Buku Dengan Ilustrasi Mengenai Nilai Moral Yang Terkandung Dalam Upacara Bakar Batu Suku Dani

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

BUKU DENGAN ILUSTRASI MENGENAI NILAI MORAL YANG TERKANDUNG DALAM UPACARA BAKAR BATU

DK 38315/TugasAkhir Semester II 2013-2014

Oleh:

Agnes Friska Indraswari 51910005

Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... . ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 3

I.3 Rumusan Masalah . ... 3

I.4 Batasan Masalah . ... 4

I.5 Tujuan Perancangan . ... 4

BAB II UPACARA ADAT BAKAR BATU II.1 Upacara Adat di Indonesia ... 5

II.1.1 Pengertian Upacara Adat ... 6

II.1.2 Fungsi Upacara Adat ... 7

II.2 Masyarakat Papua Beserta Kebudayaannya ... 7

II.2.1 Kearifan Suku Dani ... 9

II.2.2 Memilih Peminpin Suku Dani ... 11

II.2.3 Peranan Kepala Suku ... 12

II.2.4 Karakter Suku Dani Sebagai Orang Indonesia Bagian Timur... ... 13

II.3 Eksistensi Upacara Bakar Batu Suku Dani ... 15


(5)

II.4 Perang Sukulah yang Mendasari Upacara BakarBatu ... 18

II.4.1 Perdamaian Pada Upacara Bakar Batu ... 20

II.4.2 Pembayaran Denda Pada Upacara Bakar Batu Sebagai Tanda Ganti Rugi……… 21

II.4.3 Peranan Kepala Suku dalam Menyelesaikan Konflik Dengan Hukum Adat ... 24

II.5 Penyelesaian Konflik Dengan Hukum Adat yang Bertentangan Dengan Hukum Positif………. 25

II.5.1 Hukum Adat Sebagai Hukum yang Hidup…………. 27

II.5.2 Suku Dani yang Tetap Menjunjung Tinggi Hukum Adat ... 29

II.6 Analisis Penelitian ... 30

II.6.1 Nilai Moral Yang Ada Dalam Upacara Bakar Batu ... 31

II.7 Anak Usia Pra Remaja... 34

II.8 Metode dan Media Dalam Menyampaikan Nilai dan Moral Pada Anak Pra Remaja ... 36

II.9 Buku Ilustrasi... 38

II.9.1 Kelebihan Buku Ilustrasi ... 40

II.9.2 Kekurangan Buku Ilustrasi ... 41

II.10 Khalayan Sasaran ... 42

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan ... 43

III.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 43

III.1.2 Strategi Kreatif ... 45

III.1.3 Strategi Media ... 45

III.1.4 Strategi Distribusi ... 46

III.2 Konsep Visual ... 47

III.2.1 Format Desain ... 47


(6)

III.2.3 Tipografi ... 50

III.2.4 Ilustrasi ... 51

III.2.5 Warna ... 61

BAB IV TEKNIK PERANCANGAN DAN PRODUKSI IV. 1 Teknik Perancangan IV.1.1 Teknik Perancangan Cover ... 76

IV. 1. 2 Produksi Cover ... 76

IV.2 Teknik Perancangan Isi ... 76

IV.2.1 Cover dalam ... 76

IV.2.2 Teknik Perancangan Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Pustaka 91

IV.2.3 Teknik Perancangan Isi buku dan cerita ... 91

IV.2.4 Teknik Produksi Isi buku dan cerita ... 92

IV. 3 Teknik Perancangan Media Pendukung ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(7)

DAFTAR PUSTAKA

anonim. (2005). Mengenal karakter anak remaja. Tersedia dalam: http://whitepegasus96.blogdetik.com/71/mengenal-anak-pra-remaja-umur-12-14-tahun/[20 April 2014]

anonim. (2008). Kind of book Illustration. Tersedia dalam:

http://booksaroundthetable.wordpress.com.com/kindofbookillustration/ [14 April 2013]

anonim. (2010). Sejarah Budaya Suku Dani. Tersedia dalam:

http://den-mpuh.blogspot.com/2013/06/mengenal-sejarah-budaya-suku-dani-papua.html[11 November 2013]

anonim. (2011). Peran Kepala Suku. Tersedia dalam: http://www.jurnaltaqin.com/2010/12/teori-teori-kepemimpinan.html[25 April 2014]

anonim. (2012). Makna Harga Diri. Tersedia dalam:

http://belajarpsikologi.com/pengertian-harga-diri.html [25 April 2014] anonim. (2012). Penyelesaian perang suku yang Keliru. Tersedia dalam:

http://hdwaker.wordpress.com/penyelesaian-perang-suku-yang-keliru.html [25 April 2014]

anonim. (2011). Dari Lembah Baliem Mengenal Lebih Dekat Suku Dani. Tersedia dalam: http://alanmn.wordpress.com/2011/05/10/ Dari_Lembah_Baliem Mengenal_Lebih_Dekat_Suku_Dani.html [25 April 2014]

Ahira, Anne. (2010). Perang Suku. Tersedia dalam:


(8)

Ahira, Anne. (2010). Peran Kepala Suku. Tersedia dalam: http://anneahira.com/2013/09/peran-kepala-suku.html [25 April 2014] Bernanda, Meteray. 1999. Mati atau Hidup Hilangnya Harapan Hidup dan HAM di

Papua. Ambon : Yayasan Obor Indonesia.

Diaz, Allan Helan. (2008). Keterkaitan Karakter Terhadap Budaya. Tersedia dalam: http://academia.edu

/2014/05/KETERKAITAN_WATAK_TERHADAP_BUDAYA_MASYA RAKAT_INDONESIA_TIMUR_YANG_MEMPENGARUHI_PERKEM BANGAN_MASYARAKAT_INDONESIA_TIMUR.html [25 Mei 2014] Hurlock, Elizabeth. 1998. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Imadha, Haryanto. (2009). Hukum Positif (Ius Constitutum). Tersedia dalam:

http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/09/Hukum-Positif-Ius-Constitutum).html [21April 2014]

Kartikasari, Andrew. 1997. Ekspedisi Tanah Papua. Jakarta: Kompas.

Koyan, I Wayan. 2000. Pendidikan Moral Pendekatan Lintas Budaya. Jakarta: Depdiknas

Musakhir, Ekhi. (2008). Makalah Kebudayaan Papua. Tersedia dalam:

http://musahkirmsg.blogspot.com/2013/09/makalah-kebudayaan-papua.html [25 April 2014]

Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-2. Jakarta: BalaiPustaka


(9)

Questia. (2011). History of book Illustration. Tersedia dalam: http://questia.com/library/art-and-architechture/historyofbookillustration/ [25 April 2014]

Riberu, J. (1983). Tonggak Sejarahdan Pedoman Arah. Jakarta: DepartemenDokumentasidanPenerangan MAWI.

Siregar, Sasmita. 2011(23 Juli). Bakar Batu di Papua. Tersedia dalam :http://inibangsaku.com/bakar-batu-di-papua/ [15 November 2013]

Soenarjati dan Cholisin. 1994. Dasar dan Konsep Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Lab PMP dan KN

Tampubolon. (1993). Mengembangkan Minatdan Kebiasaan Membaca Pada Anak. Bandung: Angkasa Winataputra, U.S., dkk. (2001). Strategi Belajar Mengajar . Jakarta: Universitas Terbuka

Wayar, Aprilia. (2009). Hukum Adat Masih Berlaku di Indonesia. Tersedia dalam: http://tabloidjubi.com/2014/03/hukumadatmasihberlakudiindonesia.html [20 April 2014]

Wikipedia, Newstrom. (1977). Arti Konflik. Tersedia dalam: http://wikipedia.com/2014/03/definisikonflik_newstrom.html [20 April 2014]


(10)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Tugas Akhir dengan judul “BUKU DENGAN ILUSTRASI MENGENAI NILAI MORAL YANG TERKANDUNG DALAM UPACARA BAKAR BATU SUKU DANI”.

Dalam mengerjakan penulisan makalah Tugas Akhir penulis mendapatkan banyak bimbingan dan juga arahan, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini diantaranya Dekan Fakultas Desain, Koordinator Skripsi dan Tugas Akhir, Dosen Pembimbing, Dosen Penguji serta Narasumber.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dalam hal materi maupun cara penyajiannya, karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai bahan perbaikan di masa yang akan datang.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat kepada semua pihak yang telah membantu praktikan hingga selesainya laporan ini. Amin.

Bandung, 16 Agustus 2014


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan sebagai mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Dalam kehidupan sosialnya atau berkelompok sering kali terjadi interaksi antar individu dalam kelompok tersebut. Bentuk-bentuk interaksi yang terjalin antara individu dengan individu lainnya atau kelompok dengan kelompok yang lain dengan lingkungan itu semua dalam rangka mempertahankan eksistensinya. Apa yang terwujud sebagai hasil dari proses interaksi tersebut amat bervariasi dari satu ekosistem dengan ekosistem lainnya. Makadari itu sebenarnya dapat dilihat dampak yang terlihat dari apa yang terjadi pada kelompok tersebut.

Salah satu wilayah Indonesia yang terkenal masih memiliki suku-suku dalam jumlah banyak dan kelompok besar adalah Tanah Papua, wilayah Papua juga merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang masih menyimpan berbagai macam permasalahan sosial antar suku atau kelompok. Salah satu masalah sosial yang sampai sekarang telah ada dan masih terjadi adalah konflik sosial. Konflik sosial yang terjadi di Tanah Papua sangat beragam dan mencakup semua lini kehidupan, mulai dari aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi. Konflik sosial yang terjadi di Tanah Papua pada beberapa tahun belakangan ini juga tidak terlepas dari pokok permasalahan tersebut, utamanya adalah konflik sosial yang dipicu oleh perbedaan suku, budaya dan golongan atau kelompok, sesuai dengan karakteristik dan dianggapnya sebagai salah satu permasalahan yang dapat merugikan dan mengganggu bahkan melanggar aturan dan norma yang berlaku pada suku-suku yang ada. Masalah perzinahan atau perselingkuhan, pembunuhan, kematian tidakwajar, dan rasa dendam yang mendalam merupakan salah satu penyebab perang suku di daerah Pedalaman Papua. Disamping itu konflik internal antar suku yang terjadi di waktu lampau juga menjadi salah satu faktor penyebab perang suku dan kelompok di daerah pedalaman papua yang dapat menyebabkan kerugian secara fisik maupun materi lainnya. Konflik sosial yang ada di daerah ini sering disebut sebagai perang suku atau Dani wim dan Amungme wem, sebab perang suku yang terjadi adalah antara suku-suku


(12)

asli Papua yang mendiami daerah tersebut yaitu Suku Dani, Suku Nduga, Suku Dem, Suku Damal/ Amungme. suku-suku tersebut merupakan suku-suku yang mempunyai tradisi perang yang sangat kuat.

