T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap: Studi Kasus Pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08Pdt.G2003PN.Pml T1 BAB I

Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini hendak membahas pelaksanaan putusan pengadilan yang
berkuatan hukum tetap ( studi kasus putusan Pengadilan Negeri Pemalang No.
08/Pdt.G/2003/PN.Pml). khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi
putusan tersebut. Mengingat bahwa ada mengenai putusan Pengadilan yang sudah
memepunyai kekuatan hukum tetap akan tetapi dalam eksekusinya tidak dapat
berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orangorang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib
diantara anggota-anggota masyarakat itu. Ini berarti, bahwa anasir-hukum baru
dapat dianggap ada, apabila suatu tingkah laku seorang sedikit banyak
menyinggung atau mempengaruhi tingkah laku dan kepentingan orang lain.1 Dapat
dikatakan jika hukum memiliki andil dalam melaksanakan suatu proses yang
dimana proses tersebut adalah keadilan untuk masyarakat yang membutuhkan.
Keberadaan tanah semakin penting sehubungan dengan makin tingginya
pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan yang menyebabkan
kebutuhan akan tanah juga semakin meningkat, sementara di pihak lain persediaan
akan tanah relatif sangat terbatas. Ketimpangan antara pesatnya peningkatan
kebutuhan manusia akan tanah dengan keterbatasan ketersediaan tanah sering

menimbulkan benturan kepentingan di tengah-tengah masyarakat. Terjadinya
benturan kepentingan menyangkut sumber daya tanah tersebutlah yang dinamakan
masalah pertanahan. Masalah pertanahan juga ada yang menyebut sengketa atau

1

Wirjo o Prodjodikoro. “ Azas-azas Huku

Perja jia ”, Mandar Maju, Bandung. 2000 hal. 7.

1

konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan dan ditemukan
dalam kepustakaan ilmu hukum, misalnya sengketa perdata, sengketa dagang,
sengketa keluarga, sengketa produsen dan konsumen, sehingga kata penyelesaian
sengketa lebih sering digunakan dalam lingkungan ilmu hukum.2
Timbulnya sengketa tanah bermula dari pengaduan suatu pihak
(orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik
terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat
memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.3 Munculnya sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan
kembali menegaskan kenyataan bahwa negara masih belum bisa memberikan
jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya. Undang Undang No 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Pokok Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan sebutan UndangUndang Pokok Agraria ( UUPA ) baru sebatas menandai dimulainya era baru
kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi
kepemilikan individual.
Konflik dalam pertanahan sering disebut dengan sengketa, menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, sengketa merupakan segala sesuatu yang menyebabkan
perbedaan pendapat, pertikaian dan pembantahan.4 Timbulnya sengketa hukum
mengenai tanah berawal dari pengaduan suatu pihak (orang atau badan hukum)
yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap suatu
tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh
penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.5
Sifat permasalahan dari suatu sengketa secara umum ada beberapa macam, antara
lain :
1) Masalah yang menyangkut prioritas dapat ditetapkan sebagai
pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak, atau atas yang
belum ada haknya.
Syarifila i. “Huku Keperdataa A alisis Huku terhadap Se gketa Hak atas Ta ah oleh
Pengurus Besar Darud.

3
Rusmadi Murad. Administrasi Pertanahan Edisi Revisi : Pelaksanaan Hukum Pertanahan dalam
Praktek. CV Mandar Maju. Bandung. 2005. hal. 32.
4
Bernhard Li bo g. “Ko flik Perta aha ”, Pustaka Margaretha, Jakarta. 2012 hal. 624.
5
Rusmadi Murad. Penyelesaian Hukum Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung. 1991 hal 22.
2

