INVENTARISASI HAMA PERSEMAIAN DI LOKASI PERSEMAIAAN HUTAN TANAMAN RAKYAT DESA NGAMBUR KECAMATAN BENGKUNAT BELIMBING KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(1)

INVENTARISASI HAMA PERSEMAIAN DI LOKASI PERSEMAIAAN HUTAN TANAMAN RAKYAT DESA NGAMBUR KECAMATAN

BENGKUNAT BELIMBING KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh

IKRO FAJAR SURACHMAN

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada

Program Studi Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

INVENTARISASI HAMA PERSEMAIAN

DI LOKASI PERSEMAIAAN HUTAN TANAMAN RAKYAT DESA NGAMBUR KECAMATAN BENGKUNAT BELIMBING

KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh

Ikro Fajar Surachman1), Indriyanto2), dan Agus M. Hariri3)

Inventarisasi hama di persemaian merupakan kegiatan pengumpulan dan penyusunan data mengenai hama yang menyerang bibit di persemaian. Inven-tarisasi hama sangat berguna untuk mengetahui jenis hama, jumlah hama, dan kondisi serangannya agar dapat dilakukan pengendalian secara tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hama dan tingkat serangan di lokasi persemaian hutan tanaman rakyat. Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Rakyat di Desa Ngambur Kecamatan Bengkunat Belimbing, Kabupaten Lampung Barat selama 2 bulan yaitu bulan April--mei 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati hama secara visual, kemudian diidentifikasi. Data yang diambil meliputi jenis hama, densitas hama, jenis pohon terserang, tingkat

serangan dan kerusakan. Pengambilan sampel dilakukan secara sistematik dengan pola diagonal. Dalam penelitian ini teridentifikasi 9 jenis hama yang menyerang dalam persemaian tanaman jabon, sengon laut, dan kayu afrika, yaitu ulat

(Daphnis hypothous), belalang (Locusta migratoria), ngengat (Hyblaea puera), ulat kantong (Pteroma plagiophelps), kepik pengisap (Cosmoleptrus sumatranus), kutu dompolan (Planococcus citri), ulat daun (Doleschallia polibete), kupu

kuning (Eurema spp.), bekicot (Achatina fulica) dan 1 jenis serangga predator yaitu semut rangrang (Oecophylla smaragdina). Populasi serangga ini cukup tinggi namun tidak merusak tanaman persemaian sedangkan serangga hama yang paling berbahaya adalah larva ulat kantong (Pteroma plagiophelps) dan Hyblaea puera. Larva ulat kantong menyebabkan kerusakan yang berat pada daun.

Tingkat kerusakan oleh serangga hama masih tergolong dalam kategori serangan ringan. Pengendalian serangan hama dapat dilakukan secara mekanis maupun kimia.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... . 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian ... . 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Kerangka Pemikiran ... . 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Hutan Tanaman Rakyat ... 5

B. Deskripsi Beberapa Pohon untuk Hutan Tanaman Rakyat ... 8

C. Jenis Hama ... 11

D. Permasalahan Hama ….……….….. 15

E. Faktor Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Hama Hutan …. 15

1. Potensi Reproduksi ………. 16

2. Kemampuan Beradaptasi ……… 17

3. Faktor Makanan ……….. 18

III. BAHAN DAN METODE ... 19

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19


(6)

C. Metode Pengumpulan Data ... 19

1. Data Primer ... 19

2. Data Sekunder ... 20

D. Pelaksanaan Penelitian... 20

1. Pengambilan Sampel ………... 20

2. Variabel Penelitian ……….. 24

E. Analisis Data ... 24

1. Intensitas Kerusakan Mutlak ... 24

2. Intensitas Kerusakan Nisbi ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Hasil Pengamatan... 26

1. Inventarisasi dan Identifkasi Hama ………... 26

2. Persentase Serangan dan Tingkat Kerusakan Tanaman... 39

B. Pembahasan... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN ... 50


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengusahaan hutan tanaman rakyat merupakan pengelolaan hutan produksi dengan melibatkan masyarakat untuk mewujudkan terbentuknya hutan tanaman. Hutan tanaman dapat memenuhi berbagai fungsi produksi dan perlindungan, peran hutan tanaman sebagai fungsi produksi dapat dijadikan sebagai sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan hasilnya sebagai bahan baku untuk industri dan bahan bangunan dan dalam fungsi perlindungan apabila direncanakan dengan baik, seperti perannya dapat mencegah erosi dan tanah longsor (Abdurachman dan Hadjib, 2006).

Hutan tanaman rakyat (HTR) merupakan hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau kelompok masyarakat dan koperasi, untuk meningkat-kan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapmeningkat-kan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Hutan tanaman rakyat nantinya dapat dijadikan sebagai pemberdayaan masyarakat yang dapat memberikan peranan antara lain, meningkatkan pendapatan petani, memanfaatkan secara maksimal dan lestari lahan-lahan yang tidak produktif, menghasilkan kayu bakar, menghasilkan kayu bahan bangunan maupun bahan baku industri, mempercepat usaha rehabilitasi lahan, menghasilkan buah-buahan, umbi-umbian, bahan obat-obatan, sayuran dan pakan ternak (Amrullah, 2010). Adanya pengelolaan HTR diharapkan sebagai awal


(8)

peningkatan pembangunan hutan di Indonesia. Mengingat HTR ini sangat penting, sehingga diperlukan konsep yang matang tentang HTR agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh masyarakat (Gadas, 2008).

Kegiatan awal dalam HTR adalah membangun persemaian, ini sangat penting karena merupakan kunci pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan dan penghasil bibit yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dan produktivitas tanaman dalam persemaiaan HTR (Anonymous, 2011). Akan tetapi kerusakan persemaian, saat ini cukup banyak dan menghawatirkan, disebabkan oleh hama. Hama dapat merusak produktivitas tanaman, dan menyebabkan berbagai macam kerusakan pada tanaman, terutama akibat aktifitas makan dan berkembang biak serangga hama. Hal ini merupakan permasalahan yang perlu diatasi dan diperhatikan dalam persemaian.

Menurut Avry (2010), dalam hal ini inventarisasi hama merupakan kegiatan yang penting sebelum mengambil tindakan pengendalian hama. Langkah ini menjadi penting karena jika terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi jenis hama, maka dapat menimbulkan permasalahan baru. Misalnya munculnya serangan hama baru sebagai akibat dari kesalahan dalam pemilihan tindakan pengendalian. Sebagai contoh bahwa penggunaan insektisida kurang efektif dalam pengendalian hama pada fase larva karena beberapa jenis larva tertentu sulit terjangkau oleh insektisida. Selain itu, insektisida juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kematian organisme selain hama.


