STUDI TENTANG TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TEMPAT IBADAH TRI DHARMA KWAN SING BIO TUBAN JAWA TIMUR.

(1)

STUDI TENTANG TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TEMPAT IBADAH TRI DHARMA KWAN SING BIO TUBAN JAWA TIMUR

SKRIPSI

Oleh:

Zainal Mahalli E82211047

PROGAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini untuk mengetahui dan memahami, bahwa umat Konghucu di tempat ibadah tri dharma (TITD) Kwan Sing Bio Tuban mempunyai tradisi sedekah bumi atau bunceng, yang dilakukan secara turun temurun. Tradisi bunceng atau sedekah bumi rutin dilaksanakan dalam rangka mendo’akan arwah para leluhur yang sudah meninggal, umat Konghucu percaya bahwa pada hari dilaksanakan sedekah bumi tersebut, arwah para keluarga yang sudah meninggal akan kembali turun ke bumi. Sedekah bumi yang dilaksanakan umat Konghucu juga mendapatkan respon yang sangat positif dari internal klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban, hal ini ditunjukan dengan antusiasme umat Konghucu mengikuti prosesi kegiatan sedekah bumi tersebut. Selain respon dari internal umat Konghucu, sedekah bumi juga mendapat respon positif dari masyarakat sekitar klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban, masyarakat sekitar klenteng yang mayoritas beragama Islam, merespon kegiatan sedekah bumi sebagai bentuk bagi – bagi sembako secara gratis yang rutin dilakukan oleh klenteng.

Selain mendapat beberapa respon dari internal dan masyarakat sekitar klenteng, sedekah bumi juga memberikan berbagai manfaat nilai, diantaranya mempunyai nilai teologis, yakni menjaga hubungan dengan Tian sebagai penguasa, nilai sosial, dalam tradisi sedekah bumi juga memberikan manfaat memupuk persaudaraan antar internal umat Konghucu, antar umat yang bernaung di klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban, dan antara umat Konghucu dengan masyarakat sekitar klenteng. Nilai kerukunan antar umat beragama, dalam rebutan bunceng yang merupakan bagian dari rangkaian acara sedekah bumi, terdapat berbagai unsur masyarakat yang berbeda keyakinan dalam acara tersebut.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM………..i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI……….…… ..…………...ii

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI………..iii

ABSTRAK………..iv

KATA PENGANTAR………v

DAFTAR ISI………vii

BAB I PENDAHULUAN………..1

A. Latar Belakang Masalah………..………1

B. Rumusan Masalah……….………..5

C. Tujuan Penelitian……….………5

D. Penegasan Judul………..6

E. Manfaat Penelitian………..….8

F. Penelitian Terdahulu………..………..8

G. Sumber Data dan Metode Penelitian……….….13

H. Sistematika Pembahasan………20

BAB II LANDASAN TEORI………...………..21

A. Pengertian Budaya………..………21

B. Unsur – Unsur Budaya…...……….………...24

C. Ajaran Konghucu …...……….………...29

BAB III OBJEK PENELITIAN………...36

A. Sejarah Klenteng Kwan Sing Bio………...….……...36


(8)

C. Visi, Misi dan Susunan Pengurus Klenteng Kwan Sing Bio………...40

D. Aktifitas Peribadatan Umat Konghucudi Klenteng Kwan Sing Bio………42

E. Arsitektur bangunan Klenteng Kwan Sing Bio……….44

BAB IV ANALISIS TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TITD….…50 A. Makna Dan Tujuan Tradisi Bunceng……..……...………50

B. Prosesi Tradisi Bunceng…….…...………54

C. Respon Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Tradisi Bunceng……..….….…61

BAB V PENUTUP……….…..…. 63

A. Kesimpulan……….….………63

B. Saran……….…….……..64

DATAR PUSTAKA………..………..……65


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jum’at 4 September 2015, ratusan warga rebutan bunceng di Tempat

Ibadah Tri Darma (TITD) Kwan Sing Bio, pada ritual sembahyangan rebutan yang digelar oleh umat Konghucu tersebut. Sedikitnya ada 1.400 bunceng yang disiapkan di pelataran depan klenteng langsung diserbu warga, seusai umat Tri Darma sembahyang menghormati arwah para leluhur. Bunceng adalah bingkisan yang di dalamnya terdiri dari makanan ringan, gula, kopi, mie istant dan nasi, tak sampai menunggu lama bunceng tersebut langsung ludes dalam hitungan menit setelah gendang tanda rebutan dipukul dari dalam klenteng, tidak hanya orang dewasa yang ikut rebutan bunceng, anak-anak dan orang tua juga tidak ketinggalan merebutkan bunceng yang dikemas dalam plastik merah dengan ditancapkan bendera berwarna merah dan kuning bertuliskan tulisan Cina.1

Rebutan bunceng merupakan tradisi secara turun temurun yang dilakukan oleh umat Konghucu di klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban, rebutan bunceng disebut juga sebagai tradisi sedekah bumi. Umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban memiliki tradisi melakukan penghormatan

1


(10)

2

kepada Tuhan atas nikmat hasil bumi yang selama setahun diberikan kepada manusia.

Tradisi sedekah bumi pada mulanya merupakan tradisi khas masyarakat Jawa kuno yang masih berlangsung hingga sampai saat ini, perilaku keagamaan ini rutin dilakukan oleh masyarakat dalam rangka menjaga hubungan baik dengan yang dianggap suci. Dalam konteks pengalaman keagamaan, Rudolf Otto mengatakan bahwa yang suci tersebut adalah kekuatan tertinggi. Apa yang terlihat di dalamnya adalah sesuatu yang tak terselami dan mengatasi semua mahluk, sehingga menimbulkan implikasi ketidakberdayaan bagi penganutnya.2 Bagi Emil Durkheim, hal ini dapat menimbulkan suatu dampak kewajiban untuk berperilaku keagamaan.3 Sedangkan menurut Koentjaraningrat, implikasi pengalaman terhadap yang suci tersebut bisa menimbulkan tindakan-tindakan religi.4

Tradisi untuk dipersembahkan kepada yang suci tersebut senantiasa berjalan secara turun-temurun, dalam rangka menjaga kewajiban terhadap yang suci. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat tidak pernah lepas dari pengaruh kebudayaan luar serta tantangan perubahan sosial masyarakat. Artinya, perubahan masyarakat

2 Thomas F O’dea, Sosiologi Agama; Suatu Pengantar Awal

(Jakarta: CV Rajawali, 1992), 38-39.

3

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi; Pokok–Pokok Etnografi (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 201.

4


(11)

3

mempengaruhi terhadap adanya perubahan sosial.5 Perubahan sosial yang dimaksud bisa menggeser hal-hal yang sudah ada, menggantikannya, mentransformasikannya, atau menambahkan yang baru, yang kemudian disandingkan dengan hal-hal yang sudah ada.6 Dialektika kebudayaan yang seperti ini akan senantiasa terus berjalan dan tidak akan pernah berhenti selama manusia masih ada. Sehingga bergerak dari satu generasi ke generasi penerus berikutnya, oleh karena itu kebudayaan bukanlah suatu hal yang statis, namun selalu berubah.7

Tradisi yang senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan dinamika sosial masyarakat, dapat dikatakan bahwa tradisi bunceng rangkaian tradisi sedekah bumi yang sudah bersinggungan dengan ajaran Konghucu. Agama Khonghucu yang datang ke Indonesia diperkirakan bersamaan dengan migrasi Tionghoa ke Indonesia, itu berarti kehadiran Agama Konghucu di Nusantara di perkirakan terjadi sejak akhir pra sejarah, atau sejak adanya hubungan dagang abad III SM. oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa itu terjadi sejak zaman pasca dinasti Han, dimana Agama Khonghucu diperlakukan sebagai agama Negara, penyebaran agama tersebut lebih meluas ke Semenanjung Malaka dan kepulauan Nusantara, seperti di kota–kota pantai Banten, Sriwijaya, Cirebon, Demak, Tuban, Makassar, Ternate dan

5

Harsojo, Pengantar Antropologi (Jakarta : Abardi, 1984), 154. 6

Masimambow, Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia, (Jakarta: yayasan bor Indonesia, 1997), 9.

7

Sjafri Sairin, Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 184.


(12)

4

Kalimantan Barat, mereka datang secara individual sebagai pedagang, petani atau nelayan sehingga tidak membuat komunitas tersendiri tetapi beradaptasi dengan masyarakat dan budaya setempat.8

Masyarakat Jawa yang memang kental dengan tradisi – tradisi kuno yang dupertahankan seolah tetap berpegang teguh dengan tradisi mereka sekalipun sudah memeluk agama lain. Seperti hal nya tradisi sedekah bumi yang banyak bersingunggan dengan Agama Islam.

Skirpsi ini akan membahas tentang tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban, hal ini menjadi kajian yang berbeda dengan tradisi sedekah bumi yang selama ini banyak diteliti, karena kebanyakan yang diteliti merupakan tradisi sedekah bumi yang singkron terhadap agama Islam.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, ada beberapa variabel yang akan dijadikan sebagai rumusan masalah, yaitu:

1. Apa makna dan tujuan tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban?

2. Bagaimana Prosesi tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban?

8

Ihsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia (Jakarta : Pelita Kebajikan, 2005), 1.


(13)

5

3. Bagaimana respon masyarakat sekitar terhadap pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban?

C. Tujuan Penelitian

Setelah mengetahui rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui makna dan tujuan tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban.

2. Untuk menjelaskan prosesi tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban.

3. Untuk mengetahui respon masyarakat sekitar terhadap pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban.

D. Penegasan Judul

Untuk memperjelas judul penelitian ini, maka penulis akan memberikan

penjelasan tentang judul “Studi Tentang Tradisi Sedekah Bumi Umat

Konghucu Di Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban Jawa Timur. Pada judul ini terdapat beberapa istilah yang perlu didefinisikan:


(14)

6

Studi: kajian, telaah9

Tradisi: sesuatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat, baik yang menjadi adat kebiasaan, atau yang diasimilasikan dengan ritual adat atau agama

.

