka Pikir

Hasil belajar siswa menunjukkan tingkat keberhasilan dalam pembelajaran. Penerapan model pembelajaran yang tepat sangat menunjang keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Namun pada kenyataannya, masih banyak guru yang menggunakan metode langsung sehingga pembelajarannya masih bersifat teacher centered. Oleh karena itu, pembelajaran harus diubah menjadi student centered yang lebih memfokuskan situasi belajar pada peranan siswa dan guru hanya berperan sebagai fasilitator bagi siswa dalam pembelajaran.

Model pembelajarn learning cycle 5E dan SAVI merupakan model

pembelajaran yang bersifat student centered. Kedua model tersebut membuat siswa untuk aktif dan kreatif dalam pembelajaran dan mampu membangun pengetahuannya sendiri, sehingga siswa lebih dalam memahami materi yang dipelajari dan hasil belajarnya pun lebih baik.

Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran learning cycle 5E dan model pembelajaran SAVI. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah hasil belajar akuntansi siswa melalui kedua model pembelajaran tersebut. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah kecerdasan adversitas yang dimiliki siswa yang dibagi dalam tiga taraf kecerdasan yaitu quitter (rendah), camper (sedang), dan climber (tinggi). Untuk melihat perbandingan yang signifikan maka hanya diambil dua taraf kecerdasan adversitas yaitu rendah (quitter) dan tinggi (climber).


(54)

1. Ada perbedaan rata-rata hasil belajar akuntansi siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E Model pembelajaran SAVI (Somatis, Audio, Visual, dan Intelektual) merupakan serangkaian aktivitas belajar mengajar yang melibatkan seluruh panca indera. Model ini diterapkan dengan tujuan untuk melatih siswa agar mampu belajar mandiri dengan cara menemukan dan

memecahkan masalah. Siswa harus mampu memanfaatkan seluruh panca inderanya untuk menangkap semua informasi dan ilmu pengetahuan saat pembelajaran berlangsung.

Model pembelajaran learning cycle 5E merupakan serangkaian aktivitas belajar mengajar yang bersifat student centered. Penerapan model ini ditujukan agar siswa mampu mengidentifikasi dan memecahkan masalah belajar secara aktif dan kreatif. Alasan yang mendasar penerapan model pembelajaran learning cycle 5E adalah sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran akuntansi.

Pembelajaran SAVI melibatkan siswa dalam kelompok belajar. Siswa dibadi menjadi 8 kelompok heterogen yang tiap kelompoknya

beranggotakan 3 orang. Tiap anggota kelompok memiliki tugas masing-masing untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan kasus secara mandiri yang diberikan oleh guru. Penyelesaian kasus diberi batasan waktu, setelah waktu yang ditentukan habis, kelompok harus segera rolling menyelesaikan kasus lainnya. Kemudian guru meilai hasil kerja kelompok tersebut. Dari segi kemandirian, penerapan model pembelajaran SAVI


(55)

dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga siswa tidak tergantung pada guru dan temannya.

Pembelajaran learning cycle 5E juga melibatkan siswa dalam kelompok belajar. Guru membagi siswa dalam kelas menjadi 6 kelompok yang setiap kelompoknya beranggotakan 4 orang, kelompok bersifat heterogen. Guru menyajikan poin-poin dari materi yang akan dipelajari. Selain itu, guru mengajak siswa untuk melakukan 5 fase learning cycle yakni engagemet (memotivasi siswa), exploration (menyelidiki kemampuan awal siswa), expansion (menjelaskan konsep yang ditemukan) , elaboration (mengembangkan dan menyimpulkan konsep yang

ditemukan), dan evaluation (menilai seluruh kegiatan yang dilakukan dari awal sampai akhir pembelajaran). Dari segi kemandirian, siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E lebih cenderung saling tergantung pada teman sekelompoknya, karena siswa hanya dituntut mampu bekerjsama dalam kelompok tanpa ada penugasan secara mandiri.

Aktivitas belajar siswa pada model pembelajaran SAVI lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran learning cycle 5E. Pada pembelajaran SAVI walaupun siswa bekerja dalam kelompok namun siswa harus mampu mengemukakan idenya secara mandiri dalam menyelesaikan masalah dan melaporkannya dalam bentuk tulisan secara individu. Sedangkan dalam pembelajaran learning cycle 5E siswa yang


(56)

malas akan tertutupi oleh siswa yang cerdas dalam kelompoknya karena hasil diskusi tertulis atas bersama nama kelompok.