(9)

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian adalah untuk mendapatkan informasi jenis-jenis hama, densitas populasi jenis-jenis hama dan tingkat serangannya pada persemaian jabon (Anthocephalus chinensis), sengon laut (Paraserianthes falcataria), dan kayu afrika (Maesopsis eminii).

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis hama, densitas populasi hama, dan tingkat serangannya pada persemaian jabon, sengon laut, dan kayu afrika.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai informasi mengenai keberadaan jenis-jenis hama dan tingkat serangannya di persemaiaan tanaman hutan dan sebagai pedoman dalam pemeliharaan bibit di persemaiaan, khususnya dalam pencegahan terhadap hama persemaiaan.

E. Kerangka Pemikiran

Indonesia memiliki banyak kawasan hutan produksi yang belum dikelola secara optimal sebagai tempat penghasil kayu. Dilihat dari kebutuhan bahan baku kayu nasional dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, sedangkan produksi bahan baku kayu mengalami penurunan. Untuk itu, diperlukan pengelolaan hutan produksi secara baik dengan melibatkan masyarakat melalui pembangunan hutan


(10)

tanaman rakyat (HTR) dengan memprioritaskan jenis pohon yang pertumbuhannya cepat dan memenuhi syarat untuk berbagai penggunaan (Lemmens, 1993).

Jabon (Anthocephalus chinensis ) adalah salah satu jenis tanaman hutan unggulan yang dapat dikembangkan melalui pembangunan hutan tanaman, baik hutan tanaman industri maupun hutan tanaman rakyat. Selain jabon, jenis pohon lainnya yang memungkinkan dikembangkan sebagai komoditi HTR antara lain : sengon (Para- serianthes falcataria), kayu afrika (Maesopsis eminii), mangium (Acacia mangium), cempaka (Michelia champaca), ketapang (Terminalia catappa), mahoni (Swietenia macrophylla) dan pinus (Pinus merkusii). Jenis-jenis pohon tersebut memiliki pertumbuhan sedang berkisar antara 10-30 tahun (Effendi, 2012). Pembangunan hutan tersebut tidak terlepas dari masalah hama, baik hama di persemaian maupun hama tanaman di areal penanaman. Secara umum serangan hama tersebut dapat mengganggu pertumbuhan bibit dan persentase hidup bibit di persemaian. Pen-anganan populasi hama yang tidak tepat dapat merusak tanaman dan menimbulkan kekebalan hama akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi hama di persemaian untuk memperoleh informasi mengenai jenis hama yang menyerang persemaian agar dapat diketahui dan ditentukan strategi pengendaliannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertim-bangan untuk menentukan tindakan pengendalian hama pada tanaman hutan di persemaian.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hutan Tanaman Rakyat

Pembangunan hutan tanaman rakyat merupakan salah satu kebijakan Kementerian Kehutanan untuk memberikan hak akses bagi masyarakat dalam mengelola hutan negara. Pembangunan hutan tanaman rakyat (HTR) dilakukan atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi sebagaimana dimaksud. Dalam Pasal 31 ayat (2) huruf d dapat dilakukan pada HTI (hutan tanaman industri), HTR (hutan tanaman rakyat), HTHR (hutan tanaman hasil reboisasi). Definisi hutan tanaman rakyat menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur, dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan (Bab 1 pasal 1 ayat 19) (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007).

Pembangunan hutan tanaman rakyat sebaiknya dipusatkan pada kawasan hutan produksi yang sudah disediakan untuk pembangunan HTI namun dalam kondisi tidak lagi dimanfaatkan. Hutan tanaman rakyat tersebut dapat dikembangkan melalui pemberian hak pengusahaan atau izin pemanfaatan hutan tanaman kepada perorangan


(12)

maupun kelompok, termasuk koperasi masyarakat. Hutan tanaman rakyat juga sebaiknya dikembangkan dalam bentuk atau sebagai bagian dari hutan desa atau hutan adat (Gadas, 2008).

Pengembangan hutan tanaman di Indonesia pada awalnya merupakan bagian kegiatan penghijauan dan rehabilitasi dengan tujuan utama memperbaiki keadaan areal kritis pada daerah-daerah sumber air, dengan menanam berbagai jenis pohon cepat tumbuh seperti kaliandra (Calliandra calothyrsus), sengon (Paraserianthes falcataria), eukaliptus (Eucalyptus deglupta), akasia (Acacia spp.) dan lain sebagainya. Seiring dengan semakin menurunnya kemampuan hutan alam untuk memasok kebutuhan bahan baku untuk industri pengolahan kayu. Maka pembangunan hutan tanaman didorong untuk tumbuh dan berkembang, khususnya guna memasok kebutuhan industri pulp (Amrullah, 2010).

Jenis-jenis pohon untuk hutan tanaman rakyat berdasarkan tujuan penggunaannya yang diuraikan dalam hutan rakyat Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah (2011), sebagai berikut.

1. Jenis pohon untuk kayu bakar

Jenis pohon untuk kayu bakar dipilih jenis-jenis yang mempunyai persyaratan cepat tumbuh, menghasilkan tunas baru bila dipangkas dan mempunyai kalori/panas yang tinggi. Jenis pohon yang dianjurkan antara lain lamtorogung (Leucaena leucocep-hala), akasia (Acacia auriculiformis), kaliandra (Calliandra calothyrsus), gamal (Gliricidia sepium).


(13)

2. Jenis pohon untuk kayu pertukangan

Jenis pohon untuk kayu pertukangan dipilih dari jenis yang mempunyai nilai ekono-mis, cepat tumbuh, berkualitas batang baik, produksinya tinggi, dan pasarannya cukup baik. Jenis pohon yang dianjurkan adalah mahoni (Swietenia macrophylla), jeunjing (Paraserianthes falcataria), sonokeling (Dalbergia latifolia), dan jati (Tectona grandis).

3. Jenis pohon untuk bahan baku industri

Jenis pohon untuk penyediaan bahan baku industri misalnya untuk kertas, pulp atau pabrik korek api, pemilihan jenis ini ditekankan pada sifat tanaman cepat tumbuh dalam berbagai kondisi lahan. Jenis pohon yang sesuai antara lain eucalyptus

(Eucalyptus deglupta), jeunjing (Paraseriaenthes falcataria), kayu afrika (Maesopsis eminii), damar (Agathis loranthifolia), jabon (Anthocephalus chinensis).