Untuk mengatasi permasalahan sosial tersebut Suku Dani memiliki caranya sendiri yaitu dengan mengadakan Upacara Bakar Batu, Upacara Bakar Batu adalah suatu ritual tradisional Papua dalam rangka mengucap syukur yang diselenggarakan pada peristiwa penting seperti peresmian gereja, merayakan kelahiran, mengenang kematian dan yang paling utama pada momen perdamaian atau penyelesaian masalah setelah perang dengan memakan hasil bumi bersama-sama yang dimasak menggunakan batu yang dibakar sebagai acara puncak. Upacara Bakar Batu yang biasanya di adakan setiap kali sehabis perang antar suku, dimana peristiwa bakar batu tersebut dijadikan momen untuk menyelesaikan masalah yang terjadi antara kedua suku yang bersangkutan.Di sisi lain, upacara bakar batu juga merupakan symbol kesederhanaan masyarakat Papua. Muaranya ialah persamaan hak, keadilan, kebersamaan, kekompakan, kejujuran, ketulusan, dan kerelaan yang membawa pada perdamaian.

Dalam peristiwa Upacara Bakar Batu ini terdapat perjanjian secara tidak langsung, bahwa mereka berjanji akan berdamai dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama yang menyebabkan terjadinya peperangan.Perjanjian ini ditandai dengan pihak yang bersalah membayar denda yang ditentukan pada pihak yang merasa dirugikan, Pembayaran denda ini merupakan momen yang sangat penting pada Upacara Bakar Batu setelah perang suku atau konflik antar suku.

Dalam perjalanannya, ternyata hukum membayar denda yang dilakukan oleh Suku Dani bertentangan dengan hukum perdata atau hukum yang berlaku saat ini, karena dianggap tidak menyelesaikan masalah, walaupun demikian Suku Dani tetap melakukannya. Hal ini terus terjadi karena bagi Suku Dani membayar denda merupakan cara mempertahankan harga diri, Membayar denda merupakan cara mengakui kesalahan bagi suku yang telah melakukan kesalahan.

Harga Diri yang begitu tinggilah yang mendasari Upacara Bakar Batu dan Pembayaran Denda terus berlangsung, walaupun dimata orang lain hal itu tidak akan menyelesaikan


(13)

masalah. Harga Diri adalah sebuah pesan moral yang begitu sederhana namun sering diabaikan, harga diri merupakan nilai yang sangat baik bila diterapkan pada siapapun sejak dini, karena akan menentukan kepribadian seseorang saat ia dewasa.

Nilai moral mengenai harga diri ini sangat penting dan menarik untuk dibagikan kepada masyarakat luas terutama para kaum muda karena sesuai dengan karakter mereka. Dalam hal membagikan atau menyampaikan nilai moral ini dibutuhkan suatu media yang tepat dan menarik agar nilai moral ini sampai tepat pada sasaran.

I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka Penulis dapat mengambil pokok permasalahan dalam kebudayaan Indonesia ini adalah sebagai berikut

 SistemPembayaran denda (HukumAdat) dalam upacara bakar batu yang tetap dijalankan walaupun bertentangan dengan hukum positif (hukum yang berlaku saat ini)

 Harga Diri yang menjadi dasar Upacara Bakar Batu dan Pembayaran Denda terus berlangsung

 Belum adanya media untuk menyampaikan pesan moral mengenai harga diri yang terdapat dalam Upacara Bakar Batu.

I.3 RumusanMasalah

Berdasarkan Indentifikasi Masalah diatas, merumuskan masalah tersebut kedalam perumusan masalah. Adapun perumusan masalah dalam pembahasan ini adalah :

 Apa cara atau media yang paling tepat untuk menyampaikan pesan moral mengenai harga diri yang menyebabkan Suku Dani begitu menjunjung tinggi Hukum Adat (pembayaran denda yang ada dalan rangkaian Upacara Bakar Batu)? I.4 BatasanMasalah

 Laporan ini hanya menekankan pada Upacara Bakar Batu yang terjadi sesudah perang.


(14)

I.5 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut

 Menyampaikan nilai moral mengenai harga diri yang terkandung pada Upacara Bakar Batu pada masyarakat

 Menyampaikan pada masyarakat luas bahwa Hukum adat sangat penting bagi Suku Dani


(15)

Bab II

UPACARA ADAT BAKAR BATU SUKU DANI SEBAGAI UPACARA PERDAMAIAN

II.1 Upacara Adat di Indonesia

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragam atau majemuk, kemajemukan masyarakat Indonesia disebabkan masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan etnis dari Sabang sampai Merauke. Salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam budaya ritual keagamaan yang dilaksanakan dan dilestarikan oleh masing-masing suku yang menganutnya. Ritual berupa upacara tersebut mempunyai bentuk atau cara melestarikan serta maksud dan tujuan yang berbeda-beda antara kelompok masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan tempat tinggal, adat serta tradisi yang diwariskan secara turun temurun.

Upacara adat dilakukan untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan selain melalui mitologi dan legenda setempat. Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara. Upacara dapat menjadi pelacak mengenai asal usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda dan kejadian alam. Pelaksanaan upacara tradisional suatu masyarakat umumnya sangat menarik, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya.

Unsur kebudayaan yang paling tampak lahir berkenaan dengan kebudayaan suku bangsa adalah upacara tradisional yang lekat dengan kepercayaan atau keagamaan. Menurut Ronald Robertson (1988) bahwa “agama atau kepercayaan berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak


(16)

tentang tingkah laku manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat, yakni sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhannya, baradab dan manusiawi yang berbeda dengan cara-cara hidup hewan atau mahluk gaib yang jahat dan berdosa”(h.1). Namun dalam agama-agama lokal atau primitif seperti animisme dan dinamisme, ajaran-ajaran tersebut tidak dilakukan dalam bentuk tertulis tetapi dalam bentuk lisan sebagaimana terwujud dalam tradisi-tradisi atau upacara-upacara.

II.1.1 Pengertian Upacara Adat

Upacara adat adalah salah satu cara menelusuri jejak sejarah masyarakat Indonesia pada masa praaksara dapat dijumpai pada upacara-upacara adat. Pada bahasan kali ini kita akan dibahas tentang pengertian upacara adat dan juga contoh-contoh upacara adat yang ada di Indonesia yang merupakan warisan nenek moyang kita. Selain itu upacara adat merupakan serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya. Upacara adat yang dilakukan di daerah,

juga tidak lepas dari unsur sejarah.

Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara. Melalui upacara, kita dapat melacak tentang asal usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam, dan lain-lain.


(17)

II.1.2 Fungsi Upacara Adat

Suatu upacara dan sistem simbol-simbol yang ada mempunyai fungsi tertentu. Sehubungan dengan fungsi upacara adat keagamaan Subur Budhisantoso, (1948) mengemukakan bahwa “fungsi dari upacara yang ideal dapat dilihat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pendukungnya yaitu adanya pengendalian sosial, media sosial serta norma sosial” (h.28).

Selain itu seseorang ahli antropologi agama Clifford Geerts dalam Sitti Masnah Hambalai (2004) mengemukakan bahwa upacara dengan sistem-sistem simbol yang ada didalamnnya berfungsi sebagai pengintegrasian antara etos dan pandangan hidup, yang dimaksudkan dengan etos merupakan sistem nilai budaya sedangkan pandangan hidup merupakan konsepsi warga masyarakat yang menyangkut dirinya, alam sekitar dan segala sesuatu yang ada dalam lingkungan sekitarnya. (h.18)

Sedangkan menurut Suwandi Notosudirjo, (1990) “fungsi sosial upacara adat tradisional dapat dilihat dalam kehidupan sosial masyarakatnya yakni adanya pengendalian sosial, media sosial, norma sosial, serta pengelompokkan sosial” (h.330).

Bagi masyarakat tradisional dalam rangka mencari hubungan dengan apa menjadi kepercayaan biasanya dilakukan dalam suatu wadah dalam bentuk upacara keagamaan yang bisanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat dan mempunyai fungsi sosial untuk mengitensifkan solidaritas masyarakat.

II.2 Masyarakat Papua Beserta Kebudayaannya

Menurut Sinar Harapan, Papua merupakan suatu pulau yang indah terletak di sebelah timur Indonesia. Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau Papua atau bagian paling timur West


(18)

New Guinea Irian Jaya. Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea. Papua terkenal memiliki kebudayaan yang sangat unik dan kaya, Papua juga terkenal memiliki panorama alam yang sangat elok. Masyarakat di Papua memiliki rupa yang sangat unik dan berbeda dengan orang Indonesia mayoritas, Masyarakat Papua memiliki kulit yang gelap dan rambut yang keriting, postur tubuh mereka tinggi dan tegap

Gambar II.1 Peta Pulau Papua dimana terdapat tempat tinggal Suku Dani (sumber : pribadi)

Penduduk asli Papua memiliki seratus sembilan puluh tiga suku dimana masing – masing dari suku tersebut memiliki bahasa yang berbeda. Mengacu pada perbedaan tofografi dan adat istiadat, penduduk Papua dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar. Kelompok besar tersebut adalah sebagai berikut

1. Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang (rumah panggung) dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan);

2. Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah serta kaki gunung. Umumnya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan;


(19)

3. Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan berternak secara sederhana

II.2.1 Kearifan Suku Dani

Suku Dani sendiri menyebut mereka sebagai Suku Parim. Suku Dani atau Suku Parim ini termasuk suku yang masih memegang teguh kepercayaan mereka. Salah satunya adalah selalu memberi hormat pada orang-orang yang sudah meninggal. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengadakan upacara serta penyembelihan babi. Suku Dani juga merupakan salah satu suku di Papua yang masih mengenakan Koteka yang terbuat dari kunden kuning. Para wanitanya pun masih menggunakan pakaian berjuluk wah yang berasal dari rumput serat dan tinggal di honai-honai sebuah gubuk yang beratapkan jerami atau ilalang. Sebagian masyarakat Suku Dani sudah memeluk agama Kristen, akibat pengaruh misionaris Eropa yang pernah datang ke lokasi tersebut sekitar tahun 1935. Walaupun demikian Suku Dani masih memiliki kepercayaan adat yang lebih dikenal dengan konsep yang dinamakan atou yang dipercaya bahwa segala kesaktian yang dimiliki oleh para leluhur suku Dani diberikan secara turun temurun kepada kaum lelaki. Kesaktian tersebut antara lain kesaktian menjaga kebun, kesaktian mengobati atau menyembuhkan penyakit sekaligus menghindarinya, serta kesaktian untuk memberi kesuburan pada tanah yang digunakan untuk bercocok tanam. Suku Dani juga memiliki simbol yang mereka namakan kaneka. Lambang tersebut dipakai saat upacara tradisi yang bersifat keagamaan.


