BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Mellitus DM
2.1.1. Definisi Diabetes Mellitus DM adalah penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh
tidak dapat memproduksi cukup insulin atau menggunakan insulin secara efektif IDF 2013. DM bukanlah suatu penyakit tunggal, melainkan sekelompok
kelainan dan gejala klinis yang bersifat heterogen dengan ciri utama berupa intoleransi glukosa. Istilah Diabetes Mellitus digunakan untuk menjelaskan
sekumpulan gejala dengan hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
2.1.2. Klasifikasi dan Etiologi The American Diabetes Association mengklasifikasikan diabetes dalam
empat kategori, yaitu: 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 defisiensi insulin absolut
Defisiensi insuln absolut pada DM Tipe 1 disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas yang dipicu oleh suatu reaksi autoimun. Reaksi autoimun ini
mungkin dipicu oleh faktor eskternal pada individu yang rentan secara genetik. Kerusakan ini berlangsung selama beberapa bulan sampai beberapa tahun hingga
terjadi penurunan massa sel beta pankreas. Penurunan jumlah sel beta pankreas ini menyebabkan penurunan produksi insulin. Penurunan jumlah produksi insulin ini
pada akhirnya mengakibatkan konsentrasi insulin dalam darah tidak dapat mengontrol kadar glukosa plasma.
DM tipe1 biasanya berkembang pada masa kanak-kanak atau dewasa muda. DM tipe 1 adalah intoleransi glukosa yang paling sering didiagnosa pada
individu berumur kurang dari 30 tahun. Namun, tidak tertutup kemungkinan perkembangan penyakit ini terjadi di usia dewasa.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 resistensi insulin dengan defisit sekresi insulin Pada DM tipe 2, sekresi insulin dikatakan tidak adekuat karena pasien
mengalami resistensi insulin. Resistensi insulin di hati menyebabkan ketidakmampuan hati menekan produksi glukosanya. Resistensi insulin di perifer
menyebabkan terganggunya uptake glukosa perifer. Kombinasi keduanya menyebabkan peningkatan glukosa darah baik saat puasa maupun setelah makan.
Pada tahap awal perjalan penyakitnya, konsentrasi insulin dalam darah biasanya sangat tinggi. Pada tahap lebih lanjut, produksi insulin oleh sel beta
pankreas akan menurun dan menyebabkan semakin buruknya keadaan hiperglikemia pada pasien DM tipe 2. Pada umumnya, perkembangan penyakit ini
terjadi di usia dewasa dan semakin meningkat seiring bertambahnya umur. 3. Diabetes Mellitus Tipe Lainnya
Yang termasuk kedalam kelompok ini adalah defek genetik pada sel beta pankreas, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati dan kerusakan sel beta pankreas yang diinduksi obat-obatan atau zat kimia.
Salah satu DM tipe lain yang paling sering dibicarakan adalah maturity- onset diabetes of youth MODY. MODY memiliki 6 mutasi autosomal dominan
yang spesifik. Termasuk diantaranya gen untuk hepatocyte nuclear factor-1 HNF-1; MODY 3, Glukokinase MODY 2, HNF-4 MODY 1, Insulin
Promoter Factor IPF-1; MODY 4, HNF-1 MODY 5, dan NeuroD1 MODY 6. Individu dengan defek genetik ini memiliki riwayat keluarga penderita DM
yang kuat dengan berat badan yang normal dan terdiagnosa sebelum berusia 25 tahun. Dulunya MODY diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk DM tipe 2.
Namun tidak terjadinya peningkatan berat badan pada penderita MODY dan defek genetik yang berbeda antara MODY dengan DM tipe 2 menyebabkan klasifikasi
tersebut tidak dipakai lagi. 4. Diabetes Gestasional.
Diabetes gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset atau terdeteksi saat kehamilan.
2.1.3. Gejala klinis DM memiliki 3 gejala klinis yang utama, yaitu:
a. Poliuri Poliuri terjadi karena diuresis osmotik yang disebabkan oleh peningkatan
kadar gula darah. b. Rasa haus
Rasa haus terjadi karena kehilangan cairan dan elektrolit c. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan disebabkan oleh deplesi cairan dalam tubuh dan pemecahan lemak dan otot yang terjadi karena defisiensi insulin.
2.1.4. Diagnosis Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa.
Tes Normal
Gangguan Toleransi Glukosa
Diabetes KGDP
mgdl 100
100-125 ≥ 126
TTGO mgdl
140 140-199
≥ 200 HbA1c
5,7 5,7-6,4
≥ 6,5 Sumber : The Merck Manual, 2013.
HbA1c = Hb terglikosilasi ; KGDP = Kadar Glukosa Darah Puasa; TTGO = tes toleransi glukosa oral.
Diabetes Mellitus didiagnosa berdasarkan gejala klinis dan pengukuran kadar glukosa darah. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setelah puasa 8-
12 jam KGDP atau 2 jam setelah konsumsi cairan glukosa yang terkonsentrasi TTGO.
2.1.5. Penatalaksanaan Menurut PERKENI 2011, terdapat 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Edukasi Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus. 2. Terapi gizi medis
Terapi Nutrisi Medis TNM merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes
hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit, merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
4. Intervensi farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani gaya hidup sehat. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntikan.
a. Obat hipoglikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral dibagi menjadi 5
golongan, yaitu : 1. Pemicu sekresi insulin insulin secretagogue: Sulfonilurea dan Glinid
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolidindion 3. Penghambat glukoneogenesis: Metformin
4. Penghambat absorpsi glukosa: Penghambat glukosidase alfa 5. DPP-IV inhibitor
b. Suntikan : Insulin dan Agonis GLP-1 Incretin mimetic
2.1.6. Komplikasi DM dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang serius, yaitu:
Hipoglikemia, peningkatan resiko infeksi, komplikasi mikrovaskuler retinopati dan nefropati diabetik, komplikasi neurologis, dan komplikasi makrovaskuler.
Komplikasi mikrovaskuler dapat menghambat penyembuhan luka. Hal ini menyebabkan luka kecil pada penderita DM dapat meluas dan membentuk ulkus
dalam yang dapat disertai dengan infeksi sekunder.
2.1.7. Prognosis Prognosis penderita DM sangat dipengaruhi oleh terkontrol atau tidaknya
penyakit ini pada penderitanya. Diabetes Control and Complication Trial DCCT menunjukkan terdapat hubungan antara hiperglikemia kronis dengan peningkatan
resiko komplikasi mikrovaskuler pada penderita DM tipe 1. The United Kingdom Prospective Diabetes Study UKPDS menunjukkan hasil yang sama pada
penderita DM tipe 2.
2.2. Kualitas Hidup