Berdasarkan uraian diatas diketahui perbedaan aktivitas belajar siswa yang diduga akan mempengaruhi hasil belajar akuntansi yang berbeda antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E denga siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI.

2. Rata-rata hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang tergolong pada taraf quitter

Kecerdasan adversitas merupakan kemampuan yang menggambarkan keuletan dan kegigihan seseorang dalam menghadapi problematika dalam hidupnya. Dalam pembelajaran kecerdasan adversitas diduga dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan adversitas rendah (quitter) akan cenderung mudah putus asa dalam menghadapi masalah belajar dan memiliki motivasi belajar yang rendah. Sedangkan siswa yang memiliki tingkat kecerdasan adversitas tinggi (climber) akan terus gigih dalam mencari, mencoba, dan menemukan hal-hal baru yang dapat meningkatkan hasil belajarnya.

Pembelajaran learning cycle 5E dapat meningkatkan hasil belajar bagi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan adversitas rendah (quitter). Hasil belajar akuntansi siswa akan lebih tinggi karena guru membuat


(57)

memudahkannya memahami pelajaran. Selain itu, siswa yang tergolong pada taraf quitter tergabung dalam kelompok belajar yang heterogen sehingga kekurangannya akan tertutupi oleh siswa yang tergolong pada kelas climber. Dalam kelompok tersebut siswa hanya dituntut dapat bekerjasama dan mampu melaporkan kegiatan belajarnya secara tertulis atas nama kelompok, sehingga ia tidak terbebani oleh tanggungjawab belajar secara individu.

Siswa pada taraf quitter yang menggunakan model pembelajaran SAVI hasil belajarnya cenderung rendah, karena siswa dituntut agar terbiasa belajar mandiri dengan mengandalkan kemampuan yang dimilikinya. Meskipun guru membuat kelompok belajar di kelas, namun siswa tetap diberi tanggung jawab secara mandiri untuk mampu menguasai materi dan melaporkan hasil diskusinya secara individu. Siswa berinteraksi dengan teman sekelompoknya hanya untuk memecahkan masalah mengenai pelajaran akuntansi yang diberikan oleh guru.

3. Rata-rata hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang tergolong pada taraf climber

Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan adversitas tinggi (climber) akan lebih berkembang jika menggunakan model pembelajaran SAVI.

Meskipun siswa tergabung dalam kelompok belajar, namun dengan model pembelajaran SAVI siswa dituntut dapat belajar secara mandiri dan tidak mengandalkan kemampuan siswa lain dalam kelompoknya. Siswa


(58)

dituntut mampu menggali dan mengembangkan kemampuan berfikirnya dengan cara memanfaatkan seluruh panca inderanya. Selain itu siswa tersebut harus peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan sigap terhadap perubahan. Siswa yang tergolong pada taraf climber tidak akan terbebani oleh siswa yang tergolong pada taraf quitter, karena mereka hanya bekerjasama untuk memecahkan kesulitan belajar , sedangkan tugas dalm pembelajarannya harus diselesaikan secara individu.

Sementara jika siswa climber menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E, ia akan terganggu dengan siswa yang malas dalam

kelompoknya, karena ia akan terbebani untuk menyelesaikan tugas dalam pembelajaranya yang diatasnamakan kelompok belajarnya. Hal tersebut dapat mengakibatkan perbedaan hasil belajar pada siswa yang memiliki tingkat kecerdasan adversitas tinggi (climber). Siswa climber yang menggunakan model pembelajaran SAVI hasil belajarnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E.

4. Ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas siswa pada mata pelajaran akuntansi

Desain penelitian ini dirancang untuk menyelidiki pengaruh dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran SAVI dan model pembelajaran learning cycle 5E terhadap hasil belajar. Dalam penelitian ini peneliti menduga bahwa ada pengaruh yang berbeda dari adanya perbedaan tingkat kecerdasan adversitas yang dimiliki masing-masing siswa. Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan adversitas tinggi (climber) akan mampu


(59)

mengikuti pembelajaran dengan baik jika menggunakan model pembelajaran SAVI maupun model pembelajaran learning cycle 5E. Sebaliknya, siswa yang memiliki tingkat kecerdasan adversitas rendah (quitter) akan mengalami kesulitan dalam mengikiti pembelajaran, apalagi jika menggunakan pembelajaran SAVI. Dengan demikian ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas siswa.