4. Jenis pohon untuk diambil hasil buahnya

Pemilihan jenis ini bertujuan untuk menghasilkan buah yang dapat dikonsumsi sendiri atau dijual buahnya. Contoh jenis pohon penghasil buah antara lain duwet (Eugenia cumini), durian (Durio zibethinus), nangka (Arthocarpus integra), kemiri (Aleurites moluccana), jambu air (Eugenia aquatica), dan kapuk randu (Ceiba pentandra).

5. Jenis pohon untuk tujuan perbaikan hidrologi

Pemilihan jenis pohon untuk perbaikan hidrologi lahan tidak dititikberatkan pada segi ekonominya, tetapi dipilih jenis pohon yang mempunyai sifat antara lain:


(14)

cepat tumbuh, bertajuk lebat dan dapat memberikan serasah yang banyak, dapat hidup ditempat-tempat yang lahannya kritis. Mempunyai sistem perakaran yang dalam, sehingga mampu mengikat tanah, mudah ditanam dan tidak memerlukan pemelihara-an. Jenis-jenis untuk tujuan hidrologi antara lain trembesi (Samanea saman), akasia (Acacia auriculiformis), puspa (Schima noranhae), asam (Tamarindus indica), turi (Sesbania grandiflora), kaliandra (Calliandra calothyrsus).

B.Deskripsi Beberapa Pohon untuk Hutan Tanaman Rakyat

1. Jabon (Anthocephalus chinensis)

Jabon merupakan salah satu jenis pohon asli Indonesia dan memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan karena jabon termasuk pohon cepat tumbuh, dapat tumbuh di berbagai tipe tanah, tidak mudah terserang oleh hama dan penyakit secara serius. Jabon merupakan jenis tumbuhan lokal yang dapat direkomendasikan untuk

dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman karena pemanfaatan kayunya sudah dikenal luas oleh masyarakat. Jabon merupakan jenis kayu yang mempunyai berat jenis rata-rata 0,42 (0,29--0,56), kelas kuat III-IV dan kelas awet V

(Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2011).

Menurut Kementerian Kehutanan Repubik Indonesia (2011), Kayu jabon memiliki permukaan yang halus. Sehingga mudah dan dapat dibuat sebagai bahan bangunan non-konstruksi (tidak cocok untuk bahan bangunan kontruksi), mebeler/furniture,


(15)

bahan plywood (kayu lapis), batang korek api, potlot, finir, alas sepatu, papan, peti, tripleks, bisa juga buat bahan kertas kelas sedang, dan lainnya.

Klasifikasi secara taksonomi untuk pohon jabon (Anthocephalus chinensis) adalah sebagai berikut (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2011).

Regnum : Plantae (tumbuhan).

Subregnum : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh). Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga).

Kelas : Magnoliopsida (tumbuhan berkeping biji dua). Subkelas : Asteridae.

Ordo : Rubiales. Famili : Rubiaceae. Genus : Anthocephalus.

Spesies : Anthocephalus chinensis.

2. Sengon laut (Paraserianthes falcataria)

Sengon selain tergolong pohon cepat tumbuh, mudah beradaptasi di segala tipe tanah, kayu sengon mampu bertahan 30-45 tahun, tidak kalah awet dibandingkan jati. Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan kelas IV-V dengan rata-rata berat jenis 0,33 (0,24 - 0,49). Sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan-papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam kontruksi, industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp kertas (Kementerian Kehutanan Republik


(16)

Indonesia, 2011). Klasifikasi secara taksonomi untuk pohon sengon laut (Para-serianthes falcataria) adalah sebagai berikut (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2011).

Reknum : Plantae (tumbuhan).

Subregnum : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh). Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga).

Kelas : Magnoliopsida (tumbuhan berkeping biji dua). Subkelas : Rosidae.

Ordo : Fabales. Famili : Fabaceae. Genus : Paraserianthes.

Spesies : Paraserianthes falcataria.

3.Kayu afrika (Maesopsis eminii)

Kayu afrika (Maesopsis eminii) adalah salah satu jenis kayu yang pertumbuhannya cukup bagus dan bernilai komersial untuk bahan bangunan dan furnitur. Kayu afrika termasuk kelas awet V dan kelas kuat III/IV, bertekstur kasar dan kayunya mudah menyerap zat-zat cair. Kayu dari pohon kayu afrika banyak dimanfaatkan untuk konstruksi ringan di bawah atap, peti kemas, dan kayu lapis (Ginting et al, 1999 dikutip oleh Sukanisme, 2008).

Klasifikasi secara taksonomi untuk pohon kayu afrika (Maesopsis eminii) adalah sebagai berikut (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2011).


(17)

Regnum : Plantae (tumbuhan).

Subregnum : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh). Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga).

Kelas : Magnoliopsida (tumbuhan berkeping biji dua). Subkelas : Rosidae.

Ordo : Rhamnales. Famili : Rhamnaceae. Genus : Maesopsis.

Spesies : Maesopsis eminii.

C. Jenis Hama

Hama merupakan salah satu organisme khususnya binatang ataupun sekelompok binatang yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman budidaya dan menimbul-kan kerugian secara ekonomis. Diantaranya binatang serangga yang berperan sebagai hama, sebagian besar serangga tersebut adalah pemakan tumbuhan atau disebut golongan herbivore, serangga selain dapat menyebabkan kerusakan yang bersifat langsung juga dapat menularkan penyakit pada tanaman. Pada bagian berikut ini diuraikan serangga-serangga yang mungkin kita jumpai di ekosistem pertanian dan kehutanan yang mencakup paling tidak 9 Ordo serangga (Susilo, 2007).


(18)

1. Ordo Coleoptera

Coleoptera adalah kumbang, yang alat mulutnya bertipe menggigit dan mengunyah. Sebagai contoh adalah kumbang badak (Oryctes rhinoceros) dan kumbang kubah (Coccinella sp.). Ordo Coleoptera beranggota paling banyak dibandingkan dengan ordo - ordo lain dalam kelas serangga. Peranan ordo Coleoptera dalam ekosistem pertanian adalah sebagai hama, dan pemangsa (Susilo, 2007). Beberapa jenis kum-bang dapat merusak pohon meranti putih (Shorea spp.), dan sengon laut

(Paraserianthes falcataria), misalnya Xystrocera festiva dan Xylosandrus morigerus (Nair, 2000).

2. Ordo Orthoptera

Serangga-serangga yang tergolong ke dalam Ordo Orthoptera antara lain adalah belalang seperti Valanga nigricornis yang menyerang tanaman Acacia mangium (Nair, 2000). Selain berperan sebagai haama, sebagian Orthoptera , misalnya famili Mantidae berperan sebagai pemangsa (Susilo, 2007).