(20)

Gambar II.2 Suku Dani Papua yang bermukim di Lembah Baliem (http://papuaku.net/people/81333/danipotatoes&1317% November 2013)

Dikutip dari situs alanmn wordpress, Suku Dani mempunyai hubungan keluarga yang sangat unik budaya Suku Dani dalam menjalani hubungan antar masyarakat menggunakan sistem yang terbagi dalam tiga jenis tingkat hubungan kekeluargaan, yaitu

1. Hubungan kekeluargaan yang paling kecil. Meliputi sebuah kumpulan yang terdiri dari dua sampai tiga keluarga yang secara bersama-sama tinggal di sebuah komplek yang ditutup dengan pagar. Sistem ini dinamakan ukul atau klan yang kecil. 2. Hubungan antar suku Dani yang di dalamnya terdapat beberapa

kelompok ukul. Hubungan ini diberi namaukul oak atau ukul besar.

3. Hubungan teritorial, yaitu kesatuan dari teritorial paling kecil suku Dani. Merupakan gabungan dari ukul besar yang diberi nama uma. Kelompok ini selalu dipimpin oleh laki-laki.


(21)

Gambar II.3 Para Wanita Suku Dani (http://jemmyadii.blogspot.comNovember 2013)

II.2.2 Memilih Peminpin Suku Dani

Agar selalu hidup secara rukun dan damai dengan menjunjung semangat kebersamaan, orang Suku Dani membuat semacam organisasi yang diketuai oleh kepala suku. Dikutip dari situs Wikipedia, Dia dipilih secara turun temurun dan mendapat panggilan Ap Kain. Untuk menjalankan tugasnya, Ap Kain dibantu oleh tiga kepala suku yang lain di bawah kedudukannya. Mereka ini mendapat julukan Ap Menteg, Ap Horeg dan Ap Ubaik. Tugas mereka adalah mengurus perawatan kebun dan binatang ternak babi. Selain itu juga menjadi penengah sekaligus hakim ketika ada perselisihan antar Suku Dani.

Meski dipilih melalui jalur keturunan, ketua suku yang terpilih tetap harus memenuhi berbagai syarat. Antara lain adalah memiliki pengetahuan tinggi tentang ilmu pertanian, ramah dan rendah hati, terampil berburu, punya nyali yang tinggi, bisa melakukan komunikasi dengan baik dan punya keberanian tinggi untuk melakukan perang ketika ada masalah dengan suku lain. Selain itu ketua suku adalah komponen yang paling penting bila diadakannya upacara besar seperti Bakar Batu. Sepeti yang diketahui saat ini Suku Dani yang gemar


(22)

berperang memang selalu melakukan tradisi Upacara Bakar Batu sesudahnya. Tradisi ini digunakan sebagai momen damai antara kedua suku yang berperang.

II.2.3 Peranan Kepala Suku

Pada umumnya, setiap suku mempunyai aturannya sendiri sesuai dengan adat dan norma yang berlaku di kelompok masyarakat tersebut. Jadi, kehidupannya tidak terkait dengan hukum formal yang berlaku di suatu negara. Dalam kehidupan kesehariannya, masyarakat yang tinggal di pedalaman tersebut, cenderung lebih mengikuti aturan dari kepala suku dan mengadopsi kearifan lokal sebagai tuntunan perilakunya.

Gambar II.4 Suku Dani Papua yang bermukim di Lembah Baliem (http://cloud.papua.blogspot.com/vyjhj/8198764/suku%kepala November 2013)

Dalam kehidupan masyarakat yang masih berpegang teguh dengan unsur-unsur kebudayaan dalam suku, peran kepala suku sangatlah penting. Pemilihan ketua suku tersebut tidak sembarangan. Bukan hanya memenuhi syarat sebagai anggota suku, tapi juga tokoh yang paham dengan benar mengenai adat istiadat suku tersebut. Hal inilah


(23)

yang membedakan antara kehidupan masyarakat di dalam suku dengan masyarakat modernitas.

Dengan begitu, kepala suku mempunyai peran baru untuk sukunya, antara lain sebagai berikut.

1. Penjaga adat maupun penentu dalam menentukan sebuah kebijakan masyarakat suku yang berkaitan dengan tradisi budaya dari nenek moyang mereka.

2. Menjadi jembatan komunitas antara masyarat di dalam suku dan masyarakat diluar suku serta pemerintah formal negara.

3. Menjadi mediator, apabila ada pergesekan budaya yang lama dengan budaya baru dalam dunia modern.

4. Sebagai pendorong kehidupan masyarakat agar lebih maju dengan mengikuti perkembangan zaman modern ini.

II.2.4 Karakter Suku Dani Sebagai Orang Indonesia Bagian Timur Allan Helan Diaz (2005) menyebutkan, Suku Dani yang bermukim di Papua mempunyai karakter atau mentalitassnya sendiri, karakter Suku Dani sangat dan berbeda dengan suku lain yang tinggal di daerah berbeda misalnya Suku Sunda yang berada di Indonesia di bagian barat. Hampir sebagian besar masyarakat Papua yang dominan adalah karakter negatif atau kelemahan yang menurut psikologi disebut koleris dan plagmatis. Kita bisa lihat dari watak masyarakat papua yang keras atau kasar, tidak sabar dan cepat marah, senang memerintah, keras kepalasulit kompromi, humor kering dan mengejek, kurang orentasi pada tujauan, sulit bergerak dan kurang memotifasi diri. Sedangkan tempramen yang bernilai positif yaitu simpatik dan baik hati, hal ini bisa kita lihat dari permasalah yang terjadi di Papua yaitu perang antar suku itu bukti dari simpatik


(24)

antar masyarakat satu suku. Satu nilai positif dari watak atau sifat masyarakat Papua adalah mereka sangat loyalatau setia terhadap budaya atau sesama suku bangsa Papua. (paragraf 1)

Selain itu Andrew (1997) menyebutkan karakteristik masyarakat Papua sebagai berikut:

 Suka menyelesaikan suatu permasalahan dengan hukum adat dibandingkan dengan hukum pidana atau perdata.

 Jika negosiasi kedua pihak tidak mencapai kesepakatan bersama, keputusan akhir adalah perang adat.

 Ramah terhadap orang asing, contohnya selalu menyapa setiap bertemu meskipun belum mengenal satu sama lain.

 Dialek asli bernada tinggi bukan berarti sedang marah.

 Ketika mereka di suatu tempat yang ramai sering terjadi keributan antara sesama

 Orang Papua dikenal suka minum minuman keras

 Sangat mengutamakan keluarganya di atas segala-galanya

 Mempunyai rasa keterikatan emosi yang kuat dengan budaya dan tanah asalnya

 Sangat setia kawan atau loyal.

 Rasa persatuan yang kuat dengan sesama orang Papua. (h.27) II.3 Eksistensi Upacara Bakar Batu Suku Dani

II.3.1 Langkah Langkah Upacara Bakar Batu

Suku Dani adalah suku yang gemar berperang memang selalu melakukan tradisi Upacara Bakar Batu sesudahnya. Tradisi ini digunakan sebagai momen damai antara kedua suku yang berperang. Upacara Bakar Batu terkenal dengan prosesnya yang dilakukan sangat tradisional dan bisa dibilang sangat kuno karena merupakan tradisi


(25)

turun-temurun dari nenek moyang. Upacara Bakar Batu yang dilakukan setelah terjadi peperangan memiliki langkah-langkah ritual yang tidak jauh berbeda dengan Upacara Bakar Batu yang diadakan pada momen peresmian gereja, penerimaan tamu kehormatan, kelahiran atau kematian. Upacara Bakar Batu dibagi dalam tiga tahap yaitu persiapan, bakar babi, dan puncaknya makan bersama.

Pada bagian pertama yaitu pada tahap persiapan para wanita khususnya para ibu atau yang biasa di sapa mama melakukan tarian-tarian pembukaan, sedangkan para bapak mempersiapkan batu dan kayu, susunan batu dan kayu tersebut tidak sembarangan, batu-batu disusun di bawah kayu kemudian kayu-kayu tersebut dibakar sampai habis sehingga batu-batu dibawahnya menjadi panas

Pada bagian yang berikutnya yaitu bagian bakar babi, beberapa hari sebelumnya babi-babi harus sudah dipersiapkan untuk dimasak dan pada hari dimana Upacara Bakar Batu diberlangsungkan babi-babi tersebut harus sudah siap untuk dibunuh. Babi ini dibunuh dengan cara khusus, yaitu dengan dipanah di bagian jantung. Seorang yang memanah babi tersebut haruslah seorang tetua di suku tersebut. Babi dipegang dan dipanah jantungnya oleh ketua suku. Pada tahapan ini, semua kegiatan dilakukan kaum pria.

Gambar II.5 Proses memanah babi yang dilakukan oleh ketua suku (http://cloud.papua.blogspot.com/vyjhj/8198764/=^&*&yt November 2013)


(26)

Setelah babi tersebut mati para wanita mengambilnya membersihkan isi perut babi tersebut dan juga bulu-bulu babi tersebut yang disisakan hanyalah daging dan lemak dari babi tersebut. Selain membersihkan babi para wanita mempersiapkan sayur mayur yang sudah ditentukan sebagai syarat penting dalam Upacara Bakar Batu.

Setelah panas, batu-batu tersebut dipindahkan dari tungku pemanas. Kemudian, babi dan sayur yang telah siap dimasak di letakkan ke dalam galian yang telah dilapisi daun. Selanjutnya, batu panas diletakkan di atas babi dan sayur, kemudian ditutup lagi dengan rumput. Selagi menunggu sajian matang, warga akan menari, menyanyi, dan berdansa bersama.

Gambar II.7 Memasukan umbi-umbian dan babi kedalam lubang untuk di bakar (http://budayanusantara.net/vyjhj/8198764456&t November 2013)


(27)

Gambar II.8 Bahan makanan akan diangkat dari lubang dan segera di bagi-bagikan (http://budayanusantara.net/vyjhj/8198764448&t November 2013)

II.4 Perang Sukulah Yang Mendasari Upacara Bakar Batu

Suku Dani merupakan salah satu suku di Indonesia yang masih menyimpan berbagai macam permasalahan sosial. Salah satu masalah sosial yang sampai sekarang telah ada dan masih terjadi adalah konflik sosial. Konflik sosial yang terjadi pada Suku Dani ini sangat beragam dan mencakup semua lini kehidupan, mulai dari aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977) “konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada bangkitnya kondisi ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan diantara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan”(h.81). Konflik sosial yang terjadi di Suku Dani pada beberapa tahun belakangan ini juga tidak terlepas dari pokok permasalahan tersebut, utamanya adalah konflik sosial yang dipicu oleh perbedaan suku, budaya dan golongan atau kelompok, perbedaan pandangan pun dianggap sebagai salah satu permasalahan yang dapat merugikan dan mengganggu bahkan melanggar aturan dan norma yang berlaku pada suku-suku yang ada. Permasalahan diatas bila disikapi dengan perilaku yang negatif pun akan menimbulkan


(28)

sebuah konflik, seperti yang dikatakan oleh Myers (1982), “Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakniperilaku setiap pihak yang terlibat, tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil”(h.234-237).Masalah perzinahan atau perselingkuhan, pembunuhan, kematian tidak wajar, dan rasa dendam yang mendalam merupakan salah satu penyebab perang suku di daerah pedalaman Papua.

Gambar II.9 Suku Dani sedang melakukan tarian perang (cloud papua) (http://cloud.papua.blogspot.com/vyjhj/8198764/=yt November 2013)

Disamping itu konflik internal antar suku yang terjadi pada waktu lampau juga menjadi salah satu faktor penyebab perang suku dan kelompok di daerah pedalaman Papua yang dapat menyebabkan kerugian secara fisik maupun materi lainnya. Konflik sosial yang ada di daerah ini sering disebut sebagai perang suku atau Dani wim dan Amungme wem.

Menurut Johnson (1982) Beberapa penyebab yang sering memicu perang suku di antaranya adalah:

1. Adanya semangat primordialisme yang tinggi terhadap suku. Hal ini berdampak munculnya kecintaan yang berlebihan dan meninggalkan konsep berpikir rasional dan cenderung mengedepankan egoisme dan emosionalisme.


(29)

2. Latar belakang sosial. Kehidupan kaum suku banyak yang mencari makan melalui kegiatan fisik seperti berburu dan bercocok tanam. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan emosional kaum suku untuk lebih mengedepankan emosi saat menghadapi masalah.

3. Adanya perebutan wilayah, persaingan gengsi atau juga perebutan masalah perempuan.

4. Tidak mengutamakannya hukum formal dan masih mempercayai hukum adat, siapa yang kuat menjadi penguasa.(h.277)

II.4.1 Perdamaian pada Upacara Bakar Batu

Perdamaian adalah suatu kondisi yang dilakukan oleh salah satu atau dua orang atau kelompok atau bangsa yang mengarahkan keadaan kearah yang lebih baik. Arti kedamaian berubah sesuai dengan hubungannya dengan kalimat. Perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan mengakhiri sebuah perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah periode di mana sebuah angkatan bersenjata tidak memerangi musuh. Damai dapat juga berarti sebuah keadaan tenang, seperti yang umum di tempat-tempat yang terpencil, mengijinkan untuk tidur atau meditasi. Damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi dalam diri dan akhirnya damai juga dapat berarti kombinasi dari definisi-definisi diatas.

Upacara Bakar Batu memang sangat banyak mengandung filosofi yang bermakna bagi kehidupan, mulai dari kesederhanaan, Ucapan Syukur, dan yang paling penting adalah perdamaian. Menurut J. Riberu (1983) Perdamaian bukan hanya tidak adanya peperangan dan bukan dikembalikan hanya kepada pemantapan perimbangan antara kekuatan musuh-musuh dan bukan pula muncul dari kekuasaan yang


(30)

bersimaharajalela. (Tonggak Sejarah dan Pedoman Arah, dokumen Konsili Vatikan II. h.569 ).

Perdamaian tidak dapat dicapai di dunia ini terkecuali bila kesejahteraan pribadi-pribadi terjamin dan manusia dengan serta merta dan penuh kepercayaan tukar menukar kejayaan jiwa dan bakatnya (h.570 ), dan untuk menunjukan bahwa setiap masyarakat Suku Dani memiliki kesejahteraan Jiwa mereka melalukan upacara Bakar Batu untuk memanifestasikan perdamaian tersebut, karena sesungguhnya mereka sadar bahwa peperangan membawa malapetaka materiil maupun moral yang sangat besar bagi kehidupan mereka.

Pada intinya dengan adanya Upacara Bakar Batu ini membuktikan pada masyarakat luas bahwa masyarakat Papua khususnya Suku Dani memiliki kesejahteraan bukan hanya dalam hal kedewasaan budaya tapi juga dalam jiwa. Selain itu mereka pun menyadari bahwa peperangan itu membawa kerugian materil dan juga moral yang akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup mereka maupu anak cucu mereka.

II.4.2 Pembayaran Denda pada Upacara Bakar Batu Sebagai Tanda Ganti Rugi

Bagi Suku Dani masalah akan selesai tidak cukup hanya dengan duduk bersama dan makan bersama. Dalam Upacara Bakar Batu terdapat suatu momen dimana pihak suku yang bersalah membayar denda adat pada suku yang merasa dirugikan. Pembayaran denda ini biasa disebut dengan Bayar Kepala suatu perang suku baru bisa dihentikan ketika pokok perang membayar ganti rugi serta upacara bakar batu dilaksanakan.


(31)

Berikut adalah penjelasan mengenai penyebab terjadinya perang dan akibat yang biasanya ditanggung.

1. Bila anak gadis diambil tanpa sepengetahuan orang tua atau keluarga dekat anak gadis itu, maka penyelesaiannya adalah dengan didenda lima ekor babi (tahun 1990-an), tapi sekarang denda bisa dibayar dengan uang.

2. Bila istri berselingkuh dengan pria lain (meskipun lelakinya masih kerabat keluarga), maka didenda lima ekor babi lalu dapat berdamai, tapi jika pihak laki-laki bersikeras maka sesudah denda adat maka istri akan dicerai.

3. Pencurian terhadap barang berharga seperti kulit kerang yang biasa dipakai sebagai mas kawin dari pihak laki-laki. Maka akan dibuat adat pemotongan dua ekor babi dan barang yang dicuri harus dikembalikan.

4. Pencurian terhadap hewan piaraan, seperti babi, burung, atau tanaman di bekun (ladang). Maka akan digelar rapat dan pembayaran dilakukan dengan denda tiga ekor babi sebagai ganti rugi.

5. Bila ada 3 anak kecil bermain bersama kemudian salah satunya tiba-tiba sakit, maka dua anak lainnya akan dimintai penjelasan. Bila tidak ada penjelasan yang baik dari kedua anak tersebut, maka orang tua yang akan menyelesaikannya. Suku Dani mempunyai kesepakatan dalam berperang, yaitu dalam suasana perang kedua kubu yang saling berkomunikasi. Caranya


(32)

melalui masing-masing panglima perang yang berbicara dari jarak yang dapat didengar secara jelas oleh kedua belah pihak. Isi komunikasi kedua panglima perang adalah meminta lahan kedua kubu tidak diganggu, kedua belah pihak tidak boleh menghambat jalan utama, tidak mengganggu harta milik orang lain, tidak boleh mengganggu anak-anak dan wanita, serta menyepakati lokasi, jam makan, dan waktu istirahat.

Tapi bila ada yang melanggar kesepakatan perang tersebut, maka panglima perang kedua kubu akan duduk bersama menayakan dengan seksama siapa pelakunya dan apa penyebabnya. Setelah itu baru akan dibahas masalah denda yang harus dibayar sesuai dengan keputusan bersama.

Perang yang terjadi antara Suku Dani baru-baru ini memang menimbulkan banyak penyesalan dari berbagai tokoh masyarakat. Pasalnya kedua suku ini memiliki kesamaan dan perbedaan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya sama-sama berasal dari bagian tengah daerah paniai dan Jayawijaya. Pola kehidupannya baik cara brekebun dan kehidupan sosialnya pun tidak jauh berbeda. Sehingga yang sebenarnya perlu diperhatikan dan disikapi adalah aksi balas dendam bila seorang kerabatnya disakiti atau dibunuh. Istilahnya gigi ganti gigi dan nyawa ganti nyawa.

Tradisi Bayar Kepala yang adalah dalam rangkaian Upacara Bakar Batu ini adalah hukum adat. Dalam kebudayaan Papua terutama dalam Upacara Bakar Batu, suatu hukum adat memang dikemas dalam suatu tradisi upacara seperti ini.

Istilah hukum adat pertama kali muncul dalam buku De Acheers yang di tulis oleh Cristian Snouck Hurgronye, bagi Hurgronye Hukum Adat


(33)

merupakan Hukum Kebiasaan. Pernyataan Hurngonye ini pun didukung oleh B. Terhaar Bzn yang menyatakan bahwa Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. B. Terhaar Bzn terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.

II.4.3 Peranan Kepala Suku dalam Menyelesaikan Konflik dengan Hukum Adat

Tugas pokok seorang kepala suku adalah menjadi penjaga adat maupun penentu dalam menentukan sebuah kebijakan masyarakat suku yang berkaitan dengan tradisi budaya dari nenek moyang mereka. Dan hal ini pun berlaku bagi kepala suku yang terlibat dalam penyelesaian konflik yang terjadi dalam sukunya, kepala Suku Dani menjadi pihak yang paling utama yang menentukan atau mengambil keputusan bagaimana konflik ini akan berakhir.

Seorang kepala suku harus memutuskan dengan penuh bijaksana dan harus adil, karena setiap keputusan yang diambil oleh kepala suku tersebut sangat menentukan nasib anggota sukunya, dan juga menentukan eksistensi kelompoknya. Maka dari itu kehormatan yang ada pada kepala suku akan terus ada jika keputusan yang diambil itu tepat, sedangkan kehormatannya akan luntur jika keputusan yang diambil salah.


(34)

Seorang kepala suku pasti akan memilih untuk menyelesaikan konflik dengan hukum adat, seperti yang sudah disampaikan pada alinea pertama bahwa tugas utama seorang kepala suku menjadi penjaga adat. Keputusan kepala suku ini pasti akan selalu dihormati oleh anggota suku karena dimata anggota suku, sang kepala suku adalah pribadi yang paling bijaksana diantara mereka.

Dalam Upacara Bakar Batu ini terdapat pihak yang bersalah dan kepala suku dari pihak yang merasa dirugikan menuntut suku yang bersalah untuk membayar ganti rugi, dalam hal ini terdapat suatu keputusan dari kepala suku untuk menghukum pihak yang bersalah untuk membayar denda, dan ini berarti teori Terhaar sejalan dengan Upacara Bakar Batu.

II.5 Penyelesaian Konflik Dengan Hukum Adat yang Bertentangan Dengan Hukum yang Berlaku Saat Ini

Bila melihat sejarah, dalam sepuluh tahun terakhir konflik sosial yang dialami Suku Dani adalah peperangan, dimana perang tersebut dimulai dari permasalahan individu, dan individu tersebut berseteru mewakili kelompoknya dan pada akhirnya jadilah peperangan besar antara kedua suku.

Masyarakat Suku Dani begitu lekat dengan hukum adat yang selalu mengatur kehidupan mereka sehari-hari. Setiap kali terjadi suatu konflik masyarakat Suku Dani selalu meyelesaikan dengan hukum adat. Masyarakat pedalaman terutama Suku Dani tidak begitu puas jika permasalahan atau konflik sosial mereka diselesaikan dengan hukum positif (yang berlaku saat ini). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hukum positif adalah Hukum Yang berlaku saat ini atau yang bisa dikenal dengan istilah ius constitutum, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam


(35)

suatu daerah tertentu. Singkatnya, hukum yang berlaku bagi masyarakat pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu. Sumber lain menyatakan bahwa hukum positif atau ius constitutum, adalah hukum yang berlaku saat ini di suatu negara. Misalnya, di Indonesia persoalan perdata diatur dalam KUH Perdata, persoalah pidana diatur melalui KUH Pidana, dan sebagainya. Objek yang diatur di dalam hukum yang beerlaku saat iniatau ius constitutumadalah sekaligus subjek atau pelaku. Ini berakibat penting untuk metode keilmuannya serta kualitas hukum atau penjelasan mengenai sebab akibat hukum. Hukum yang berlaku saat ini sebagai sebuah perangkat kaidah untuk manusia masyarakat, ia diatur oleh metode keilmuan humanities atau humaniora.

Dimata hukum yang berlaku saat ini upacara bakar batu mempunyai dua kelemahan yaitu

1. bersifat parsial

2. penanganan secara adat justru akan semakin memperkokoh keutamaan kategorisasi kelompok sosial.

Hukum yang berlaku saat ini hukum yang mengatur perilaku manusia yang merupakan bukan benda mati tetapi makhluk hidup yang memiliki pikiran serta kemampuan membedakan hal yang baik dan hal yang buruk hukum positif atau ius constitutum jika dikaitkan dengan etika maka juga berhubungan dengan moral. Maksudnya bahwa hukum positif juga memiliki hubungan yang erat dengan moral dan norma yang ada dalam masyarakat. Perbandingan bila permasalahan diselesaikan dengan hukum adat dan hukum positif

No Permasalahan/ Konflik

Diselesaikan Dengan Hukum Adat

Diselesaikan Dengan Hukum Positif 1. Penculikan Anak

Gadis

didenda lima ekor babi (tahun 1990-an), tapi sekarang denda bisa

diatur dalam pasal 330 KUHP dan psl 83 UU Perlindungan anak. Bunyi psl 330 KUHP


(36)

dibayar dengan uang. “Barangsiapa dengan sengaja menarik seseorang yang belum cukup umur, dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara maks 7 tahun”.

2. Perselingkuhan didenda lima ekor babi lalu dapat berdamai, tapi jika pihak laki-laki bersikeras maka sesudah denda adat maka istri akan dicerai.

Pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHPer yang mengatakan bahwa dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang wanita sebagai istrinya demikian sebaliknya dan dalam jangka waktu 3 bulan dapat diikuti dengan permohonan bercerai atau pisah ranjang dengan alasan yang sama. 3. Pencurian dua ekor babi dan barang

yang dicuri harus dikembalikan.

UU Pasal 363 diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun

Tabel II.1

Perbandingan penyelesaian konflik

Sumber :http://tabloidjubi.com/2014/03/hukumadatmasihberlakudiindonesia.html [20 April 2014]

II.5.1 Hukum Adat Sebagai Hukum yang Hidup

Sejak awal adanya bahwa hukum adat merupakan suatu hukum yang hidup didalam masyarakat dan berkembang secara dinamis karena


(37)

sejalan dengan perkembangan masyarakat dan bersifat elastis artinya hukum adat mudah menyesuaikan diri dengan peristiwa- peristiwa hukum yang timbul dari perkembangan masyarakat.

Begitupun bagi Suku Dani, Hukum adat yang terdapat dalam Upacara Bakar Batu Papua sudah menjadi Hukum yang hidup dan mengakar dan begitu menyatu di kehidupan masyarakat Suku Dani.

Hukum adat sebagai hukum yang hidup akan tetap ada dan berguna sebagai kelengkapan dari hukum positif. Disamping itu penyebutan hukum adat untuk hukum yang tidak tertulis, tidak mengurangi peranannya dalam memberikan penyaluran dari kebiasaan, kepentingan- kepentingan yanng tidak terucapkan dalam hukum positif.

Hukum adat sebagai hukum yang berlakunya tidak tergantung kekuasaan penguasa akan tetapi tergantung pada kekuatan dan proses sosial yang terjadi didalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain walau penguasa dalam masyarakat tersebut ingin menumbuhkan sebagai hukum yang hidup tetapi hukum itu sudah menjadi hukum mati maka pasti tidak akan berhasil, begitu pula sebaliknya.

Berlakunya suatu sistem hukum itu harus didasarkan pada kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. Kenyataan dalam masyarakat merupakan hukum yang hidup (hukum adat) dan sebagai salah satu sumber hukum yang sangat penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju kearah unifikasi hukum yang terutama melalui peraturan perundang-undangan.


(38)

II.5.2 Suku Dani yang Tetap Menjunjung Tinggi Hukum Adat

Ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa Suku Dani tetap menjunjung tinggi hukum adat dalam menyelesaikan masalah atau konflik sosial dalam kehidupan mereka

1. Faktor keuntungan, Bila suatu konflik sosial diselesaikan dengan hukum adat tentunya bagi suku yang menjadi korban mendapat keuntungan dari biaya denda yang dibayar oleh suku atau kelompok yang bersalah, dalam Upacara Bakar Batu saja sudah menghabiskan biaya mulai dari Rp. 200.000.000,00 hingga Rp. 1.000.000.000,00 hal inilah yang sangat menguntungkan bagi suku yang dirugikan.

2. Faktor harga diri, harga diri suku di Papua sangat tergantung dari eksistensi dan kekuatan kelompoknya atau sukunya, dengan menyelesaikan konflik dengan hukum adat, maka akan semakin terlihat kelompok mana yang paling kuat. Selain itu bagi kelompok atau suku yang kalah (terbukti bersalah) harga diri juga merupakan sesuatu yang penting, karena harga diri mereka akan pulih jika mereka melaksanakan upacara adat dan membayar uang denda sebagai konsekuensi dari kesalahan yang telah diperbuat.

3. Faktor loyalitas atau kesetiaan kepada sesama anggota suku, hal ini didasari oleh pedoman hidup bersamayaitu “wene opakima dapulik welaikarek mekehasik”dimana hal ini sudah berlangsung turun-temurun, bagi Suku Dani teman sesuku mereka adalah keluarga, satu marga, satu rumah, satu leluhur, satu bahasa, satu asal-muasal, dan pada akhirnya rasa keprihatinan satu sama lain semakin kuat.


(39)

4. Faktor keputusan dari kepala suku, Seorang kepala suku pasti akan memilih untuk menyelesaikan konflik dengan hukum adat, karena tugas utama seorang kepala suku menjadi penjaga adat. Keputusan kepala suku ini pasti akan selalu dihormati oleh anggota suku karena dimata anggota suku, sang kepala suku adalah pribadi yang paling bijaksana diantara mereka.

Dari keempat faktor yang menyebabkan Suku Dani menjunjung tinggi hukum adat, point dua hingga point empat merupakan suatu pesan moral atau nilai yang sangat baik dijadikan suatu pelajaran yang diterapkan di berbagai aspek kehidupan. Karena secara langsung ataupun tidak langsung dapat memberikan pengaruh positif pada kehidupan, terutama dalam kehiupan sosial.

II.6 Analisis Penelitian

Dalam kehidupan masyarakat kebanyakan, cara menyelesaikan konflik yang terjadi sehari-hari ataupun konflik besar mereka menyelesaikan dengan hukum yang tertulis atau biasa disebut dengan hukum positif (yang berlaku saat ini), tapi tidak dengan masyarakat Suku Dani, mereka lebih memilih hukum adat untuk menyelesaikannya. bagi masyarakat kebanyakan, cara Suku Dani menyelesaikan masalahnya itu bertentangan dengan hukum positif (yang berlaku saat ini). Walaupun bertentangan dengan hukum positif tetapi Suku Dani tetap melakukannya. hukum adat yang Suku Dani lakukan adalah serangkaian Upacara Bakar Batu yang didalamnya terdapat suatu hukum yaitu membayar denda.

Alasan Suku Dani tetap melakukannya adalah karena harga diri. bagi masyarakat Suku Dani bila melakukan pembayaran denda sebagai hukuman atas kesalahan mereka, harga diri mereka dipulihkan. Masyarakat Suku Dani tetap melakukan


(40)

upacara bakar batu untuk menyelesaikan masalah yang sulit menemukan jalan keluar karena loyalitas terhadap teman satu kelompoknya.Di sisi lain bagi masyarakat Suku Dani, memberlakukan hukum adat adalah sesuatu yang wajib, karena hukum sudah menjadi pedoman hidup mereka yang membuat mereka tetap mempertahankan eksistensi sampai sekarang. Selain itu penerapan hukum adat didalam kehidupan Suku Dani ini tidak terlepas dari peranan kepala suku, dimana kepala suku ini dipandang sebagai sosok yang begitu bijaksana, arif dan adil di mata rakyatnya yaitu Suku Dani hal ini tercermin dari setiap keputusan yang diambil oleh kepala suku dalam setiap menyelesaikan konflik.

II.6.1 Nilai Moral yang Ada dalam Upacara Bakar Batu

Berdasarkan penjelasan mengenai Upacara Bakar Batu diatas, didapatkan banyak sekali nilai moral yang ada didalamnya.Nilai moral terdiri dari dua kata yaitu nilai dan moral yang masing-masing dari kata tersebut mempunyai arti sebagai berikutbahwa nilai adalah harga, hal-hal yang berguna bagi manusia. Menurut I Wayan Koyan (2000) “nilai adalahsegala sesuatu yang berharga, nilai terbagi menjadi dua nilai yaitu nilai ideal dan nilai aktual” (h.12). Nilai ideal adalah nilai-nilai yang menjadi cita-cita setiap orang, sedangkan nilai aktual adalah nilai yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari.

Kohlberg (1992) mengklasifikasikan nilai menjadi dua, yaitu nilai obyektif dan nilai subyektif. Nilai obyektif atau nilai universal yaitu nilai yang bersifat instrinsik, yakni nilai hakiki yang berlaku sepanjang masa secara universal. Termasuk dalam nilai universal ini antara lain hakikat kebenaran, keindahan dan keadilan. Adapaun nilai subyektif yaitu nilai yang sudah memiliki warna, isi dan corak tertentu sesuai dengan waktu, tempat dan budaya kelompok masyarakat tertentu.(h.16)


(41)

Menurut Richard Merill dalam I Wayan Koyan (2000) menyatakan bahwa

“nilai dalah patokan atau standar yang dapat membimbing seseorang atau kelompok ke arah ”satisfication, fulfillment, and meaning”.(h.13)

Didasari oleh penjelasan I Wayan Koyan mengenai makna nilai diatas maka penulis menyimpul terdapat beberapa nilai yang ada dalam upacara bakar batu diantaranya adalah mengenai rasa loyalitas atau kesetiakawanan pada kelempoknya, mempertahankan harga diri demi kehormatan kelompok, dan bersikap adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan demi kesejahteraan kelompokseperti yang dilakukan oleh ketua suku.