Berdasarkan uraikan di atas maka kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir

D. Anggapan Dasar Hipotesis

Penelitian memiliki anggapan dasar dalam pelaksanaan penelitian ini, yaitu: 1. Seluruh siswa kelas XI tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek

penelitian mempunyai kemampuan akademis yang relatif sama dalam mata pelajaran akuntansi.

Model Pembelajaran

SAVI (X1)

Learning Cycle 5E

(X2)

AQ Rendah

AQ Tinggi

AQ Rendah

Hasil Belajar (Y)

Hasil Belajar (Y) AQ


(1)

76

Hipotesis 3 menggunakan rumus T-test

Ha : Hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang tergolong pada taraf climber.

Ho : Hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih rendah

dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang tergolong pada taraf climber.

Hipotesis 4 menggunakan rumus Anava

Ha : Ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas yang dimiliki siswa pada mata pelajaran akuntansi. Ho : Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan

kecerdasan adversitas yang dimiliki siswa pada mata pelajaran akuntansi.

Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah. Terima Ho apabila Fhitung < Ftabel ; thitung < ttabel Tolak Ho apabila Fhitung > Ftabel ; thitung > ttabel

Hipotesis 1 dan 4 diuji menggunakan rumus analisis varian dua jalan. Hipotesis 2 dan 3 diuji menggunakan rumus t-test dua sampel independent (separated varian). Dalam pengujian kedua rumus tersebut peneliti


(2)

116

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Ada perbedaan rata-rata hasil belajar akuntansi siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E.

2. Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas yang dimiliki siswa pada mata pelajaran akuntansi.

3. Hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang tergolong pada taraf quitter.

4. Hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran SAVI lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E bagi siswa yang tergolong pada taraf climber.


(3)

117

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian Studi Perbandingan Antara Model Pembelajaran SAVI dengan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dengan Memperhatikan Kecerdasan Adversitas Terhadap Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Akuntansi Siswa Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Kotagajah Tahun Pelajaran 2012/2013, maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Guru sebaiknya memilih dan menerapkan model pembelajaran yang

sesuai dengan materi yang akan diajarkan agar tujuan khusus pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Sebagai alternatif dalam pembelajaran guru dapat menerapkan model pembelajaran SAVI dan learning cycle 5E pada pelajaran akuntansi, agar seluruh siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

2. Guru sebaiknya lebih kreatif dan inovatif dalam menerapkan model pembelajaran agar dapat meningkatkan semangat belajar siswa yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

3. Dalam proses pembelajaran siswa diharapkan dapat berinteraksi dan bekerjasama dengan siswa lain, sehingga siswa yang memiliki tingkat kecerdasan adversitas tinggi dapat memotivasi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan adversitas rendah.

4. Pihak sekolah seyogyanya memberikan dukungan sepenuhnya agar penerapan model pembelajaran SAVI dan learning cycle 5E dapat berjalan dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono.2003.Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT.Rineka Cipta

Anni, Catharina, Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: Unnes Press. Arikunto, Suharsimi 2009.Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. ---2008. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. ---2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Daryanto.2009.Panduan Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: Publiser Dimyati, Mujiono.2006.Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta:Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri Drs. Dan Zain Aswan Drs. 2006. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik.Oemar.2008.Proses Belajar Mengajar.Jakarta: Bumi Aksara.

HarunRasyiddan Mansur.2008.Penilaian Hasil Belajar.Bandung: CV Wacana Prima.

Joyce, B. dan Weil, M.1980).Models of Teaching, Second Edition. New Jersey : Prentice-Hall

Masten dan Gewirtz.2006.Resilience in Development: The Importance of Early Childhood.University of Minnesota, USA

Meier, Dave. 2005. The Accelerated Learning Handbooks: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti. Bandung: Kaifa.

Ngalim Purwanto.1984.Prinsip-prinsip.dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: CV.Remaja Karya

Renner, J.W., Abraham M.R.,Birnie, H.H. 1988. The Necessity of Each Phase of The Learning Cycle ini Teaching High School Physics. J. of Research in Science Teaching. Vol 25 (1), pp 39-58.


(5)

Rusman .2012.Model-Model pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru).Jakarta: Raja Grafindo.

Sagala, S. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabet Slameto.2003.Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya.Jakarta:

Rineka Cipta.

Stoltz, Paul G.2007.Adversity Quotient.Jakarta:PT Grasindo Sudjana.2005.Metode Statistika.Bandung:Algensindo

Sugiyono.2012.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Alfabeta.

