Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru 1. Defenisi

lain selain TB, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis TB Departemen Kesehatan RI, 2002 dalam Simanungkalit, 2006.

2.2.8. Diagnosis

Alat diagnosis TB paru adalah sangat sederhana, dan terdiri atas 3: 1. Pemeriksaan tes Tuberkuline, yang lazim dipakai adalah Mantoux-test, 2. Pemeriksaan Roentgen, 3. Pemeriksaan sputum, dan 4. Biakan. Soeroso, 1968 ; Crofton et al., 1998. Diagnosis TB pada orang dewasa dapat ditegakkan, dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan sputum secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen sputum SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen sputum yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto roentgen dada atau pemeriksaan sputum SPS diulang. Kalau hasil roentgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TBC BTA Positif. Tetapi kalau hasil roentgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan sputum SPS diulang kembali. Departemen Kesehatan RI, 2002 dalam Simanungkalit, 2006.

2.2.9. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk menjamin kesembuhan dan mencegah terjadinya resistensi primer, yang dapat merugikan penderita serta menyulitkan kesembuhan, bila dilakukan dengan baik dan benar, maka 85 penderita akan sembuh dalam waktu enam bulan. OAT harus diberikan dalam kombinasi paling sedikit dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Dasar pemberian obat ganda adalah karena selalu didapatkan kuman yang sensitif mutan resisten. OAT dapat diberikan baik tiap hari maupun secara berkala intermiten 2-3 kali seminggu. Dasar pemberian obat secara berkala adalah karena adanya ”lag periode”, yaitu jangka waktu tertentu dimana kuman-kuman Universitas Sumatera Utara TB tidak dapat tumbuh setelah kontak dengan obat habis, efek obat masih tetap berlangsung selama 24-72 jam Simanungkalit, 2006. Tahap Pengobatan TB Paru Menurut Simanungkalit 2006 tahap pengobatan sesuai WHO 1991 dibagi pada 2 tahap yaitu: 1. Tahap intensif Melalui kegiatan bakterisid memusnahkan kuman terutama pada populasi kuman yang membelah dengan cepat, dengan menggunakan sedikitnya 2 obat bakterisid. Diberikan setiap hari selama 2 bulan, optimal pada 2 bulan dimana konversi sputum terjadi pada akhir bulan kedua. 2. Tahap lanjutan Melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek, atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional selama sisa masa pengobatan, dengan menggunakan 2 obat setiap hari atau berkala 2-3 kali seminggu. Menurut Depkes 2007 Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan OAT sebagai berikut: 1. Kategori 1: 2 HRZE 4 HR3 Tahap intensif diberikan untuk penderita baru TB paru BTA Positif, penderita TB paru BTA negatif rontgen positif dan penderita TB ekstra paru terdiri dari Isonazid H,Rifampisin R,Pirazinamid Z dan Etambutol E. Obat-obatan ini diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu Selama 4 bulan. Universitas Sumatera Utara 2. Kategori 2: 2 HRZES HRZE 5 HR3E3 Tahap intensif diberikan untuk penderita kambuh relaps, penderita gagal failure, dan penderita dengan pengobatan setelah lalai after default diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZE dan suntikan streptomisin S, diberikan setelah penderita selesai menelan obat. setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. 3. Kategori anak: 2 HRZ 4 HR Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun lanjutan. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak. Medikamentosa Tabel 2.1. Daftar obat-obat anti tuberkulosis yang mempunyai sifat bakterisidal dan bakteriostatik sesuai dengan dosis pemakaian, aktivitas obat dan efek samping yang mungkin terjadi Alsagaff et al., 2002. Nama Obat Dosis Harian mgkgBBhari Dosis 2x smg mgkgBBhari Efek Samping Aktivitas BAKTERISIDAL Streptomisin S 15-25 0.75-1 g 25-30 0.75-1 g Toksik terhadap nervus vestibular N. VIII Ekstraseluler aktif pada pH netral atau basa Universitas Sumatera Utara Isoniazid H 5-11 15 Neuritis perifer Hepatotoksik Ekstraseluler Intraseluler Rifampisin R 10 450-600 mg 10 450-600 mg Hepatitis Nausea Vomiting Flu like syndrome Ekstraseluler Intraseluler Pirazinamid Z 30-35 1.5-2 g 50 1.5-3 g Hiperurisemia Hepatotoksik Aktif dalam suasana asam intraseluler BAKTERIOSTATIK Etambutol E 15-25 900-1200 mg 50 Neuritis Optik Skin rash Intraseluler Ekstraseluler Menghambat timbulnya mutan resisten Etionamid 15-30 0.75-1 g dibagi - Nausea Vomiting Hepatotoksik Intraseluler Ekstraseluler Menghambat timbulnya mutan resisten PAS P 150 10-12 g dibagi - Gastritis Hepatotoksik Ekstraseluler Universitas Sumatera Utara Nonmedikamentosa Strategi Penanggulangan Penyakit TB Paru Dengan Strategi DOTS Menurut WHO 1997 dalam Simanungkalit 2006 pada tahun 1995 WHO menganjurkan strategi DOTS, yaitu strategi komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan kesehatan primer diseluruh dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan penderita TB paru, agar transmisi penularan dapat dikurangi di masyarakat. Lima strategi DOTS sesuai dengan rekomendasi WHO, yang terdiri atas komponen-komponen: 1. Komitmen politis berkesinambungan dari pemegang kebijakan termasuk anggaran dana. 2. Pemeriksaan sputum mikroskopis yang terjamin mutunya. 3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. 4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu. 5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

2.2.10. Pencegahan