Selain makna atau arti dari kata nilai diatas, adapun makna dari kata moral adalah sebagai berikut moral berasal dari bahasa latinmores, dari suku kata mos yang artinya adat istiadat, kelakuan, watak, tabiat, akhlak (K.Prent, dalam Soenarjati 1989)“Dalam perkembangannya moral diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, yang susila”. (h.25). Sedangkan dari sumber yang lain mengatakan bahwa Amin Suyitni, dalam Soenarjati (1989)“moral adalah berkenaan dengan kesusilaan. Seorang individu dapat dikatakan baik secara moral apabila bertingkah yang susila”. (h. 25).

Berdasarkan penjelasan mengenai nilai dan moral diatas maka, dalam upacara bakar batu terdapat beberapa nilai dan moral yang dapat diterapkan :

1. Harga diri, harga diri Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa “harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya


(42)

sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten” (h.65).

2. Loyalitas atau kesetiaan dalam lingkup yang kecil artinya komitmen bersama sekaligus jati diri seseorang, oleh karena itu kesetiakawanan diwujudkan dari sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab dan partisipasi sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan. Perilaku kesetiakawanan dalam diri seseorang dapat mengubah “keakuan” seseorang menjadi “kekamian” atau “kekitaan”.

3. Kebijaksanaan Pemimpin, kebijaksanaan adalah suatu taktik atau strategi tertentu dalam mencapai suatu tujuan. oleh karena itu suatu kebijaksanaan memuat 3 (tiga) elemen, yaitu : (a) identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai (b) taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan (c)penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Menurut Piaget moral seseorang akan terus berkembang dari waktu kewaktu dan Piaget membagi perkembangan moral dalam dua tahap yaitu yang pertama “tahap realisme moral” dan yang kedua “tahap moralitas otonomi”

(Dalam Hurlock) tahap pertama, perilaku ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian, hal ini terjadi pada anak-anak usia balita. Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang diberikan pada mereka tanpa mempertanyakan


(43)

kebenarannya. Dalam tahap ini anak menilai tindakannya benar atau salah berdasarkan konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi di belakangnya. Mereka sama sekali mengabaikan tujuan tindakannya tersebut.

Dalam tahap kedua, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 6 atau 7 tahun dan dan berkembang menjadi lebih kritis pada usia 10 tahunhingga 14 tahun atau lebih. Pada usia 10 hingga 14 tahun biasanya mereka mendapat informasi nilai dan moral dari orang tua, gagasan yang kaku dan tidak luwes tentang benar atau salahnya perilaku mulai dimodifikasi, dalam kata lain anak di usia ini membutuhkan media atau perantara yang tidak kaku atau luwes dan sudah dimodifikasi untuk mengerti suatu nilai dan moral. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.(h.78)

Berdasarkan penjelasan mengenai nilai moral diatas dan penjelasan mengenai materi nilai moral yang akan di sampaikan, maka nilai moral ini sangat tepat disampaikan atau diinformasikan pada anak usia 10 hingga 14 tahun yang merupakan tahapan usia lanjutan dari proses perkembangan moral, selain nilai moral yang disampaikan melalui orang tua anak usia 10 hingga 14 tahun yang disebut dengan anak usia pra remaja, membutuhkan contoh-contoh untuk menerapkan moral yang tidak kaku dan juga dimodifikasi mengenai keadaan disekelilingnya.

II.7 Anak Usia Pra Remaja

Anakadalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anakjugamerupakan keturunan kedua, di mana kata "anak" merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.Menurut psikologi, anak adalah


(44)

periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar.

Di usia sekolah pra-remaja (usia 10 tahun - 14 tahun), perkembangan fisiknya akan terus meningkat. Di masyarakat pada umumnya, anak pada periode usia ini sudah dibekali dengan standar moral dan norma mendasar saat usia dini, dan mulai mempertanyakan dasar dari standar moral dan norma ini pada usia pra remaja.

Inilah usia dimana seorang anak memiliki kepekaan intelektual yang tinggi, , diliputi perasaan ingin tahu, dan amat berminat terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya. Mereka tertarik dengan kegiatan menarik yang mampu merangsang daya pikir serta imajinasi. Menuntut segala sesuatu yang logis dan bisa diajak berpikir secara serius. Anak pra-remaja masih suka berimajinasi, pikiran dan imajinasinya mendasari berbagai pengharapan dan tujuan yang ada didalam hatinya. Mereka menjalani hidupnya menurut teladan orang-orang yang dikaguminya, kadang mereka membayangkan diri mereka menjadi seperti tokoh idolanya tersebut. Mereka mulai peka melihat dan mengalami peristiwa disekitarnya. Anak usia pra remaja akan mencari landasan argumen untuk dapat tetap mempertahankan keyakinannya tersebut atau menolaknya. Proses rasionalisasi ini akan semakin meningkat intensitas dan cakupannya saat anak menginjak usia remaja.

Pada periode usia pra-remaja usia 10 tahun - 14 tahun, mengalami perubahan seks primer atau perubahan fisiknya belum nyata, akan tetapi kepekaan mengenai perubahan fisik tersebut sangat tinggi.Anak-anak pada periode usia ini akan mulai memiliki lingkaran teman-teman, sahabat, yang ia percayai. Lingkaran pertemanan ini memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan pola pikir, mental, dan psikologis anak.


(45)

II. 8 Metode dan Media dalam Menyampaikan Nilai dan Moral Pada Anak Pra Remaja

Dalam pendidikan anak usia pra remaja salah satu hal yang harus dikembangkan adalah nilai moral, karena dengan mengembangkan pendidikan nilai dan moral pada usia ini, diharapkan pada tahap perkembangan selanjutnya anak akan mampu membedakan baik buruk, benar salah, sehingga ia dapat menerapkannya dalam kegidupan sehari-harinya. Ini akan berpengaruh pada mudah tidaknya anak diterima oleh masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi. Dalam pengembangan nilai nilai moral anak usiaremaja harus dilakukan dengan tepat. Jika hal ini tidak bisa tercapai, maka pesan moral yang akan disampaikan orang tua kepada anak menjadi terhambat.

Berdasarkan informasi dan penelitian mengenai nilai moral pada upacara bakar batu dan karakteristik anak usia pra remaja, penulis menyimpulkan bahwa nilai moral tersebut harus disampaikan pada anak usia pra remaja karena sangat membantu dalam perkembangan emosional mereka yang menjadi penentu saat mereka berinteraksi dengan teman satu kelompok mereka dan dapat memenuhi rasa keingintahuan mereka mengenai hal-hal yang terjadi disekitar mereka, . Metode yang dapat digunakan sangatlah bervariasi, salah satunya adalah metode menyajikan suatu cerita atau kisah untuk dibaca. Metode cerita ini cenderung banyak digunakan, karena anak pra remaja biasanya senang memenuhi rasa ingin tahu mereka melalui hal apapun misalnya menonton teve, mengobrol termasuk membaca. Untuk bisa lebih menarik minat anakpra remaja untuk membaca, tentunya bacaan dan dalam hal ini adalah cerita yang disajikan harus tepat sesuai dengan usia anak. Cerita yang dibawakan juga memuat nilai-nilai moral yang sangat dibutuhkan pada anak seusia mereka.


(46)

Media yang dapat digunakan untuk menyajikan suatu cerita atau kisah salah satunya adalah buku,dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998) buku diartikan sebagai “lembar kertas yang berjilid, berisi atau kosong” (h.152). Pengertian ini sangat sederhana dan umum tetapi secara khusus menyatakan bahan, susunan, dan isi sebuah buku.Buku dalam bentuk yang paling sederhana dikenal sebagai sarana komunikasi dalam ragam tulisan. Sejak awal buku dirancang dan dipergunakan sebagai media komunikasi yang dengan simbol-simbol tersendiri memuat perasaan, pikiran, gagasan, atau pengetahuan penulisnya untuk disampaikan kepada orang lain atau untuk dirinya sendiri. Dilihat dari fungsinya, secara umum buku dapat digolongkan sebagai (a) buku bacaan dan (b) buku pelajaran. Sedangkan dilihat dari jenis isinya, buku dapat digolongkan sebagai (a) buku fiksi, (b) buku fiksi ilmiah, dan (c) buku non fiksi. Dilihat dari bentuk penyajiannya, buku dapat pula dikategorikan pada (a)buku bacaan, (b) buku bacaan/cerita bergambar dan (c) buku komik.

(berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan menengah No. 262/C/Kep/R. 1992)

Buku dipergunakan pula sebagai sarana untuk melestarikan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dengan demikian, buku merupakan salah satu sumber informasi tentang perkembangan budaya manusia sejalan dengan perkembangan peradabannya. Adapun keunggulan buku adalah sebagai berikut

1. Isi Buku

a. Cocok untuk semua jenis informasi atau kajian b. Informasi dapat disajikan dalam berbagai bentuk 2. Pemanfaatan Buku

a. Waktu dan tempat belajar dapat disesuaikan. b. Belajar dapat disesuaikan dengan kemampuan. c. Dapat diulang dan ditinjau kembali.


(47)

e. Buku dapat dikoleksi. 3. Harga Buku

a. Harga buku relatif murah.

b. Dapat disesuaikan dengan daya beli.

Bila dilihat dari sasaran yang akan dituju yaitu anak usia pra remaja, yang karakteristiknya sedemikian seperti yang dijelaskan pada point II.7(Anak Usia Pra Remaja) maka jenis buku yang tepat dan sesuai dalam menyampaikan informasi mengenai nilai moral dan hukum adat adalah jenis buku bacaan berupa buku cerita bergambar atau buku illustrasi.

II.9 Buku Ilustrasi (Buku Cerita Bergambar)

Gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual kedalam bentuk dua dimensi sebagai hasil perasaan dan pikiran. Gambar dapat dipergunakan sebagai media dalam penyelenggaraan proses pendidikan sehingga memungkinkan terjadinya proses belajar-mengajar. Tarigan (1995) mengemukakan bahwa “pemilihan gambar haruslah tepat, menarik dan dapat merangsang siswa untuk belajar” (h.209). Sedangkan menurut Arswendo Atmowiloto (1986) mengungkapkan bahwa cerita bergambar sama dengan komik, gambar yang dinarasikan, kisah ilustrasi, picto-fiksi dan lain-lain.

