Nilai nilai yang terkandung dalam cerpen
Berikut nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen "Sandal Jepit Merah" Karya S.Rais:
1. Nilai Moral
Dalam cerpen tersebut dikisahkan tentang seorang perempuan tua yang memiliki masa lalu yang
sangat menyedihkan. Awalnya, perempuan itu hidup bahagia. Akan tetapi, setelah kematian anak
semata wayangnya, hidupnya berubah menjadi sebuah kesedihan yang berkepanjangan. Akan tetapi,
perempuan itu tidak pernah putus asa. Dia terus berjuang untuk mempertahankan hidupnya.
Bahkan, perempuan tersebut tetap tegar dengan pendiriannya saat dirinya hampir terjerumus ke
dalam lembah hitam. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
"Berkali-kali majikannya, seorang bandar narkoba, menawarinya untuk bekerja sebagai pengedar
barang haram tersebut sekaligus sebagai wanita tuna susila. Tetapi, ia bersikeras walau sebagai
pembantu gajinya sangat kecil. Ia tidak tertarik sedikit pun pada penghasilan yang lumayan besar
seperti yang didapat oleh perempuan-perempuan cantik yang sering berkumpul di rumah
majikannya itu. Lama-lama ia tidak tahan juga, apalagi setelah sang majikan memaksanya untuk
mengikuti keinginannya, yaitu menjadikannya seorang wanita tunasusila. Ia bertahan pada
pendiriannya dan pergi meninggalkan istana penuh dosa itu."
Dari kutipan tersebut, ada sebuah nilai moral yang hendak disampaikan oleh pengarang. Pengarang
hendak mengemukakan bahwa meskipun kita didera kesulitan hidup, kita tidak boleh terjebak oleh
nafsu dunia. Kita harus berpegang teguh pada pendirian kita dan pada ajaran agama.
2. Nilai Budaya
Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang bertolak dari perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu
tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Nilai budaya tersebut dapat mencakup berbagai masalah,
di antaranya kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan
bersikap.
Dalam cerpen "Sandal Jepit Merah" tersebut, masyarakat yang digambarkan adalah sekelompok
orang yang tinggal di kawasan pinggiran kota. Mereka tergolong ke dalam strata sosial menengah
ke bawah. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
"Dengan berbekal keterampilan di bidang bangunan, Mamat mampu membiayai hidupnya dan
menyewa sepetak kamar di pinggiran kota. Kebahagiaannya makin lengkap setelah dari rahimnya
lahir seorang anak sehat walaupun saat itu usianya baru enam belas."
3. Nilai Sosial
Dalam cerpen tersebut terdapat beberapa nilai sosial yang dikemukakan oleh pengarang. Di
antaranya adalah mengenai sulitnya menjalani kehidupan sebagai seseorang yang miskin. Hal
tersebut dapat diamati dalam kutipan berikut.
"Baginya tak ada jalan lain. Hidup tanpa ijazah pendidikan formal bagai mendaki gunung tanpa
kaki."
Dalam cerpen ini, juga ditampilkan gambaran sosial kehidupan perkotaan yang suram. Dalam
cerpen tersebut diceritakan mengenai kehidupan tokoh utama yang menyambung hidup di tengahtengah kezaliman. Ia terpaksa menjadi seorang pembantu rumah tangga di sebuah tempat jual beli
narkoba dan tempat lokalisasi wanita tunasusila. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
"Bertahun-tahun, ia hidup dalam dunia hitam yang dikutukinya dalam hati. Baginya tak ada jalan
lain. Hidup tanpa ijazah pendidikan formal bagai mendaki gunung tanpa kaki. Mungkin keajaiban
Tuhan pulalah yang telah menghantarkannya pada pekerjaannya saat ini. Berkali-kali majikannya,
seorang bandar narkoba, menawarinya untuk bekerja sebagai pengedar barang haram tersebut
sekaligus sebagai wanita tunasusila."
1. Nilai Moral
Dalam cerpen tersebut dikisahkan tentang seorang perempuan tua yang memiliki masa lalu yang
sangat menyedihkan. Awalnya, perempuan itu hidup bahagia. Akan tetapi, setelah kematian anak
semata wayangnya, hidupnya berubah menjadi sebuah kesedihan yang berkepanjangan. Akan tetapi,
perempuan itu tidak pernah putus asa. Dia terus berjuang untuk mempertahankan hidupnya.
Bahkan, perempuan tersebut tetap tegar dengan pendiriannya saat dirinya hampir terjerumus ke
dalam lembah hitam. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
"Berkali-kali majikannya, seorang bandar narkoba, menawarinya untuk bekerja sebagai pengedar
barang haram tersebut sekaligus sebagai wanita tuna susila. Tetapi, ia bersikeras walau sebagai
pembantu gajinya sangat kecil. Ia tidak tertarik sedikit pun pada penghasilan yang lumayan besar
seperti yang didapat oleh perempuan-perempuan cantik yang sering berkumpul di rumah
majikannya itu. Lama-lama ia tidak tahan juga, apalagi setelah sang majikan memaksanya untuk
mengikuti keinginannya, yaitu menjadikannya seorang wanita tunasusila. Ia bertahan pada
pendiriannya dan pergi meninggalkan istana penuh dosa itu."
Dari kutipan tersebut, ada sebuah nilai moral yang hendak disampaikan oleh pengarang. Pengarang
hendak mengemukakan bahwa meskipun kita didera kesulitan hidup, kita tidak boleh terjebak oleh
nafsu dunia. Kita harus berpegang teguh pada pendirian kita dan pada ajaran agama.
2. Nilai Budaya
Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang bertolak dari perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu
tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Nilai budaya tersebut dapat mencakup berbagai masalah,
di antaranya kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan
bersikap.
Dalam cerpen "Sandal Jepit Merah" tersebut, masyarakat yang digambarkan adalah sekelompok
orang yang tinggal di kawasan pinggiran kota. Mereka tergolong ke dalam strata sosial menengah
ke bawah. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
"Dengan berbekal keterampilan di bidang bangunan, Mamat mampu membiayai hidupnya dan
menyewa sepetak kamar di pinggiran kota. Kebahagiaannya makin lengkap setelah dari rahimnya
lahir seorang anak sehat walaupun saat itu usianya baru enam belas."
3. Nilai Sosial
Dalam cerpen tersebut terdapat beberapa nilai sosial yang dikemukakan oleh pengarang. Di
antaranya adalah mengenai sulitnya menjalani kehidupan sebagai seseorang yang miskin. Hal
tersebut dapat diamati dalam kutipan berikut.
"Baginya tak ada jalan lain. Hidup tanpa ijazah pendidikan formal bagai mendaki gunung tanpa
kaki."
Dalam cerpen ini, juga ditampilkan gambaran sosial kehidupan perkotaan yang suram. Dalam
cerpen tersebut diceritakan mengenai kehidupan tokoh utama yang menyambung hidup di tengahtengah kezaliman. Ia terpaksa menjadi seorang pembantu rumah tangga di sebuah tempat jual beli
narkoba dan tempat lokalisasi wanita tunasusila. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
"Bertahun-tahun, ia hidup dalam dunia hitam yang dikutukinya dalam hati. Baginya tak ada jalan
lain. Hidup tanpa ijazah pendidikan formal bagai mendaki gunung tanpa kaki. Mungkin keajaiban
Tuhan pulalah yang telah menghantarkannya pada pekerjaannya saat ini. Berkali-kali majikannya,
seorang bandar narkoba, menawarinya untuk bekerja sebagai pengedar barang haram tersebut
sekaligus sebagai wanita tunasusila."