Latar Belakang Masalah Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia (Studi Kasus Ma No.01 K/Pdt.Sus/2010) T1 312009061 BAB I

8 permasalahan ini, karena permasalahan tersebut tidak sesuai dengan hukum dan Undang-undang Arbitrase yang berlaku di Indonesia. Adapaun judul skripsi ini adalah : PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING DI INDONESIA. Judul tersebut menggambarkan dan juga memaparkan tentang arbitrase di Indonesia, khususnya berkaitan dengan menerima atau mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase asing yang telah dijatuhkan, di negara Indonesia. Dimana seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa Indonesia merupakan an Arbitration Unfriendly Country terhadap pelaksanaan arbitrase asing, sehingga dipandang buruk dimata dunia international.

B. Latar Belakang Masalah

Seperti dipaparkan penulis sebelumnya sampai dengan saat ini Indonesia sendiri sulit untuk melaksanakan putusan arbitrase asing dalam perkara-perkara arbitrase international. Pada putusan arbitrase masih sulit untuk dilaksanakan di Indonesia complicated enforcement ini seringkali dengan mendasarkan pada alasan bertentangan dengan ketertiban umum public policy. 13 13 Wakil Ketua BANI Arbitration Center dan Partner Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro ABNR,Op.Cit.,Berita Hukum Online, diunduh 1 Februari 2013. 9 Pengertian public policy dirumuskan sebagai ketentuan dan hal-hal pokok hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa. 14 Dalam hal ini khususnya Indonesia tidak pernah menjelaskan secara mendetail bahwa apa dan bagaimana batasan ketertiban umum public policy tersebut, sehingga keadaan demikian dilihat oleh dunia internasional sebagai suatu ketidakpastian hukum dalam arbitrase itu sendiri. Penafsiran diberikan kepada Hakim untuk melihat ada dan tidaknya ketertiban umum yang diganggu, kondisi ini yang menimbulkan ketidak pastian hukum. Bilamana dilihat dari segi perjanjian, jika kedua pihak sepakat untuk menyerahkan sengketanya kepada suatu badan arbitrase, maka perjanjian klausul penyerahan sengketa tersebut harus dibuat untuk penyelesaiaan sengketa. 15 Pihak-pihak dalam suatu perjanjian klausul atau kontrak mencantumkan suatu ketentuan atau pasal yang menerapkan bahwa setiap perselisihan yang mungkin timbul dari atau berhubungan dengan perjanjian atau kontrak itu, maka akan diajukan kepada arbitrase untuk diputuskan. Ketentuan atau pasal dalam perjanjian atau kontrak seperti itu dinamakan klausula arbitrase Arbitration Clause. 16 Perjanjian tersebut merupakan dasar hukum bagi yurisdiksi badan arbitrase guna menerima dan meyelesaikan sengketa. Dalam Studi Hukum International perjanjian tersebut tunduk pada prinsip prinsip dan 14 Ibid. 15 Huala Adolf,Op.cit., hal.48. 16 Subekti, aneka perjanjian, PT.Citra Aitya Bakti,Bandung,1995, hal. 182. 10 aturan aturan Hukum Perjanjian International konvensi Wina Tahun 1969 mengenai hukum perjanjian 17 . Sehingga suatu putusan arbitrase yang telah dijatuhkan oleh para arbiter, yang sesuai dengan kesepakatan para pihak untuk penyelesaian sengketa. Putusan yang dijatuhkan lembaga arbitrase tersebut bersifat final dan binding, yang artinya bahwa putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum tetap yang mengikat bagi para pihak. Dengan demikian pelaksanaan putusan arbitrase tidak dapat diganggu- gugat oleh pengadilan ataupun dibatalkan, kecuali permintaan pembatalan pelaksanaan putusan arbitrase dari para pihak yang menang dalam arbitrase tersebut. Permasalahan yang dibahas oleh penulis yaitu permasalahan antara para pihak Astro Nusantara International dan pihak PT.Ayunda Primamitra dkk. Anak perusahaan Lippo Group yang didalam permasalahan ini telah dijatuhkan putusan oleh lembaga SIAC Singapore International Arbitration Centre. Sebelumnya lembaga arbitrase tersebut telah disepakati para pihak sebagai jalan untuk meyelesaikan sengketa dispute yang terjadi antara para pihak, terkait permasalahan gagalnya Usaha Kerjasama Patungan joint venture. Bermula antara Lippo Grup dengan Astro menjalin kerja sama untuk membuat televisi berbayar di Indonesia, dengan menjalin kerjasama dua perusahaan tersebut sepakat untuk membangun PT.Direct Vision. Dalam kerja sama itu disepakati Lippo menanamkan modal sebesar 49 empat puluh Sembilan persen lewat PT Ayunda Prima Mitra, anak usaha PT First Media Tbk 17 Huala Adolf, Op.Cit., hal. 48. 