10

Sedekah Bumi: Sedekah bumi adalah upacara ritual tradisional yang dimana para warga desa menyatakan syukur atas hasil panen yang baik sehingga mereka bisa hidup dengan bahagia mempunyai cukup sandang pangan, hidup selamat dan berkecukupan. Mereka berharap agar tahun depan dan selanjutanya mereka akan tetap bisa menikmati kehidupan ini bahkan bisa lebih baik.11

Konghucu: Agama konghucu dalam sebutan aslinya adalah Ji Kau yang berarti Agama dari kaum yang taat, setia, lembut hati, memperoleh bimbingan menuju jalan yang suci, dan juga berarti cendekia atau yang terpelajar12, berlandaskan pada kitab Su Si dan Wujing13.

9

Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung: M2S, 1997.Cet 2), 434. 10

Ibid, 451. 11

Suryo S. Negoro, Upacara Tradisional dan Ritual Jawa (Surakarta : Buana Jaya, 2001), 43.

12

Shinta Devi ISR, Boen Bio; Benteng Terakhir Umat Konghucu, ( Surabaya: JP Books, 2005), 27.

13


(15)

7

Kwan Sing Bio Tuban: Merupakan kelenteng terunik dan terbesar se-Asia Tenggara. Dimana pada gerbang masuk kelenteng Kwan Sing Bio terdapat lambang kepiting di atasnya. Sehingga kelenteng ini pun sangat berbeda dengan kelenteng lain pada umumnya, Pada hari-hari besar dan hari-hari tertentu, kelenteng Kwan Sing Bio terlihat sangat ramai serta banyak dikunjungi orang. Tidak hanya dari daerah saja, namun pengunjung yang datang juga berasal dari berbagai kota, luar pulau hingga negara tetangga (Malaysia, Singapura, dan Thailand)14.

E. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoritis

Penilitian ini diharapkan mampu mewarnai proses pengembangan keilmuan di Jurusan Perbandingan Agama, khusunya dalam materi seputar budaya lokal serta materi keilmuan Konghucu. Penelitian ini juga diharapkan bisa menambah daftar referensi keilmuan studi budaya dan agama, dan menjadi pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

14

www.kabarindonesia.com/berita, Nurulita Rahma Budi utami, 31-Okt-2011, 21:37:48 WIB, yang diunduh pada /25/10/2015 pukul 20:35 WIB.


(16)

8

a. Penelitian ini untuk memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan program Sarjana Strata Satu (S-1) jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya.

b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan dan bahan bacaan bagi masyarakat Tuban. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk menambah khazanah pemahaman banyak orang tentang tradisi sedekah bumi, yang selama ini mungkin hanya dikenal sebagai ritual budaya semata, tanpa memahami makna-makna simbolik di dalamnya.

F. Penelitian Terdahulu

Dalam sejarah penelitian tentang klenteng TITD, ataupun klenteng Konghucu murni sudah ada beberapa penelitian yang telah memberikan penjelasan tentang persoalan klenteng Kwan Sing Bio Tuban, diantranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Thoriqul Huda yang berjudul Resistensi Umat Konghucu Di Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban Pada Tahun 1965-1968, menghasilkan temuan bahwa Konghucu adalah agama yang berkembang di Indonesia yang menuai pro-kontra pada awal periode Orde Baru, fakta sejarah membuktikan bahwa budaya Cina yang berkembang di Indonesia dilarang berkembang sebagai akibat dari adanya Partai Komunis Indonesia (PKI). Tuduhan pemerintah Orde Baru yang menyatakan bahwa masyrakat keturunan Cina di Indonesia terlibat dalam aktifitas Partai Komunis Indonesia membuat pemerintah membatasi ruang gerak masyarakat keturunan Cina, berbagai aturan yang


(17)

9

membatasi ruang gerak masyarakat keturunan Cina di Indonesia diterbitkan oleh pemerintah Orde baru sebagai bentuk penguatan kembali terhadap nilai-nilai nasionalisme bangsa Indonesia, diantaranya adalah dengan melarang kebudayaan Cina berkembang di Indonesia. Umat Konghucu di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban yang mayoritas adalah keturunan Cina juga tidak lepas dari dampak adanya aturan-aturan yang diterbitan pada masa awal Orde Baru, tahun 1965 menjadi awal masa pemerintah Orde Baru menerbitkan berbagai atran yang membatasi ruang gerak umat Konghucu di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban. Dalam kondisi tertekan di bawah aturan pemerintah Orde Baru, umat Konghucu beserta pengurus Klenteng Kwan Sing Bio Tuban, karena pemerintah mengancam akan menutup Klenteng bila tidak patuh terhadap aturan yang telah dibuat.15

Selain itu beberapa buku yang membahas tentang keberadaan agama Konghucu adalah Charles A. Coppel dengan karyanya “The Origins of Confusianisme As An Organized Religion in Java 1900-1923”16 memberikan gambaran latar belakang kebangkitan agama konghucu di Jawa. Buku ini menjelaskan tentang beberapa faktor yang mendorong lahirnya kebangkitan agama konghucu. Leo Suryadinata yang berjudul “Kebudayaan Minoritas

15

Mohammad Thoriqul Huda, Skripsi; Resistensi Umat Konghucu Di Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban Pada Tahun 1965-1968, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya 2012.

16

Charles A. Coppel,”The origins Of Confusianisme As An Organized Religion In Java 1900

-1923”, dalam Shinta Devi ISR, Dinamika Umat Klenteng Boen Bio Surabaya 1907-1967, ( Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas AirLangga Surabaya: 2003), hal 9.


(18)

10

Tiongoa di Indonesia”17, menjelaskan aktifitas umat beragama Konghucu dalam hal berusaha mendapatkan pengakuan dari masyarakat bahwa ajaran Khonghucu merupakan sebuah agama.

Sedangkan penelitian yang berkaitan dengan sedekah bumi lebih banyak membahas tentang sedekah bumi yang berkaitan dengan agama Islam, diantaranya adalah Arif Makhalli yang berjudul Studi tentang langgeng Tayub di desa Pancur kecamatan Temayang kabupaten Bojonegoro yang menghasilkan temuan bahwa budaya Langgeng Tayub yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pancur kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro yang rutin dilakukan sebagai upaya untuk memohon perlindungan agar warga desa dijauhkan dari malapetaka dan bahaya serta diberi kemudahan serta kesejahteraan.18

Selanjutnya penelitian Imam Ashari dengan judul Upacara Sedekah Bumi Di Kebumen (Kajian Terhadap akulturasi Nilai-Nilai Islam Dan Budaya Lokal Di Desa Jatiroto Kecamatan Buayan, memberikan penjelasan bahwa Sedekah bumi dalam pandangan sebagian masyarakat muslim merupakan aktifitas yang mendekati kepada perbuatan syirik sehingga perlu dihilangkan atau diubah dengan pola yang lebih Islami. Akan tetapi sedekah bumi merupakan tradisi yang telah lama mengakar sehingga merupakan hal yang

17

Leo Suryadinata, Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia, ( Jakarta: Gramedia, 1988).

18

Arif Makhalli, Skrpisi 2014; Studi Tentang Langgeng Tayub di Desa Pancur Kecamatan Temayan Kabupaten Bojonegoro Jurusan Perbandingan Agama Fak. Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya.


(19)

11

sulit untuk menghilangkannya. Aktifitas sedekah bumi menarik untuk ditelaah karena didalamnya terdapat akulturasi budaya. Upacara sedeakah bumi di desa Jatiroto biasanya didasarkan pada keyakinan atau dorongan naluri yang kuat atau adanya perasaan kuatir akan hal-hal yang tidak diinginkan (malapetaka), tetapi kadang-kadang juga hanya merupakan suatu kebiasaan rutin saja yang dijalankan sesuai dengan adapt keagamaan atau tradisi yang berlaku. Nilai-nilai Islam dan budaya lokal berpadu dalam upacara tradisional sedekah bumi yang dilaksanakan di desa Jatiroto merupakan norma atau aturan bermasyarakat dan etika berinteraksi sosial yang sesuai dengan tuntunan Islam dalam kerangka hubungan antar sesame masyarakat (horizontal). Kenyataan lain yang membuktikan bahwa upacara sedekah bumi telah tersentuh oleh ajaran Islam seperti masuknya unsur tahlil, dzikir, penentuan waktu dan maksud penyelenggaraan yang dikaitkan dengan hari besar Islam mengakibatkan efek sedekah bumi terkadang mampu menimbulkan getaran emosi keagamaan.19

Penelitian Nasikhul Amin yang berjudul Konstruksi Sedekah Bumi (Studi Konstruksi Masyarakat Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Keluarga Desa Pucangtelu Kecamatan Kalitengah Kabupaten Lamongan), memberikan penjelasan dan temuan yakni (1) Bentuk konstruksi sedekah bumi masyarakat Desa Pucangtelu: Sedekah bumi dilaksanakan ketika sesudah masa panen.

19

Imam Ashari, Skripsi; Upacara Sedekah Bumi Di Kebumen (Kajian Terhadapakulturasi Nilai-Nilai Islam Dan Budaya Lokal Di Desa Jatiroto Kecamatan Buayan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.


(20)

12

Atau dalam penanggalan masehi jatuh pada sekitar bulan September, oktober bahkan sampai November. Hari yang dipilih yakni senin pahing. Sedekah bumi dilaksanakan di makam desa, agenda acaranya terdiri dari pembacaan Al

- Qur’an sampai khatam, malam harinya diadakan acara membaca tahlil dan

yasin, sholawat serta do’a bersama. Dan acara akhirnya makan bersama makanan hasil bumi, jajanan pasar maupun makanan yang telah disiapkan oleh panitia. (2) Masyarakat Desa Pucangtelu dalam mengkonstruk sedekah bumi ini terlihat bahwa sedekah bumi masih mereka laksanakan dari zaman dulu hingga sekarang, dari kalangan orang tua sampai yang mudah mengikuti sedekah bumi, dengan melaksanakan atau ikut dalam acara sedekah bumi mereka berharap tercapainya hasil panen yang melimpah pada tahun depan, berharap diberikan keselamatan dan ketenangan batin serta ketentraman dalam kehidupan mereka.20

Dari beberapa penelitian terdahulu memberikan gambaran bahwa penelitian sedekah bumi yang sudah pernah dilakukan lebih banyak membahas dan menjelaskan tentang prosesi ritual sedekah bumi yang berkaitan dengan agama Islam, begitu juga dengan penelitian seputar keagamaan konghucu yang masih minim dilakukan serta hanya berada pada pembahasan sejarah Konghucu serta tata ritual umat Konghucu. Oleh karenanya dalam penelitian ini nanti peneliti akan menguatkan kajian pada

20

Nasikhul Amin, Skripsi ; Konstruksi Sedekah Bumi (Studi Konstruksi Masyarakat Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Keluarga Desa Pucangtelu Kecamatan Kalitengah Kabupaten Lamongan) Jurusan Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya 2014.


