Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih
sampai putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol
95 P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Serapan ultraviolet : Serapan-1 cm larutan 0,002 bv dalam air pada 278 nm
adalah 0,58 sampai 0,61 Ditjen POM, 1995. Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan dalam air
pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran cerna. Oleh karena itu
pemberian peroral menonjol Wattimena, 1990.
2.3.2 Aktivitas Antimikroba
Kloramfenikol adalah antibiotika pertama yang mempunyai efek terhadap riketsia dan juga menjadi obat pilihan pada penyakit tifoid salmonellosis,
hemofilus influenza, dan klebsiella pneumoniae. Penggunaannya perlu diawasi dengan memonitor keadaan hematologi karena dapat menyebabkan efek
hipersensitivitas Hadisahputra dan Harahap, 1994.
2.3.3 Reaksi - Reaksi yang Tidak Diinginkan
Semua obat mempunyai reaksi yang tidak dikehendaki, tetapi kloramfenikol barangkali yang paling dikenal efek sampingnya dibandingkan
yang lainnya. Penggunaan klinis kloramfenikol pada saat sekarang terbatas pada pengobatan demam tifoid, infeksi salmonela, dan infeksi yang disebabkan oleh
organisme yang peka terhadap antibiotik ini Foye, 1996.
Menurut Katzung 2004, reaksi-reaksi yang tidak diinginkan pada terapi kloramfenikol antara lain:
a. Gangguan Gastrointestinal
Kadang-kadang, orang dewasa dapat mengalami mual-mual, muntah-muntah, dan diare. Hal ini jarang dijumpai pada anak-anak.
b. Gangguan Sumsum Tulang
Kloramfenikol biasanya menimbulkan suatu supresi reversibel terhadap produksi sel darah merah yang terkait dosis, pada dosis diatas 50 mgkghari
setelah 1-2 minggu. Anemia aplastik jarang menjadi konsekuensi pemberian kloramfenikol melalui jalur apapun. Hal ini merupakan reaksi idiosinkrasi yang
tidak ada hubungannya dengan dosis c.
Toksisitas pada Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir kekurangan suatu mekanisme konjugasi asam glukoronat
glucoronic acid yang efektif untuk degradasi dan detoksifikasi kloramfenikol. Lebih jauh lagi, apabila bayi-bayi ini diberi dosis diatas 50 mgkghari, obat dapat
terakumulasi dan mengakibatkan sindrom bayi kelabu gray baby sindrome.
2.3.4 Penetapan Kadar Kloramfenikol
Penetapan kadar kloramfenikol dapat dilakukan secara: 1.
Nitrimetri dengan pelarut asam klorida P menggunakan pentiter natrium nitrit 0,1 M dan indikator kertas kanji iodida P. Titrasi dianggap selesai jika titik
akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama 5 menit Ditjen POM, 1979.
2. Secara spektrofotometri ultraviolet, larutan sampel dalam air diukur
serapannya pada panjang gelombang maksimum ± 278 nm dengan harga A 1, 1 cm pada 278 nm adalah 298 Ditjen POM, 1979.
3. Secara kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan fase gerak
berupa campuran air : metanol P : asam asetat glasial 55:45:0,1, detektor pada panjang gelombang 278 nm dan laju alir 1 mlmenit Ditjen POM,
1995. Uji kuantitatif keberadaan residu antibiotika dapat menggunakan metode
KCKT mempunyai beberapa keuntungan dibanding metode analisis lain, diantaranya kolom dapat digunakan kembali, memiliki berbagai jenis detektor,
waktu analisis umumnya relatif singkat, ketepatan dan ketelitian relatif tinggi serta dapat digunakan untuk menganalisis kebanyakan senyawa kimia yang tidak
tahan terhadap suhu tinggi Meyer, 2004.
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT