5
B. Latar Belakang Masalah
Setiap Negara, Pemerintahan dengan berbagai kelembagaan didalamnya, atau organisasi apapun dan segenap anggota masyarakat mengemban kewajiban
untuk mengakui, melindungi dan menegakkan hak-hak asasi manusia pada setiap manusia, tanpa kecuali termasuk kepada narapidana dan atau pelaku tindak
pidana. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di Rumah Tahanan, disamping dituntut untuk melaksanakan kewajiban- kewajiban dan tunduk atas segala peraturan yang berlaku didalamnya, dalam
perkembangannya juga diiringi pemberian hak-hak yang bersifat melekat pada dirinya. Dalam memandang sistem pidana hilang kemerdekaan yaitu bagi
narapidana yang mendapatkan perlakuan dengan kekerasan fisik maupun mental, maka digantikan dengan mendapat perlakukan layaknya seorang narapidana yang
perlu adanya suatu pembinaan dan bimbingan dengan menempatkan seseorang yang menjalani hukuman atau penjara untuk mendapatkan perlakuan yang lebih
manusiawi. Hal inilah yang kemudian mengantikan sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan
1
Istilah pemasyarakatan secara resmi mengantikan istilah kepenjaraan sejak tanggal 27 April 1964 melalui amanat tertulis Presiden Soekarno di Lembang
Bandung dalam rangka ‘retoling’ dan ‘reshaping’ dari sestem kepenjaraan yang dianggap tidak selaras dengan ide pangayoman sebagai konsepsi hukum nasional
yang berkribadian Pancasila
2
1
A. Widiada Gunakaya, Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan, Armico, Bandung, 1988, hlm 10.
2
Adi Sujatno, Sistem Pemasyaakatan Indonesia , Direktorat Jenderal Pemasyaraktan Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 2004, hlm 9
6
Konferensi Lembang tersebut di rumuskan prinsip-prinsip pokok yang menyangkut perlakuan terhadap narapidana dan anak didik sebagai berikut :
1. ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranan sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna
2. penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam oleh Negara. Ini berarti bahwa tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik, baik yang
berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. Satu- satunya derita yang dialami oleh narapidana dan anak didik hendaknya
hanyalah dihilangkannya kemerdekaannya untuk bergerak dalam masyarakat bebas
3. berikan bimbingan, bukan penyiksaan, supaya mereka bertobat. Berikan kepada mereka pengertian mengenai norma-norma hidup dan kehidupan, dan sertakan
mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya
4. negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelumnya dijatuhi pidana, misalnya dengan mencampurbaurkan
narapidana dan anak didik, yang melakukan tindak pidana berat dengan yang ringan, dan sebagainya
5. selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Antara
lain kontak dengan masyarakat dapat terjelma dalam bentuk kunjungan hiburan kedalam Lembaga Pemasyarakatan dari anggota-anggota masyarakat bebas,
dan kesempatan yang lebih banyak untuk berkumpul bersama sahabat dan keluarga
6. pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan jawatan atau kepentingan negara pada waktu-waktu tertentu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan yang terdapat di
masyarakat, dan yang menunjang pembangunan, umpamanya menunjang usaha meningkatkan produksi pangan
7. bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila. Antara lain ini berarti bahwa kepada mereka harus
ditanamkan jiwa kegotongroyongan, jiwa toleransi, jiwa kekeluargaan, disamping pendidikan kerokhanian dan kesempatan untuk menunaikan ibadah
agar memperoleh kekuatan spiritual
8. narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia. Martabatnya dan perasaannya
sebagai manusia harus dihormati
7
9. narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dapat dialaminya
10.disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan
3
Dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
yang dimaksud dengan pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan kegiatan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem,
kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana
4
yang bertujuan untuk mengembalikan warga binaan pemasyarakatan terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana
oleh warga binaan serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut sistem pemasyarakatan berusaha menitikberatkan kegiatan pada usaha-usaha perawatan, pembinaan, pendidikan
dan bimbingan bagi warga binaan yang bertujuan untuk memulihkan hubungan yang asasi antara individu warga binaan dengan masyarakat. Menurut Suhardjo
Negara yang telah mengambil kemerdekaan seseorang dan yang pada waktunya akan dikembalikan kepada masyarakat lagi, mempunyai kewajiban terhadap
terpidana dan terhadap masyarakat. Secara umum Hak
– hak narapidana ini telah tertuang dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu:
1. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya 2. mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani
3. mendapatkan pendidikan dan pengajaran 4. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
5. menyampaikan keluhan
3
Departemen Kehakiman, Dari sangkar ke sangkar suatu komitmen pengayoman, Jakarta, 1979, hlm 9
4
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemasyarakatan
, Jakarta, 2003, hlm . 247
8
6. mendapatkan bahan bacaan dan siaran media massa lainnya yang tidak dilarang 7. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
8. menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya 9. mendapatkan pengurangan masa pidana
10. mendapatkan kesempatan berasimilasi ternasuk cuti mengunjungi keluarga 11. mendapatkan pembebasan bersyarat
12. mendapatkan cuti menjelang bebas 13.mendapatkan hak-hak Narapidana sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
5
Salah satu hak narapidana dalan Undang-undang Pemasyarakatan adalah pembinaan yang melalui tahapan-tahapan hingga narapidana dikembalikan kepada
masyarakat dengan harapan tidak mengulangi perbuatannya lagi, maka dalam progam tahap akhir yaitu cuti menjelang bebas CMB diberikan sebagai hak
kepada setiap narapidana dengan tujuan narapidana tidak dibina lagi di lembaga pemasyarakatan tetapi dibina ditengah-tengah masyarakat dengan harapan tidak
ada lagi gambaran negatif dari masyarakat terhadap mantan narapidana. Tujuan pembinaan berkaitan dengan tujuan akhir dari pemidanaan menurut Wirjono
Prodjodikoro, yaitu : a. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik secara
menakut-nakuti orang banyak generals preventif maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar dikemudian hari tidak
melakukan kejahatan lagi speciale preventif, atau
b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi
masyarakat
6
5
Pasal 1 ayat 1 UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
6
Wirjono Prodjodikoro, asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia , Eresco, Jakarta, 1975,hlm15
9
Tujuan pemidanaan itu sendiri diharapkan dapat menjadi sarana perlindungan masyarakat, rehabilitasi dan resosialisasi, serta aspek psikologi
untuk menghilangkan rasa bersalah bagi yang bersangkutan. Adapun narapidana yang memperoleh hak - hak sampai akhir bulan
November tahun 2012 sebagai berikut : Tabel 2
Hak yang diperoleh Narapidana di Rutan Klas IIB Wonogiri Masa pidana
Jumlah narapidana
Remisi 17Agustus
CMB PB
1 Tahun sampai 3 Tahun 68
12 5
3 Tahun lebih 101
44 44
Total 169
56 5
44 Sumber : Rumah Tahanan Klas IIB Wonogiri
Hak –hak yang diberikan kepada narapidana di Rumah Tahanan, meskipun
telah dijamin namun tidak diperoleh secara otomatis. Untuk memperoleh beberapa hak yang diberikan, narapidana harus memenuhi syarat, tata cara dan kriteria
tertentu. Proses narapidana dalam memperoleh hak-nya untuk mendapatkan cuti menjelang bebas harus memenuhi syarat subtantif yaitu telah menjalani
23 dua pertiga dari masa pidananya dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir
paling lama 6 enam bulan
7
Selain syarat subtantif harus memenuhi syarat administratif, yaitu Kutipan putusan hakim ekstra vonis, Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat
oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan Narapidana yang dibuat oleh Wali Pemasyarakatan, Surat Pemberitahuan ke
Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Cuti Menjelang Bebas terhadap Narapidana yang bersangkutan, Salinan register F daftar yang memuat tentang
pelanggaran tata tertib yang dilakukan Narapidana selama menjalankan masa pidana dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN, Salinan daftar perubahan atau
7
ibid, pasal 49
10
pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi dan lain-lain dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan, Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan seperti pihak keluarga, sekolah, Instansi Pemerintah atau Swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah
setempat serendah-rendahnya Lurah atau Kepala Desa
8
Berdasarkan syarat- syarat diatas yang dapat mengajukan hak cuti menjelang bebas hanya yang dijatuhkan pidana lima belas bulan atau lebih dari
tiga tahun, mengingat syarat dari cuti menjelang bebas narapidana harus menjalani 23 dari masa pidana atau tidak kurang dari 9 bulan. Dan dari tabel diatas
menunjukan bahwa pemberian hak – hak narapidana khususnya tentang
pemberian cuti menjelang bebas kurang efektif dan optimal, dikarenakan tidak banyak narapidana yang telah menjalani pidana dengan memenuhi syarat minimal
dalam memperoleh cuti menjelang bebas. Minimnya jumlah narapidana yang hanya terdapat empat orang narapidana saja yang diberikan cuti menjelang bebas
menggambarkan kepada penulis bahwa terdapat kendalahambatan dalam pelaksanan pemberian cuti menjelang bebas.
C. Rumusan Masalah