(21)

13

tradisi sedekah bumi yang dilakukan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban, sehingga nanti akan memberikan temuan berbeda dari apa yang sudah pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya.

G. Sumber Data dan Metode Penelitian

1. Sumber data

Dalam penelitian ini, sumber data adalah narasumber atau informan. Sebagai sumber data, informan memiliki kedudukan penting dan harus diperlakukan sebagai subjek yang memiliki kepribadian, harga diri, posisi, kemampuan dan peranan sebagaimana adanya.21

Dalam penilitian ini, sumber data utama adalah informan, yakni umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban. Selain itu, penelitian ini juga merujuk kepada buku-buku sebagai sumber data. Sumber data buku dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori:

a. Buku primer, di antaranya:

1. Shinta Devi ISR, Boen Bio; Benteng Terakhir Umat Konghucu,

Surabaya: JP Books, 2005.

2. M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia Jakarta : Pelita Kebajikan, 2005.

21

Imam Suprayogo, Metodologi Penilitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosada Karya, 2001), 9.


(22)

14

3. M. Ikhsan Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Konghucu,

Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

b. Buku sekunder, bertujuan untuk mendukung data primer yang

memberikan penjelasan mengenai data primer, berupa buku-buku terkait. Di antaranya:

1. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antrpologi Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

2. Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi; Pokok–Pokok Etnografi

Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

3. Lasiyo dkk, I Konfusianisme di Indonesia, Yogyakarta: Interfidie, 1995.

2. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data di lapangan dalam rangka mendeskripsikan dan menjawab permasalahan yang diteliti, maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana penulis mengadakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis tentang fenomena-fenomena yang diselidiki.22

Metode ini merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara pengamatan atas perilaku seseorang

22


(23)

15

atau objek penelitian.23 Dalam pengertian yang lebih sempit, observasi bisa disebut sebagai mengamati dan mendengar perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian, serta mencatat penemuan yang memungkinkan atau memenuhi syarat untuk digunakan kedalam tingkat penafsiran analisis.24

Observasi baru dapat dikatakan tepat pelaksanaannya bila memenuhi cirri-ciri sebagai berikut:

1. Dapat menangkap keadaan sosial alamiah.

2. Dapat menangkap peristiwa yang berarti atau kejadian yang memperngaruhi realitas sosial para partisipan.

3. Mampu menentukan realitas serta peraturan yang berasal dari falsafah atau pandangan maysrakat.

4. Mampu mengidentifikasi keteraturan dan gejala-gejala yang berulang dalam kehidupan sosial dengan membandingkan dan melihat perbedaan dari kejadian lain atau lingkungannya.25

Metode ini penulis gunakan dengan cara melakukan pengamatan terhadap umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban.

23

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 158. 24

Black James, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, (Jakarta :Refika Aditama, 1999), 285. 25


(24)

16

b. Wawancara

Wawancara adalah teknik penelitian yang paling sosiologis dari semua teknik penelitian sosial. Wawancara, disebut juga dengan interview, merupakan suatu teknik mendapatkan keterangan secara lisan dari responden dengan bercakap-cakap berhadapan muka secara langsung.26

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya.27

Dokumentasi merupakan bahan atau data tertulis atau film yang diperoleh dari lapangan, dokumentasi diperlukan dalam penelitian karena banyak hal yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan juga dijadikan sebuah bukti untuk suatu pengujian.28

Metode ini adalah proses pengambilan data dengan menggunakan dokumen yang ada di lokasi. Kemudian metode ini digunakan juga untuk melengkapi data yang diperoleh dari

26

Koenjtaraningrat, Metode- Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1994), 129. 27

Suharmisi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 236.

28


(25)

17

observasi, semisal pengumpulan data yang bersumber dari catatan, buku, transkrip, foto, dan sebagainya.

3. Teknik Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan metode triangulasi dengan memanfaatkan data dari luar untuk perbandingan. Dalam proses pelaksanaan triangulasi, peniliti menggunakan beberapa teknik yang di gabungkan menjadi satu demi memperoleh data yang valid. Tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan triansgulasi ini adalah untuk mendapatkan data yang luas, konsisten atau tidak kontradiktif.29

Teknik triangulasi terbagi menjadi tiga teknik sebagai berikut: a. Triangulasi teknik; peniliti menggunakan teknik yang berbeda demi

mendapatkan dari sumber yang sama. Cara yang digunakan misalnya observasi partisipatif, wawancara mendalam serta dokumentasi.

b. Triangulasi sumber; peniliti menggunakan teknik yang sama dengan sumber yang berbeda.

c. Triangulasi data; peniliti menggunakan beberapa perespektif teori dan data yang ada.

4. Analisis Data

29


(26)

18

Analisis data adalah proses penyusunan data agar data tersebut dapat ditafsirkan.30 Analisis data merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya, untuk meningkatkan pemahaman. Penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisis kritis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna (meaning) serta mencoba untuk mengkomparasikannya dengan sumber lain yang berkaitan.31 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Penyajian data

Miles mengemukakan bahwa yang dimaksud penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang jelas dan singkat yang memberi kemungkinan adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.32 Penyajian data secara jelas dan singkat ini bertujuan agar dapat melihat gambaran keseluruhan dari hasil penilitian atau bagian-bagian tertentu dari hasil penilitian tersebut. Setelah penyajian data langkah selanjutnya adalah

30

Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 40-41.

31

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 104. 32

Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara,1996), 36.


(27)

19

penyesuaian dengan teori, dalam langkah ini data dari lapangan di sesuaikan dengan teori yang ada.33

b. Reduksi data

Data yang didapat dari lapangan langsung ditulis dengan rapi dan terinci serta sistematis setiap mengumpulkan data. Tulisan atau laporan tersebut perlu direduksi yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.34 Reduksi data merupakan suatu bentuk analitis yang menajamkan, menggolongkan mengarahkan membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data. Data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.35

Pada tahap reduksi data ini, data yang diperoleh peniliti dari observasi, wawancara dan dokumentasi segera dipilah-pilah yang penting dan yang tidak penting, untuk yang tidak penting data tersebut dibuang,

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan masalah yang difokuskan lebih sepesifik dalam hipotesa yang telah ditetapkan

33

Imam Suprayogo, Metodologi Penilitian Sosial-Agama,(Bandung: Remaja Rosada Karya,2001) 134.

34

Ibid, 194. 35


(28)

20

sebelumnya. Hasil analisis merupakan jawaban dari persoalan penilitian yang telah ditetapkan.36

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan penelitian dalam menyusun skripsi ini, maka peneliti membagi beberapa pokok bahasan sebagai berikut:

Bab I memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan judul, penelitian terdahulu, manfaat penilitian, metode penelitian, sistematika penelitian.

Bab II berisikan landasan teori yang di dalamnya membahas tentang Budaya dan Agama Konghucu.

Bab III menjelaskan objek penelitian. Di dalamnya memuat tentang gambaran lokasi penelitian, sejarah sedekah bumi di TITD Kwan Sing Bio Tuban serta deskripsi pelaksanaannya.

Bab IV memuat analisis data yang di dalamnya berisideskripsi sedekah bumi di TITD Kwan Sing Bio Tuban, manfaat sedekah bumi di TITD Kwan Sing Bio Tuban, serta respon masyarakat sekitar terhadap pelaksanaan sedekah bumi di TITD Kwan Sing Bio Tuban.

Bab V merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran-saran

36


(29)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. PengertianBudaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia, dalam bahasa inggris kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata latin colere yaitu mengolah atau mengerjakan dapat diartikan juga sebagai

mengolah tanah atau bertani, kata culture juga kadang sering

diterjemahkan sebagai “Kultur” dalam bahasa Indonesia1.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kuntjaraningrat bahwa “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah bentuk jamak dari

buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga menurutnya kebudayaan

dapat diartikan sebagai hal- hal yang bersangkutan dengan budi dan akal, ada juga yang berpendapat sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi- daya yang artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal2. Kuntjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu pertama sebagai suatu ide, gaagsan, nilai- nilai norma- norma peraturan dan sebagainya, kedua sebagai suatu aktifitas kelakuan

1

Ibid, hal 153 2

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hal 9.


(30)

22

berpola dari manusia dalam sebuah komunitas masyarakat, ketiga benda- benda hasil karya manusia3.

Seorang ahli bernama Ralph Linton yang memberikan definisi kebudayaan yang berbeda dengan perngertian kebudayaan dalam kehidupan sehari- hari : “kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”4.

Jadi kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan, istilah ini meliputi cara- cara berlaku, kepercayaan- kepercayaan dan sikap- sikap dan juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Selain tokoh diatas ada beberapa tokoh antropologi yang mempunyai pendapat berbeda tentang arti dari budaya (

Culture).

Sementara Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat.5

Tylor mendefinisikan kultur sebagai suatu keseluruhan yang kompleks termasuk didalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

3

Ibid, hal 5. 4

Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hal 151.

5

Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar (Bogor : GHalia Indonesia, 2006) 21.


(31)

23

moral, hukum adat dan segala kemampuan dan kebiasaan lain yang

diperoleh manusia sebagai seorang anggota masyarakat6, sedangkan

Kroeber dan Kluckhohn merumuskan definisi kultur dengan pola- pola tingkah laku dan pola- pola untuk bertingkah laku, baik yang eksplisit maupun yang implisit yang diperoleh dan diperoleh melalui simbol- simbol yang membentuk pencapaian yang khas dari kelompok- kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda- benda materi7, Linton menerjemahkan budaya sebagai keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang memrupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu8.

Salah satu tokoh yang memberikan pandangan tentang kebudayan serta telah jauh memberikan landasan berfikir tentang arti budaya adalah Clifford Geertz, menurutnya kebudayaan adalah suatu sistem makna dan symbol yang disusun dalam pengertian dimana individu- individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian- penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan secara historic, diwujudkan dalam bentuk- bentuk simbolik melalui sarana

dimana orang- orang mengkomunikasikan, mengabdikan, dan

mengembangkan pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu

6

William A. Haviland, Antropologi, Jilid 1(Jakarta: Erlangga, 1985), Hal 332. 7

Clifford Geertz, Mojokuto; Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa, (Jakarta: Pustaka Grafiti Perss, 1986) hal XI.

