NILAI NILAI YANG TERKANDUNG DALAM MITOS

NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG
DALAM MITOS NYI RORO KIDUL
I. PENDAHULUAN
Di zaman modern ini, manusia mulai berpangkal pada segala pemikiran yang serba
aktual, nyata. Manusia lebih berpihak pada pengetahuan dan mulai meninggalkan kepedulian
pada yang transenden. Rasio menjadi lahan bagi manusia untuk mencari segala kemungkinan
empiris yang terjadi bagi kesejahteraannya. Di Indonesia, Negara yang berbudaya ini, lambat
laun mengarah pada ketidakberpihakan kepada kebajikan-kebajikan budaya setempat.
Akibatnya, nilai-nilai luhur dalam budaya mulai tergilas oleh modernisasi dunia. Kemajuan
zaman ini ada kalanya tidak diimbangi dengan pernghormatan kekuatan alam sekitar. Ini
menimbulkan dampak yang berbahaya bagi dunia misalnya, Global Warming.
Perubahan sosial yang cepat ini memudarkan suatu pendekataan ilmu jiwa-sosial yang
kiranya mulai diterapkan di sana-sini. Maka apakah masih ada relevansinya ketika berbicara
mengenai problema mitos atau totem di Indonesia ini? Jika dilihat sepintas lalu dapat
membawa kita jauh dari realitas konkret. Namun sejarah telah memberikan jawaban bahwa
ada aktivitas manusiawi yang tidak hanya bermakna bagi kebutuhan praktis. Aktivitas
tersebut justru semakin meningkatkan eksistensi manusia dari lingkungan fisik dan sosialnya
misalnya, religi, moral dan seni.
Di Indonesia, dan masyarakat jawa khususnya, yang masih menaruh minat tinggi pada
pelesterian seni-budaya, tampak memiliki berbagai macam kisah kebajikan setempat.
Modernisasi yang berkembang di jawa di inkulturasikan pada kebudayaan setempat. Seni

harus dapat meresap dalam berbagai bidang dan pemikiran modern. Salah satu cerita atau
mitos yang masih sangat diyakini oleh masyarakat jawa dan diketahui oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya, yaitu mitos tentang Nyi Roro Kidul, membuktikan bahwa hal-hal
magis masih dihormati demi menjaga kasanah-kasanah moral bagi kesejahteraan hidup
manusia.
II. Mengenal Pantai Selatan Yogyakarta (Pantai Parang Tritis)
Banyak orang Yogyakarta berkata, “Rugi deh klo ke Yogya tak menengok parang
tritis.” Kiranya ucapan itu tidaklah berlebihan, karena pantai parang tritis memunculkan aura
keindahan yang sangat eksotik, apalagi ditambah kisah Ratu Pantai Selatan itu. Bukan hanya
pantainya, pengalaman dalam perjalanan menuju kepantai pun selalu menarik minat, sungguh
indah.
Pemandangan indah ini dapat dinikmati dalam perjalanan, terutama saat melintas di
desa Gerogog. Di sana mulai Nampak bukit-bukit pasir kelabu yang mempesona. Bukit itu
1

berderet panjang bagaikan deretan benteng. Unrtuk lebih menambah petualangan, kita bisa
berhenti di desa Mancingan. Dari mancingan itu, kita naik gunung-gunung pasir yang
menjulang. Dari situ kita bisa melihat Pantai Parang Tritis, dan bisa sebagai sarana untuk
menuju ke pantai. Di Parang Tritis banyak sekali tempat-tempat keramat yang ramai
dikunjungi orang misalnya, diatas permandian Parang Tritis ada sebuah bukit kecil dan di situ

ada rumah mungil. Di rumah mungil itu terdapat makam Syeh Manlara Magribi. Banyak
orang meminta berkah disana. Di sebelah utara agak jauh, terdapat makam Syeh Belablu.
Makam ini juga dikeramatkan. Maka tampak jelas sekali bahwa, di Pantai dan sekitar Pantai
Parang Tritis mengandung unsur magis yang kental.
III. Cerita
Mitos Nyi Roro Kidul1
Di suatu masa, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Karena kecantikannya,
ia pun dipanggil Dewi Srengenge yang berarti matahari yang indah. Dewi Srengenge adalah
anak dari Raja Munding Wangi. Meskipun sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia
selalu bersedih karena sebenarnya ia selalu berharap mempunyai anak laki-laki. Raja pun
kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari perkawinan tersebut.
Maka, bahagialah sang raja.
Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha agar
keinginannya itu terwujud. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap raja, dan meminta
agar sang raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu raja menolak. “Sangat
menggelikan. Saya tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada
putriku”, kata Raja Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun tersenyum
dan berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi walaupun demikian, dia
tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.
Pada pagi harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya

untuk memanggil seorang dukun. Dia ingin sang dukun mengutuk Kadita, anak tirinya. “Aku
ingin tubuhnya yang cantik penuh dengan kudis dan gatal-gatal. Bila engkau berhasil, maka
aku akan memberikan suatu imbalan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.” Sang
dukun menuruti perintah Sang Ratu. Pada malam harinya, tubuh Kadita telah dipenuhi
dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia menyadari tubuhnya berbau busuk

1 http://www.kamuslimah.com/sejarah/mitos-kanjeng-ratu-kidul-dalam-masyarakat-jawa/

2

dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat
apa.
Ketika Raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang
banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit putrinya
itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau mengguna-gunainya. Masalah pun
menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanya untuk mengusir puterinya.
“Puterimu akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri,” kata Dewi Mutiara. Karena
Raja tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, akhirnya beliau
terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya ke luar dari negeri itu.
Puteri yang malang itu pun pergi sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia

hampir tidak dapat menangis lagi. Dia memang memiliki hati yang mulia. Dia tidak
menyimpan dendam kepada ibu tirinya, malahan ia selalu meminta agar Tuhan
mendampinginya dalam menanggung penderitaan..
Hampir tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di Samudera
Selatan. Dia memandang samudera itu. Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera
lainnya yang airnya biru atau hijau. Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba,
ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap dan
tak ada tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal. Malahan, dia menjadi lebih
cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini dia memiliki kuasa untuk memerintah
seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi seorang peri yang disebut Nyi Roro Kidul atau Ratu
Pantai Samudera Selatan yang hidup selamanya.
IV. Komentar
Cerita di atas adalah salah satu mitos terkenal di Indonesia. Di Jawa banyak sekali
cerita yang mengisahkan kisah kerajaan-kerajaan Jawa, antara lain Majapahit, Kediri, dan
Padjajaram. Entah benar atau salah, yang jelas cerita tentang Ratu Pantai Selatan masih
diyakini masyarakat sekitar. Konon jika ke Parang Tritis, para pengunjung dilarang untuk
memakai baju hijau, karena warna hijau sangat diminati oleh Ratu Pantai Selatan.
Konsekuensinya, bersiaplah untuk dibawa Ratu, beruntung bila bisa kembali, dan memang
ada yang bisa kembali. Maka semakin eksislah cerita Nyi Roro Kidul ini.
Cerita Nyi Roro Kidul ini patut menjadi bahan kajian untuk mencari nilai-nilai baik

yang terkandung didalamnya. Dari kisah hidupnya di dunia manusia biasa sebagai anak raja,
sampai pada pemulihan kutukannya di Pantai Selatan, telah membawa kisah besar bagi
Budaya Jawa dan bangsa Indonesia. Bahkan sampai saat ini, masyarakat sekitar kraton
Jogjakarta dan Solo masih meyakini keagungan Ratu Pantai Selatan. Dalam komentar ini
3

kiranya lebih pas bila sedikit disinggung kehidupan masyarakat jawa dan kemudian nilai-nilai
dari cerita yang berguna bagi masyarakat Jawa dan bangsa Indonesia pada umumna.
1. Kehidupan Manusia Jawa.
Menarik membahas tentang mitos Jawa, dan relevansinya bagi masyarakat jawa,
mengingat saat ini masyarakat jawa pada umumnya mulai meninggalkan ke-jawa-an-nya.
Dalam kemajemukan masyarakat di Indonesia, hendaknya masyarakat jawa dapat menghayati
dan menghidupi nilai-nilai budaya yang berguna bagi kebaikan masyarakat pada umumnya.
Sesungguhnya, semua orang jawa itu berbudaya satu. Mereka berpikiran dan berperasaan
seperti nenekmoyang mereka di Jawa Tengah, dan masih berkiblat di Solo dan Yogyakarta.2
Aksara dan bahasa Jawa adalah salah satu warisan budaya Jawa yang dapat
mencerminkan sikap hidup budaya jawa. Adapun abjad dalam budaya jawa dikisahkan
seorang Aji Suka yang menyusunnya. Urutan abjad sebagai berikut:
a. HANACARAKA
: ada utusan