---2011.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV Alfabeta

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara Surapranata.2004.Analisis, Validitas,Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes.

Bandung: Rosda

Trianto.2009.Model Model Pembelajaran Inovatif–Progresif.Jakarta: Penerbit Kencana

---2011. Model Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka.

Universitas Lampung.2008.Format Penulisan Karya Ilmiah.Bandar Lampung:Universitas Lampung.

Agustyaningrum, Nina.2010.Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman.Universitas Negeri Yogyakarta dalam http://eprints.uny.ac.id/2070/1/skripsi_nina.pdf. Diakses tanggal 29 November 2012

Hamruni, 2008: 167 dalam http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/ 178/jiptiain--zakiyanimd-8875- diakses tanggal 7 Februari 2013

Kurniatin, Dyah Titin.2010. Penerapan Metode Belajar Learning Cycle-5E pada Mata Pelajaran Akuntansi Terhadap Siswa Kelas XII IPS 1 untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar di SMA Negeri 6 Malang dalam

http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=48090. Diakses tanggal 10 Agustus 2013

Lorsbach, A. W. 2002. The Learning Cycle as A tool for Planning Science Instruction. dalam http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/ 257lrcy.html.Diakses 12 Desember 2012


(6)

Meliana, Lia.2010.Penerapan Model SAVI Untuk Meningkatkan Keterampilan BerbicaraPenelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2009/2010.Universitas Pendidikan Indonesia dalam http://repository.upi.edu/operator/upload/s_c0151_ 0603334_chapter1.pdf. Diakses tanggal 29 November 2012

Nugraheni, Latif Sofiana.2012.Pengaruh Penarapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E Terhadap Keterampilan Proses Sains Biologi Siswa Kelas X SMA Al Islam 1 Surakarta. Universitas Sebelas Maret dalam

http://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/SKRIPSI LATIF-SOFIANA-NUGRAHENI_K4308096.pdf. Diakses tanggal 29 November 2012

Redydian Adhitya Nugraha.2011.Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas Terhadap Motivasi Berprestasi Pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta.Universitas Sebelas Maret. Dalam http://www.google.co.id /url?sa=t&rct=j&q=pengaruh%20pelatihan%20kecerdasan%20adversitas %20terhadap%20motivasi%20berprestasi/.Diakses tanggal 10 Januari 2013

Suyatno. 2007: 33-34 dalam http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/ 178/jiptiain--zakiyanimd-8875-4-babii.pdf diakses 7 Februari 2013 Tinambunan, Desnaria Oktosarina. 2012. Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil

Belajar Akuntansi Siswa Dengan Menggunakan Kolaborasi Model

Pembelajaran SAVI dan Metode Drill Melalui Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa di Kelas XI IPS SMA Negeri 7 Medan T.A 2011/2012 dalam http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-24108-708114097%20skripsi.pdf. Diakses tmggal 10 Agustus 2013

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/. Diakses tanggal 11 Januari 2012

http://wytr33.wordpress.com/2012/12/25/model-pembelajaran-learning-cycle-5e/. Diakses 11 Januari 2013

http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-savi/. Diakses 11 Januari 2013


Dokumen yang terkait

ENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERPIKIR INDUKTIF DENGAN PETA KETERKAITAN KONSEP MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KELAS XI IPS 2 DI SMA NEGERI 1 BESUKI TAHUN AJARAN 2012/2013

1 5 17

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN TIPE NHT BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 18 67

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAVI DAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 11 90

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU ANTARA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN MAKE A MATCH DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 6 METRO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 18 100

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN MAKE A MATCH PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS KELAS XII IPS SMA NEGERI 2 GADINGREJO TAHUN P

0 10 97

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCAFFOLDING DAN TEAMS GAMES TURNAMENT ( TGT ) DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS TERHADAP SISWA KELAS XI MAN 2 METRO TAHUN PELAJARAN 2013-2014

0 7 94

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCAFFOLDING DAN TEAMS GAMES TURNAMENT ( TGT ) DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS TERHADAP SISWA KELAS XI MAN 2 METRO TAHUN PELAJARAN 2013-2014

0 16 93

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT DAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 10 84

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING DAN DISCOVERY LEARNING DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SIDOMULYO TAHUN AJARAN 2014/2015

0 5 89

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN PROJECT BASED LEARNING DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 METRO TAHUN AJARAN 2014/2015

0 6 87