8

Roger M. Keesing, Antropologi Budaya, Suatu Prespektif Kontemporer, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 1989), hal 68.


(32)

24

sistem simbolik maka haruslah dibaca, diterjemahkan dan

diinterpretasikan9 B. UnsurUnsurBudaya

Beberapa tokoh antropolog megutarakan pendapatnya tentang unsur-unsur yang terdapat dalam kebudayaan, Bronislaw Malinowski menngatakan ada 4 unsur pokok dalam kebudayaan yang meliputi:

1. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para

anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.

2. Organisasi ekonomi

3. Alat- alat dan lembaga atau petugas- petugas untuk pendidikan 4. Organisasi kekuatan politik10.

Sementara itu Melville J. Herkovits mengajukan unsur-unsur kebudayaan yang terangkum dalam empat unsur:

1. Alat-alat teknologi

2. Sistem Ekonomi

3. Keluarga

Kekuasaan politik.11

Sementara Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal

Categories of Culture membagi kebudayaan yang ditemukan pada semua

9

Tasmuji, . . . .ibid, hal 154. 10

Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar, ,22. 11


(33)

25

bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat perkotaan. Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal.

Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsurkebudayaan tersebut adalah :12

1. Sistem Bahasa

Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.

2. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan

12

Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 160-165. Lihat pula Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar (Bogor : Ghalia Indonesia, 2006) 20 – 23.


(34)

26

bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya. Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti pada musim-musim apa berbagai jenis ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciri ciri bahan mentah yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya. 3. Sistem Sosial

Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam tingkatantingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya.


(35)

27

Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.

5. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

6. Sistem Religi

asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut.

Dalam usaha untuk memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi


(36)

28

bahwa religi suku-suku bangsa di luar Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman dahulu ketika kebudayaan mereka masih primitif.

7. Kesenian

Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau artefak yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada teknikteknik dan proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu masyarakat.

C. Ajaran Konghucu

Agama konghucu dalam sebutan aslinya adalah Ji Kau yang berarti Agama dari kaum yang taat, setia, lembut hati, memperoleh bimbingan menuju jalan yang suci, dan juga berarti cendekia atau yang terpelajar13, berlandaskan pada kitab Su Si dan Wujing14. Di Negara barat Ji Kau disebut dengan nama Confusianisme yang merujuk pada nabi yang terakhir atau nabi yang telah menyempurnakan Ji Kau yaitu nabi konghucu

13

Shinta Devi ISR, Boen Bio; Benteng Terakhir Umat Konghucu, ( Surabaya: JP Books, 2005), hal 27.

14


(37)

29

atau confusius, istilah Confusianisme hanya untuk menyebutkan berbagai aliran filsafat yang tumbuh dan berkembang dari Ji Kau.

Secara garis besar ajaran Konfusius dalam bidang filsafat dapat dikelompokan dalam ajaran tentang metafisika dan etika, metafisikanya bertolak dari konsep Tien atau Thian, yang merupakan faktor spiritual yang uatama dalam bidang keagamaan. Tentu saja konsep tentang Thian tidak sama persis dengan ide dari agama atau kepercayaan atau kepercayaan yang lainnya, seperti halnya dalam Islam, Kristen, Budha, Katolik, Hindu maupun dalam pada aliran kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Namun demikian sebenarnya ada ide yang universal yaitu sebagai pencipta serta asal mula dari segala yang terjadi di dunia ini, sedangkan pproses penciptaannya ini akan bervariasi menurut pandangan masing- masing. Hal ini menjadi isu di antara berbagai pemikir baik di dunia Barat maupun Timur, sehingga muncul berbagai teori penciptaan15.

Berdasarkan ajaran ini maka di satu pihak manusia hendaknya menyadari bahwa keberadaannya di dunia ini tiada lain telah menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu maka tidak sepantasnya manusia bersikap pesimis dan rendah diri ketika keadaannya sedang tidak menguntungkan, misalnya dalam kehidupannya tidakn memiliki kedudukan ataupun kekayaan. Melainkan manusia harus selalu optimis dalam artian harus selalu berusaha agar hidupnya lebih baik, dalam roda kehidupan ini manusia terakadang berada dalam keadaan yang kurang

15


(38)

30

menguntungkan dan terkadang juga berada dalam keadaan yang kebetulan menguntunkang, kehidupan yang demikian ini lebih lanjut ditunjukan dalam ajaran Yin Yang. Yin Yang merupakan dua prinsip yang saling melengkapi, ajaran ini mengakar cukup dalam bagi penganut Taosime dan Konfusianisme walaupun sampai saat ini belum diketahui secara pasti siapakah yang mengajarkan pertama kalinya dan sejak kapan ajaran ini diperkenalkan, Yin Yang dianggap sebagai dua unsure yang berbeda yaitu unsur negative dan positif, sepintas kedua unsur ini saling meniadakan akan tetapi pada hakikatnya mereka selalu berada dalam keadaan yang harmonis dan saling mengisi bahkan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain16. Menurut ajaran Yin Yang, realitas kehidupan manusia selain berpasang- pasangan dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain, yang apabila mereka saling bersatu maka akan diperoleh kemajuan. Walaupun perlu disadari pula bahwa di dalamnya terdapat berbagai macam perbedaan, namun dalam hal ini tidak perlu dipertentangkan justru inilah yang akan mendorong adanya peningkatan seperti halnya dalam hukum dialektika, yaitu antara tesis dan antitesis kemudian lahir sintesis. Dari sintesis ini kemudian akan lahir tesis baru, demikianlah seterusnya akhirnya manusia akan sampai pada pengertian dan nilai- nilai ke-Tuhanan.

16


(39)

31

Selain ajaran filsafat seperti di atas telah dijelaskan, Konfusius juga mengajarkan tentang etika hidup sesama manusia, ada 5 kunci ajaran etika yang diajarkan oleh Konfusius:

1. Jen, yang secara etimologis terbentuk dari dua huruf Cina

untuk menggambarkan manusia dan dua , untuk menanamkan hubungan ideal yang harus terjadi diantara manusia, kata ini kemudian diterjemahkan dalam banyak hal diantaranya, seperti kebaikan, dari manusia kemanusia, pemurah hati ataupun cinta.

2. Konsep kedua adalah Chun-tzu, jika Jen adalah hubungan

ideal antara sesama manusia, maka Chun-tzu adalah istilah ideal bagi hubungan demikian, istilah ini diterjemahkan dengan kemanusiaan yang benar, manusia sempurna, dan kemanusiaan yang terbaik.

3. Konsep ketiga, Li, yang mempunyai arti kesopanan, yaitu

cara bagaimana seharusnya segala sesuatu harus dilakukan, sebagai tindak lanjut dari konsep Li ini Konfusius mengajarkan lima hubungan yang merupakan unsur penting dari kehidupan sosial, yakni hubungan antara ayah dengan anak, kakak dan adik, suami dan istri, sahabat tua dan sahabat muda, dan penguasa dengan rakyatnya. Oleh karena itu demi kebaikan masyarakat hubungan- hubungan ini perlu sekali ditata secara tepat.


(40)

32

4. Konsep sentral keempat yang ingin dikembangkan Konfusius

bagi bangsanya adalah Te, secara harfiah berarti kekuatan, khususnya kekuatan untuk memerintah manusia.

5. Konsep terakhir yang kelima adalah Wen, yakni berhubungan dengan seni perdamaian, yang berlawanan dengan seni berperang, Wen berkaitan dengan music, puisi, rangkaian budaya dalam bentuknya yang estesis17.

Dalam agama Konghucu, beriman kepada Thian adalah masalah yang paling pertama dan utama, setia menegakkan firman-Nya adalah konsekuensi iman. Yaitu dengan penuh semangat bakti melaksanakan kewajiban ibadah dan susila, senantiasa belajar tekun, membina diri menempuh jalan suci. Hidup mengikuti dan selaras watak sejati merupakan pengejawantahan firman Thian yang hidup dan menjadi kekuatan dan kebajikan dalam dirinya, memancarkan kebaikan dan mengamalkan dengan memacu segenap kemampuannya untuk mencapai kebaikan, yaitu kewajiban sucinya yang berupa cinta kasih, kebenaran, susila, bijaksana dan dapat dipercaya dan nilai nilai luhur yang lain dalam hidup rohani manusia untuk diimani dan dihayati sebagai karunia Thian Yang Maha Esa18.

Dalam Swat Bun, sebuah ensiklopedia yang diterbitkan sekitar tahun 100 Masehi dijelaskan bahwa Thian itu bermakna Satu Yang Maha

17

Huston Smith, Agama- Agama Manusia, .. hal 210-218. 18


(41)

33

Besar, bermakna Yang Berkuasa dan Yang menciptakan Atas langit dan Bumi dalam bahasa Inggris Thian sering diterjemahkan sebagai Heaven. Dalam kitab Ngo King dan Su Si ditanamkan iman bahwa:

1. Thian adalah Khalik, bahkan disebut sebagai ayah bunda

manusia, Maha Besar, Maha Tinggi Thian, dia-lah ayah kita. Thian menurunkan manusia, ada yang dijadikan raja, ada yang dijadikan guru dengan maksud membantu pekerjaan Thian Tuhan Yang Maha Tinggi.

2. Thian menurunkan berkah maupun menjatuhkan hukuman,

Thian Maha Adil. Thian melindungi dan menetapkan dirimu, dengan kesentosaan agung, menjadikanmu dipenuhi kebajikan, menjadikanmu dipenuhi kebahagiaan, mengaruniamu banyak kemajuan sehingga bagia berkelimpahan.

3. Thian mencintai manusia. Thian mencintai rakyat maka

penguasa yang menjadi pemerintah harus senantiasa hormat kepada Thian, Thian juga menaruh kasih sayang kepada rakyat, apa yang menjadi kehendak rakyat Thian akan meluluskannya.

4. Thian Maha Gaib, Maha Besar, Maha Mulia.

5. Thian Maha Bijak dan Maha Mengetahui.

6. Thian itu Transenden namun juga imanen.

7. Thian adalah tempat insan berharap pertolongan dan


(42)

34

engkau sungguh hormat maka Thian akan selalu berkenan memberkatimu.

8. Manusia adalah mahluk ciptaan Thian dengan karunia watak

sejati sebagai jatidirinya yang bersifat baik, Thian menjelmakan rakyat, menyertainya dengan bentuk dan sifat yang baik.

