lain yang mungkin dapat menyebabkan adanya perbedaan hasil penelitian ini adalah berdasarkan hasil analisis statistik diketahui pula bahwa
pegawai yang memiliki umur ≥ 30 tahun memiliki proporsi ketidakpuasan
yang tinggi. Hal tersebut sangat mungkin disebabkan adanya berbagai faktor yang
mempengaruhi rasa ketidakpuasan tersebut. Dimana, hal ini sangat mungkin disebabkan karena pegawai berumur tua cenderung telah
memiliki banyak pengalaman pekerjaan. Selain itu, pegawai berumur tua cenderung telah memiliki masa kerja yang cukup lama dalam suatu
institusi tempatnya bekerja. Seorang pegawai yang telah lama bekerja serta memiliki banyak
pengalaman pekerjaan tentunya memiliki harapan lebih pada institusi tempatnya bekerja, seperti gaji yang diperoleh harus dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini membuat suatu institusi harus mampu memenuhi kebutuhan pegawai tersebut dengan cara memberikan gaji yang
dirasakan sesuai dengan pengalaman kerja serta masa kerjanya.
2. Jenis Kelamin
Menurut Gibson 1997 jenis kelamin merupakan salah satu faktor dalam karakteristik individu yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
Berkaitan dengan jenis kelamin, secara umum tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Beberapa penelitian mengemukakan
bahwa kepuasan kerja yang dirasakan oleh perempuan lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Dimana, perempuan memiliki lebih banyak harapan-harapan dalam memenuhi kebutuhannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai berjenis kelamin perempuan yang menyatakan tidak puas dalam bekerja di Rumah Sakit
Haji Jakarta adalah sebesar 43,8. Sedangkan, pegawai berjenis kelamin laki-laki yang menyatakan tidak puas pada pekerjaannya adalah sebesar
52,5. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diketahui
bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan antara pegawai berjenis kelamin perempuan dan pegawai berjenis kelamin laki-laki terhadap
kepuasan kerja p-value = 0,504. Dengan kata lain, hal ini dapat diartikan bahwa presentase pegawai perempuan yang merasa puas dengan
pekerjaannya saat ini jumlahnya tidak berbeda secara signifikan dengan presentase pegawai laki-laki yang merasa puas dengan pekerjaannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdurrahman 2000 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
proporsi kepuasan kerja antara responden berjenis kelamin perempuan dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki di Rumah Sakit Umum
Sigli Kabupaten Pidie. Penelitian lain, Widodo 2003 dan Yulita 2004 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kepuasan kerja
antara pegawai yang berjenis kelamin perempuan dengan pegawai yang berjenis kelamin laki-laki.
Penelitian ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Gibson 1997 yang mengungkapkan bahwa berkaitan dengan jenis
kelamin, dapat dikatakan bahwa secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kepuasan kerja. Hal senada juga
diungkapkan oleh Bambang Haryo Wicaksono 1982 dalam As’ad 2004
yang menyimpulkan tidak ada perbedaan antara kepuasan pegawai laki- laki dengan perempuan. Hasil penelitian ini juga didukung dengan adanya
teori dari Robbins 2001 yang juga menyatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi kepuasan kerja.
Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Glen, Taylor dan Walver 1997 dalam As’ad 2004 yang menunjukkan adanya
perbedaan kepuasan diantara laki-laki dan perempuan, dimana kebutuhan perempuan untuk merasa puas dalam bekerja ternyata lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Perbedaan hasil temuan ini kemungkinan disebabkan karena tidak
seimbangnya jumlah proporsi responden penelitian. Dimana, diketahui bahwa jumlah responden perempuan dalam penelitian ini lebih banyak 64
orang dibandingkan dengan jumlah responden laki-laki 40 orang dalam penelitian kepuasan kerja di Rumah Sakit Haji Jakarta. Sehingga, hal
inilah yang dimungkinkan membuat data yang diperoleh dalam penelitian tidak bervariasi dan membuat tidak terlihatnya hubungan antara jenis
kelamin dengan kepuasan kerja.
Selain itu, hal lain yang menyebabkan tidak terlihatnya hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan kerja adalah berdasarkan hasil
analisis statistik diketahui bahwa responden berjenis kelamin laki-laki memiliki rasa ketidakpuasan yang cukup tinggi. Berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Glen, Taylor dan Walver 1997 dalam As’ad 2004
pegawai berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih merasa puas dibandingkan dengan pegawai perempuan. Namun, dalam penelitian ini
diketahui bahwa pegawai berjenis kelamin laki-laki memiliki rasa ketidakpuasan yang tinggi pula.
Dimana, rasa ketidakpuasan yang dirasakan pegawai laki-laki hampir sebanding dengan pegawai perempuan. Hal ini sangat mungkin
disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan hidup. Dimana, hal tersebut dapat disebabkan karena statusnya yang telah menikah membuat
mereka membutuhkan penghasilan yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terlebih lagi bagi mereka yang memiliki anak pra
sekolah yang tentunya membutuhkan biaya hidup yang lebih tinggi. Sehingga, dalam hal ini pihak manajemen rumah sakit disarankan untuk
lebih memperhatikan faktor gaji yang diberikan kepada pegawai laki-laki khususnya bagi mereka yang telah menikah sebagai upaya untuk
meningkatkan kepuasan kerjanya.
3. Pendidikan