b. DATASAWALA
: saling bertengkar
c. PADHAJAYANYA
: sama kesaktiannya
d. MAGABATHANGA
: meninggal semua
Uraian tentang pemikiran filsafat initerkandung dalam lima abjad pertama yaitu,
HANACARAKA. Ha (hurip,urip) diartikan “hidup”, yaitu suatu sifat Yang Maha Esa. Na
( hana), diartikan “ada”. CARAKA (utusan, tulisan) secara terperinci diartikan, sebagai berikut
CA (cipta, pikiran, nalar); RA (rasa, perasaan); KA (kehendak). Dari uraian ini dapat dilihat
bahwa HANACARAKA merupakan satu kesatuan. Didalamnya mengandung unsur ada
semesta, Yang Esa, alam semesta, dan manusia dan semuanya merupakan kesatuan yang
berhubungan. Dalam Jawa, manusiaberada dalam hubungan dengan lingkungannya, yaitu
Tuhan dan Alam Semesta. Maka bagi filsafat jawa, manusia adalah manusia-dalamhubungan.3
Perbendaharaan abjad jawa mempunyai tingkatan-tingkatan, dari ngoko (jawa kasar,
pergaulan), madya (digunakan dalam kondisi teman bicara seumur), sampai kromo (jawa
halus). Tingkatan-tingkatan bicara ini nampak mempengaruhi sikap hidup dalm hubungan
keseharian dengan masyarakat keraton. Dimana seorang bawahan Jawa menaruh sikap
hormat dan akan selalu membahagiakan atasannya. Ini suatu bentuk pengabdian secara
ikhlas. Dalam keagamaan jawa, awalnya diwarnai dengan animism dan dinamisme, dan

mempunyai berbagai macam aliran kebatinan. Saat ini, keagamaan orang jawa didominasi

2 Marbangun Hardjowirogo, Manusia Jawa (Jakarta: Inyi Dayu Press, 1984), hlm. 7.
3 Abdullah Ciptopraneiro, Filsafat Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1986) hlm. 15.

4

oleh agama Islam dan mereka sangat menghormati peran Walisongo dalam penyebaran
agama Islam.
2. Pesan-Pesan Moral dari cerita Nyi Roro Kidul
Pergulatan hidup Putri Kadida hingga sampai menjadi penguasa pantai selatan
mempunyai segudang nilai moral yang dapat dipetik. Sampai saat ini banyak orang mencari
bentuk kearifan local yang berguna bagi hidupnya. Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo
sampai saat ini masih berhubungan akrab dengan Ratu Pantai Selatan. Pada setiap ulangtahun
Sri Sultan Hamengkubuwono, menurut perhitungan saka (tahun jawa), diadakan kegiatan
labuhan di Pantai Parang Tritis.yang bertujuan untuk kesejahteraan Sultan dan masyarakat
Yogyakarta. Jenis-jenis upacara lainnya yaitu, bedaya lambangsari dan bedaya semang. Di
Jawa Barat ada pula sebuah hotel berbintang yang bernama Samudera Beach Hotel yang
menyediakan kamar khusus buat Kanjeng Nyi Roro Kidul. Kamar itu bernomor 308. Jelas
bagi kita, bahwa ini merupakansuatu perbendaharaan istimewa bagi budaya Indonesia,

apalagi kekayaan nilai-nilai dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai yang
dapat dipetik adalah
a. Mawas Diri
Mawas diri adalah sikap untuk meninjau ke dalam, kehati nurani guna mengetahui
benar tidaknya perbuatan itu, dan ini menyangkut kejujuran. Putri Kadita menunjukan
suatu sikap untuk selalu mengkoreksi diri. Segala kekayaan sebagai seorang putri
Raja, dan kecantikan yang dimilikinya tidak menjadikan dirinya sombong. Kekayaan
dalam dirinya ini justru di pancarkan dengan aura yang positif, sesuai dengan
statusnya sebagai anak Raja.
Bagi kebanyakan orang saat ini, segala peristiwa yang terjadi kurang dihayati,
kurang direfleksikan, sehingga memunculkan kemunduran moral. Orang berlombalomba mencari kesuksesan dalam hidup, namun cara yang ditempuh kurang mengena
di hati. Slogan yang terkenal saat ini yaitu, “hidup kaya raya, mati masuk surga.”
Bagaimanapun bai setiap manusia, dibutuhkan suatu evaluasi diri, melihat kinerja,
dan sikap hidup yang dilakukan dampai saat ini.
b. Aja Dumeh (Jangan Rakus)
Rupanya sikap Dewi Mutiara juga dapat menyumbangkan suatu pesan yang
berarti. Sikap rakus kerap kali menjadi suatu kecenderungan buruk bagi manusia saat
ini. Manusia saat ini lebih konsumtif, kurang memperhitungkan segala dampak yang
5