Agama Konghucu juga memiliki kitab suci. Kitab-kitab yang dianggap suci dan dijadikan pedoman bagi kehidupan beragama umat Khonghucu adalah Su Si (kitab yang empat atau empat kitab) dan Wu Cing (Ngo King/lima kitab)19

Untuk menutup bagian ini marilah kita pahami apa yang menjadi pokok keimanan agama Konghucu bagi umatnya, firman Thian itulah yang dinamai watak sejati, hidup mengikuti watak sejati itu menempuh jalan suci yang dinamai Agama. Adapun jalan suci yang dibawakan agama itu ialah memancarkan kebajikan yang bercahaya itu, mengasihi rakyat dan berhenti pada puncak kebaikan20.

19

Lasiyo, dkk, Konfusianisme di Indonesia, . . .hal 32. 20


(43)

BAB III

OBJEK PENELITIAN

Dalam bab III ini peneliti akan membahas lebih mendalam tentang objek penelitian yakni TITD Kwan Sing Bio Tuban, meliputi sejarah, kepengurusan maupun kegiatan yang selama ini dilakukan di TITD Kwan Sing Bio Tuban.

A. Sejarah Klenteng Kwan Sing Bio

Klenteng Kwan Sing Bio, merupakan kelenteng terunik dan terbesar se-Asia Tenggara. Dimana pada gerbang masuk kelenteng Kwan Sing Bio terdapat lambing kepiting di atasnya. Sehingga kelenteng ini pun sangat berbeda dengan kelenteng lain pada umumnya, Pada hari-hari besar dan hari-hari tertentu, kelenteng Kwan Sing Bio terlihat sangat ramai serata banyak di kunjungi orang. Tidak hanya dari luar daerah saja, namun pengunjung yang datang juga berasal dari berbagai kota, luar pulau hingga negara tetangga (Malaysia, Singapura, dan Thailand)1.

Menurut legenda masyarakat, klenteng ini dulunya merupakan tempat pemujaan kecil milik sebuah keluarga berkewarganegaraan Cina yang merantau di Indonesia. Keluarga tersebut pernah tinggal di Desa Tambakboyo, sekitar 30 km arah barat kota Tuban.

Diperkirakan, sekitar 200 tahun lalu tempat pemujaan itu akan dipindahkan ke daerah timur. Tetapi sesampainya di Tuban kapal yang 1

www.kabarindonesia.com/berita, Nurulita Rahma Budi utami, 31-Okt-2011, 21:37:48 WIB, yang diunduh pada hari Rabu /25/10/2015 pukul 20:35 WIB.


(44)

36

membawa Kongco Kwan Sing Tee koen dan bongkaran rumah rumah

pemujaan mendadak berhenti. Menghadapi persoalan itu, seluruh awak kapal mengambil keputusan untuk melakukan ritual, dengan cara melempar sepasang pue. Pue terbuat dari potongan bambu muda yang dibelah menjadi dua dengan ukuran sebesar telapak tangan orang dewasa.Tujuan ritual Pue adalah untuk menanyakan apakah Kongco Kwan

Sing Tee Koen ingin menetap di Tuban. Untuk mengetahui jawabannya

cukup melihat pue yang dilempar. Jika kedua Pue terlentang (terbuka), maka harus dilempar lagi. Kalau keduanya tengkurap (tertutup) berarti tidak setuju, tetapi kalau terbuka dan tertutup menandakan setuju.

Ternyata, pada ritual itu pue yang dilempar beberapa kali hasilnya selalu terbuka dan tertutup. Dari situlah akhirnya semua barang yang ada di kapal diturunkan, kemudian digunakan untuk membangun tempat pemujaan di Tuban yang kini menjadi klenteng Kwan Sing Bio.

Sebenarnya klenteng Kwan Sing Bio memiliki beberapa arsip yang menceritakan sejarah tentang berdirinya klenteng Kwan Sing Bio akan tetapi semua arsip tersebut terbakar pada zaman penjajahan, sehingga saat ini semua hanya berasal dari cerita yang diceritakan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu agak sulit bila harus memastikan pada tahun berapa klenteng Kwan Sing Bio berdiri.

Perkembangan Klenteng Kwan Sing Bio dapat dikatakan banyak menemui berbagai rintangan, sebab pada tahun 1967 muncul peraturan


(45)

37

yang menyulitkan pihak pengurus atau umat untuk memperbaiki Klenteng Kwan Sing Bio.Hal ini berlangsung cukup lama hingga pada tahun 2000 semua aturan yang tadinya bersifat rasialis dihapuskan. Hal ini berdampak positif bagi pembangunan dan kebebasan berbudaya bagi masyarakat keturunan Cina di Indonesia.

Peraturan tersebut juga menyebabkan pada tahun 1967 sebutan Klenteng ini diganti dengan sebutan Tempat Ibadat Tri Dharma. Untuk mewujudakan Klenteng Kwan Sing Bio ini menjadi Tempat Ibadat Tri Dharma maka dibutlah ruang Tri Nabi. Ruang Tri Nabi ini merupakan perpaduan dari bentuk ajaran Tri Dharma, yaitu ajaran Buddha, Taoisme, dan Kong Hu Cu2.

Pembuatan lambang kepiting pada pintu gerbang kelenteng Kwan Sing Bio, di mulai sekitar tahun 1970. Pada saat itu, di temukan seekor kepiting besar sedang berjalan-jalan di area kelenteng Kwan Sing Bio Tuban. Dengan kedatangan kepiting tersebut, maka diibaratkan sebagai sebuah ilham. Hingga pada akhirnya, kepiting besar itu pun di jadikan simbol pintu gerbang kelenteng Kwan Sing Bio (waktu itu kelenteng Kwan Sing Bio belum memiliki symbol)3.

Pada tahun 2003 pembangunan Klenteng Kwan Sing Bio dilanjutkan dengan menambahkan bangunan empat lantai di belakang

2

Data Klenteng Kwan Sing Bio Tuban 3

www.kabarindonesia.com/berita, Nurulita Rahma Budi utami, 31-Okt-2011, 21:37:48 WIB, yang diunduh pada hari Rabu /25/10/2015 pukul 20:35 WIB.


(46)

38

tempat pemujaan utama, bangunan empat lantai tersebut berdiri megah di belakang serta depannya dibuat kolam kecil sebagai asesoris, bangunan empat lantai tersebut berguna sebagai tempat serbaguna dan penginapan bagi tamu yang berasal dari luar. Disamping bangunan empat lantai juga terdapat dapur dan ruang makan bagi tamu dan pengurus Klenteng Kwan Sing Bio4.

B. Data Lokasi Kwan Sing Bio Tuban

Secara geografis kota Tuban terletak pada 6 54 lintang selatan dan 112 3 bujur timur. Kota Tuban terletak di daerah pantai utara dan memiliki luas 35 km, sedangkan luas wilayah kabupaten Tuban adalah 2 km Jarak antara Kota Tuban dengan ibukota propinsi jawa timur, kota Surabaya adalah 123 km. Ketinggian rata- rata wilayah kabupaten Tuban adalah 500 m dari permukaan air laut. (Kutipan data statistic wilayah kota Tuban,

1992)5. Sedangkan Klenteng Kwan Sing Bio terletak di jalan R.E.

Martadinata No.1 Tuban.

C. Visi, Misi dan Susunan Pengurus Klenteng Kwan Sing Bio

Visi dari Klenteng Kwan Sing Bio adalah sebagai tempat yang memberi rasa aman, terang, damai, dan tentram bagi masyarakat dan diharapkan dapat mempererat rasa persaudaraan serta persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. Misi dari Klenteng Kwan Sing Bio adalah

4

Wawancara dengan bapak Anton (Ong Tjie An) penguru MATAKIN Provinsi Jatim di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban Pada tanggal 04 September 2015.

5


(47)

39

diharapkan tempat Ibadat Tri Dharma Kwan Sing Bio yang terletak dijalur utama pantai utara pulau Jawa sebagai tempat berpuja bakti, dengan segala fasilitas yang ada dapat membentuk setiap umat Tri Dharma lebih bermoral, mempunyai rasa cinta kasih, rasa keadilan, rendah hati, berbakti dan bijak dalam melayani sesama manusia dengan kasih Tuhan, serta mengenal diri sendiri secara utuh.

Adapun berikut ini adalah susunan Pengurus Klenteng Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban:

Ketua Umum : Oei Ging Koen (Gunawan Putra Wirawan)

Wakil Ketua Umum : Liu Kok Liong (Liu Pramono)

Sekertaris : Tan Ming Ang

Wakil Sekertaris : Oh Liu Tjay (Erni Muliana)

Bendahara : Tan Ai Kok (Tanto Wijaya)

Wakil Bendahara : Tjeng Tjien Hok (Henniyanto)

Bidang Agama : Lie Moy Tjoe

Bidang Dana Usaha dan Gedung : Tio Eng Bo (Mardjojo)

Bidang Pelayanan Umat : Ie Tan Lik (Intan Kristanto)

Bidang Rukun Kematian Sosial : Lie Liang An (Lie Andi Saputra)


(48)

40

Bidang Sarana dan Transportasi : Lwie Kian Poen (Hariyanto Wijono)

Bidang Konsumsi : Njoo Tjien Nio (Eko Elis Setijani)

Bidang Pemuda Olahraga : So Tjiauw Gwan (Bambang Djoko Santoso)

Bidang Perlengkapan : Liem Swie Nio (Soesi Niana Dewi)

Bidang Ketua Penilik : Liem Tjing Gie (Alim Sugiantoro)

Anggota penilik : Go Tjong Ing (Chandra Gunawan)

Anggota penilik : Wong Fuk Shen (Shendy Suwardi)

Anggota Penilik : Mo Kiem Djong (M. Sudjoko)

Anggota penilik : Tang Gun Liong (Gunawan)

D. AktifitasPeribadatanUmatKwanSingBio

Setiap agama mempunyai ritual peribadatan masing dan berbeda, dengan menggunakan symbol dan gerakan yang didalamnya mengandung makna dan arti bagi mereka yang menjalaninya, sehingga hal tersebut dianggap sacral dalam prosesi pelaksanaannya. Sebelum nabi kongzi mengajarkan prosesi peribadatan ini, sudah terlebih dahulu masyarakat cina kuno melaksanakannnya, hanya saja makna yang dikandung dari prosesi peribadatan tersebut masih cenderung kurang jelas, hanya sekedar ritual tanpa ada makan dan tujuan dibalik ritual tersebut, akan tetapi


(49)

41

setelah nabi kongzi datang, dia meluruskan semua ritual peribadatan tersebut dan mengajarkan makna dibalik prosesi ritual peribadatan tersebut dan dilaksanakan oleh umat penerusnya sampai sekarang.

