Dongeng Klasik Jepang Analisis Pesan Moral Dalam Dongeng Momotaro Karya Yei Theodora Ozaki

mengabdi sepenuhnya kepada tuan dan mewujudkan pengabdian itu dengan cara berprestasi sebaik mungkin. Kesetiaan yang diajarkan Bushido merupakan kesetiaan seorang bushi dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Dalam menjalankan tugasnya ini mereka dituntut untuk tunduk terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh tuannya. Sedangkan di dalam Konfusionisme makna kesetiaan menjadi bernuansa moral, nilai moral yang terkandung di dalamnya meliputi nilai moral sosial, yang mendasarkan ajarannya dengan adanya hubungan antara anak dengan orang tua, kakak dengan adik, antar sesama, terhadap pejabat pemerintah, dan terhadap kaisar Sipahutar dalam Napitupulu 2008:23.

2.5 Dongeng Klasik Jepang

Dongeng disebut juga dengan cerita rakyat. Cerita rakyat Jepang adalah cerita dari folklor lisan yang lahir dan beredar di kalangan rakyat Jepang. Istilah yang digunakan di Jepang dalam literatur yang diterbitkan sesudah zaman Meiji hingga awal zaman Showa adalah minwa, mindan, atau ritan cerita rakyat, kōhi cerita yang ditulis di batu, densetsu legenda, dōwa cerita anak, otoginabashi dongeng fantasi, dan mukashibanashi cerita zaman dulu, dan sebagainya http:id.wikipedia.orgwikiCerita_rakyat_Jepang. Secara garis besar, cerita rakyat Jepang berdasarkan isi dan bentuk dibagi menjadi 3 kelompok: cerita zaman dulu 昔話 mukashibanshi, legenda 伝説 densetsu, dan cerita masyarakat 世間話 sekembanashi. Universitas Sumatera Utara Mukashibanshi atau cerita zaman dahulu adalah istilah Jepang untuk dongeng klasik Jepang. Dongeng klasik Jepang memiliki lokasi cerita dan tokoh- tokoh dalam cerita yang bersifat fiktif, sedangkan waktu kejadian adalah masa lampau yang tidak dijelaskan secara pasti, biasanya bentuk tema ceritanya menunjukkan tentang kejadian ajaib dari suatu daerah, pertolongan yang diberikan kepada orang baik oleh mahluk dengan kekuatan ajaib, moral tentang kebaikan yang selalu menang melawan kejahatan, kejahatan ibu tiri, kecantikan dan keluhuran anak bungsu, kecemburuan saudara kandung yang lebih tua. Ciri khas lain adalah kata mukashi atau mukashi, mukashi zaman dulu kala yang digunakan untuk kalimat pembuka. Kalimat dalam cerita sering menggunakan kata attasōna atau atta to sa yang berarti konon atau kabarnya menurut orang zaman dulu. Cerita sering diakhiri dengan kalimat Dotto harai yang berarti Tamat atau Mereka bahagia selamanya. Mukashibanashi adalah dongeng klasik Jepang yang biasanya diceritakan pada anak-anak. Dalam buku Nihon no Minwa, Kinoshita Junji, seorang ahli folklore Jepang menjelaskan alasan mengapa cerita rakyat jenis ini disebut dengan Mukashibanashi. Istilah Mukashibanashi yang digunakan para ahli folklore untuk menyebut cerita rakyat bukan merupakan cerita nyata, dan lahir dari daya khayal yang bersifat fiktif, diceritakan tanpa dihubung-hubungkan dengan keistimewaan suatu tempat manusia, diceritakan dengan menggunakan kata keterangan waktu yang tetap, yaitu kata mukashi, yang menunjukkan waktu yang telah lampau, biasanya diakhiri dengan kata-kata seperti shiawase ni kurashimashita mereka hidup bahagia selamanya atau anraku ni kurashimashita mereka hidup tenang dan Universitas Sumatera Utara bahagia, kata-kata yang digunakan adalah kata bahasa kehidupan sehari-hari. Selain yang diuraikan diatas, pada bagian akhir sebuah Mukashibanashi ada pula cerita yang diakhiri dengan kata “Tosa” yang mempunyai arti “hal yang diceritaka tersebut didengar dari orang lain” Dilihat dari Jenis Mukashibanashi juga terbagi atas tiga kelompok, yaitu Doobutsu Mukashibanashi, adalah istilah Jepang untuk dongeng-dongeng binatang, Honkaku Mukashibanashi, adalah istilah untuk dongeng biasa, Waraibanashi, adalah istilah untuk lelucon. Salah satu judul dongeng klasik Jepang adalah Momotaro. Dan beberapa judul lainnya adalah Kakek Pemekar Bunga, Kintaro, Pertarungan Monyet dan Kepiting, Gunung Kachi-kachi, Balas Budi Burung Bangau, UrashimaTaro, Patung Jizo Bertopi Bambu, Periuk Bunbuku, Issun- Bōshi, Shita-kiri Suzume.

2.6 Setting Cerita Momotaro