3.Ordo Isoptera

Ordo Isoptera terdiri atas famili-famili seperti, yaitu Mastotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae. Nama umum serangga tersebut adalah rayap atau laron. Rayap merupakan hama penting yang merusak akar tanaman dan menyebab-kan kematian pada tanaman muda. Keistimewaan ordo Isoptera adalah dapat me-ngonsumsi kayu karena di dalam ususnya terdapat protozoa pemecah kayu (Susilo,


(19)

2007). Serangga tersebut antaralain menyerang tanaman muda akasia, misalnya Coptotermes curvignatus (Nair, 2000).

4.Ordo Homoptera

Serangga anggota ordo Homoptera meliputi kutu daun (Aphididae), kutu putih (Aleurodicus destructor Mask.), kutu loncat lamtoro (Heteropsylla sp.) yang ter-masuk ke dalam famili Pseudococciidae. Serangga tersebut biasa menempel di daun dan menyerang daun. Kutu putih dapat ditemukan di batang dan daun tanaman bagian bawah. Kutu tersebut mengisap cairan daun dan meninggalkan jelaga pada daun (Susilo, 2007). Kutu tanaman yang menyerang tumbuhan mangrove misalnya Aulacaspis marina (Nair, 2000).

5. Ordo Hemiptera

Serangga ordo Hemiptera yang termasuk famili Pentatomidae yaitu kepik hijau (Nezara viridula L.). Bagian tanaman yang terserang oleh kepik hijau akan layu, namun jarang mengakibatkan kematian tanaman (Susilo, 2007). Kepik Helopeltis spp, diketahui sebagai hama penghisap pada tanaman akasia, dan eucalyptus (Nair, 2000).

6.Ordo Lepidoptera

Serangga anggota ordo Lepidoptera fase dewasanya disebut kupu-kupu dan ngengat. Kupu-kupu sering dijumpai aktif pada siang hari, sedangkan ngengat lebih sering dijumpai pada malam hari. Larva kupu-kupu dan ngengat sering disebut sebagai ulat


(20)

dan merupakan hama yang paling sering menimbulkan kerusakan pada tanaman (Susilo, 2007). Pteroma plagiophleps adalah ulat kantong yang menyerang tanaman sengon laut dan mangrove (Nair, 2000).

7.Ordo Thysanoptera

Serangga ordo Thysanoptera dinamakan dengan trips, termasuk ke dalam famili Thripidae. Bentuk tubuh trips ramping panjang dan biasanya berwarna hitam meng-kilat. Trips menyerang tanaman dengan cara mengisap cairan permukaan daun, terutama daun-daun muda (pucuk) (Susilo, 2007). Jenis tanaman yang disukai dan sering diserang trips adalah kaliandra bunga putih (Calliandra tetragona) (Nair, 2000).

8. Ordo Odonata

Ordo Odonata mempunyai anggota yang sering disebut dengan nama capung. Sebagai contoh adalah famili Aeshnidae mempunyai bentuk memanjang, mulutnya menggigit dan menguyah sepasang mata majemuknya demikian besar. Semua serangga anggota ordo Odonata berperan sebagai pemangsa serangga lain, baik serangga dewasa maupun nimfanya yang hidup di dalam air (Susilo, 2007).

9. Ordo Hymenoptera

Anggota ordo Hymenoptera antara lain lebah tawon dan semut. Contoh serangga ordo Hymenoptera antara lain famili Braconidae, Chalcididae, Ichnekmonidae, Trichogrammatidae (Susilo, 2007). Serangga-serangga tersebut berperan sebagai


(21)

parasitoid. Banyak pula anggota Hymenoptera ada yang berperan sebagai penyerbuk dan predator. Metamorfose sempurna (Holometabola) yang melalui stadia: telur--> larva--> kepompong ---> dewasa (Adisanjaya, 2011).

D. Permasalahan Hama

Pada umumnya hama pada persemaian hutan tanaman rakyat adalah berbagai binatang golongan serangga. Sesungguhnya jika serangga tersebut tidak menimbul-kan kerusamenimbul-kan secara ekonomis pada tanaman yang di budidayamenimbul-kan, maka belum dapat dikatakan sebagai hama. Apabila serangga dan hewan tersebut menggunakan tanaman hutan sebagai makanan atau tempat tinggalnya, maka ada kemungkinan yang secara ekonomis sangat merugikan. Bentuk kerugian yang disebabkan oleh serangan hama antara lain dapat berupa kegagalan benih untuk dapat berkecambah, kehilangan bibit karena busuk batang atau akar, rusak daun dan kehilangan bibit atau kematian tanaman setelah ditanam di lapangan. Akibat selanjutnya adalah kerugian berupa dana atau uang yang terbuang percuma untuk menyiapkan tanaman tersebut serta penyiapan lahan. Dengan demikian pengelolaan persemaian hutan tanaman rakyat dapat dilakukan sejak awal dengan menggunakan strategi yang tepat, efisien, dan efektif dari segi praktek maupun ekonomi (Kementerian Pertanian, 2012).

E.Faktor Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Hama Hutan

Tinggi rendahnya kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga perusak hutan terutama ditentukan oleh populasi individu serangga seperti potensi reproduksi, kemampuan adaptasi dengan lingkungan maupun faktor makanan (Nair, 2007).


(22)

1. Potensi Reproduksi

Potensi reproduksi adalah kemampuan berkembang biak dari setiap ekor serangga betina yang dewasa dalam periode waktu tertentu jika didukung oleh kondisi sekeliling yang optimum. Faktor-faktor yang menentukan daya reproduksi adalah sifat-sifat dari serangga seperti fecundity (kesuburan), life cycle (panjang umur serangga mulai dari telur sampai imago), sex ratio (perbandingan antara jantan dan betina) dan polyembroni (dua serangga atau lebih yang dapat dihasilkan dari satu telur), serta parthenogenesis (reproduksi tanpa pembuahan). Kemampuan ber-kembang biak serangga akan menentukan tinggi rendahnya populasi serangga. Apabila dipelajari lebih mendalam bahwa kemampuan serangga untuk berkembang biak bergantung kepada sex ratio serangga hama. Adapun kecepatan berkembang biak serangga ditentukan oleh keperidian (fecundity) dan jangka waktu perkembang-an. Serangga hama pada umumnya berkembang biak melalui perkawinan walaupun ada beberapa spesies tertentu yang menghasilkan keturunannya tanpa melalui pem-buahan telur yang disebut parthenogenesis. Perbandingan serangga jantan dan serangga betina atau lebih dikenal dengan sex ratio. Sex ratio yang merupakan faktor yang menentukan cepatnya pertumbuhan populasi hama pengaruh lainnya sifat dan kemampuan individu betina untuk menghasilkan sejumlah telur. Maupun serangga hama yang mempunyai keperidian cukup tinggi biasanya penghambat perkembanga-nnya juga tinggi, baik yang menyangkut makanan maupun musuh alami. Per-kembangan serangga dimulai dari telur lalu menjadi larva kemudian menjadi pupa/kepompong, setelah itu menjadi serangga dewasa. Pada umumnya serangga


(23)

yang kebutuhan nutrisinya terpenuhi dan berimbang, siklus hidupnya akan lebih cepat bila dibandingkan dengan serangga hama yang kebutuhan nutrisinya tidak cukup (Nair, 2000).