Dalam kesehariannya umat Konghucu di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban melaksanakan ritual sembahyang yang dipersembahkan kepada Thian, Nabi Konghucu, serta arwah para leluhur mereka. Sembahyang ini rutin dilakukan dalam waktu setiap hari, selain itu ada juga beberapa sembahyang atau perayaan yang hanya dilakukan setiap satu tahun sekali seperti ketika memperingati hari lahir wafatnya Nabi Konghucu.

Dan Lebih lengkapnya lagi dalam buku tata Agama dan tata laksana upacara agama konghucu disebutkan ada beberapa macam peribadatan:

a. Ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa/ Thian

1. Sembahyang pengucapan syukur tiap pagi dan sore, saat menerima rezeki makan.

2. Sembahyang tiap tanggal 1 dan 15 imlek

3. Sembahyang besar pada hari hari kemuliaan, yakni: malam

penutupan tahun, king thi kong tanggal 8 menjelang 9 cia gwee, saat cap go meh, tang cik saat tanggal 22 desember.

b. Kebaktian bagi nabi

1. Peringatan hari lahir nabi konghucu pada tanggal 27-VIII imlek 2. Peringatan hari wafat nabi konghucu pada tanggal 18-II imlek


(50)

42

3. Peringatan hari genta Rohani pada tanggal 21/22 Desember6. c. Kebaktian bagi para suci

1. Hari twan yang jatuh pada tanggal 5-V imlek 2. Sembayang tiong chu pada tanggal 15-VIII imlek 3. Hari he gwan pada tanggal 15-X imlek.

d. Sembahyang bagi para leluhur 1. Sembahyang tutup tahun. 2. Sembahyang sadranan/ziarah 3. Sembahyang arwah leluhur. e. Kebaktian masyarakat

1. Sembahyang arwah untuk umum, pada tanggal 29-VII imlek. 2. Hari persaudaraan atau hari kenaikan malaikat dapur tanggal 24-

XII imlek (pada hari hari itu diwajibkan berdana bagi fakir dan miskin).

3. Seluruh perbuatan lahir batin kita sepanjang hidup

hendaknyadisadari sebagai perbuatan kebaktian/ ibadah disebut dengan isitila hidup sepenuh hidup7.

E. Arsitektur Bangunan Klenteng Kwan Sing Bio

a. Arah Orientasi

6

MATAKIN, Tata Aturan Dewan Rohaniawan Agama Konghucu Indonesia Beserta Berbagai Panduan Tata Upacara dan Kode Etik Rohaniawan, (MATAKIN : 2010), hal 23.

7

MATAKIN, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Konghucu, (Th.XXVIII no.4-5), hal 35.


(51)

43

Pada mulanya Klenteng Kwan Sing Bio merupakan tempat pemujaan bagi Dewa Kwan Kong sebagai dewa utama. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu Klenteng ini juga dipakai sebagai tempat ibadah bagi umat Tri Dharma. Hal tersebut terlihat pada ruang Tri Nabi yang berfungsi sebagai ruang utuk memuja para dewa utama ajaran Tri Dharma, yaitu Buddha Sakyamuni sebagai wakil dari ajaran Buddha, Thay Siang Loo Kun wakil dari ajaran Tao dan Nabi Konng Tjoe adalah wakil dari ajaran Kong Hu Cu.

Meskipun pada akhirnya klenteng ini merupakan tempat ibadah bagi umat Tri Dharma, tetapi pada dasarnya klenteng ini tetap berorientasi pada Dewa Kwan Kong sebagai dewa utama. Hal ini dapat dilihat pada beberapa ornament-ornamen yang dipakai berasal dari legenda Sam Kok, seprti patung-patung yang ada pada pendopo 8 tokoh legenda menggambarkan tokoh-tokoh yang berjasa (menteri dan panglima) pada masa kerajaan siok (kerajaan milik Liu Pei). Hal tersebut dikarenakan Kwan Kong merupakan panglima perang dan pahlawan agung pada masa pra Sam Kok.

Pada dasarnya keseluruhan Klenteng Kwan Sing Bio ini didominasi oleh ciri khas arsitektur Cina. Hal tersebut terlihat dari bentuk bangunan dan pemakaian ornamen-ornamen khas Cina, seperti ornamen naga, unikron, bangau, dll. Warna yang dipakai adalh dominan warna merah dan kuning, dimana warna merah


(52)

44

melambangkan kebahagian dan warna kuning melambangkan kemakmuran.

b. Lay-out Klenteng Kwan Sing Bio

Klenteng Kwan Sing Bio memiliki banyak ruang yang terdiri dari ruang suci utama, ruang Tri Nabi, pendopo 8 tokoh legenda Sam Kok, ruang Kong Hu Cu, ruang Buddha, dan ruang lain yang menunjang aktivitas di dalam klenteng seperti kantor, kamar tidur baik untuk para tamu maupun rohaniawan, ruang makan, dan masih banyak yang lain.

c. Main Gate Klenteng Kwan Sing Bio

Main gate yang berbentuk gapura ini merupakan pintu masuk/gerbang utama Klenteng Kwan Sing Bio. Main gate ini mempunyai ornament atap yang unik, tidak seperti ornament atap klenteng pada umumnya yaitu sebuah kepiting raksasa. Main gate oini didominasi warna merah yang melambangkan kebahagiaan bagi orang cina.

d. Ruang Suci Utama Klenteng Kwan Sing Bio

Yang merupakan bangunan utama dari klenteng ini adalah ruang suci utama, yang terdiri dari serambi (merupakan altar untuk pemujaan pada Tuhan YME) dan altar utama(merupakan altar untuk pemujaan Dewa Kwan Kong), dimana menurut cerita altar


(53)

45

utama ini tidak pernah mengalami perubahan dari awal pembangunan sampai sekarang (200 tahun yang lalu)8. Hal tersebut disebabkan tidak pernah diberi izin oleh Dewa Kwan Kong untuk melakukan pelebaran ruang. Ruang altar utama tidak dapt dibahas dan dianalisis lebih lanjut, sebab tidak mendapatkan izin dari pengurus Klenteng Kwan Sing Bio.

e. Koridor Serambi Klenteng Kwan Sing Bio

Koridor serambi adalah kordor yang terletak di kanan dan kiri serambi. Koridor ini berfungsi menghubungkan serambi dan took keperluan ibadah (kanan) serta serambi dan kantor penilik (kiri) sekaligus tempat untuk beristirahat. Oleh karena itu di dalam koridor serambi ini disediakan kursi-kursi bagi para tamu yang ingin beristirahat atau yang sedang menunggu saudara atau teman. f. Koridor Altar Utama Klenteng Kwan Sing Bio

Koridor altar utama adalah koridor yang terletak di kanan dan kiri altar utama.vKoridor ini merupakan sumbangan dari Tio Ming Wen, oleh karena itu penymbang menginginkan inisial namanya (MW) diabaikan sebagai bentuk pada pilar koridor altar utama. Kolidor altar utama ini hanya berfungsi sebagai koridor yang menghubungkan antara altar utama dengan ruang Tri Nabi(kiri) dan altar utama dengan ruang jiam si (kanan). Jiam si adalah suatu ramalan masa depan yang kita tanyakan pada

8


(54)

46

dewi dan Jiam si tersebut biasanya berupa syair atau puisi yang dapat kita tanyakan penafsirannya atau artinya.

g. Ruang Tri Nabi Klenteng Kwan Sing Bio

Ruang Tri Nabi merupakan ruang pemujaan bagi para tokoh suci ajaran Tri Dharma. Tokoh suci tersebut adalah Budha Sakyamuni yang mewakili ajaran Budha, sedangkan ajaran Tao diwakili oleh Thay Siang Loo Kum dan ajaran Kong Hu Cu mempunyai wakil yaitu Nabi Kong Tjoe.

h. Pendopo 8 Tokoh Legenda Sam Kok Klenteng Kwan Sing Bio

Pendopo ini merupakan tempat untuk menyimpan peralatan-peralatan sembahyang yang hanya digunakan pada acara-acara khusus yaitu pada saat dewa Kwan kong akan diarak keluar (keliling kota Tuban). P eralatan tersebut disimpan pada sebuah pendopo dimana di tengah pendopo tersebut terdapat ruang kaca yang dikelilingi oleh patung dari 8 Tokoh Legenda Sam Kok, yaitu para menteri dan panglima-panglima pada zaman kerajaan Siok yakni Thio Hwie, Tio Tju Liong (Tio In), Oei Tiong (Han Seng), Ma Tiauw, Liu Pei, Bang Thong, Hoat Tjeng, dan Kho Tjing9.

9

Data berasal dari sumber tulisan yang ada di klenteng Kwan Sing Bio Tuban beserta tambahan penjelasan wawancara dengan bapak Anton, pada tanggal 04 September 2015. di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban


(55)

47

i. Lorong 4 Naga Klenteng Kwan Sing Bio.

Lorong pilar 4 naga merupakan lorong yang mengarah pada koridor belakang. Lorong ini diapit dua pilar yang bercabang dua, dimana tiap cabangnya dihiasi ornamen naga. Ornamen naga tersebut terdiri dari naga merah, naga kuning, naga biru dan naga hijau. Pilar ini berbeda dengan bentuk pilar pada bangunan Cina umumnya, dimana biasanya pilar yang tidak bercabang dan hanya dihiasi oleh satu naga saja. Pilar yang bercabang dua ini berasal dari permintaan penyumbang.


(56)

BAB IV

ANALISIS TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TITD

Bab ini akan memberikan penjelasan tentang prosesi pelaksanaan tradisi bunceng (sedekah bumi), respon masyarakat serta berbagai pendapat masyarakat sekitar klenteng dalam menanggapi pelaksanaan tradisi sedekah bumi.

A. Makna Dan Tujuan Tradisi Bunceng

Secara umum tradisi bunceng ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau Jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani, petani yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famili mereka dari mengais rizqi dan memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi. Bagi masyarakat jawa khususnya para kaum petani, tradisi ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedakah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, ritual tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian dari masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari budaya jawa.