2

2) Bantahan terhadap sesuatu atas hak / bukti perolehan yang
digunakan sebagai dasar pemberian hak.
3) Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan
peraturan yang kurang atau tidak benar.
4) Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial
praktis.
Alasan yang sebenanya menjadi tujuan akhir dari sengketa bahwa ada pihak
lain yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah yang disengketakan, oleh
karena itu, penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tersebut tergantung dari

sifat permasalahan yang diajukan dan prosesnya akan memerlukan beberapa tahap
tertentu sebelum di peroleh suatu keputusan
Hukum acara perdata dipergunakan untuk menjamin ditaatinya hukum
perdata materiil. Ketentuan hukum acara perdata pada umumnya tidak memberi hak
dan kewajiban yang seperti dijumpai dalam hukum perdata materil, tetapi
melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan kaidah hukum perdata
materiil yang ada, atau melindungi hak perseorangan. Karena pada hakekatnya
hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya dijamin
ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Dengan kata lain
hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya
mengajukan tuntutan hak.
Lembaga peradilan (Pengadilan) adalah lembaga yang bertugas dan
berwenang untuk menyelesaikan perkara, baik perkara pidana maupun perkara
perdata. Sebagaimana ditegaskan oleh Undang-Undang 8 Tahun 2004 tentang
Peradilan Umum, Pasal 50 menegaskan bahwa : Pengadilan Negeri bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara
perdata pada tingkat pertama. Khususnya dalam perkara perdata, lembaga peradilan
sebagai tempat pelarian terakhir pencari keadilan, maka jika diantara mereka timbul
persengketaan dan tidak dapat menyelesaikan sendiri, sehingga para pihak dapat
mengajukan perkara ke pengadilan, maka sudah menjadi tugas dan wewenang

Lembaga Peradilan (Pengadilan Negeri) untuk memeriksa, memutus dan
menyelesaikan setiap sengketa perdata yang diajukan oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
3

Suatu putusan Pengadilan dapat dieksekusi apabila putusan tersebut telah
memupnyai kekuatan hukum tetap ( in kracht van gewijsde). Dimaksud putusan
yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan yang sudah tidak dapat
dilakukan upaya hukum lagi, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum yang
luar biasa. Putusan pengadilan yang demikian akan mengikat para pihak yang
berperkara dan dapat dilaksanakan eksekusi terhadap putusan tersebut.
Setiap putusan haruslah dapat dieksekusi, karena tidak akan ada artinya jika
putusan tidak dapat dieksekusi, seperti diketahui bahwa putusan hakim itu sewaktuwaktu akan menjadi putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde). Dalam Pasal 195 ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1) RBg, menjalankan

eksekusi terhadap putusan pengadilan mutlak hanya diberikan kepada instansi
peradilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya, menyebutkan bahwa
“Dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah”6. Dari

ketentuan Pasal 2 tersebut jelas sekali bahwa pengokupasian yang dilakukan warga
tersebut yang menyerobot tanah orang lain tanpa izin yang berhak atau kuasanya
adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku
sebagaimana mestinya, tetapi dalam prakteknya masih ada saja sengketa pertanahan
yang terjadi karena adanya main serobot tanah yang bukan hak dan kuasanya.
Sebagaimanapun pemakaian tanah yang secara demikian
Tentang kepastian hukum hak atas tanah ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Kemudian sesuai
dengan dinamika dalam perkembangannya, peraturan pemerintah tersebut
disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. Dalam peraturan pemerintah terbaru ini memang banyak
dilakukan penyederhanaan persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan
pendaftaran tanah.

6

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin
Yang Berhak Atau Kuasannya.