2. Kemampuan Beradaptasi

Kemampuan hidup dan sifat-sifat lainnya dari serangga untuk dapat tetap hidup dengan keadaan di sekitarnya sangat penting karena banyak faktor seperti kelem-bapan udara memengaruhi secara langsung atau tidak langsung terhadap kehidupan serangga. Serangga yang hidup di lingkungan yang kering mempunyai cara dalam mengenfisienkan penggunaan air misalnya dengan cara menyerap kembali air yang terdapat pada kotoran yang akan dibuang dan menggunakan kembali air metabolik tersebut. Contohnya serangga yang mempunyai kemampuan tersebut adalah rayap. Oleh karena itu, kelembapan udara sebagai keadaan lingkungan harus diperhatikan dengan baik.

Selain itu, predator juga sangat mempengaruhi tinggi rendahnnya suatu populasi serangga hama yang mana predator adalah suatu organisme yang hidup bebas yang mana organisme tersebut mandapatkan makanannya dengan membunuh mangsanya dan biasanya mengambil mangsa lebih dari seekor dalam hidupnya. Predator tidak memiliki kekhususan dalam hal pemilihan mangsa. Oleh karena itu, predator dapat berupa berbagai serangga atau hewan lain yang memakan serangga hama, dan en-tomopatogen dapat menimbulkan penyakit, meliputi cendawan, bakteri, virus, ne-matoda atau hewan mikro lainnya yang dapat memengaruhi kehidupan serangga


(24)

hama, dan entomopatogen sudah mulai dikembangkan sebagai insektisida alami untuk mengendalikan serangga hama (Natawigena, 1990).

3. Faktor Makanan

Faktor makanan yang mempengaruhi perkembangan populasi serangga yaitu

banyaknya tanaman, karena makanan sangat penting bagi kehidupan serangga hama keberadaan makanan dipengaruhi oleh suhu, kelembapan, curah hujan, dan tindakan manusia. Apabila semua faktor lingkungan mendukung keberadaan makanan, maka pertambahan populasi serangga hama akan sejalan dengan makin bertambahnya makanan. Hubungan faktor makanan dengan populasi serangga itu disebut hubungan bertautan padat. Oleh karena itu, faktor makanan dapat digunakan untuk menekan populasi serangga hama. Daun merupakan konsumsi besar dalam sumber makanan bagi kehidupan serangga hama (Nair, 2007).


(25)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada pada bulan April sampai Mei 2012. Lokasi penelitian adalah di lahan persemaian Hutan Tanaman Rakyat milik Koperasi Subur Rezeki yang terletak di Desa Ngambur Kecamatan Bengkunat Belimbing Kabupaten Lampung Barat.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pinset, stoples, kaca pembesar

(loupe), gunting, pisau, sweep net (jaring serangga), label nama, kamera digital, GPS, alat tulis, lembar pengamatan dan buku panduan identifikasi hama. Adapun bahan yang digunakan yaitu alkohol 70%.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung secara visual di lapangan, yang meliputi jenis-jenis hama yang berada pada bibit jabon (Anthocephalus chinensis), sengon laut (Paraserianthes falcataria) dan kayu afrika (Maesopsis eminii). Data primer yang lainnya adalah densitas populasi hama, dan tingkat serangan hama.


(26)

2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi keadaan umum lokasi, studi literatur, dan informasi dari masyarakat maupun pekerja setempat mengenai hama dan keadaan lingkungan di lokasi persemaian.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengambilan Sampel

Inventarisasi jenis hama dan intensitas serangannya dilaksanakan di lahan persemain dengan luasan total 0,37 ha dilakukan dengan menggunakan plot sampel yang dirancang secara diagonal pada setiap lahan persemaian. Pada masing-masing lahan persemaian yang mempunyai luas jabon 0,06 ha, sengon laut 0,05 ha, dan kayu afrika 0,05 ha dan ditentukan 5 plot sampel untuk pengamatan jenis-jenis hama dan intensitas kerusakan mutlak serta 5 plot sampel untuk pengamatan jenis-jenis hama dan intensitas kerusakan nisbi pada setiap plot diamati 20 bibit, dengan jarak tiap plot 5-10 m yang di sesuaikan dengan luasan tiap lahan persemaian. Hama yang ada pada setiap plot sampel diambil dan diamati langsung secara visual. Peta lokasi penelitian tertera pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3.


(27)

Gambar 1. Letak lokasi persemaian hutan tanaman rakyat milik Koperasi Subur Rezeki yang terletak di Desa Ngambur Kecamatan Bengkunat Belimbing Kabupaten Lampung Barat


(28)

Gambar 2. Denah lokasi persemaian hutan tanaman rakyat milik Koperasi Subur Rezeki yang terletak di Desa Ngambur Kecamatan Bengkunat Belimbing Kabupaten Lampung Barat.


(29)

Gambar 3. Denah sample pengamatan

Gambar 3. Tata letak plot sampel sampel pengamatan hama

Keterangan : = Sampel pengamatan Indeks Kerusakan Nisbi = Sampel pengamatan Indeks Kerusakan Mutlak Gambar 3. Tata letak plot sampel pengamatan secara diagonal

Keterangan: = sampel pengamatan intensitas kerusakan mutlak

= sampel pengamatan intensitas kerusakan nisbi 20 = jumlah sampel bibit tanaman

5 m = jarak antar sampel pengamatan intensitas kerusakan nisbi dengan sampel pengamatan intensitas kerusakan mutlak.

2. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang diamati adalah sebagai berikut.

a. Jenis hama dan densitas masing – masing jenis.

Jenis hama yang terdapat pada setiap plot sampel diamati, diidentifikasi, dan dihitung jumlahnya dengan pengambilan sample hama tanpa pengembalian.