Media gambar yang menarik, akan menarik perhatian siswa dan menjadikan siswa memberikan respon awal terhadap proses pembelajaran. Media gambar yang digunakan dalam pembelajaran akan diingat lebih lama oleh siswa karena bentuknya yang konkrit dan tidak bersifat abstrak. Gambar adalah suatu bentuk ekspresi komunikasi universal yang dikenal khalayak luas.

Buku cerita bergambar adalah buku bergambar tetapi dalam bentuk cerita, bukan buku informasi. Dengan demikian buku cerita bergambar sesuai dengan ciri-ciri buku cerita, mempunyai unsur-unsur cerita (tokoh, plot, alur). Buku cerita bergambar ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, (1) buku cerita bergambar dengan kata-kata, (2) buku cerita bergambar tanpa kata-kata.


(48)

Buku cerita bergambar merupakan sesuatu yang tidak asing dalam kehidupan anak-anak. Buku cerita bergambar merupakan kesatuan cerita disertai dengan gambar-gambar yang berfungsi sebagai penghias dan pendukung cerita yang dapat membantu proses pemahaman terhadap isi buku tersebut. Melalui buku cerita bergambar, diharapkan pembaca dapat dengan mudah menerima informasi dan deskripsi cerita yang hendak disampaikan.

Untuk anak usiapra remaja, alangkah baiknya jika dikenalkan buku cerita bergambar yang sesuai dengan usia mereka, untuk membantu perkembangan visualnya. Sehingga harus memotivasi anak untuk selalu belajar dan media pembelajaran yang efektif adalah melalui buku cerita bergambar.

Dari beberapa paparan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa media buku cerita bergambar sangat cocok jika diterapkan dalam proses pembelajaran anak usia pra remaja, karena media tersebut dapat merangsang anak dalam pembelajaran membaca, media buku cerita bergambar tersebut diwujudkan dalam bentuk visual ke dalam bentuk dua dimensi sebagai hasil pikiran dan perasaan.

Gambar II.10 contoh buku ilustrasi


(49)

Halaman buku ilustrasi bergambar terdiri dari satu lembar yang pada satu bagian itu terdapat pembagian penempatan pada gambar atau ilustrasi dan teksatau cerita. II.9.1 Kelebihan dan Kekurangan Buku Ilustrasi

a. Kelebihan buku ilustrasi

Buku ilustrasi (cerita bergambar) dapat memberikan visualisasi cerita yang lebih menarik. Buku cerita bergambar dapat membantu anak dalam belajar, salah satunya yaitu membantu emosi anak. Selain itu buku cerita bergambar . Membantu anak belajar tentang dunia dan keberadaannya, terutama pada hal ini mengankat cerita yang temanya kebudayaan beserta suku yang ada dalam kebudayaan itu. Buku cerita bergambar juga membuat anak belajar tentang orang lain, hubungan yang terjadi dan pengembangan perasaan, selain itu dalam membaca buku cerita bergambar anak juga memperoleh kesenangan, selain itu buku cerita bergambar memberi kesempatan pada anak untuk Untuk mengapresiasi keindahan dan juga untuk menstimulasi imajinasi.Mitchell (dalam Nurgiantoro, 2005, h.159).

b. Kekurangan buku ilustrasi

Selain berbagai keunggulannya,buku ilustrasi juga memiliki kelemahan, di antaranya: waktu pengerjaannya cukup lama karena menuntut ketelitian sehingga cerita yang disajikan dan visualisasi yang digambarkan begitu menyatu dan balance, dan juga agar warna yang dihasilkan tepat untuk target audience yang sudah di tentukan. Selain itu, penggunaan material buku yang lebih berkualitas juga membuat buku ini lebih mahal (dalam Nurgiantoro, 2005, h.170)


(50)

II.10 Khalayan Sasaran

Target utama dalam perancangan ini terbagi menjadi dua sasaran, yaitu target primer dan target sekunder. Yang menjadi target primer bisa menjadi terget user atau target market, target user adalah anak-anak (pra remaja) dan target market adalah orang tua yang dibidik untuk melakukan keputusan pembelian, dan target sekunder adalah target yang berada diluar target primer.

1. Target primer Target user

Demografis: anak usia 10-13 tahun.

Pendidikan SD kelas 5 – 2 SMP,Laki-laki dan perempuan Keberadaan ekonomi dan sosial menengah ke atas. Geografis: Di kota-kota besar seluruh Indonesia.

Kondisi Kejiwaan: anak-anak yang gemar membaca dan cinta akan budaya dan ilmu pengetahuan, keingintahuannya besar, senang mengidolakan seorang tokoh. Target market

Demografis: Orang tua, laki-laki dan perempuan. Status ekonomi dan sosial menengah keatas. Geografis: Di kota-kota besar seluruh Indonesia.

Kondisi Kejiwaan: menyadari bahwa anak penting diberi pengetahuan, 2. Target sekunder

Demografis: Orang tua dengan keberadaan ekonomi dan kehidupan sosial menengah ke atas dan bawah , masyarakat umum dan anak-anak Laki-laki dan perempuan usia 10-14 tahun.

Geografis: Di kota-kota besar seluruh Indonesia.


(51)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan

Berdasarkan permasalahan yang ada dalam upacara bakar batu, didapatkan solusi yaitu membuat buku ilustrasi dari kehidupan Suku Dani yang terinspirasi dari kejadian yang sebenarnya dalam media buku yang menceritakan kisah dari konflik yang terjadi, berupa penggambaran yang ada menggunakan gaya gambar tidak realis, memanfaatkan gaya visualisasi tradisional Indonesia seperti Patung buatan Suku Dani, topeng khas Suku Dani, kerajinan noken atau bulu burung cendrawasih yang merupakan aksesoris Suku Dani, selain itu memanfaatkan alam khas Papua yang banyak sekali hutan tropis disekitarnya, sehingga penggambaran kisah menekankan sisi kedaerahan.

III.1.1 Target Audien

Target audien adalah kelompok sasaran yang dituju secara khusus. Pemilihan target audien dalam perancangan ilustrasi kisah petualangan ini dipilih karena beberapa hal, berdasarkan pertimbangan ilustrasi ini harus dapat dipahami oleh kalangan masyarakat khususnya anak pra remaja yang memiliki latar belakang intelektual. Target audien masih aktif dalam mengenyam pendidikan dan diperuntukan bagi masyarakat umum khususnya pra remaja yang memiliki minat terhadap perkembangan budaya tradisional. Hal-hal tersebut secara spesifik dapat dibagi berdasarkan beberapa segi:

Demografis

Secara demografis target audien dari buku ilustrasi petualangan ini meliputi dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Dengan


(52)

kategori kelompok usia antara 10 hingga 14 tahun yang memiliki status pendidikan sebagai pelajar Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama, dengan status sosial menengah keatas yang diasumsikan dapat teringatkan akan pentingnya melestarikan kebudayaan tradisional.

Geografis

Pemilihan target audien berdasarkan geografis ditujukan kepada remaja yang bertempat tinggal didaerah perkotaan padat penduduk dimana masyarakat telah mengalami perubahan gaya hidup khususnya dalam sisi kepedulian akan kebudayaan tradisional. Daerah yang menjadi target dari perancangan ini adalah kota besarseluruh Indonesia.

Psikografis

Secara psikografis target audien yang dituju dari media buku ilustrasi Petualangan Thata ini adalah usia pra remaja yang memiliki pemikiran yang sudah mulai terbentuk dan dapat memahami suatu pesan. Bila disudutkan lagi dapat dipilih berdasarkan asumsi untuk remaja yang beberapanya memiliki,

1. Rasa antusias yang tinggi terhadap karya seni maupun kebudayaan tradisional.

2. Remaja yang mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap kesenian tradisional.

III.2 Strategi Komunikasi

Strategi komunikasi yang dilakukan adalah menyampaikan informasi mengenai mengenai nilai moral melalui perancangan visual dari penggambaran karakter yang menggunakan ciri khas fisik maupun non fisik dari warga suku Dani kedalam kisah Petualangan Thata, selain itu nilai moral juga disampaikan melalu percakapan antar tokoh dan alur cerita. dalam beberapa tahapan yaitu


(53)

1. Materi pesan

Materi yang akan disampaikan adalah, menyampaikan nilai moral yang terkandung dalam upacara bakar batu mengenai harga diri dengan cara menyampakannya lewat suatu cerita verbal dimana didalam cerita itu secara langsung maupun tidak langsung mencerminkan nilai moral mengenai harga diri.

2. Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi dari perancangan ilustrasi mengenai nilai moral melalui media buku yang menceritakan kisah Petualangan Thata ini adalah:

1. Menyampaikan kepada anak pra remaja tentang kebudayaan tradisional daerah Papua yaitu upacara bakar batu.

2. Menyampaikan kepada anak pra remaja tentang nilai moral dalam upacara bakar batu.

3. Meningkatkan minat remaja terhadap kebudayaan lewat media yang akrab dengan remaja.

4. Menyampaikan pesan lewat karakter tokoh utama yang bisa menjadiinspirasi atau idola dalam kehidupan sehari-hari.

3.Pendekatan Visual

Berdasarkan dari target audien utama adalah anak pra remaja, maka pendekatan visual pada perancangan media informasi berupa media pembelajaran bagi anak yaitu dengan visual yang mudah diterima oleh anak dengan baik dan mudah dimengerti anak, gaya visual yang digunakan adalah ilustrasi, karena buku ini mempunyai segmentasi anak usia 10 hingga 14 tahun atau anak usia 5 SD hingga 1 SMP. Karena untuk membuat buku untuk anak-anak harus kaya ilustrasi dan warna agar menarik perhatian mereka, karena buku yang hanya berisi tulisan saja tidak akan membuat


(54)

anak-anak tertarik. Dan dalam penyampaiannya dengan pendekatan petualangan,karena anak-anak menyukai hal-hal tentang petualangan atau imajinasi. Kemudian yang kedua adalah dari segi kerumitan gambar, pada keadaan aslinya masyarakat suku Dani dan asesoris yang digunakannya begitu rumit tidak sesuai dengan pemahaman tingkat anak usia 10 hingga 14 tahun maka perlu disesuaikan lagi dengan menyederhanakannya.

Berkaitan dengan media informasi yang akan disampaikan yaitu mengenai nilai moral dan pentingnya hukum adat bagi Suku Dani maka media yang digunakan berupa buku, gaya visual yang akan digambarkan mengacu pada Seni dan kerajinan Suku Dani Papuadan karakter-karakter yang akan diadaptasi dari sifat atau kedudukan sosial dalam kelompok atau sukunya. Penggayaan gambar tidak terlalu rumit atau realis tetapi penggambaran yang digunakan bersifat sederhana. Walaupun gaya ilustrasi karakternya tidak terlalu rumit, akan tetapi bagian tubuh atau warna kulit masyarakat Suku Dani yang khas misalnya hidung yang besar, bibir yang tebal, rambut keriting dan kulit yang berwarna gelap harus tetap ada.