4


Oleh karena itu dalam perspektif ini, tanah selalu berhubungan dengan
orang dan badan hukum, yang sejatinya memerlukan kepastian hukum akan haknya
tersebut. Disamping itu diperlukan pula perlindungan hukum terhadap hak atas
tanah yang bersangkutan yaitu perlindungan terhadap hubungan hukumnya serta
perlindungan terhadap pelaksanaan haknya. Kepastian tentang letak dan batas-batas
tanah juga menjadi krusial, karena konflik pertanahan biasanya juga menyangkut
tanda batas tanah. Konklusinya adalah setiap hak atas tanah dituntut kepastian
mengenai subyek, obyek serta perlindungan hukum dan dalam pelaksanaan
kewenangan hak tersebut.
Salah satu identitas dari suatu negara hukum adalah memberikan jaminan
dan perlindungan hukum atas hak-hak warga negaranya. Sebagaimana diketahui
tujuan hukum ialah ketertiban, keadilan dan kepastian hukum termasuk di dalamnya
perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Dalam kehidupan manusia,
keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala perbuatan manusia itu sendiri,
sebab tanah merupakan tempat manusia untuk menjalankan dan melanjutkan
kehidupannya7
Selanjutnya sehubungan dengan tahap pelaksaan putusan tersebut, dalam
setiap yang hendak dijatuhkan oleh hakim dalam mengakhiri dan menyelesaiakan
suatu perkara, perlu memperhatikan tiga hal yang sangat esensial yaitu unsur

keadilan, unsur kemanfaatan dan unsur kepastian hukum.Apabila hakim telah
memeriksa suatu perkara yang diajukan kepadanya, maka ia harus menyusun
putusan dengan baik dan benar. Pada tahap pelaksanaan dari pada putusan ini, maka
akan diperoleh suatu putusan yang inkracht van gewijsde (berkekuatan hukum
tetap).
Terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dapat dilanjutkan
pada tahap eksekusi bilamana pihak yang kalah tidak mau memenuhi isi putusan
dengan sukarela. Eksekusi atau pelaksanaan putusan ini dapat dijalankan apabila
sudah ada permohonan eksekusi dari pihak yang menang dalam putusan. Pada
dasarnya putusan hakim yang dapat dimohonkan eksekusi adalah putusan bersifat

7

Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007,
hal.31

5

condemtoir, atau penghukuman. Eksekusi pada hakikatnya merupakan suatu upaya
hukum untuk merealisasi kewajiban pihak yang kalah dalam suatu perkara untuk

memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan.
Namun, ada kalanya pelaksanaan eksekusi tidak dapat berjalan dengan
lancar. Banyak hambatan yang merintangi, baik yang berupa perlawanan fisik,
psikis dari pihak yang kalah yang sampai pada tidak terpenuhinya perintah
pemberian jaminan, yang ditetapkan hakim pada putusan uitvoerbaar bij voorraad
(putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu). Sehingga dapat menimbulkan
sengketa dan gugatan dari pihak lain.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik pada sebuah kasus yang terjadi
di Pengadilan Negeri Pemalang. Kasus ini berawal dari Eny Ester bin M.Z Zacheus
melawan Majelis Daerah VII Jawa Tengah Gereja Pantekosta Di Indonesia. Posisi
kasus :
Kasus ini bermula dari adanya sebidang tanah yang terletak di jalan teratai
nomor 12, Kelurahan Pelutan, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, Jawa
Tengah Tanah. Bahwa diatas tanah tersebut didirikan gereja pada tahun 1960an dan
dihuni oleh MS Zacheus yang dipercaya untuk menempati tempat tersebut oleh
majelis daerah. .
Kemudian pada saat itu ada salah satu donator yang ingin memperluas
gereja tersebut yang dahulu luasnya 190m2 sekarang luasnya 560m2 dan akhirnya
membeli tanah pada tahun 1988 gereja tersebut berubah menjadi besar yaitu terdiri
dari gereja dan pastori.M.S Zacheus masih menjadi pendeta pada saat itu sampai

1990an.
Dalam transaksi jual beli tersebut ini tanah terdiri 3 bidang tanah
1. tanah pertama milik gereja dengan luas 190 M2,
2. tanah kedua sebidang tanah persil No. 137 d. II C No. 772 luas 205
M2 yang terletak di kelurahan Pelutan, Pemalang dengan sertifikat
Hak Milik No. 1004 atas nama Tan Kim Nio dengan harga sebesar
RP. 2.500.000 telah dibayar tunai pada tanggal 23 Agustus 1988 dan
uangnya diterima oleh Kristiadji selaku kuasa dari Tan Kim Nio, dan