11 yang juga anak usaha Lippo Group. Sedangkan Astro memberikan modal sebesar 51 lima puluh satu persen lewat Silver Concord Holding Limited. Akan tetapi kepemilikan saham 51 tersebut belum diserahkan kepada Astro, dan rencananya saham 51 yang dimiliki oleh Silver Concord Holding Limited yang akan diberikan kepada pihak Astro. Selain penggunaan merek dagang Astro Nusantara, lewat kerja sama tersebut Astro memasok materi siaran, perangkat teknologi, hingga menempatkan beberapa orangnya di posisi strategis PT.Direct Vision. Pada November 2005, pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran lembaga penyiaran berlangganan. Pasal 28 PP itu menyatakan kepemilikan orang atau badan hukum asing di televisi berlangganan hanya 20. Aturan itu menyebabkan PT.Ayunda Primamitra dan Astro All Asia Network harus merancang ulang perjanjian. Disamping itu pada saat belum ditandatanganinya perjanjian pihak astro langsung melakukan tayangan perdana pada 28 Februari 2006. Hingga pada tanggal 31 Juli 2006, tercatat Astro telah mengeluarkan dana M 157 juta atau setara dengan Rp 471 milyar. Dan pihak Lippo secara tidak pasti menunda finalisasi perjanjian patungan yang telah direvisi dan kesepakatan layanan komersial dengan berbagai alasan. Hal ini menurut pihak Astro, menimbulkan peningkatan pembiayaan yang dibutuhkan untuk melakukan roll out platform televisi berbayar via satelit. Persoalan ini terus berlarut hingga Astro mengklaim bahwa pihaknya telah membenamkan investasi di PT. Direct Vision sampai M 536 juta setara dengan Rp 1,6 trilyun. Walaupun demikian Astro menyatakan tetap menyediakan 12 berbagai layanan kepada PT. Direct Vision untuk membangun jaringan televisi berbayar berbasis langganan, yang ditargetkan meraih 100.000 pelanggan dalam dua tahun. Menurut Astro pihak Lippo tidak menunjukkan iktikad baik menyelesaikan kewajibannya. Negosiasi berlarut-larut yang disebabkan Lippo mematok harga tinggi untuk kepemilikan 51 saham Direct Vision, yakni mencapai US 250 juta. Astro keberatan terhadap harga yang dituntutkan Lippo sehingga negosiasi akhirnya tidak dapat dilanjutkan lagi antara pihak Astro dan pihak Lippo. Pada tahun 2008, akibat gagalnya kesepakatan berlangganan dan kepemilikan saham bersama KBKS, tanggal 6 Oktober 2008, Astro pun mendaftarkan gugatan ke Singapore International Arbitration Centre SIAC. Astro menggugat tiga perusahaan di bawah perusahaan Grup Lippo, yaitu PT. First Media Tbk, PT. Ayunda Prima Mitra, dan PT. Direct Vision, dengan nilai US 300 juta atau sekitar Rp 2,85 trilyun. Pihak Astro meminta pengadilan mengeluarkan penetapan eksekusi agar pihak Lippo melaksanakan keputusan SIAC. Putusan itu final mengikat dan diakui di bawah hukum Singapura. Karena itu, pihak pengadilan tinggi harus menetapkan Lippo melaksanakanya. Berkebalikan dengan itu pihak Lippo Group menilai putusan arbitrase Singapura itu cacat hukum. 