20 20

20

20 20

20

20

20 20

20

5 m


(30)

b. Intensitas kerusakan mutlak

Pengumpulan data intensitas kerusakan mutlak dilakukan dengan cara sensus sampel, diperoleh berdasarkan perhitungan jumlah bibit yang terserang hama secara mutlak (rusak titik tumbuh) dari semua bibit dalam setiap plot sampel (Asmaliyah dkk., 2008).

c. Intensitas kerusakan nisbi

Tingkat kerusakan nisbi diamati berdasarkan persentase pengamatan per tanaman yang dinilai berdasarkan klasifikasi hama sesuai tingkat serangan. Untuk peng-hitungan tingkat kerusakan tanaman (I) dilakukan menurut kriteria Unterstenhofer (1963) hama sesuai tingkat serangan, sebagaimana dikutip oleh Asmaliyah dkk. (2008).

E. Analisis Data

Variabel penelitian yang diamati yaitu: jenis hama dan densitas masing-masing jenis, intensitas kerusakan mutlak, dan intensitas kerusakan nisbi. Anilisis data dilakukan menggunakan rumus dan klasifikasi sebagai berikut (Unterstenhofer, 1963 dalam Asmaliyah dkk., 2008).


(31)

1. Intesitas kerusakan mutlak

Keterangan :

IKM = intensitas kerusakan mutlak

a = jumlah tanaman sampel yang rusak (mutlak) b = jumlah tanaman sampel yang tidak rusak

2. Intesitas kerusakan nisbi

Keterangan :

IKN = intensitas kerusakan nisbi

ni = jumlah tanaman yang terserang dengan klasifikasi kerusakan tertentu vj = nilai klasifikasi kerusakan

z = nilai klasifikasi kerusakan tertinggi N = jumlah pohon seluruhnya yang diamati

dengan klasifikasi tingkat kerusakan daun sebagai berikut. Tingkat

kerusakan

Persentasi kerusakan pada tanaman Klasifikasi kerusakan

Sehat kerusakan daun ≤ 5% 0

Ringan kerusakan daun antara 5% - 25% 1

Agak berat kerusakan daun antara 26% - 50% 2

Berat kerusakan daun antara 51% - 75% 3


(32)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Jenis serangga hama yang menyerang bibit tanaman jabon, sengon laut, dan kayu afrika dalah Daphnis hypothous, belalang, Hyblaea puera, kepik pengisap, ulat kantong, ulat daun, kutu dompolan atau kutu berlilin, kupu kuning dan bekicot, sedangkan jenis serangga predatornya adalah semut rangrang.

2. Intensitas kerusakan mutlak tertinggi yaitu pada tanaman jabon sebesar 18% , dan terendah pada tanaman sengon laut maupun kayu afrika yaitu sebesar 15%. 3. Intensitas kerusakan nisbi tertinggi yaitu pada tanaman jabon sebesar 16,5%,

sengon laut sebesar 10,5% dan terendah pada tanaman kayu afrika sebesar 8,5%.

4. Tingkat kerusakannya masih dalam kategori serangan ringan, namun keberada-an hama serkeberada-angga pada tkeberada-anamkeberada-an jabon, kayu afrika, dkeberada-an sengon laut di per-semaian harus terus dimonitor agar keberadaannya tidak sampai merugikan tanaman.


(33)

B. Saran

Inventarisasi merupakan kegiatan awal di lapangan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan dan penghasil bibit yang berkualitas. Dari hasil penilitian ini, dapat

disarankan bahwa dalam mengidentifikasi jenis hama harus benar, karena apabila terjadi kesalahan justru akan menimbulkan permasalahan baru, seperti munculnya serangan hama baru akibat dari kesalahan pemilihan tindakan pengendalian hama dan pemusnahan serangga predator alami.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan N. Hadjib. 2006. Pemanfaatan kayu hutan untuk komponen bahan bangunan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Balai Penelitian Kehutanan. Bogor. 130-140 p.

Adisanjaya. Hama tanaman. Kumpulan Artikel Hama. 19 Februari 2011.

Diakses pada tanggal 24 Juni 2012. http://moneyonlineadisanjaya.blogspot. com/2011/02/hama-tanaman.html.

Ajiyoshidafarm. 2012. Semut rangrang. Makalah Pelatihan Budidaya Semut Kroto Tanpa Pohon. Denpasar Bali. 14 p.

Amrullah. Hutan tanaman rakyat. Amrullah’s blog. May 2010. Diakses pada tanggal 2 Desember 2012. http://amrullha.wordpress.com/hutan-tanaman-rakyat-htr/.

Anonymous. 2011. Pengertian persemaian. Artikel Difinisi dan Pengertian Persemaian. Group Belajar Silvikultur. 25 Maret 2012. http://www. silvikultur.com/pengertian_persemaian.html.

Asmaliyah, I., Andika, dan M. Imam. 2008. Serangan hama pada tanaman tanjung (Mimusops elengi Linn.) di persemaian. Prosiding Workshop Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman. Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Palembang. 235-239 p.

Avry. 2010. Serangan hama dan tingkat kerusakan daun akibat hama Defoliator pada tegakan jabon (Anthcephalus Cadamba Miq). Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok. Riau. 4(4) : 451−458.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Hutan rakyat. Departemen Kehutanan. Diakses 24 Juni 2012. Supported by LumbungMedia http://www.Dinas-Kehutanan-Provinsi-Jawa-Tengah.htm.

Donald, M. 2006. Pemanfaatan semut rangrang sebagai musuh alami di areal perkebunan. Makalah hama tumbuhan. Universitas Nusa Cendana. Nusa Tenggara. 17 p.


(35)

Effendi, R. Pemilihan jenis pohon pembangunan hutan tanaman. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Bogor. 19 Januari 2012. Diakses pada tanggal 13 Januari 2013. http://cyberpenyuluhankht.info/index.php/

artikel/73-implementasi-teknologi-inovasi-aplikatif/190-pemilihan-jenis-pohon-untuk-pembangunan-hutan-tanaman-.html.

Gadas, S.R. 2008. Pengembangan hutan tanaman rakyat. Diakses pada tanggal 25 April 2012. http://www.puslitsosekhut.web.id/download.php?page= publikasi&sub=warta_kebijakan&id=127.

Haliaster. 2010. Eurema blanda. Semarang Lepidoptera web. Support by Pecinta Alam Haliaster Biologi Universitas Diponegoro. 2010. Diakses pada 19 Juni 2013. http://haliaster.web.id/slw/kupu/coliadinae/eurema-blanda.

Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2011. Info tanaman penghijauan. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Solo. 29 April 2011 Diakse 25 Maret 2012. http://www.bpdassolo.net/ index.php/tanaman-kayu-kayuan/tanaman-sengon-jabon.

Kementerian Pertanian. 2012. Ulat pemakan daun (Hyposidra talaca Walker) (Lepidoptera;Geometridae). 25 April 2012. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2012. http://www.ditlin.hortikultura.deptan.go.id.