6

3. tanah ketiga dengan luas tanah 165 M2 terletak di Kelurahan
Pelutan, Pemalang tercatat dalam sertifikat Hak Milik No. 33 atas
nama Keng Lin dengan harga sebesar Rp. 1.500.000 telah dibayar
tunai pada tanggal 23 Agustus1988 dan uangnya diterima oleh Keng
Lin sendiri.
Kemudian dalam transaksi jual beli diatas disaksikan dari pihak Gereja
Pantekosta di Indonesia dikuasakan kepada pendeta M.S Zacheus, sedangkan uang
untuk membayar kedua bidang tanah tersebut diatas adalah Uung Bintoro untuk
diwakafkan pada Gereja Pantekosta dimaksud jadi jumlah tanah-tanah aset gereja

seluruhnya adalah 560 M2, selanjutnya disertifikatkan dengan sertifikat Hak Milik
N0. 1885 atas nama Mohamad Sangid Zacheus dengan alasan gereja tidak dapat
memilik tanah dimaksud.
Setelah kejadian tersebut oleh pihak gereja tanah-tanah tersebut didirikan
bangunan antara lain : untuk perluasan kegiatan Jemaah dan 2 (dua) buah bangunan
rumah dinas Pastori untuk pendeta yang bertugas dalam memberikan pelayanan
kepada umatnya dengan fasilitas lengkap dan peralatan yang baik. Bahwa kemudian
oleh Mohamad Sangid Zacheus pendeta gereja tersebut sertifikat tanah di pecah
menjadi 2 (dua) sertifikat yaitu :
1. Sertifikat Hak Milik No. 1886 dengan luas kurang lebih 407
M2 sebagai pemegang hak adalah Mohamad Sangid
Zacheus.
2. Sertifikat No. 1887 dengan luas tanah kurang lebih 154 M2
dan sebagai pemegang hak adalah Mohamad Sangid
Zacheus ( Rumah Dinas Pastori yang ada di sebelah gereja
dan dfitempati oleh pendeta Mohamad Sangid Zacheus
beserta keluarganya).

7

Selanjutnya M.S Zacheus memberikan pandangan bagaimana kalau
sertifikat jangan atas nama MS Zacheus melainkan dirubah menjadi atas nama
Gereja Pantekosta Di Indonesia agar jemaat tidak bubar dan masukan pak Zacheus
tersebut diterima gereja sehingga ia akhirnya merubah dan mengalihkan dari atas
nama M.S Zacheus menjadi GPDI melalui notaris Liliek Sudarsono, S.H. Bahwa
setelah ganti kepengurusan timbul sengketa dari anak-anak M.S Zacheus yang
mempermasalahkan gereja tersebut. Karena Eny Ester anak dari M.S Zacheus dan
Ronny Rampen (suami dari Eny Ester seta menantu dari M.S Zacheus) menganggap
gereja tersebut adalah miliknya M.S Zacheus (ayah). Dalam hal ini yang
diperkarakan adalah mengenai sertifikat Hak Milik No. 1886 atas Mohamad Sangid
Zacheus.
Akhirnya Eny Ester memperkarakan masalah ini ke jalur hukum melalui
pengadilan. Dengan nomor perkara : No. 08/PdtG/2003/PN.Pml. Dari pihak
penggugatnya Eny Ester dan sebagai tergugat adalah Majelis Daerah VII Jawa
Tengah Gereja Pantekosta Di Indonesia. Dalam prosesnya Eny Ester dan suami
(Ronny) membuktikan bahwa gereja tersebut diakui sebagai warisan yang
ditinggalkan ayahnya. Kemudian hakim memenangkan tergugat karena bukti
otentik yang menyatakan sah milik gereja. Akhirnya Pengadilan Negeri Pemalang
memberikan putusan sebagai berikut: (1) mengabulkan gugatan Penggugat untuk
sebagian, (2) menyatakan bahwa para Tergugat yang menempati, menguasai dan
memakai tanah beserta bangunan permanen rumah pastori tingkat yang menjadi
satu dengan bangunan gereja pantekosta sebagaimana diuraikan dengan tanpa ijin
Majelis Daerah VII Jawa Tengah Gereja Pantekosta di Indonesia adalah perbuatan
melawan hukum, (3) menghukum para Tergugat atau siapapun juga yang menerima
hak dari padanya untuk segera mengosongkan dan menyerahkannya kepada
Penggugat dalam keadaan bebas yaitu 2 (dua) bidang tanah berikut bangunan
Pastori Gedung Gereja Pantekosta di Indonesia dalam keadaan sempurna.
Dalam hal ini pihak Eny Ester yang kalah kemudian melanjutkan banding
ke Pengadilan Tinggi diSemarang dengan Putusan Nomor: 118/Pdt/2004/PT.Smg.
Tingkat banding Eny Ester tidak dapat membuktikan dengan bukti otentik yang
menyatakan bahwa tanah itu miliknya.Atas dasar putusan Pengadilan Tinggi
Nomor 118/Pdt/2004/PT.Smg, gereja mengajukan permohonan penetapan
8