18 Antara para pihak sebelumnya telah melakukan perjanjian, jika terjadi sengketa dispute di antara para pihak sepanjang permasalahan terkait dengan 18 Artikel Gatra News,Perang Gugat Mantan Sahabat,9 agustus 2012, dapat diakses melalui : http:www.gatra.comhukum31-hukum16001-perang-gugat-mantan-sahabat- 13 subscription and share holders agrement maka para pihak telah sepakat melarang penyelesaian secara litigasi di pengadilan. Pada saat terjadi sengketa antara para pihak maka jalan yang ditempuh adalah arbitrase, Penyelesaianan dan pemutusan permasalahan juga akan diputus oleh para arbiter yang telah disepakati. Tetapi pihak dari PT.Ayunda Primamitra tidak melakukan sesuai dengan yang telah diperjanjikan Non Mutual Consent, saat putusan arbitrase tersebut telah dijatuhkan oleh SIAC dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah memenuhi syarat formil yang terdapat dalam pasal 67 Ayat 1 Undang-undang Arbitrase, di dalam pasal 67 Ayat 1 menyatakan permohonan pelaksanaan putusan arbitrase international dilakukan setelah putusan tersebut dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 19 Berbalikan dengan itu PT.Ayunda Primamitra melakukan pendaftaran gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT.Astro Nusantara International dkk., melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 2 september 2008 dengan nomor perkara No.1100Pdt.G2008PN.JKT.SEL. Terhadap gugatan ini telah dikeluarkan putusan interm pada tanggal 13 Mei 2009. Faktanya adalah terdapat putusan sela perkara perdata NO.1100pdt.g2008PN.JKT.SEL., yang bertentangan dengan putusan SIAC arbitration NO.06208. Tidak hanya itu saja PT.Ayunda Primamitra juga mengajukan surat permohonan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal pada tanggal 3 Agustus 2009 dan tanggal 2 September 2009, akan tetapi surat 19 Op.Cit.,Pasal 67 Ayat 1 UU No.30 Tahun 1999. 14 permohonan penolakan pelaksaan putusan arbitrase tersebut dicabut secara bersamaan oleh pihak PT.Ayunda Primamitra di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30 september 2009. Akibat adanya hal-hal di atas tersebut maka permohonan Exequatur dari putusan arbitrase yang bersifat final dan binding tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melakukan pertimbangan-pertimbangan surat gugatan hukum yang dilayangkan oleh PT.Ayunda Primamitra. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan penetapan terhadap putusan arbitrase untuk melakukan NON Exequatur, dalam penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.05PPdt.ARB.INT2009 menyatakan Putusan Arbitrase International SIAC nomor : 062 tahun 2008 Arb 06208JL yang diputuskan tanggal 7 mei 2009 Non Exequatur tidak dapat dilaksanakan dengan beralaskan mengganggu ketertiban umum public policy dan menyatakan putusan arbitrase tidak bersifat final atau binding. Hal ini dipertimbangkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bentuk Intervensi dari proses beracara di Indonesia. Pada saat pihak PT.Astro Nusantara Internasional melakukan kasasi secara lisan untuk membela haknya di Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung dalam putusannya No.01 KPdt.sus2010 juga memutuskan tidak dilaksanakannya putusan arbitrase beralaskan melanggar ketertiban umum Public policy dan melanggar asas souvereignty. Pokok permasalahan sebagaimana diuraikan di atas dapat divisualisasikan bagan seperti berikut. 15 Bagan 1.1 Kasus Posisi Astro Nusantara International. dkk. Lippo Group PT.Ayunda Prima Mitra. Dkk Melakukan perjanjian joint venture bernama subscription and share holders agreement , melarang penyelesaian secara litigasi di pengadilan 11 Maret 2005 Terjadi sengketa karena gagalnya usaha kerja sama patungan joint venture Astro mendaftarkan gugatan di SIAC 6 Oktober 2008 Sengketa Arbitrase SIAC dimenangkan oleh Astro Nusantara dan putusan bersifat final dan binding No. 062of 2008 7 Mei 2009 Dimasukkan ke PN Jakarta Pusat untuk pendaftaran putusan arbitrase 1 September 2009 PN Jakarta Pusat Atas dasar pertimbangan putusan sela Jakarta Selatan 13 mei 2009 dan surat permohonan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase 3 Agustus 2009 dan 2 september 2009 yang telah dicabut pada tanggal 30 september 2009. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Mengeluarkan Penetapan No.05PPdt.ARB.INT2009 Menyatakan permohonan pelaksanaan putusan arbitrase tidak dikabulkan dan tidak dapat dilaksanakan non exequatur 2 Oktober 2009 Mengajukan kasasi secara lisan kepada Mahkamah Agung 16 November 2009 - Menolak putusan Arbitrase SIAC karena Melanggar Ketertiban Umum public Policy,melanggar asas souvereignty - Materi yang termasuk dalam putusan dalam putusan SIAC tersebut bukan termasuk hukum bidang perdagangan, melainkan termasuk hukum acara 24 Februari 2010 Mengeluarkan akta pendaftaran putusan SIAC 1 September 2009 Mendaftarkan gugatan melawan hukum 2 September 2008 PN Jakarta Selatan Mengeluarkan putusan SelaInterm No.1100Pdt.G2008 PN.JKT 13 Mei 2009 - 3 Agustus 2009 PT.Ayunda Primamitra Mengajukan permohonan penolakan atas pelaksanaan putusan arbitrase ke bagian umum PN Jakarta Pusat No.177PDT.P2009PN.JKT.P ST. - 2 sept 2009 kembali Mengajukan permohonan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase No.178PDT.P2009PN.JKT.P ST Permohonan tersebut dicabut oleh PT.Ayunda Prima Mitra dan PT.Direct Vision 30 September 2009 menjalin kerjasama pendirian perusahaan penyedia saluran televise berbayar dan keduanya sepakat membangun PT.Direct Vision. 16 Jika dicermati Sebagaimana yang telah diutarakan putusan SIAC arbitration NO.06208 tidak dapat dilaksanakan oleh karena pertimbangan- pertimbangan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak melaksanakan putusan arbitrase dengan mengeluarkan Penetapan terhadap putusan arbitrase tersebut. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melakukan pertimbangan-pertimbangan surat permohonan PT.Ayunda Primamitra tentang penolakan pelaksanaan putusan arbitrase yang telah dicabut sebelumnya dan pertimbangan surat gugatan melawan hukum yang dilayangkan oleh PT.Ayunda Primamitra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sehingga putusan SIAC yang bersifat final dan binding menjadi putusan yang tidak mempunyai kekuatan eksekusi. Melihat persoalan di atas, maka muncul pertanyaan bagaimana dengan Indonesia yang telah dikatakan mengakui dan juga melaksanakan putusan arbitrase di Indonesia, apakah setiap putusan arbitrase yang bersifat final atau binding tidak mempunyai kekuatan eksekusi sesuai dengan putusan arbitrase. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York 1958 dengan Keppres No.34 Tahun 1968 dan di dalamnya terdapat salah satu prinsip yaitu “self execution” dalam putusan arbitrase. Bagaimana dengan UNCITRAL dimana resolusi tersebut berisi anjuran kepada dunia arbitrase agar melaksanakan kegiatan arbitrase digunakan dan diterapkan UNCITRAL. Indonesia telah masuk sebagai salah satu peserta dalam perjanjian yang disusun oleh PBB tersebut, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia terikat secara Resiprositas di arbitrase. Terlebih diadakannya PERMA No.1 Tahun 1990 yang menjamin akan 17 pelaksanaan arbitrase di Indonesia, maka seharusnya pelaksanaan dan pengakuan terhadap putusan arbitrase dijalankan di Indonesia. Dalam putusan SIAC terlihat bahwa putusan arbitrase SIAC dikatakan menganggu ketertiban umum public policy. Dari putusan pengadilan tidak dapat diketahui alasan hal-hal yang menyebabkan terganggunya ketertiban umum. Menurut Yahya Harahap mengatakan bahwa makna yuridis ketertiban umum adalah “tak terbatas” atau “unlimited” 20 . Putusan tersebut sekalipun dikatakan melanggar ketertiban umum maka hal tersebut sangat sulit untuk dilihat dan dicermati, karena ketertiban umum di dalam Negara Indonesia itu sendiri tidak dibatasi dalam permasalahan arbitrase, dan arah atau pun yang hal yang dikatakan mengganggu tersebut tidak dapat diperinci. Perlu diperhatikan, bahwa Ketua Pengadilan Negeri pada waktu akan memberikan perintah pelaksanaan kepada suatu putusan arbitrase itu, sekali-kali tidak dibolehkan menilai isi maupun pertimbangan putusan arbitrase. 