Fungsi Visual yang terdapat pada buku dengan ilustrasi ini adalah sebagai pendukung dari cerita, kebedaraan visual dalam buku ini adalah untuk melengkapi dan juga mengarahkan imajinasi pembaca.

4. Pendekatan Verbal

Pada perancangan buku ini, mengenai nilai moral dan kekuatan karakter terdapat beberapa informasi yang harus disampaikan berkaitan tentang pentingnya harga diri yang ditunjukan melalui sikap pemberani, bijaksana dan adil, mengutamakan kepentingan kelompok. Penyampaian ini dilakukan dengan cara teknik penyampaian informasi dengan cara bercerita. Dalam perancangan buku ini akan digunakan bahasa yang sederhana. Anak-anak sebenarnya mudah mengerti asalkan tahu bagaimana cara untuk berkomunikasi pada anak-anak, seperti penggunaan bahasa yang sederhana, lugas dan tidak berbelit-belit agar mempermudah pemahaman anak.


(55)

Maka dari itu dengan melihat nilai moral yang terkandung dalam hukum adat, penulis akan membuat sutu cerita petualangan dimana didalamnya terkandung nilai moral yang sama dengan kejadian aslinya, hanya saja cerita nya dikemas dengan kata-kata yang sederhana. Alur cerita akan dibuat begitu dramatis mulai dari konflik, klimaks, dan antiklimaks.

Alur cerita singkatnya, sebagai berikut : 1. Pengantar

2. Penampilan masalah

3. Puncak ketegangan / klimaks 4. Ketegangan menurun / antiklimaks 5. Penyelesaian / resolusi

III.3 Strategi Kreatif

Strategi kreatif yang akan dilakukan adalah dengan memberikan informasi yang menarik dimana didalam buku tersebut terdapat bagian-bagian yang menggambarkan ilustrasi .pemilihan media yang digunakan adalah buku ilustrasi karena buku ilustrasi dapat menarik perhatian anak-anak secara langsung. Buku ilustrasi memiliki tujuan agar semua anak-anak dalam tahap perkembangan dapat terlibat dalam industri kertas kreatif. Anak-anak dengan bantuan seorang pendamping akan menemukan sebuah dimensi baru dalam mengeksperikan ide dan perasaan melalui kertas. Buku dengan ilustrasi akan menyampaikan nilai moral yang disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami berupa cerita mengenai kehidupan lima anak yang berasal dari Suku Dani dimana mereka mengalami suatu petualangan yang akan mengubah hidup mereka. Nilai moral disampaikan melalui percakapan antar tokoh (secara langsung) dan juga secara tidak langsung.

III.3.1 Strategi Kreatif Cover

Pada sampul depan ilustrasi yang akan digambarkan adalah wajah dari tokoh utama dengan latar sesuatu yang khas dari suku Dani. Pada


(56)

sampul depan ilustrasi yang akan digambarkan adalah wajah dari tokoh utama selain itu pada sampul depan akan terdapat judul dan pengarangnya. Warna putih dipilih sebagai warna latar cover depan dengan tujuan menjadi pusat perhatian saat peletakan di Toko Buku. III.3.2 Strategi Kreatif Isi

Sedangkan pada isi buku akan terdapat ilustrasi yang membantu anak pra remaja untuk berimajinasi dan akan disertakan ornament pada setiap akhir bab yang diambil dari visual bulu burung cendrawasih yang melingkar lingkar Pada bagian isi buku, karakter tidak akan memakai warna penuh, visual dari tokoh akan dibuat seperti semenarik mungkin. Visual dari latar atau setting tempat akan digambarkan sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, hanya saja menyesuaikan dengan gaya ilustrasi yang di tentukan. Ilustrasi yang terdapat pada buku “Petualangan Thata” merupakan penyederhanaan dari keadaan aslinya, didalam buku tersebut, terdapat ilustrasi tokoh, tokoh tersebut merupakan lima anak yang mempunyai karakter yang berbeda-beda, dan merupakan kekuatan atau ciri khas buku ini. Karakter tidak akan memakai warna penuh, visualisasi dari tokoh akan dibuat seperti semenarik mungkin. Visualisasi dari latar atau setting tempat akan digambarkan sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, hanya saja menyesuaikan dengan gaya ilustrasi yang ditentukan. Dalam buku ini terdapat pula visual hologram seperti yang terdapat pada bagian angka halaman, yang juga merupakan penyederhanaan dari salah satu objek khas Tanah Papua.


(57)

Gambar III.1

(sumber : http://papuakunegeriku.blogspot.com April 2014

Gambar III.2

(sumber : http://papuakunegeriku.blogspot.com April 2014 )

III.3.1 Strategi media

Dalam perancangan buku cerita ilustrasi mengenai nilai moral dan pengetahuan tentang adat, akan digunakan media utama dana beberapa media pendukung, untuk memperkenalkan buku ini kepada target yang dituju.

1. Media utama (Buku Ilustrasi)

Media utama yang terpilih adalah buku ilustrasi karena buku adalah media informasi yang mudah digunakan, dan dapat dibaca kapan saja tanpa perlu perantara apapun seperti listrik. Maka akan mempermudah anak-anak untuk membacanya, selain mempermudah anak-anak dalam membacanya, buku ilustrasi akan lebih menarik perhatian anak-anak karena begitu kaya akan visual menarik yang membantu mereka berimajinasi. Media buku dipilih karena buku mudah didapatkan dan buku juga bisa dikoleksi, selain itu saat ini


(58)

sudah banyak tempat yang menjual buku dan cafe yang memempunyai konsep tempat membaca sebagai sarana penunjang bagi anak untuk membaca.

2. Media Pendukung(Gimmick)

Media pendukung adalah media yang berfungsi untuk

memperkenalkan media utama. Karena media utama adalah buku mini novel, dimana kekuatannya terdapat pada karakternya, maka media pendukung pun harus semakin memperkuat keberadaan karakter yang terdapat pada novel tersebut. Media pendukung yang akan digunakan, yaitu

 Pendukung Media Utama a. Poster Koleksi

Merupakan poster dengan visual tokoh novel. b. Pembatas Buku

Pembatas dengan visual latar atau tokoh novel, yang berfungsi membatasi atau menandai halaman terakhir yang dibaca.

c. Paper Bag

 Promosi

a. X-Banner b. Iklan singkat c. Poster Promosi

d. Little Hanging Banner

 Penempatan / Display (3 media) a. Stiker

b. Kaos c. Boneka


(59)

III.3.2 Strategi Distribusi

Strategi distribusi merupakan rencana atau langkah yang ditempuh dalam menyebarkan atau menyalurkan produk kepada calon pembeli. Dalam perancangan ini, produk tersebut adalah buku ilustrasi mengenai upacara bakar batu. Pada awalnya media promosi akan disebar ke toko buku ataupun sekolah yang berkonsep tempat membaca dikota Bandung, hal ini dilakukan untuk menarik animo remaja terhadap buku ini. Setelah buku selesai diproduksi selanjutnya akan dipublikasikan ke toko buku didaerah kota Bandung berserta media pendukung lainnya. Selain toko buku, buku Petualangan Thata akan di didtribusikan ke perpustakaan sekolah-sekolah yang sudah bekerjasama dengan toko buku.

a. Lokasi distribusi

Lokasi penyebaran diarahkan ke toko buku yang berada di kota besar di Indonesia.

b. Jadwal Distribusi

Gambar III.3 (sumber : pribadi )

c. Mekanisme mendapatkan merchandise

 Pada saat pembelian buku, pembeli mendapatkan sebuah pembatas buku dan sebuah poster koleksi.


(1)

Thata dijilid Hard Cover agar memberikan kesan eksklusif dan terlihat lebih menarik.

Gambar IV.21 isi

Sumber : pribadi

IV. 3 Teknik perancangan media pendukung

Media pendukung adalah media yang berfungsi untuk memperkenalkan media utama. Karena media utama adalah buku mini novel, dimana kekuatannya terdapat pada karakternya, maka media pendukung pun harus semakin memperkuat keberadaan karakter yang terdapat pada novel tersebut.


(2)

Gambar IV.22, 23, 24 poster koleksi Sumber : pribadi

Seperti gambar yang terlihat diatas, poster koleksi tersebut dibuat dengan ukuran A3 poster tersebut menampilkan visual karakter tokoh, judul buku, dan kutipan yang merupakan dialog mereka masing-masing yang terdapat dalam buku.

Visual karakter tokoh ditampilkan hanya kepalanya saja yang terlihat setengah, tujuannya untuk menampilkan kesan misterius dan menegangkan.

Selain itu tujuan ditampilkannya dialog dari masing – masing karakter adalah untuk secara tidak langsung menyatakan sifat dari masing – masing tokoh. Warna dari masing – masing poster berbeda-beda tujuannya warna tersebut mewakili masing-masing karakter. Selain itu terdapat pula hologram pada masing-masing poster hologram tersebut adalah bulu burung cendrawasih (pada poster warna hijau), Daun (pada poster warna kuning), tribal suku Dani yang terdapat pada noken (pada poster warna biru.


(3)

 Pembatas Buku

Gambar IV.25 pembatas buku

Sumber : pribadi

Pembatas buku diatas terdapat dua jenis yaitu pembatas buku biasa yang fungsinya untuk memberi tanda pada halaman terkhir yang dibaca, sedangkan yang kedua adalah pembatas buku jepit (Clip Bookmark) yang fungsinya menandai halaman terakhir yang dibaca dengan cara menjepitnya. Visual pembatas buku yang biasa diambil dari seting tempat dan juga tokoh sampingan pada cerita “Petualangan Thata”.


(4)

 Sticker

Gambar IV.26 sticker

Sumber : pribadi

Sticker yang di produksi menyesuaikan denga keseluruhan buku agar selaras.

 Topeng

Gambar IV.27 topeng

Sumber : pribadi

Tujuan dibuatnya topeng – topengan adalah agar penggemar buku ini dapat seolah-olah menjadi tokoh yang ada dalam buku ini. Topeng di produksi dengan menggunakan kertas artpaper tebal, lalu diberi oranamen bulu agar terkesan 3 dimensi, lalu diberi tali agar dapat dikenakan.


(5)

 Poster promosi dan banner

Gambar IV.28 poster promosi

Sumber : pribadi

Poster promosi didesain menyesuaikan dengan media utama dan media pendukung yang lain. Poster promosi diproduksi dengan ukurana A3 menggunakan kertas Art Paper tebal 280gr sedangkan X-banner diproduksi dengan ukuran 200 x 70 cm.

 Kaos

Gambar IV.29 kaos


(6)

Kaos diatas didesain dengan menampilkan judul buku “Petualangan Thata”. Kaos ini di produksi dengan digital printing dan bahas kaos yang dipilih adalah katun.

 Miniatur Senjata

Gambar IV.30 miniatur senjata