pelaksanaan berita acara eksekusi ke Pengadilan Negeri Pemalang pada tanggal 19
April 2005. Kemudian Panitera Pengadilan Negeri Pemalang atas perintah Ketua
Pengadilan Negeri Pemalang melakukan eksekusi tersebut dengan surat
penetapannya yaitu tertanggal, 08 April 2005 dengan adanya Nomor:
02/Pdt.Eks/2005/PN.Pml, dalam perkara perdata Nomor: 08/Pdt.G/2003/PN.Pml.
Dengan dihadiri dua saksi yang telah dewasa dan cakap dilaksanakan
penetapan Nomor: 02/Pdt.Eks/2005/PN.Pml. Dari informasi berita acara eksekusi
dan penetapan ini pegawai Pengadilan Negeri Pemalang telah datang ke lokasi
tanah obyek sengketa di Kelurahan Pelutan Kecamatan Pemalang Kabupaten
Pemalang guna melaksanakan putusan pengadilan Negeri Pemalang tertanggal 2
Oktober 2003 Nomor: 08/Pdt.G2003/PN.Pml Jo. Putusan Pengadilan Tinggi
Semarang tertanggal 30 Agustus 2003 Nomor: 118/Pdt/2004/PT.Smg yang telah
berkekuatan hukum tetap karena para pihak yang berperkara tidak mengajukan
upaya hukum kasasi dalam tenggang waktu sebagaimana ditetapkan dalam undangundang.
Para tergugat (Eny) / Para Pembanding / Para Termohon Eksekusi tidak mau
melaksanakan dengan sukarela dan tetap membangkang serta tidak bersedia
melakukan pengosongan dan menyerahkan atas obyek sengketa tersebut kepada
Penggugat/Terbanding/Pemohon Eksekusi. Tindakan aparat dalam hal ini yang
dibantu oleh petugas-petugas dari kepolisian Sektor Pemalang, Koramil Pemalang,
Kepala Wilayah Kecamatan dan Kepala Kelurahan Pelutan telah memaksa Para
Termohon Eksekusi untuk mengosongkan dan menyerahkan obyek sengketa.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis terdorong ingin meneliti
tentang bagaimana hukum yang berlaku di Indonesia memberikan jalan keluar
(solusi) atas putusan Pengadilan Negeri Pemalang yang telah berkekuatan hukum
tetap atas objek sengketa tanah, karena bila dicermati bahwa polemik yang
ditimbulkan oleh putusan tersebut telah mempermainkan rasa keadilan para pihak
dan tidak terwujudnya tiga hal yang menjadi tujuan dari proses penegakan hukum
yaitu unsur keadilan, unsur kemanfaatan dan unsur kepastian. Dalam kenyatannya