Koprasi Lambar Sumber Rezeki. 2010. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman rakyat. Lampung Barat. Provinsi Lampung. 12 p.

Lemmens. 1993. Plant Resources of South-East Asia. No. 5(1) Soerianegara I. (Ed.): Book. Timber trees: major commercial timbers. Backhuys Publishers. Leiden. 45 p.

Martawijaya. 2005. Keawetan kayu yang berasal dari hutan alam dan hutan tanaman. Prosiding diskusi sifat dan kegunaan jenis kayu HTI. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. 63 p.

Nair, K.S.S. and G. Mathew. 1992. Biology, Infestation Characteristics and Impact of The Bagworm, Pteroma plagiophelps Hamps. In: Forest Plantations of Paraserianthes falcataria. Book. Entomon 17: 1-13.

Nair, K.S.S. and Sumardi., 2000. Insect Pests and Diseases of Major Plantation Species In : Nair K.S.S (ed)Insect Pest and Diseases in Indonesia Forest: An assessment of the Major Threats, Research Efforts and Literature. Book CIFOR. Bogor. Indonesia. 101 p.

Nair, K.S.S. 2007. Tropical Forest Insect Pests Ecology, Impact, and Management. Cambridge University. India. 404 p.


(36)

Natawigena. 1990. Jenis-jenis serangga. 25 Mei 2012. http://opac.web.id/jenis-jenis-serangga ee314a9ce492c5a0a4cd58fc0b 537309.html.

OPT Hortikultura. 2011. Planococcus citri kutu demplon. Diakses pada tanggal 21 April 2013. ttp://www.labscorner.org/opt/kb/index.php?comp=home. detail.93.

Pracaya. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman. Buku cetakan ke- 5. Penebar Swadaya. Jakarta. 428 p.

Rojak, A. dan I. Rochimat. 2007. Teknik pengamatan siklus hidup dan

kemampuan makan hama Doleschallia polibetek. Buletin Teknik Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik . Cibadak, Suka bumi. (12)2 : 41-43.

Sativa. 2011. Mengenal bekicot (Achatina fulica).. 29 Januari 2011. Diakses pada tanggal 24 Juni 2012. http://oryzasativa135rsh.blogspot.com/2011/01/ mengenal-bekicot-acatina-fulica.html.

Suhaendah, E., Siarudin, M., dan E. Rachmat. 2007. Serangan hama dan penyakit pada 5 provenan sengon di Kabupaten Tasikmalaya .Makalah Wana benih. Balai Besar Penelitian Bioteknologi. Ciamis. 8(1) : 1-6.

Sukanisme, A.B. 2008. Maesopsis eminii Engl. 25 April 2012. http://asruly.blog spot.com/2008/12/maesopsis-eminii-engl.html.

Susilo, F.X. 2007. Pengantar Entomologi Pertanian. Buku Universitas Lampung. Bandar Lampung. 127 p.

Surtikanti. 2008. Bioekologi belalang kembara (Locusta migrotoria L) dan Pengendaliannya. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan 5

November. 436-438 p.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pembangunan hutan tanaman rakyat (HTR). Jakarta. Diakses 15 Agustus 2012. http:// www.dephut.go.idfile/sp.55_2011_0.pdf.

Wahyuni, S. Teknik monitoring serangga hama pada kayu bawang. Arsip blog. 28 Maret 2012. Diakses pada tanggal 19 Juni 2013. http://septy-wahyuni .blogspot.com/2012_03_01_archive.html.

Warisno. 2011. Peluang Investasi Jabon Tanaman Kayu Masa Depan. Buku PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 111 p.

Wikipedia. 2012. Kepik. wiki/Kepik. 1 Oktober 2012. Diakses pada tannggal 21 April 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Kepik.


(1)

25 1. Intesitas kerusakan mutlak

Keterangan :

IKM = intensitas kerusakan mutlak

a = jumlah tanaman sampel yang rusak (mutlak) b = jumlah tanaman sampel yang tidak rusak

2. Intesitas kerusakan nisbi

Keterangan :

IKN = intensitas kerusakan nisbi

ni = jumlah tanaman yang terserang dengan klasifikasi kerusakan tertentu vj = nilai klasifikasi kerusakan

z = nilai klasifikasi kerusakan tertinggi N = jumlah pohon seluruhnya yang diamati

dengan klasifikasi tingkat kerusakan daun sebagai berikut. Tingkat

kerusakan

Persentasi kerusakan pada tanaman Klasifikasi kerusakan

Sehat kerusakan daun ≤ 5% 0

Ringan kerusakan daun antara 5% - 25% 1

Agak berat kerusakan daun antara 26% - 50% 2

Berat kerusakan daun antara 51% - 75% 3


(2)

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Jenis serangga hama yang menyerang bibit tanaman jabon, sengon laut, dan kayu afrika dalah Daphnis hypothous, belalang, Hyblaea puera, kepik pengisap, ulat kantong, ulat daun, kutu dompolan atau kutu berlilin, kupu kuning dan bekicot, sedangkan jenis serangga predatornya adalah semut rangrang.

2. Intensitas kerusakan mutlak tertinggi yaitu pada tanaman jabon sebesar 18% , dan terendah pada tanaman sengon laut maupun kayu afrika yaitu sebesar 15%. 3. Intensitas kerusakan nisbi tertinggi yaitu pada tanaman jabon sebesar 16,5%,

sengon laut sebesar 10,5% dan terendah pada tanaman kayu afrika sebesar 8,5%.

4. Tingkat kerusakannya masih dalam kategori serangan ringan, namun keberada-an hama serkeberada-angga pada tkeberada-anamkeberada-an jabon, kayu afrika, dkeberada-an sengon laut di per-semaian harus terus dimonitor agar keberadaannya tidak sampai merugikan tanaman.


(3)

46 B. Saran

Inventarisasi merupakan kegiatan awal di lapangan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan dan penghasil bibit yang berkualitas. Dari hasil penilitian ini, dapat

disarankan bahwa dalam mengidentifikasi jenis hama harus benar, karena apabila terjadi kesalahan justru akan menimbulkan permasalahan baru, seperti munculnya serangan hama baru akibat dari kesalahan pemilihan tindakan pengendalian hama dan pemusnahan serangga predator alami.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan N. Hadjib. 2006. Pemanfaatan kayu hutan untuk komponen bahan bangunan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Balai Penelitian Kehutanan. Bogor. 130-140 p.

Adisanjaya. Hama tanaman. Kumpulan Artikel Hama. 19 Februari 2011.

