Anak-anak yang dididik secara otoritatif mudah bekerja sama, mengandalkan diri sendiri, penuh tenaga, bersahabat dan berorientasi prestasi.
3. Stress anak, rasa tertekan pada anak akan menyebabkan anak sulit untuk mengungkapkan
emosi mereka. 4.
Lingkungan sosial, anak yang biasa hidup di lingkungan sosial dengan nilai toleransi tinggi akan dengan mudah berkomunikasi sehingga emosi mereka dapat tersalurkan.
Faktor-faktor seperti kasih sayang, saling menghormati, status sosial ekonomi tidak berpengaruh secara langsung terhadap kecerdasan emosional. Dari penjelasan tersebut
tampak bahwa kecerdasan emosional dipengaruhi oleh komunikasi, riwayat hidup orang tua terutama ibu karena ibu yang berperan cukup besar dalam tumbuh kembang anak, stress anak
dan lingkungan sosial. Faktor-faktor tersebut menyebabkan fluktuasi pada emosi anak sehingga secara langsung mempengaruhi kecerdasan emosi anak.
E. Pengukuran Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional mulai dikenal pada tahun 1990. Namun, hingga saat penulis hendak melakukan penelitian tahun 2014 belum terdapat tes standar untuk mengukur
kecerdasan emosional. Maka dari itu, peneliti ingin mencoba melakukan sebuah tes standar kecerdasan emosional.
Tes kecerdasan emosional ini mengacu pada teori kecerdasan emosional Goleman 2005. Menurutnya kecerdasan emosional meliputi mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri sendiri, mengelola emosi orang lain empati, ketrampilan social. Setelah melalui tahap referensi, adaptasi, editing dan pengukuran validitas dan reliabilitas maka tes
ini dinyatakan cukup representative untuk mengukur kecerdasan emosional. Skala pengukuran pada penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tenteng fenomena sosial Sugiyono 2006. Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari positif sampai negatif seperti sangat baik, baik, cukup baik dan kurang baik.
F. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Hasil Belajar
Kegiatan belajar mengajar dalam kelas tidak hanya mengandalkan kognisi mahasiswa melainkan juga emosi. Brillianty 2003 menyatakan bahwa berhasilnya pendidikan tidak
tergantung pada tingkat kecerdasan semata. Faktor emosi ternyata ikut serta mempengaruhi hasil belajar. Rasa takut, benci dan bosan terhadap bahan atau mata kuliah, sifat mudah putus
asa di dalam menyelesaikan tugas, kecemasan yang terus menerus akan mempengaruhi hasil belajar.
Studi perbandingan oleh Asmiati 2005 mengenai faktor-faktor non intelektif antara anak berbakat yang berprestasi dan yang kurang berprestasi melalui pendekatan terhadap
siswa dan orang tua menunjukkan bahwa dari 199 anak yang diidentifikasi berbakat ternyata 77 orang 38,7 yang termasuk berprestasi. Faktor-faktor non intelektif yang
mempengaruhi hasil belajar adalah kecerdasan akademik, nilai diri yang rendah, hubungan dengan tokoh otoriter yang kurang sehat, hubungan interpersonal yang terhambat, konflik
antara dua kebutuhan, pola kegiatan yang berorientasi sosial dan orientasi terhadap tujuan yang kurang realistik. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa kemampuan dalam mengolah
kecerdasan emosional sangat mempengaruhi faktor-faktor non intelektif siswa sehingga dapat juga berpengaruh terhadap hasil belajarnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Setiawati 2005 dan kawan-kawan tentang hubungan kecerdasan emosional, status gizi dengan prestasi belajar. Hasil penelitiannya menunjukkan
korelasi p=0,862 dengan sampel sebanyak 126, didapat P
tab
sebesar 0,05. Model regresinya Y=7,303
– 0,00261 dengan bentuk hubungan linier. Namun nilai korelasi p 0,05 maka tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kecerdasan emosional dengan prestasi
belajar siswa. Selanjutnya Yulisinta Florence 2004 meneliti tentang pengaruh gaya pengasuhan orang
tua, kecerdasan emosional dan kecerdasan kognitif terhadap prestasi belajar. Hasilnya menunjukkan korelasi Spearman p = 0,251 dan hasil uji regresi linier sebesar
β=0,198 dengan sampel sebanyak 90 diperoleh P
tab
sebesar 0,05. Hal ini menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh nyata terhadap prestasi belajar siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Fajarini 2008 tentang hubungan antara kecerdasan emosional dengan hasil belajar matematika menunjukkan bahwa ada hubungan yang berarti
antara kecerdasan emosional dengan hasil belajar matematika. Hal ini ditunjukkan berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, meliputi uji keberartian model regresi dengan
F
hit
=32,15 dan F
tab
=3,94 maka hubungan antara kecerdasan dengan hasil belajar matematika
adalah signifikan. Uji korelasi dengan Z
hit
= 8,54 dan Z
tab
= 1,657 maka Z
hit
≥ Z
tab
maka terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan hasil belajar matematika.
Dari penelitian diatas diperlukan suatu penelitian lanjutan untuk mengetahui tentang korelasi antara kecerdasan emosional dengan hasil belajar mahasiswa prodi pendidikan
biologi.
F. Kerangka Pikir