9

yang ada pihak majelis daerah tetap tidak bisa menempati gereja tersebut
dikarenakan diancam serta diteror. Maka dari itu disini kurang adanya perlindungan
hukum yang diberikan.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis tertarik untuk menyajikan
penulisan hukum dengan judul PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN
YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP (STUDI KASUS
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PEMALANG NO.
08/Pdt.G/2003/PN.Pml)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Apa kendala dalam pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri Pemalang
Nomor: 08/Pdt.G/2003/PN.Pml ?
2. Tindakan hukum yang dapat diambil gereja agar dapat menempati dan
memanfaatkan tanah tersebut ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun beberapa tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri
Pemalang No. 08/Pdt.G/2003/PN.Pml
2. Untuk memberikan solusi tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh
gereja agar dapat menempati dan memanfaatkan tanah tersebut
D. Manfaat Penelitian
Penulisan penelitian diharapkan memberikan manfaat :
1.

Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi perkembangan
ilmu hukum, khususnya mengenai sebuah putusan Pengadilan Negeri yang
mempunyai kekuatan hukum tetap

10

.
2.

Secara Praktis

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar dapat memahami akan
hak2nya sebagai pemegang hak atas tanah.
E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis
dan kontruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.
Berdasarkan uraian diatas, maka metode penulisan yang digunakan penulis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah jenis deskripti
yang akan menjelaskan tentang pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri
Pemalang No. 08/Pdt.G/2003/PN.Pml yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, serta kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan
putusan tersebut.
2. Pendekatan

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan empiris. Melaluipendekatan ini akan dipaparkan secara
detail tentang fakta yang terjadi pada saat pelaksanaan Putusan Pengadilan
Negeri Pemalang Nomor 08/Pdt.G/2003/PN.Pml. Dengan hasil pemaparan
tersebut dapat diketahui kendala – kendala yang ada pada saat pelaksanaan
putusan pengadilan tersebut. Dari paparan tersebut akan nampak perilaku
pihak yang terkait dalam pelaksanaan putusan.

11

3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini
dilakukan dengan :
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara metode
interview atau wawancara dengan advokat, saksi, dan tokoh
masyarakat mengenai pelaksanaan putusan eksekusi tersebut
oleh Pengadilan Negeri Pemalang No.08/Pdt.G/2003/PN.Pml
yang terjadi. Dalam hal ini sebagai nara sumber adalah :
a. pendeta Pdt Hengky Tohea S.Th
b. panitera Pengadilan Negeri Pemalang
c. saksi yaitu Uung Bintoro selaku Donatur.
d. Tokoh masyarakatn yakni ketua RT setempat yang
hadir saat proses eksekusi dilakukan
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan teknik
Library Research, yaitu mempelajari literature ilmu hukum
yang berkaitan dengan permasalahan. Data sekunder terdiri
dari bahan hukum primer yaitu:
a. Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria,
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
c. UU No 51 PRP Tahun 1960 Tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya,
d. HIR.
4. Sistematika Penulisan
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang
masalah yang mempaparkan isu penelitian yaitu mengenai pelaksanaan
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap Selain itu juga

12

memaparkan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
metode penelitian.
Bab II merupakan tinjuan pustaka, hasil penelitian dan pembahasan.
Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian eksekusi, macammacam eksekusi, tata cara pelaksanaan eksekusi yang dilakukan. Serta soal
perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemegang hak atas tanah
yang sah. Disamping itu akan dipaparkan tentang kasus penelitian dan
analisisnya
Bab III merupakan bab penutup yang berisi mengenai kesimpulan
yang menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian.

13

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22