21 Berdasarkan paparan diatas, menurut penulis suatu putusan arbitrase seharusnya tidak perlu diputuskan oleh Pengadilan Negeri, karena bukan bagian atau wewenang dari Pengadilan Negeri untuk memeriksa alasan atau pertimbangan suatu putusan arbitrase. Di dalam pasal 3 Undang Undang Republik Indonesia No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili 20 Yahya Harahap, Arbitrase, Sinar Grafika, Jakarta,2001, hal. 39. 21 Subekti, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan Arbitrase Dan Peradilan, Penerbit Alumni, Bandung , 1980, hal.72. 18 sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrse. 22 Dalam undang- undang arbitrase juga telah tegas memberitahukan, bahwa sengketa dispute yang terjadi dalam permasalahan arbitrase tidak dapat diselesaikan oleh Pengadilan Negeri, karena memang bukan dari kewenangan Pengadilan Negeri tersebut untuk mengadili sebuah perkara tersebut. Dari permasalahan di atas Penulis ingin menghubungkan permasalahan tentang Pengakuan dan pelaksanaan arbitrase asing, juga kewenangan dan Pelaksanaan arbitrase itu sendiri dari sudut pandang hukum. Seperti hal di dalam pasal 66 Undang Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif penyelesaian Sengketa mengatur hal–hal sebagai berikut: Putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat–syarat sebagai berikut: a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. b. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum perdagangan. c. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. 23 Persyaratan suatu putusan arbitrase international dapat diakui dan dilaksanakan di wilayah Indonesia jika memenuhi syarat yang termuat dalam Pasal 66 UU No.30 Tahun 1999. Seharusnya putusan SIAC yang telah ditetapkan dan diputuskan oleh hakim arbiter dapat dilaksanakan, terlebih bahwa putusan Arbitrase tersebut telah 22 Pasal 3 UU No.30 Tahun 1999 23 Op.Cit.,Pasal 66 Huruf a,b,dan c 19 memenuhi syarat pasal 66 dan bersifat final dan binding. Disamping itu juga arbitrase merupakan jalan yang dipilih dan disepakati oleh para pihak arbitrase termasuk juga pencamtuman klasul arbitrase dalam pejanjian para pihak. Akan tetapi dalam pemutusan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta dan Mahkamah Agung tidak melihat secara keseluruhan dari permasalahan yang ada, sehingga terlihat tidak ada pengakuan recognize dan pelaksanaan enforcement di Negara Indonesia itu sendiri. Padahal Indonesia merupakan Negara yang mengikuti berbagai perjanjian di dunia tentang permasalahan arbitrase. Atas dasar latar belakang permasalahan sebagaimana digambarkan di atas, maka Penulis kemudian merumuskan masalah penelitian berikut ini.

C. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 631 K/Pdt.Sus/2012)

14 81 121

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persamaan Hak Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Unjust Enrich Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi di Indonesia : studi kasus Putusan No.26/KPPU-L/2007 T1 312009018 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis terhadap Perlindungan Hukum bagi Nasabah Investasi: studi kasus putusan MA No. 2838/K/PDT/2011 T1 312008010 BAB I

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis terhadap Perlindungan Hukum bagi Nasabah Investasi: studi kasus putusan MA No. 2838/K/PDT/2011 T1 312008010 BAB II

0 1 55

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia (Studi Kasus Ma No.01 K/Pdt.Sus/2010) T1 312009061 BAB II

0 0 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia (Studi Kasus Ma No.01 K/Pdt.Sus/2010) T1 312009061 BAB IV

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia (Studi Kasus Ma No.01 K/Pdt.Sus/2010)

0 0 11

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap: Studi Kasus Pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08Pdt.G2003PN.Pml T1 BAB I

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Putusan Hakim dalam Perkara Perdata tentang Perjanjian Baku: Studi Kasus Putusan MA NO. 560 K/Pdt.Sus/2012

0 0 10