Diakses pada tanggal 24 Juni 2012. http://moneyonlineadisanjaya.blogspot. com/2011/02/hama-tanaman.html.

Ajiyoshidafarm. 2012. Semut rangrang. Makalah Pelatihan Budidaya Semut Kroto Tanpa Pohon. Denpasar Bali. 14 p.

Amrullah. Hutan tanaman rakyat. Amrullah’s blog. May 2010. Diakses pada tanggal 2 Desember 2012. http://amrullha.wordpress.com/hutan-tanaman-rakyat-htr/.

Anonymous. 2011. Pengertian persemaian. Artikel Difinisi dan Pengertian Persemaian. Group Belajar Silvikultur. 25 Maret 2012. http://www. silvikultur.com/pengertian_persemaian.html.

Asmaliyah, I., Andika, dan M. Imam. 2008. Serangan hama pada tanaman tanjung (Mimusops elengi Linn.) di persemaian. Prosiding Workshop Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman. Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Palembang. 235-239 p.

Avry. 2010. Serangan hama dan tingkat kerusakan daun akibat hama Defoliator pada tegakan jabon (Anthcephalus Cadamba Miq). Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok. Riau. 4(4) : 451−458.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Hutan rakyat. Departemen Kehutanan. Diakses 24 Juni 2012. Supported by LumbungMedia http://www.Dinas-Kehutanan-Provinsi-Jawa-Tengah.htm.

Donald, M. 2006. Pemanfaatan semut rangrang sebagai musuh alami di areal perkebunan. Makalah hama tumbuhan. Universitas Nusa Cendana. Nusa Tenggara. 17 p.


(5)

Effendi, R. Pemilihan jenis pohon pembangunan hutan tanaman. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Bogor. 19 Januari 2012. Diakses pada tanggal 13 Januari 2013. http://cyberpenyuluhankht.info/index.php/

artikel/73-implementasi-teknologi-inovasi-aplikatif/190-pemilihan-jenis-pohon-untuk-pembangunan-hutan-tanaman-.html.

Gadas, S.R. 2008. Pengembangan hutan tanaman rakyat. Diakses pada tanggal 25 April 2012. http://www.puslitsosekhut.web.id/download.php?page= publikasi&sub=warta_kebijakan&id=127.

Haliaster. 2010. Eurema blanda. Semarang Lepidoptera web. Support by Pecinta Alam Haliaster Biologi Universitas Diponegoro. 2010. Diakses pada 19 Juni 2013. http://haliaster.web.id/slw/kupu/coliadinae/eurema-blanda.

Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2011. Info tanaman penghijauan. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Solo. 29 April 2011 Diakse 25 Maret 2012. http://www.bpdassolo.net/ index.php/tanaman-kayu-kayuan/tanaman-sengon-jabon.

Kementerian Pertanian. 2012. Ulat pemakan daun (Hyposidra talaca Walker) (Lepidoptera;Geometridae). 25 April 2012. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2012. http://www.ditlin.hortikultura.deptan.go.id.

Koprasi Lambar Sumber Rezeki. 2010. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman rakyat. Lampung Barat. Provinsi Lampung. 12 p.

Lemmens. 1993. Plant Resources of South-East Asia. No. 5(1) Soerianegara I. (Ed.): Book. Timber trees: major commercial timbers. Backhuys Publishers. Leiden. 45 p.

Martawijaya. 2005. Keawetan kayu yang berasal dari hutan alam dan hutan tanaman. Prosiding diskusi sifat dan kegunaan jenis kayu HTI. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. 63 p.

Nair, K.S.S. and G. Mathew. 1992. Biology, Infestation Characteristics and Impact of The Bagworm, Pteroma plagiophelps Hamps. In: Forest Plantations of Paraserianthes falcataria. Book. Entomon 17: 1-13.

Nair, K.S.S. and Sumardi., 2000. Insect Pests and Diseases of Major Plantation Species In : Nair K.S.S (ed)Insect Pest and Diseases in Indonesia Forest: An assessment of the Major Threats, Research Efforts and Literature. Book CIFOR. Bogor. Indonesia. 101 p.

Nair, K.S.S. 2007. Tropical Forest Insect Pests Ecology, Impact, and Management. Cambridge University. India. 404 p.


(6)

Natawigena. 1990. Jenis-jenis serangga. 25 Mei 2012. http://opac.web.id/jenis-jenis-serangga ee314a9ce492c5a0a4cd58fc0b 537309.html.

OPT Hortikultura. 2011. Planococcus citri kutu demplon. Diakses pada tanggal 21 April 2013. ttp://www.labscorner.org/opt/kb/index.php?comp=home. detail.93.

Pracaya. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman. Buku cetakan ke- 5. Penebar Swadaya. Jakarta. 428 p.

Rojak, A. dan I. Rochimat. 2007. Teknik pengamatan siklus hidup dan

kemampuan makan hama Doleschallia polibetek. Buletin Teknik Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik . Cibadak, Suka bumi. (12)2 : 41-43.

Sativa. 2011. Mengenal bekicot (Achatina fulica).. 29 Januari 2011. Diakses pada tanggal 24 Juni 2012. http://oryzasativa135rsh.blogspot.com/2011/01/ mengenal-bekicot-acatina-fulica.html.

Suhaendah, E., Siarudin, M., dan E. Rachmat. 2007. Serangan hama dan penyakit pada 5 provenan sengon di Kabupaten Tasikmalaya .Makalah Wana benih. Balai Besar Penelitian Bioteknologi. Ciamis. 8(1) : 1-6.

Sukanisme, A.B. 2008. Maesopsis eminii Engl. 25 April 2012. http://asruly.blog spot.com/2008/12/maesopsis-eminii-engl.html.

Susilo, F.X. 2007. Pengantar Entomologi Pertanian. Buku Universitas Lampung. Bandar Lampung. 127 p.

Surtikanti. 2008. Bioekologi belalang kembara (Locusta migrotoria L) dan Pengendaliannya. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan 5

November. 436-438 p.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pembangunan hutan tanaman rakyat (HTR). Jakarta. Diakses 15 Agustus 2012. http:// www.dephut.go.idfile/sp.55_2011_0.pdf.

Wahyuni, S. Teknik monitoring serangga hama pada kayu bawang. Arsip blog. 28 Maret 2012. Diakses pada tanggal 19 Juni 2013. http://septy-wahyuni .blogspot.com/2012_03_01_archive.html.

Warisno. 2011. Peluang Investasi Jabon Tanaman Kayu Masa Depan. Buku PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 111 p.

Wikipedia. 2012. Kepik. wiki/Kepik. 1 Oktober 2012. Diakses pada tannggal 21 April 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Kepik.