terjadi di masa depan. Demi kekuasaan dan kekayaan kerajaan, Dewi Mutiara rela
menghancurkan kehidupan seorang putri dan anak pertama dari Sang Raja.
Kehidupan Indonesia saat ini sungguh memperihatinkan. Banyak orang mencari
kekuasaan dan kekayaan dengan menghancurkan jabatan saudaranya, atau
mengkorupsikan suatu tugas yang harus dipertanggungjawabkannya. Dari kesalahan
fatal seorang saja, bisa mempengaruhi kehidupan berjuta-juta manusia di Indonesia.
Rakus memang identik dengan orang yang mempunyai jabatan dan kekayaan, namun
tidak menutup kemungkinan bagi kalangan masyarakat yang biasa. Perihal ini kiranya
kita harus kembali pada pesan-pesan moral dari para leluhur, dan meresapkan perintah
dalam agama masing-masing.
c. Sikap Menerima
Sikap menerima adalah sikap yang mengutamakan perasaan puas, tidak
memberontak, menerima dengan syukur dan terimakasih. Sikap menerima tidak
menyelamatkan orang dari marabahaya yang menimpanya, melainkan merupakan
suatu perisai terhadap penderitaan yang diakibatkan malapetaka. Ynag menjadi pusat
perhatian ialah pikiran, atau lebih tepat rasa, akibat malapetaka itu. “Nerima”,
merupakan distansi terhadap segala sesuatu yang kita terima dan kita hayati. Bentuk
distansi ini hendaknya juga mempunyai tujuan luhur, yaitu perkembangan pribadi
manusia. Tujuan itu dapat ditempuh dengan mengusahakan segala upaya dalam
rohani, karena dari perkembangan pribadi itu akhirnya bergantunglah keselamatan

manusia. Seperti Dewi Kadita, ia bersyukur atas segala sesuatu yang dimilikinya.
Jelas bahwa malapetaka tidak terhindar dari padanya, dan sikap menerima telah
membawanya pada suatu pengendalian dan kematangan diri.
d. Sabar
Kata sabar seringkali disamakan dengan sikap menerima. Seorang yang dengan
rela hati menyerahkan diri dan yang menerima dengan senang hati sudah bersikap
sabar. Ia akan maju dengan berhati-hati, karena sudah menjadi bijak karena
pemgalamannya. Seseorang yang ingin memperoleh pengetahuan harus bersikap
sabar. Bukan segala pengetahuan merupakan pengetahuan yang sejati. Barangsiapa
bersikap sabar pada hakekatnya tidak membedakan antara emas dan batu, kawan atau
lawan. Kesabaran merupakan kelapangan dada, dan dapat merangkul segala
pertentangan.

6

Dewi Kadita akhirnya diusir oleh sebab fitnah dari Dewi Mutiara. Ia bersikap
sabar, menanggung segala hal dengan lapang dada. Dewi Kadita menuju suatu proses
pematangan hidup. Walau hatinya perih ia tidak mengutuki sang Dewi Mutiara, ia
malahan mendoakannya supaya Dewi Mutiara bertobat.
V. Penutup

Mitos tentang Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan mengandung pesan-pesan
moral yang masih relevan, dan kiranya selalu relevan pada masa ini dan masa yang akan
datang. Segala pesan baik menjadi hal bagi kita untuk menarik diri kembali mencari
kedamaian hati. Banyak dari kita kurang dapat menggunakan suara hati dengan baik, dan
kurang dapat hidup secara militan untuk menampilkan sebentuk nilai-nilai moral dalam
kesaksian hidup sehari-hari. Manusia memang tidak terlepas dari dunia, dan manusia
diserahkan tugas untuk mengelola itu semua secara bertanggungjawab. Makah al yang perlu
diperhatikan adalah menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan dunia dan selalu
menjalin relasi dengan Yang Maha Kuasa.
Kita patut menjaga nilai-nilai budaya luhur demi kemajuan bangsa. Budaya
hendaknya selalu dijaga agar tidak terlindas roda modernisasi. Menjaga segala warisan itu,
dapat mencerminkan budaya Indonesia yang lain dengan budaya laian, dan pada dasarnya,
setiap pesan yang disampaikan, semuanya demi perkembangan hidup manusia dalam
memenuhi segala kebutuhan jasmani dan spiritualnya dan berguna bagi kelangsungan
hidupnya.

7