Secara umum, Menurut cerita dari para nenek moyang orang jawa terdahulu, Tanah merupakan pahlawan yang sangat besar bagi kehidupan manusia di muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan yang layak dan besar. Dan ritual sedekah bumi inilah yang menurut mereka


(57)

49

sebagai salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat jawa khususnya para petani dan para nelayan untuk menunjukan rasa cinta kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehidupan bagi manusia. Sehingga dengan begitu maka tanah yang dipijak tidak akan pernah marah seperti tanah longsor dan banjir dan bisa bersahabat bersandingan dengan masyarakat yang menempatinya.

Selain itu, Sedekah bumi dalam tradisi masyarakat jawa juga merupakan salah satu bentuk untuk menuangkan serta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan berkah yang telah diberikan-Nya. Sehingga seluruh masyarakat jawa bisa menikmatinya. Sedekah bumi pada umumnya dilakukan sesaat setelah masyarakat yang mayoritas masyarakat agraris habis menuai panen raya. Sebab tradisi sedekah bumi hanya berlaku bagi mereka yang kebanyakan masyarakat agraris dan dalam memenuhi kebutuhannya dengan bercocok tanam.

Dalam tradisi sedekah bumi umat Konghucu berbeda dengan tradisi sedekah bumi yang umum dilakukan oleh orang Jawa, jika masyarakat Jawa pada umunya melakukan sedekah bumi pada saat musim panen, hal ini tidak terjadi pada sedekah bumi umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban, yang melakukan tradisi sedekah bumi tidak setelah panen, karena pada umunya umat Konghucu di TITD Kwang Sing Bio Tuban tidak berprofesi sebagai petani, akan tetapi istilah sedekah bumi digunakan untuk mengistilahkan bahwa sesaji yang digunakan atau bunceng merupakan hasil dari bumi.


(58)

50

Tradisi sedekah bumi umat Konghucu di TITD Kwang Sing Bio Tuban tidak pernah diketahui kapan asal mula dimulai pertama kali tradisi tersebut, namun secara temurun tradisi tersebut dilakukan dalam rangka mendo’akan arwah para leluhur dan meminta kepada Tian kemudahan. bahkan untuk saat ini kegiatan sedekah bumi umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban menjadi agenda rutin serta mampu menyedot anime masyarakat, baik dari daerah Tuban atau luar daerah.

Tradisi sedekah bumi mempunyai makna untuk mendo’akan para arwah leluhur umat Konghucu yang sudah meninggal, selain itu juga untuk memohon kepada Tian kemudahan dalam menjalankan kehidupan. Karena umat Konghucu percaya bahwa pada saat pelaksanaan tradisi sedekah bumi tersebut arwah para keluarga yang sudah meninggal akan turun ke bumi.

Namun secara garis besar nilai yang terkandung dari pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban ini adalah sebagaimana berikut ini:

a. Ditinjau dari aspek internal keimanan umat Konghucu, maka

pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang rutin dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban ini mempunyai nilai tersendiri bagi mereka, yakni sebagai ungkapan syukur atas nikmat yang diberikan Tian, selain itu mereka juga mendoakan arwah leluhur yang sudah meninggal dunia, karena mereka yakin bahwa pada hari pelaksanaan sedekah bumi tersebut para arwah leluhur turun ke dunia.


(59)

51

b. Jika ditinjau dari aspek etika dan sejarah. Secara etika dan sejarah pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang rutin dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban menunjukkan adanya keinginan untuk melanjutkan tradisi yang sudah berjalan secara turun – temurun, sebagai upaya melestarikan tradisi nenek moyang terdahulu.

c. Jika dilihat dari persiapan yang dilakukan oleh umat Konghucu maka tradisi sedekah bumi ini bisa memunculkan sikap gotong royong, dalam pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang rutin dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban dibutuhkan sikap dan kerjasama yang solid dalam mempersiapkan tradisi sedekah bumi ini. Hal ini bisa dilihat dari pembuatan bunceng yang banyak sehingga semua elemen internal masyarakat klenteng harus bersatu padu untuk mempersiapkan bunceng tersebut.

d. Jika dilihat dari antusiasme warga sekitar yang mengikuti tradisi rebutan bunceng di klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban, maka disitu terkandung nilai kerukunan antar umat beragama yang ada dalam pelaksanaan rebutan bunceng tersebut. Masyarakat sekitar dan umat yang ada di klenteng seolah menjadi satu bagian bersama dalam ikut serta memperebutkan bunceng yang sudah disiapkan di depan klenteng, tentu ini bisa menjadi nilai yang positif dalam menjaga tradisi keagamaan sekaligus menjaga nilai kerukunan antar umat beragama.


(60)

52

e. Jika melihat dari antusisasme warga yang tidak hanya datang dari sekitaran Tuban untuk melihat agenda tahunan di TITD Kwan Sing Bio Tuban ini, maka pelaksanaan tradisi sedekah bumi ini bisa menjadi tujuan destinasi wisata masyarakat, apalagi dalam acara tersebut tak jarang panitia dari pihak klenteng juga mengundang seluruh umat Konghucu diberbagai daerah untuk ikut serta melihat prosesi rebutan bunceng dalam rangkaian sedekah bumi.1

B. Prosesi Tradisi Bunceng

Dalam rangkaian pelaksanaannya tradisi bunceng yang dilaksanakan umat Konghucu, tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang dilakukan oleh agama atau kelompok masyarakat lain. Akan tetapi tempat melaksanakan tradisi sedekah bumi yang biasa dilakukan oleh umat Konghucu berbeda dengan yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa pada umumnya, jika masyarakat Islam Jawa pada umunya melakukan sedekah bumi di tempat yang mempunyai hubungan erat dengan sumber atau pendukung hasil bumi seperti sendang, sawah atau aliran sungai, maka berbeda dengan yang dilakukan oleh umat Konghucu, yang melaksanakan kegiatan sedekah bumi di Klenteng tempat mereka beribadah setiap harinya.

Dalam memberikan penjelasan tentang prosesi ritual tradisi sedekah bumi umat Konghucu, peneliti membagi dalam dua bagian, yang pertama adalah

1


(61)

53

persiapan pra tradisi sedekah bumi, dan yang kedua adalah prosesi pelaksanaan tradisi sedekah bumi.

1. Pra Bunceng

Sebelum pelaksanaan tradisi bunceng dimulai ada beberapa persiapan terlebih dahulu yang harus dilaksanaan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban, mengingat pelaksanaan tradisi ini selalu melibatkan masa yang banyak sehingga persiapan yang dilakukan juga harus benar- benar maksimal agar tercapainya pelaksanaan acara yang sempurna.

Dalam tradisi sedekah bumi umat selalu kita jumpai bingkisan yang diberi nama Bunceng yang didalamnya berisi kebutuhan hidup sehari hari seperti kopi, mie, beras dan gula, setiap kali pelaksanaan acara sedekah bumi dilaksanakan maka umat Konghucu selalu mempersiapkan ribuan bungkus bunceng untuk dibagikan kepada warga sekitar ataupun umat Konghucu sendiri yang telah hadir dalam acara tradisi sedekah bumi tersebut.

Sehingga persiapan pembuatan bunceng ini masuk sebagai bagian dari persiapan pelaksanaan sebelum tradisi sedekah bumi dilaksanakan, panitia mempersiapkan bunceng dengan jumlah mencapai ribuan bungkus, isi bunceng tersebut dikumpulkan dari hasil pemberian umat Konghucu di klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban.

Selain mempersiapkan bunceng, umat Konghucu juga membersihkan klenteng yang dijadikan sebagai pelaksanaan sembahyang dalam


(62)

54

prosesi tradisi sedekah bumi, bersih – bersih klenteng sebagai salah satu tanda bahwa hajatan besar keagamaan akan digelar di tempat tersebut, sehingga membersihkan klenteng sebelum melakukan peribadatan besar menjadi hal yang biasa dilakukan oleh umat Konghucu.

2. Prosesi Bunceng

a. Sembahyang

Sembahyang merupakan prosesi penting dalam pelaksanaan sedekah bumi umat Konghucu, sembahyang pada umumnya menyembah kepada Tuhan yang maha esa, bisa juga diartikan sebagai pola komunikasi antara mahluq dengan tuhannya, oleh karena ibadah atau sembahyang merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan umat beragama. secara garis besar tujuan dari pada melaksanakan ritual peribadatan bagi umat konghucu adalah Mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa, tidak bisa dipungkiri bahwa pola komunikasi vertical antara mahluq hidup dengan tuhannya harus dilakukan oleh umat beragama setiap harinya, baik pelaksanaannya dirumah maupun di tempat tempat ibadah sesuai dengan agamanya masing masing, dengan tujuan untuk lebih dekat dengan Tuhan- Tian- yang menguasai seluruh alam, selain itu juga dalam rangka memohon pertolongan dan perlindungan, ketika manusia merasa bahwa dirinya terancam dan tidak ada lagi yang bias menolongnya maka dia akan berdo’a pada tuhannya dan memint pertolongan pada-Nya, oleh karena itu ketika


(63)

55

melakukan peribadatan maka umat konghucu meminta kepada Tian agar selalu dilindungi dan diberi pertolongan ketika dalam kesusahan, serta bersyukur atas nikmat Tuhan, manusia tidak akan pernah bias menghitung berapa banyak nikmat yang telah tuhan anugrahkan buat kita semua, sejak kita didalam kandungan sampai kita lahir manusia tidak bias menghitungnya, oleh karena itu manusia hanya bisa mensyukuri nikmat yang telah Tuhan anugrahkan buat kita, dalam melakukan peribadatan umat konghucu mengucapkan syukur kepada Tian yang telah memberi nikmat dan anugrah kepada hambanya.

Dalam prosesi sembahyang terlebih dahulu menyalakan lilin di tempat berdo’a atau altar, kemudian Membakar Hio atau Dupa sebanyak 3 atau 9 batang yang melambangkan Tuhan, Manusia dan Bumi, kemudian dinaikkan dahi sebanyak 3 kali, dengan berkata sebagai

berikut, pada angkatan Hio yang pertama maka yang diuacapkan

adalah kehadiran Tuhan yang maha esa ditempat yang maha

tinggi,dimuliakanlah. Pada angkata Hio yang kedua yang harus

diucapkan adalah kehadapan nabi Konghucu, pembimbing dan penyadar hidup kami, di muliakanlah. Sedanngkan pada angkata ketiga

yang diucapkan adalah kehadapan para suci dan leluhur yang kami hormati, dimuliakanlah. Setelah pengangkatan Hio maka langkah selanjutnya adalah meletakkan Hio di Youlu atau tempat peletakan Hio yang terbuat dari besi kuningan dan berbentuk hati, Hio pertama diletakkan di tengah, yang kedua diletakkan di sebelah kanan, dan


(64)

56

yang terakhir diletakkan disebelah kiri. Kemudian Berdo’a dengan sikap Pat Tik, ada dua sikap pat tik, Pertama sikap pat tik delapan kebajikan mendekap Thai Kik yaitu dengan cara tangan kanan dikepalkan lalu ditutup dengan tangan kiri, sikap tangan ini gunakan

juga pada waktu bersembahyang, kedua sikap delapan kebajikan

mendekap hati dengan cara tangan kanan tetap membuka, tangan kiri merangkap punggung tangan kanan dan kedua ibu jari dipertemukan kemudian didekappan di dada, sikap ini hanya digunakan pada waktu berdo’a.

Sembahyang ini dilakukan untuk untuk mendoakan arwah leluhur, karena diyakini bahwa saat pelaksanaan sedekah bumi ini para arwah leluhur mulai turun ke bumi, sehingga menjadi waktu yang tepat untuk berdo’a serta memberikan bunceng kepada masyarakat sekitar sebagai ucapan rasa syukur.2

b. Rebutan Bunceng

Bunceng merupakan bingkisan yang di dalamnya berisi beberapa bahan kebutuhan pokok, diantaranya berupa mie instan, gula, kopi dan beras, kesemuanya tersebut dibungkus dijadikan satu kedalam plastik. Dalam setiap acara sedekah bumi umat Konghucu mempersiapkan ratusan bahkan sampai ribuan bungkus bunceng untuk perebutkan oleh warga.

2


(65)

57

Pada awalnya .pelaksanaan tradisi ini umat Konghucu hanya menyiapakan beberapa bungkus bunceng saja karena hanya diperebutkan oleh warga internal klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban, namun dengan semakin antusisnya warga sekitar yang mengikuti acara sedekah bumi ini maka bungkusan bunceng semakin diperbanyak untuk memenuhi jumlah peserta rebutan bunceng.3

Rebutan bunceng dalam tradisi Konghucu ini dilaksanakan sebagai upaya untuk memanjatkan rasa syukur kepada Tian dan waktu yang tepat untuk berdo’a kepada arwah para leluhur karena diyakini bahwa pada hari itu arwah leluhur sedang turun ke dunia. Yang unik dalam tradisi rebutan bunceng ini adalah bahwa bunceng yang sudah siapa dalam bungkusan tidak dibagikan kepada warga secara satu persatu melainkan sengaja oleh panitia dibiarkan berebutan dalam proses mengambilnya. Hal ini memang sudah menjadi tradisi secara turun temurun bahwa dalam proses pengambilan bunceng harus secara berebutan bersama – sama. Sehingga tidak jarang dalam pelaksanaan rebutan ini banyak warga, terutama yang sudah tua, perempuan dan anak - anak terjatuh dan menangis histeris saat megikuti prosesi rebutan bunceng ini.4 Bahkan terkadang ketika do’a belum selesai dipanjatkan oleh umta Konghucu para warga sudah antusias

3

Wawancara dengan Gunawan Putra Wirawan di Tuban pada 04 September 2015. 4


(66)

58

memperebutkan bunceng yang diletakkan dihalaman klenteng tersebut, tahun ini pihak klenteng mempersiapkan sebanyak 1.400 bingkisan bunceng untuk diperebutkan oleh warga internal dan sekitar klenteng.

Prosesi rebutan bunceng sudah terasa pada saat pagi menjelang siang berbagai warga dari sekitar klenteng sudah mulai berkumpul di halaman klenteng, pada sekitar pukul 11.00 siang bunceng mulai diperebutkan oleh warga yang sudah hadir, dengan cepat dan berdesakan warga memperebutkan bunceng yang sudah disiapkan, tidak jarang anak – anak dan orang tua yang ikut memperebutkan bunceng terjatuh, hal ini mendapatkan penanganan yang serius dari aparat kepolisian Polres Tuban, sehingga setiap kali pelaksanaan rebuten bunceng digelar, aparat kepolisian bersiap memberikan pengamanan guna kelancaran acara.

Setelah selesai memperebutkan bunceng, raut wajah warga terlihat kelelahan, sehingga biasanya tidak langsung pulang kerumah melainkan duduk istirahat terlebih dahulu di depan klenteng, sembari menikmati Susana angina pantai utara kota Tuban, klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban memang berada tepat di depan pantai utara dan menghadap langsung ke laut Jawa. Ketika hari sudah mulai sore warga sudah mulai kembali kerumahnya masing – masing sembari membawa bingkisan bunceng untuk dimasak di rumah.


(1)

62

3. Adapun respon masyarakat dalam menyikapi pelaksanaan tradisi

sedekah bumi ini adalah: respon positif dari internal umat Konghucu

sendiri melihat bahwa tradisi ini merupakana bagian dari tradisi

keagamaan yang dilaksanakan secara turun temurun sehingga harus

terus dilaksanakan, dan respon positif juga datang dari warga sekitar,

mereka melihat bahwa tradisi ini sebagai tradisi rebutan sembako

kebutuhan pokok yang dilaksanakan oleh pihak klenteng.

B. Saran – Saran

Beberapa saran dan masukan yang dapat penulis sampaikan terutama yang

berhubungan dengan tradisi keagamaan adalah bahwa tradisi keagamaan

adalah prosesi rangkaian yang sudah ada dan terus dijaga secara turun

temurun, sebagai generasi penenrus maka menjaga dan melaksanannya

adalah suatu hal yang harus dilakukan dalam melaksanakannya, sehingga

apapun tradisi keagamaan tersebut asalkan mempunyai manfaat bagi orang

banyaka maka harus selalu dilestarikan.

Kemudian menjaga nilai kerukunan antar umat beragama menjadi hal yang sangat

penting demi terwujudnya cita- cita bangsa yang toleran dan saling menghormati


(2)

DAFTAR PUSTAKA

AD ART MATAKIN, 2006.

Amin, Nasikhul, Skripsi ; Konstruksi Sedekah Bumi (Studi Konstruksi

Masyarakat Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Keluarga Desa Pucangtelu Kecamatan Kalitengah Kabupaten Lamongan) Jurusan Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya 2014.

Ashari, Imam, Skripsi; Upacara Sedekah Bumi Di Kebumen (Kajian Terhadapakulturasi Nilai-Nilai Islam Dan Budaya Lokal Di Desa Jatiroto Kecamatan Buayan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Jakarta:

Rineka Cipta, 1998.

Devi, Shinta ISR, Boen Bio; Benteng Terakhir Umat Konghucu, Surabaya: JP Books, 2005.

Devi, Shinta ISR, Dinamika Umat Klenteng Boen Bio Surabaya 1907-1967, Skripsi Jurusan

Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas AirLangga Surabaya: 2003.

Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 9, Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990.

Geertz, Clifford, Mojokuto; Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa, Jakarta:

Pustaka Grafiti Perss, 1986.


(3)

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research II, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1980.

Haviland, William A., Antropologi, Jilid 1 Jakarta: Erlangga, 1985.

http://kabartuban.com/ratusan-warga-berebut-bunceng-klenteng/9765, diunduh pada 25 Sepr 2015.

Huda, Mohammad Thoriqul, Skripsi; Resistensi Umat Konghucu Di Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban Pada Tahun 1965-1968, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya 2012.

James, Black, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Jakarta:Refika Aditama, 1999.

Keesing, Roger M., Antropologi Budaya, Suatu Prespektif Kontemporer, Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 1989.

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi; Pokok–Pokok Etnografi, Jakarta:

Rineka Cipta, 1998.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antrpologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Koenjtaraningrat, Metode- Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia,

1994.

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.


(4)

Lasiyo dkk, Konfusianisme di Indonesia, Yogyakarta: Interfidie, 1995.

MATAKIN, Buku Kenangan Perayaan Imlek Nasional 2561, Jakarta:

MATAKIN, 2010.

MATAKIN, KItab SU SI.

MATAKIN, Tata Aturan Dewan Rohaniawan Agama Konghucu Indonesia

Beserta Berbagai Panduan Tata Upacara dan Kode Etik Rohaniawan, MATAKIN: 2010.

MATAKIN, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Konghucu,

Th.XXVIII no.4-5.

Masimambow, Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia, Jakarta: yayasan

bor Indonesia, 1997.

Makhalli,,Arif Skrpisi 2014; Studi Tentang Langgeng Tayub di Desa Pancur

Kecamatan Temayan Kabupaten Bojonegoro Jurusan Perbandingan Agama Fak. Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya.

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.

Negoro, Suryo S., Upacara Tradisional dan Ritual Jawa, Surakarta: Buana Jaya, 2001.

O’dea, Thomas F, Sosiologi Agama; Suatu Pengantar Awal, Jakarta: CV Rajawali, 1992.


(5)

Ranjabar, Jacobus, Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar, Bogor: GHalia Indonesia, 2006.

Rifa’I, Moh, Perbandingan Agama, Semarang: Wicaksana, 1980.

Sairin, Sjafri, Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Sudjono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Suryadinata, Leo, Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia, Jakarta:

Gramedia, 1988.

Suprayogo, Imam, Metodologi Penilitian Sosial-Agama, Bandung: Remaja Rosada Karya, 2001.

Sugiono, Metode Kuantitatif Kualitatif Dan R Dan D, Bandung: Alfabeta, 2011. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.

Smith, Huston, Agama- Agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.

Tanggok, Ihsan, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia, Jakarta: Pelita Kebajikan, 2005.

Tanggok, Ikhsan, Jalan Keselamatan Melalui Agama Konghucu, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011.


(6)

Usman, Husaini, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: M2S, 1997.Cet 2.

http://www.kabarindonesia.com/berita, Nurulita Rahma Budi utami, 31-Okt-2011, 21:37:48 WIB, yang diunduh pada /25/09/2015 pukul 20:35 WIB.

http:www.kabarindonesia.com/berita, Nurulita Rahma Budi utami, 31-Okt-2011,

21:37:48 WIB, yang diunduh pada hari Rabu /25/10/2015 pukul 20:35 WIB.